Anda di halaman 1dari 3

tang Kami Program Pustaka Aksi & Informasi Kuis Jadwal

search

AKSI-INFORMASI / KITA BELUM MERDEKA SELAMA MASIH ADA KORUPSI

23 MEI 2022
    visibility 1540

Kita Belum Merdeka Selama


Masih Ada Korupsi
Indonesia telah menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime) karena sifatnya yang meluas dan sistematis serta memiliki dampak besar
dalam melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Tidak hanya kehilangan uang
negara yang dikorup oleh para koruptor, negara juga mengalami kerugian besar
dalam proses pemberantasan korupsi yang disebut biaya sosial korupsi.

Dalam pembahasan sebelumnya, kita sudah mengulas biaya sosial korupsi yang
bisa diartikan sebagai dampak kerugian dari perilaku korupsi yang membebani
keuangan negara. Bukan hanya sebatas nominal uang yang dikorupsi, tapi segala
biaya yang harus dibayar negara karena perilaku korupsi tersebut masuk dalam
dampak ini, termasuk biaya proses pengadilan dan penjara.

KPK melalui buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi mencatat biaya
sosial yang menjadi kerugian negara pada 2001-2012 mencapai Rp168 triliun.
Sementara hukuman final terhadap para koruptor hanya menghasilkan jumlah
tuntutan Rp15 triliun. Artinya ada selisih Rp153 triliun yang harus dibayar dengan
pajak rakyat.

Selisih kerugian yang tak dibayarkan oleh koruptor ini menciptakan alur panjang
yang menjadi dampak dari korupsi. Dimulai dari misalokasi pajak rakyat untuk biaya
sosial korupsi. Bayangkan jika uang ratusan triliun rupiah itu dialokasikan untuk
kesejahteraan rakyat, seperti membangun sekolah, memperbaiki fasilitas kesehatan
atau infrastruktur jalan di daerah-daerah terpencil. Kondisi masyarakat sejahtera
tersebut merupakan gambaran ideal dari tujuan kemerdekaan kita sebagaimana
yang disampaikan Bung Hatta, "Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita.
y g p g , j
Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan
tang Kami kemakmuran

Programrakyat". Pustaka Aksi & Informasi Kuis Jadwal


search
Beban besar negara yang mensubsidi biaya sosial korupsi juga akan berdampak
pada meningkatnya besaran pajak masyarakat. Akibatnya, rakyat miskin akan
semakin kesulitan menghidupi keluarga mereka, ketimpangan pendapatan juga
akan semakin besar. Kondisi ini dapat berdampak meningkatnya angka kriminalitas
sebuah negara. 

Korupsi yang terus terjadi dan tidak dapat teratasi dapat memperburuk persepsi
internasional kepada sebuah negara, diwujudkan pada Indeks Persepsi Korupsi
(IPK). Penurunan skor IPK sekaligus juga menurunkan reputasi negara tersebut di
mata dunia. 

Pada 2021, Indonesia berada di ranking 102 bersama dengan Gambia dengan skor
37 dari skala 100, turun satu poin dibanding IPK 2020. Ini jelas bukan angka yang
bisa kita banggakan. Sebagai catatan, ada 180 negara yang tercatat pada IPK
dengan Denmark, Finlandia, dan Selandia Baru yang selalu langganan di ranking
pertama negara bebas korupsi.

IPK yang diakui sebagai standar internasional indikator keberhasilan


pemberantasan korupsi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan investor. Jika
skor IPK rendah, investor akan menganggap iklim bisnis di negara tersebut buruk
karena diwarnai oleh korupsi, suap, dan pemerasan. Akibatnya, investor enggan
menanamkan modalnya di negara itu. Padahal investasi asing sangat penting bagi
negara, di antaranya menambah pemasukan sektor pajak, membuka lapangan kerja
baru, hingga membiayai sektor-sektor yang membutuhkan dana.

Tanpa adanya investor, maka pertumbuhan ekonomi sulit untuk berkembang.


Pertumbuhan ekonomi yang buruk akan membuat harga-harga melambung tinggi,
sementara penghasilan tidak ikut naik karena lapangan pekerjaan yang terbatas.
Rakyat miskin yang sudah kesulitan membeli bahan pokok akan semakin sengsara
lagi.

Melihat alur hubungan antara biaya sosial korupsi, dampak korupsi, dan indikator
pemberantasan korupsi, rasanya tidak salah jika korupsi diklasifikasikan sebagai
kejahatan luar biasa. Dilihat dari sisi mana pun, korupsi adalah perbuatan jahat yang
merugikan banyak orang. 

Tapi mirisnya, koruptor tidak selalu yang paling menderita dalam babak
penyelesaian korupsi. Mereka masih bisa hidup mewah karena harta yang
berlimpah Paling nelangsa tentu saja rakyat kecil yang selalu saja menanggung
berlimpah. Paling nelangsa tentu saja rakyat kecil yang selalu saja menanggung
dampak terburuk dari korupsi.
tang Kami Program Pustaka Aksi & Informasi Kuis Jadwal
search

Link Subscribe E-mail


business Gedung Pusat
Edukasi
Lainnya
Antikorupsi FAQ SUBMIT
Jl. H. R. Rasuna
Said Kav. C-1
KPK
Setiabudi, Media Sosial
Jakarta Selatan,
Mitra
12920 DKI
Strategis
Jakarta,
Indonesia Lembaga
Sertifikasi
mailaclc@kpk.go.id Profesi

Copyright Pusat Edukasi Syarat Ketentuan


Antikorupsi © 2021
Kebijakan Privasi

Anda mungkin juga menyukai