net/publication/329973424
CITATIONS READS
0 665
1 author:
Nawiyanto Nawiyanto
Universitas Jember
39 PUBLICATIONS 30 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Modifying River for Life: Japan-funded Irrigation Infrastructure and its Impacts on the agricultural economy and the environmental conditions in East Java View project
All content following this page was uploaded by Nawiyanto Nawiyanto on 28 December 2018.
Anggota IKAPI
ISBN: 978-602-5452-25-3
B
uku ini berasal dari laporan penelitian berbahasa
Inggris yang didanai oleh Komite Kursus Musim Panas
dalam Sejarah Ekonomi Modern Indonesia. Kursus
diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan
Universitas Leiden di UGM Yogyakarta pada tanggal 3-29 Juli 1995.
Secara subtantif tidak ada perubahan dalam versi Indonesia yang tersaji
dalam buku ini, untuk mengindikasikan perkembangan intelektual
penulis dalam rentang waktu lebih dua puluh tahun.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas
Jember yang telah mendanai penulisan dan penerbitan buku ini melalui
Alokasi Dana Kegiatan Pengembangan Mutu ProgramStudi di Ling
kungan Universitas Jember Tahun Anggaran 2018 untuk Program Studi
Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya yang dituangkan dalam Keputusan
Rektor Universitas Jember Nomor: 7513/UN25/PR/2018.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Komite yang
telah memberikan saya hibah penelitian untuk menyelidiki sejarah
perkebunan di Jember. Ucapan terima kasih saya ditujukan kepada
sejumlah individu: Dr. J. Thomas Lindblad dari Universitas Leiden,
Belanda yang membantu saya dalam banyak hal, termasuk keterampilan
penelitian dan meningkatkan bahasa Inggris saya. Vincent J.H. Hauben,
saat itu juga dari Universitas Leiden, mengajar dan memberi saya
bahan-bahan berharga selama kursus.
Prakata................................................................................................................ v
Glosarium........................................................................................................vii
Daftar Isi............................................................................................................ xi
Daftar Gambar...............................................................................................xiii
Daftar Tabel.................................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan....................................................................................... 4
1.3 Lingkup Spasial dan Temporal............................................. 6
1.4 Historiografi............................................................................. 7
1.5 Kerangka Teoretis................................................................. 10
1.6 Bahan Sumber....................................................................... 11
1.7 Sistematika............................................................................. 13
INDEKS...................................................................................... 137
Daftar Gambar
Daftar Tabel
PENDAHULUAN
B
eberapa sarjana sering menggambarkan abad ke-19
dan ke-20 dalam sejarah Indonesia sebagai periode
perubahan. Gambaran semacam itu diberikan misal
nya oleh Wertheim, Soemardjan, Kuntowijoyo, dan Suhartono.1 Bah
kan dalam karya yang berpengaruh yang dihasilkan Kartodirdjo yang
mengarahkan fokus pada tema berbeda, penggambaran serupa juga
ditemukan.2 Menurut Burger, perubahan yang terjadi di Indonesia
masa kolonial disebabkan oleh intensifikasi pengaruh Barat.3 Pengaruh
1
W.F. Wertheim.Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change
(‘s-Gravenhage: W. van Hoeeve, 1959); Soemardjan, Selo. Perubahan Sonial di Yogyakarta
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990); Kuntowijoyo, “Social Change in an
Agrarian Society: Madura 1850-1940”. PhD Thesis (New York: Columbia University
Press, 1980); Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta
1830-1930 (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1991).
2
Sartono Kartodirdio, Pemberontakan Petani di Banten ( Jakarta: Pustaka Jaya,
1984), hlm. 13.
3
D.H. Burger, Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat di Jaw
1.2 Tujuan
10
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1985).
11
Soemitro Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I (Djakarta: PT Pembangunan,
1957), hlm. 27-36,
12
Mubyarto, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan (Yogyakarta: Aditya Media,
1984), hlm. 29.
1.4 Historiografi
15
F.A. Soetjipto Tjiptoatmodjo, ”Kota-Kota Pantai di Sekitar Selat Madura
(Abad XVII-Media Abad XIX)”. PhD Thesis (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
1983).
16
R. Broersma, Besoeki een Gewest in Opkomst (Amsterdam: Scheltema and
Holhema, 1912).
17
Edy Burhan Arifin, ”Emas Hijau- di Jember: Asal-Usul, Pertumbuhan dan
Pengaruhnya dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat 1860-1980”. Tesis S2
(Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 1989).
Residency and Besuki Tobacco in Besuki Residency and Its Impact on the Peasant
Economy and Society: 1860-1960 (Yogyakarta: Aditya Media, 1994).
19
Thee Kian Wie. Plantation Agriculture and Export Growth: An Economic
History of East Sumatera, 1863-1942 ( Jakarta: National Institute of Economic and Social
Research, 1977).
aspek perubahan ekonomi yang terjadi di area ini. Menurut Thee Kian
Wie, misalnya, sejak awal sejarah ekonomi memang memiliki orientasi
kuantitatif yang kuat. 20
Penelitian ini didasarkan pada kerangka teoretis yang dikem
bangkan oleh Robert Baldwin dan diaplikasikan oleh Thee Kian
Wie untuk menganalisis perkembangan ekonomi wilayah Sumatera
Timur. 21 Menurut kerangka teoretis ini, industri ekspor yang di
bangun di daerah yang jarang penduduknya akan menentukan pola
pembangunan berikutnya. Daerah-daerah ini memiliki kelebihan
kapasitas produktif tetapi penduduk asli belum dapat berkembang.
Potensi hanya bisa dikembangkan setelah ada injeksi faktor produksi
asing, terutama modal dan teknologi. Pembentukan industri ekspor
secara teoretis akan memungkinkan untuk membuka berbagai peluang
ekonomi dengan menciptakan lapangan kerja baru. Industri ekspor ini
juga akan mendorong munculnya kegiatan ekonomi, meningkatnya
jumlah penduduk dan perbaikan infrastruktur. Dalam kaitan ini, me
narik untuk mendekati perkembangan perkebunan di Jember dengan
mengamati lebih jauh hubungan yang muncul dalam konteks hubungan
ke belakang dan ke depan (backward and forward linkages). 22
23
Ronald H. Nash, Ideas of History (New York: E.P. Dutton, 1964).
24
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah ( Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1975), hlm. 35-38.
1.7 Sistematika
W
ilayah Jember terletak di sudut timur pulau Jawa
yang dulunya biasa disebut sebagai Oosthoek.
Perbatasannya dibentuk oleh Afdeeling Bondowoso
di utara, sementara perbatasan selatannya terbentuk oleh Samudera
Indonesia. Perbatasan baratnya masing-masing adalah Afdeeling
Lumajang dan Probolinggo. Sedangkan perbatasan timurnya adalah
Banyuwangi.
Wilayah ini merupakan daerah berbukit yang terletak di lereng
kompleks pegunungan. Di bagian utara, kompleks pegunungan Hyang
membentang dengan dua gunung berapi, Gunung Api Argopuro
(3,068 M) dan Gunung Api Lamongan (1.600 M), terbentuk sebagai
puncak dari kompleks ini. Sementara di bagian timur, kompleks Ijen
membentang dari utara ke selatan, di komplek pegunungan ini, dua
gunung berapi menjulang tinggi, yaitu Gunung Raung (3,332 M) dan
1
G.F.E. Gongrijp, Geillustreerde Encyclopaedie van Nederlanach-Indie (Leiden:
N.V. Leidsche Uitgeversmaatschahlmij, 1934), hlm. 577.
2
I Nyoman Suaryana, ”Perubahan Sosial dan Ekonomi di Besuki 1830-1850”.
MA Thesis. (Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 1989), hlm.
23-24.
3
J. Tennekes, “De Bevolkingspreiding der Residentie Besoeki in 1930”,
Tijdschrift van het Koninklijke Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, 80 (1963), hlm.
319-322.
Wilayah Jember juga terbelah oleh sungai. Ada dua sungai besar
melintasi kawasan ini. Yang pertama adalah Sungai Bedadung yang mata
airnya berasal dari Pegunungan Hyang. Sungai ini melewati sebagian
besar wilayah Jember. Dari Distrik Kalisat, Sungai Bedadung melintasi
perbatasan Jember, Rambipuji dan bertemu dengan sungai kecil (kali)
lainnya dan sungai seperti Kali Bacem, Kali Bitung, Kali Jompo, Kali
Putih, Kali Pecoro, dan Kali Glundingan. Mereka membangun sungai
ke distrik Puger dan bertemu dengan sungai lain seperti Kali Besini,
4
Tennekes, Ibid., hlm. 317-319.
5
Tennekes, Ibid., hlm. 324-325.
6
HLM. Bleeker, “Fragmenten eener Reis over Java: Reis door Oosteltjk Java,”
TNI, tweede deel, 11 (1849), hlm. 118; ANRI, “Statistiek van Java, Residentie Besoeki,
1820”, hlm. 9; Overzichtkaarts der Bevloeiingsgebieden in de Vlakte van Z.W. Djember-Z.O.
Loemajang, Bijlage II.
7
The phenomena can still be found now.
8
F.R. Ankersmit, Refleksi Sejarah: Pendapat-Pondapat Modern tentang Filsafat
Sejarah ( Jakarta: PT Gramedia, 1987), hlm. 282.
9
F.A. Soetjipto Tjiptoatmodjo,”Kota-Kota Pantai di Sekitar Selat Madura
(Abad XVII-Media Abad XIX)”. PhD Thesis (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
1983), hlm. 302-304.
10
ANRI, “Statistiek van Java, Residentie Besoeki, 1836”; Slamet Prajoedi
Atmosoedirdjo, Vergelijkende Adatrechttelijke Studie van Oostjavase, Madoerezen en
Oesinger (Amsterdam: Studentendrukkerij Poortpers, 1952), hlm. 10-11.
14
A. Kumar, Java and Modern Europe: Ambiguous Encounters (Surrey: Curzon,
1997), hlm. 207.
15
Arifin, op.cit., hlm. 238, 285-286, 319.
16
M.C. Ricklefs, War, Culture and Economy in Java 1677-1726 (Sydney: Allen
and Unwin, 1993), hlm. 160-161.
17
C. Hirschman, ‘Population and Society in Twentieth Century Southeast
Asia,’ Journal of Southeast Asian Studies, 25, 2 (1994), hlm. 401.
18
Kumar, op.cit., hlm. 79.
19
Kumar, Ibid., hlm. 77-83; De Graaf, op.cit., hlm. 265.
20
HLM.J. Veth, Java: Geographisch, Ethnologisch, en Historisch (Harleem: Bohn,
1912),Vol. I, hlm. 390; De Graaf, Puncak, hlm.270-271.
21
Kumar, op.cit., hlm. 78.
22
R. E. Elson, Village Java under the Cultivation System (Sydney: Allen and
Unwin, 1994), hlm. 12.
23
C.J. Bosch, “Aantekeningen over de Afdeeling Bondowoso (Residentie
Bezeoki)”, TBG, 6 (1857), hlm. 495-497.
24
Tennekes, op.cit., hlm. 339.
25
Suaryana, op.cit., hlm. 38.
26
ANRI, “Algemeen Verslag van de Residentie Besoeki, 1887”
PhD Thesis (New York: Columbia University Press, 1980), hlm. 525-526.
28
Elson (1984), op. cit., hlm. 5 – 6.
29
Arifin, op. cit., hlm. 25 – 26.
30
Tennekes, op. cit., hlm. 319 – 320.
31
Broersma, Besuki: een Geweest in Opkomst (Amsterdam: Scheltema en
Holkemas Boekhandel, 1912), hlm. 13.
32
Thomas Stamford Raffles, The History of Java, vol. one (Kuala Lumpur:
Oxford University Press, 1978), hlm. 121; Wertheim, op. cit., hlm. 19.
33
Mengingat kondisi ekologis Madura, tegalan menjadi tradisi dan pilihan
terbaik untuk beradaptasi dengan alam. R. E. Elson (1984), op. cit., hlm. 6.
34
Wertheim, op. cit., hlm. 25 – 26.
35
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 49 – 50.
36
Manggistan, “Produksi Padi di Jawa Yang Tidak Mencukupi”, in Sajogyo dan
William L. Collier, Budidaya Padi di Jawa ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT
Gramedia, 1986), hlm. 99; see also, Bleeker, op. cit., hlm. 127; Raffles, loc. Cit.; Elson
(1994), op. cit., hlm. 7; lihat juga Wertheim, loc. cit.; J. Hageman, “ Aanteekeningen over
Nijverheid en Lanbouw in Oostelijk-Java”, in Tijdshcrift voor Nijverheid en Landbouw in
Nederlandsch-Indie, Deel IX (Nieuwe Serie deel IV), (1863), hlm. 300, 315.
37
J.H. Boeke, Prakapitalisme di Asia ( Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hlm. 68.
Budidaya kapas juga memainkan peran penting untuk mendukung posisi petani yang
mandiri. Di Kampung Besuki, penanaman kapas juga dilakukan oleh petani lokal.
Hageman, op. cit., hlm. 303.
38
Glenn Smith, “ Pentingnya Sapi Dalam Masyarakat Madura”, in Huub de Jonge
(ed.), Agama, Kebudayaan dan Ekonomi: Studi-Studi Interdisipliner tentang Masyarakat
Madura ( Jakarta: PT Rajawali, 1989), hlm. 282; see also Bambang Samsu Badriyanto,
“Aduan Sapi antara Tradisi dan Judi”, in Buletin Sastra, 1/01/Juli (1989), hlm. 28 – 29.
39
ANRI, “Algemeen Verslag van de residentie Bezoeki over het Jaar 1837”,
without no. page; The amount of livestocks in Bondowoso afdeeling from 1837 up to
1847 could be seen in Bosch, op. cit., hlm. 496 – 497.
meningkat seperti yang ditunjukkan oleh angka pada tahun 1861. Pada
tahun ini di Kabupaten Jember ada 1.198 kuda, 2.054 kerbau dan 4.153
ekor sapi. Di distrik Puger ada 757 kuda, 2.156 kerbau dan 2.495 sapi.40
Kehidupan di desa sering digambarkan dengan cara yang ideal
oleh para sarjana. Kehidupan penduduk sebagian besar didasarkan
pada ekonomi tertutup. Dalam jenis ekonomi seperti itu, produk
pertanian terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga petani untuk mempertahankan kehidupan subsisten mereka.
Umumnya di negara-negara oriental, menurut Boeke, sejak awal
pertanian tampaknya untuk memenuhi tujuan subsisten.41 Wertheim
juga menunjukkan gagasan yang sama bahwa pertanian adalah sarana
utama subsisten.42 Gagasan serupa juga diberikan oleh Burger yang
menyatakan bahwa kehidupan ekonomi desa di Jawa adalah sederhana.
Penduduk desa menghasilkan untuk kebutuhan mereka sendiri dan
mereka cukup hampir semua kebutuhan hidup rumah tangga mereka.
Menurut Burger, desa itu mewakili komunitas yang mandiri.43
Memang benar ada pertukaran barang di antara penduduk
desa. Kegiatan ini umumnya berlangsung di pasar lokal yang biasanya
diadakan pada hari tertentu atau dua kali seminggu. Secara umum
hari-hari pasar diatur oleh apa yang mereka sebut pasar hari. Jika tidak
ada tempat khusus, pasar bisa berlangsung di bawah pohon besar.44
Di tempat ini penduduk desa terutama perempuan desa memainkan
peran penting. Mereka membawa berbagai komoditas seperti bahan
makanan dan produk lain untuk ditukarkan di pasar lokal.45 Namun, lalu
lintasnya sedikit dan hanya pelengkap untuk mendukung swasembada
40
ANRI, “Statistiek der Residentie Bezoeki 1861”, without no. page.
41
J. H. Boeke, Prakapitalisme di Asia ( Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hlm. 59.
42
Wertheim, op. cit., hlm. 90.
43
Burger, op. cit., hlm. 93 – 94.
44
Raffles, op. cit., hlm. 198; see also, Elson (1994), op. cit., hlm. 14.
45
See, Elson, ibid.; Raffles, ibid.; Boeke, op. cit., hlm. 28.
46
Burger (1962), op. cit., hlm. 95.
47
Wertheim, op. cit., hlm. 90.
48
W. F. Wertheim,”The Changing Structure of Eastern Society”, in Anonim,
Eastern and Western World (The Hague, Bandung; W. van Hoeven, 1953), hlm. 40 – 41.
49
J. A. C. Mackie, Sedjarah Pembangunan Ekonomi Dalam Dunia Modern, Jilid II
(Djakarta: PT Pembangunan, 1963), hlm. 124.
50
Industri gula adalah salah satu pencapaian besar Sistem Tanam Paksa, lihat
G. R. Knight, “Kaum Tani dan Budidaya Tebu di Pulau Jawa Abad ke-19”, in Anne
Booth, William J. O’Malley, Ann Weidemann (eds.), Sejarah Ekonomi Indonesia ( Jakarta:
LP3ES, 1988), hlm. 75.
51
Robert van Niel, “Warisan Tanam Paksa bagi Perkembangan Ekonomi
Berikutnya”, in Anne Booth, et.al., (eds.), ibid., hlm. 135.
52
Nama perusahaan ini adalah De Maas (dimiliki oleh Hoboken dan putra-
putra), Boedoean (dimiliki oleh SF Riems), Wringin Anom (dimiliki oleh Erven van
Wijlen, Etty), Olean (dimiliki oleh Van der Zweef dan Hofland) dan Pandjie ( dimiliki
oleh AS Fransen van de Putte).
See, ANRI, “Statistiek der Residentie Bezoeki, 1861”, without no. page; see also
Hageman, op. cit., hlm. 299.
53
Mackie, op.cit., hlm. 156.
54
Elson (1994), op. cit., hlm. 63; Tentang tanaman kopi pemerintah lihat
misalnya, Anonim, “De Governments-koffiekultuur in de residentie Bezoeki”, in TNI,
nieuwe serie, tweede jrg. Tweede deel (1873), hlm. 126 – 310.
55
ANRI, “ Probolinggo, Bezoeki en Banyuwangi 1867: Eenige Opgaven
Omtrent de Residentie Bezoeki”.
56
In Puger district coffee trees were planted firsly by R. Tumenggung
Prawirodiningrat in 1785, see ANRI, “Probolinggo, Bezoeki en Banyuwangi 1867”.
57
Jul. Mohr, “Rainfall and Cultures in Netherlands-India”, Sluyters Monthly,
East Indian Magazine, vol. 1, May-Dec (1920), hlm. 144.
58
Mackie, op. cit., hlm. 152 – 153; Diskusi menarik untuk kopi di Cirebon, lihat
M. R. Fernando dan William J. O’ Malley, “Petani dan Pembudidayaan Kopi di Kare
sidenan Cirebon 1800 – 1900”, dalam Anne Booth, et. al., (eds.) op. cit. hlm. 236 – 257.
59
ANRI, Algemeen Verslag van de Residentie Bezoeki over het Jaar 1837”;
Untuk penjelasan umum penanaman kopi di bawah Sistem Tanam Paksa, lihat Elson
(1994), op. cit., hlm. 63 – 72.
60
ANRI, “Algemeen Verslag van de Residentie Bezoeki over het Jaar 1837”.
2.4 Infrastruktur
61
ANRI, “Probolinggo, Bezoeki en Banyuwangi 1867: Eenige Opgaven
Betreffende de Koffie Kultuur over 1853 – 1864”.
62
ANRI, Statistiek der Residentie Bezoeki 1861”, without no. page.
63
Robert Fogels, Railroads and American Economic Growth, dalam Ankersmit,
op. cit., hlm. 290 – 294.
64
Suaryana, op. cit., hlm. 22; Arifin op. cit., 16.
65
Elson (1994),I op. cit., 16.
72
J.S. Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy (Cambridge:
Cambridge University Press, 1939, 1967), hlm. 109.
73
Raffles, op. cit., hlm. 197; see also Elson (1994), ibid.
74
ANRI, “Statistiek der Residentie Bezoeki 1836”.
75
Elson (1994), op. cit., hlm. 16.
76
Ada layanan wajib lainnya yaitu cultuur diensten (di perkebunan), heeren
diensten (untuk para pejabat pribumi), Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan
Sosial di Pedesaan Surakarta 1830 – 1920 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 41;
bandingkan Furnivall, op. cit., hlm. 182; lihat juga, Soemarsaid Moertono, Negara dan
Usaha Binanegara di Jawa Masa Lampau ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), hlm.
145; Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani di Banten 1888 ( Jakarta: Pustaka Jaya,
1984).
77
Suaryana, op. cit., hlm. 87.
78
J.S. Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy (Cambridge
University Press, 1939, 1967), hlm. 203 – 204.
79
ANRI, “Statistiek der Residentie Bezoeki 1836”, without no. page; see also
Bleeker, op. cit., hlm. 128.
80
Suaryana, op. cit., hlm. 87 – 89.
81
Sutjipto, op. cit., hlm. 95 – 96.
82
Burger, op. cit., hlm. 187; see also Furnivall, op. cit., hlm. 128.
83
Tennekes, op. cit., hlm. 30.
MASA PERINTISAN:
PERKEBUNAN JEMBER 1859–1900
P
ada tahun 1858 George Birnie datang ke Distrik Jember,
Afdeeling Bondowoso sebagai seorang kontrolir.1
Dia pindah ke Jember setelah bekerja di posisi yang
sama di Blitar selama beberapa tahun. Residen Besuki sebenarnya
menyarankan dia untuk menetap di Bondowoso, daripada tinggal di
Jember. Bondowoso dianggap lebih menyenangkan daripada Jember
yang terisolasi.2 Sebagian besar Jember masih ada di bawah tutupan
hutan dan memiliki lahan berawa luas (moreslanden). Wilayah itu juga
1
Anonom, “ Een Jubileum in de Tabak”, (1909), hlm. 1; C. Vermeer, kort
Overzict van Oprichting, Bestaan en Bedrijp der Onderneming “Oud-Djember” (Deventer:
Naamlooze Vennootschap Landbau Maatschappij Oud Djember, 1909), hlm. 3.
2
Anonim, “Een Jubileum in deTabak”, ibid., hlm. 3 – 4. Edy Burhan Arifin,
“Emas Hijau di Jember: Asal-usul, Pertumbuhan dan Pengaruhnya dalam Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat, Tesis (Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM, 1989),
hlm. 32.
3
Vermeer, loc. cit.
4
R. Broersma, Besuki: Een Geweest in Opkomst (Amsterdam: Scheltema &
Holkema Boekhandel, 1912), hlm. 18.
5
Broersma, Ibid., hlm. 20 – 21; Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 31 – 32.
6
Soegianto Padmo, the Cultivation of Verstenlands Tobacco in Surakarta Residency
and Besuki Tobacco in Besuki Residency and its Impacts on the Peasant Economy and Society:
1860 – 1960 (Yogyakarta: Aditya Media, 1994), hlm. 38 – 39: Edi Burhan Arifin, op. cit.,
hlm. 32 – 33.
7
Anonim, “Een Jubileum in de Tabak”, (1909).
8
Broersma, op. cit., hlm. 19.
9
William J. O’Malley, “Perkebunan 1830 – 1940: Ichtisar”, in Ann Booth,
William J. O’Malley and Ann Widemann, Sejarah Ekonomi Indonesia ( Jakarta: LP3ES,
1988), hlm. 218 – 219.
10
Vermeer, op. cit., hlm. 14.
menghasilkan laba sama sekali. Biaya produksi masih jauh lebih tinggi
daripada pendapatan dari penjualan produk. Ini membuat Mattiesen
dan Van Gennep kehilangan harapan. Mereka ragu bahwa penanaman
tembakau dapat menghasilkan keuntungan. Birnie berada dalam situasi
yang sulit setelah Matthiesen memutuskan untuk menghentikan ke
terlibatannya dalam bisnis setelah serangkaian kerugian keuangan.
Situasinya bahkan lebih buruk dengan kematian Van Gennep pada
tahun 1861.11 Namun, Birnie tetap optimis bahwa bisnis itu masih
menjanjikan.12
Untuk lebih berkonsentrasi sepenuhnya pada budidaya
tembakau, Birnie memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya di
pemerintahan. Keputusan ini dibuat karena dua alasan. Pertama, Birnie
dalam hubungan yang buruk dengan Residen. Residen ingin Birnie
untuk mengawasi lebih serius perkebunan kopi negara yang berada di
bawah pengawasannya. Perkebunan tidak lagi menguntungkan karena
pohon kopi ditebang oleh penduduk setempat dan biji kopi dicuri.13
Birnie menolak instruksi Residen. Dia berpendapat bahwa sangat sulit
baginya untuk menghilangkan ratusan pencuri di perkebunan kopi
pemerintah yang terletak di tengah hutan.14 Alasan kedua berkaitan
dengan opini dan minat Birnie. Birnie percaya bahwa perkebunan
tembakau menjanjikan dan memiliki masa depan yang cerah.15
Dengan pengunduran dirinya dari pemerintahan, Birnie men
curahkan perhatiannya pada perkebunan tembakau. Bisnisnya mulai
berkembang tetapi masih perlahan. Hingga 1870 bisa dikatakan bahwa
bisnis tembakau Birnie masih dalam situasi yang sulit.16 Pada tahun
11
Broersma, op. cit., hlm. 24.
12
See, Edy Burhan Arifin, op. cit., 34; Soegijanto Padmo op. cit., hlm. 39.
13
Anonim, “Een Jubileum in de Tabak, (1909), hlm. 4.
14
Broersma, loc. cit.; see also Soegijanto Padmo, op. cit., hlm. 65.
15
Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 35.
16
Broersma, op. cit., 24.
1863 produksi hanya 300 pak. Itu lebih rendah dari angka produksi
tahun 1860. Meskipun ada peningkatan produksi pada tahun 1866
dan 1867, harga tembakau di Rotterdam menurun dari 105 sen per
0,5 kilogram pada tahun 1862 menjadi 38 sen pada tahun 1866 dan
40 sen pada tahun 1867.17 Situasi yang tidak stabil terjadi selama tahap
perintisan hingga 1870. Bisa dikatakan bahwa tahap ini umumnya
ditandai oleh satu hal, yaitu tingkat produksi tembakau yang rendah.
Pada tahun 1870 harga tembakau naik. Tingginya harga tem
bakau terjadi hingga tahun 1873. Harga tembakau yang tinggi diakibat
kan oleh Perang Belanda-Prancis. Selama tahun-tahun ini permintaan
tembakau cenderung ke donkeretabak. Permintaan ini bisa dipenuhi
oleh perkebunan di Jember.18 Harga tembakau yang bagus menarik
lebih banyak penanam barat terutama dari Lumajang dan tempat
lain untuk menanamkan modal mereka dalam bisnis perkebunan di
Jember.19 Perkembangan ini difasilitasi oleh perubahan kebijakan
politik di Belanda-India. Pada tahun 1870 Sistem Budidaya secara resmi
ditinggalkan, setelah dikritik oleh kaum humanitarian dan oleh kaum
liberal dogmatis. Kelompok-kelompok ini tidak menyukai dominasi
pemerintah dalam produksi dan sektor ekonomi.
Kebijakan kolonial baru, yang disebut “Kebijakan Liberal”,
diperkenalkan untuk menggantikan kebijakan sebelumnya.20 Kebijakan
ini membuka jalan bagi pengusaha swasta untuk menanamkan mo
dalnya dan menjalankan bisnis di Belanda-India. Pengesahan UU
Agraria tahun 1870 memberi mereka akses yang luas ke tanah dan
tenaga kerja.21 Perkembangan ini juga tidak dapat dipisahkan dari
17
Vermeer, op. cit. 14.
18
Broersma, op. cit., hlm. 24 – 25.
19
Vermeer, op. cit., hlm. 4 -5.
20
D. K. Fieldhouse, The Colonial Empires: A Comparative Survey from the Eig
teenth Century (Houndsmills and London: Macmillan Education Ltd, 1987), hlm. 333.
21
Ibid, hlm. 330 – 331.
28
Vermeer, op. cit., hlm. 5 – 6.
29
Ibid., hlm. 6.
30
Broersma, op. cit., hlm. 47 – 48.
31
Ibid., hlm. 4.
32
Ibid., hlm. 12.
33
43
Broersma, loc. Cit.
44
Mubyarto, dkk. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan (Yogyakarta: Aditya
Media, 1992), hlm. 38 – 49; Fieldhouse, ibid, hlm. 330 – 331; Furnivall, hlm. 178 – 181.
45
Furnivall, ibid., hlm. 178.
46
Tennekes, loc. Cit.
47
Anonim (1909), op. cit., hlm. 15; Vermeer, op. cit., hlm. 6; Broersma, op. cit.,
hlm. 26; Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 60.
48
Anonim (1909), ibid., hlm. 17.
49
Fieldhouse, op. cit., hlm. 331.
50
Ada studi berharga yang mencurahkan perhatian pada perkebunan di
Sumatera Timur, misalnya lihat, Thee Kian Wie, Plantation Agriculture and Economic
Growth: An Economic History of East Sumatera 1863 – 1942 ( Jakarta: National Institute
for Economic and Social Research/LEKNAS LIPI. 1977), Karl L. Pelzer, Tooean Keboen
dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria ( Jakarta: Sinar Harapan, 1985).
51
Vermeer, op. cit., hlm. 4, 12; see also Broersma, op. cit., hlm. 19.
52
Broersma, ibid., hlm. 18 – 19; Tennekes, loc. cit.
53
Anonim, “Mededeelingen en Berigten: lets over de Vrije Tabakkultuur in
Oost-Java”, in TNI, nieuwe serie, lejrg, eerste deel (1863), hlm. 312.
54
F. A. Sutjipto, Kota-Kota Pantai di Sekitar Selat Madura (Abad XVII sampai
Medio Abad XIX)”, Dissertation (Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada, 1983), hlm. 302 – 304.
55
Tennekes, op. cit., hlm. 339.
56
Kuntowijoyo, “Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850 – 1950”,
Dissertation (New York: Columbia University, 1983), hlm. 302 – 304.
57
Edy Burhan Arifin, op. cit. hlm. 40.
58
See, ANRI, “Algemeen Verslag van den Residentie Besoeki, 1871”.
59
Vermeer, op. cit., hlm. 5.
60
Kuntowijoyo, loc. cit.; see also Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Perubahan
Ekologi di Jawa ( Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1977), hlm. 29.
61
J. A. C. Mackie, “The Changing Political Economy of an Export Crop: The
Case of Jember’s Tobacco Industry”, in Bulletin Indonesian Economic Studies, Volume
XXI, No. 1 April 1985, hlm. 123; anonym, “Mededeelingen en Berigten: lets Over de Vrij
Tabakkultuur in Oost Java”, TNI, nieuwe serie 1e jrg. Eerste (1863), hlm. 312.
62
G. C. Allen and Audrey Donnithorne, Western Interprise in Indonesia and
Malaya (New York: The Macmillan Company, 1975), hlm. 256.
63
Thee Kian Wie, Plantation Agriculture and Export Growth: An Economic
Historyof East Sumatera 1863 – 1942 ( Jakarta: National Institute of Economic and Social
Research/Leknas LIPI, 1977), hlm. 122.
64
Furnivall, op. cit., hlm. 199.
65
Vermeer, op. cit., hlm. 6.
tahun yang sama total lahan kering adalah 5.209 bau.66 Pada awal abad
ke-20, lebih banyak sawah ditemukan di daerah tersebut. Peningkatan
itu tidak hanya dari penciptaan sawah baru tetapi juga pergeseran dari
lahan kering ke sawah setelah kebutuhan air dapat dipenuhi secara
teknis. Lahan kering juga meningkat. Ini sepenuhnya merupakan hasil
dari pembukaan lahan kering baru.67
Pada awal abad kedua puluh ada arah baru kebijakan kolonial.
Banyak kritik ditujukan kepada Kebijakan Liberal. Kebijakan tersebut
digantikan oleh Kebijakan Etis yang dirancang untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk pribumi. Di bawah kebijakan kolonial baru,
sektor irigasi menjadi salah satu dari tiga program yang digarisbawahi.68
Pengembangan fasilitas irigasi di Jember selama era Kebijakan Etis
akan dibahas lebih lanjut dalam bab berikutnya.
66
This include both Puger (1,116½ bau) and Sukokerto (4508 bau), see ANRI,
“Statistiek der Residentie Bezoeki, 1861”.
67
Menurut perkiraan Edy Burhan, pada awal abad kedua puluh luas lahan
basah (sawah) dan tegalan adalah 140.000 bau dan 40.000 bau. Edy Burhan Arifin, op.
cit., hlm. 50. Angka-angka ini dibesar-besarkan dan tidak dapat diandalkan. Meskipun
demikian, ada peningkatan lahan kering dan sawah tetapi peningkatannya tidak
mencapai angka-angka ini. Salah satu alasannya adalah bahwa pada tahun 1925 bidang
sawah hanya 114.350 bau. Anonim, Vergelijkend Onderzoek Betreffende der Achterstand
en de Verstrekking van Seizoencrediet bij de Volks Credietbanksedert April 1934 Plaatselike
kantoren der A. V. B.- te Bondowoso en Djember (Batavia: Algemeene Volkscredietbank,
1935), hlm. 475.
68
Tiga program penting adalah pendidikan, irigasi dan emigrasi. Sebagai realisasi
program pada tahun 1903 Menteri Urusan Kolonial A. W. F. Idenburg memberikan dana
30 juta gulden sebagai pembayaran di muka untuk berbagai proyek kesejahteraan, lihat
Anonim, Kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda dalam Bidang Ekonomi ( Jakarta:
KITLV dan LIPI, 1978), hlm. 14. Untuk diskusi tentang proyek irigasi di Bojonegoro
lihat C. L. M. Panders, Bojonegoro 1900 – 1942: A Story of Endemic Poverty in North-East
Java-Indonesia (Singapore: Gunung Agung, 1984), hlm. 29 – 36.
69
Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 51.
70
Ibid., hlm. 53.
71
Broersma, op. cit., hlm. 169.
72
Ibid.
73
“Wet van 23 Juni 1893”, Staatsblad van Nederlandsch-India over het Jaar 1893,
No. 214 (Batavia:Landsdrukkerij, 1894).
74
Allen and Donnithorne, op. cit., hlm. 226.
75
Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 54.
76
Ibid., hlm. 54 - 55
77
Vermeer, op. cit., hlm. 12.
78
Ibid., hlm. 12 – 13.
79
Hal ini sering dilaporkan dalam sumber kolonial tidak hanya dari Besuki
resideny tetapi juga dari Madura. Beberapa sarjana misalnya Tennekes, Broersma,
Soegijanto Padmo, Edy Burhan Arifin juga menunjukkan arus migrasi yang tinggi ke
Jember. Pernyataan serupa tentang masalah ini juga diberikan oleh Mackie, lihat J. A.
C. Mackie, “The Changing Political Economy of an Export Crop: The Case of Jember’s
Tobacco Industry” in Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XXI. No. 1 April 1985,
hlm. 114.
80
Tennekes, op. cit., hlm. 355.
81
Pemisahan diatur dalam Stb. 1883, No. 17. Anonim, Staadblad van
Nederlandsch over het Jaar 1883 (Batavia: Landsdrukkerij, 1884); see also, ANRI,
“Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1883”.
82
Anonim, Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, tweede gedelte, Kalender
en Personalia (Batavia: Landsdrukkerij, 1883), hlm. 168.
dibagi menjadi dua desa yaitu Jember Kidul dan Kranjingan.83 Proses
serupa juga terjadi di desa Jenggawah, Tegal Waru dan Sempolan.84
Kegiatan ekonomi di Jember juga lebih hidup. Pasar baru
didirikan misalnya di Gambirono, kabupaten Tanggul. Lebih banyak
orang Cina dan Arab pindah ke wilayah Jember dan terlibat aktif dalam
kegiatan ekonomi. Mereka memainkan peran penting khususnya
dalam perdagangan tekstil seperti linen, katun, pakaian halus dan juga
batik. Sebagian dari bahan-bahan ini terutama kapas yang diimpor dari
Inggris.85
Munculnya perkebunan tidak menghancurkan produksi
tanaman pangan. Selama operasi perkebunan tidak ada laporan bahwa
kelangkaan makanan terjadi di Jember. Sebaliknya, produksi makanan
bisa menghasilkan surplus. Hampir setiap tahun Jember dapat
mengekspor beras ke tempat lain seperti Madura, Surabaya. Beras ini
terutama diekspor melalui pelabuhan laut di Panarukan dan Besuki.
Produksi beras dari Jember juga dikirim ke Probolinggo, Lumajang,
Pasuruan. Perdagangan antar wilayah ini sebagian ditangani oleh
penduduk pribumi.86 Pada tahun 1891 juga dilaporkan bahwa produksi
beras dari Jember sebagian dikirim ke Bali.87
Kasus perkebunan di Jember menyanggah kesimpulan umum
oleh Djoko Suryo dan Sartono Kartodirdjo yang menegaskan bahwa
pengembangan perkebunan komersial menyebabkan kecenderungan
pengambil-alihan tanah dari masyarakat pribumi dan pergeseran
83
ANRI, ‘Algemeen Verslag van Residentie Besoeki Over het Jaar 1883”.
84
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1887”.
85
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1883”.
86
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1880; ANRI,
“Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1883”; ANRI, “Algemeen Verslag
van Residentie Besoeki over het Jaar 1887; ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie
Besoeki over het Jaar 1890.
87
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 18991”.
93
Mackie, op. cit.,hlm. 119.
94
Tennekes, loc. cit.
95
Ibid.
96
Ann Laura Stoler, Capitalism and Confrontation in Sumatera’s Belt Plantation
(New Haven and London: Yale University Press, 1985), hlm. 54; Thee Kian Wie,
Exploration in Indonesia Economic History ( Jakarta: Penerbit UI, 1994), hlm. 86;
Mubyarto dkk. Op. cit., hlm. 5.
97
Jan Breman, Koeli, Planters and Koloniale Politiek (Dordrect: Foris, 1987),
hlm. 127.
98
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1882”.
99
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1883”.
100
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1887”.
101
ANRI, “Algemeen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1887”.
102
Broersma, op. cit., hlm. 28.
103
Vermeer, op. cit., hlm. 8.
P
ada awal abad ke-20, perkebunan tembakau di Jember
telah menjadi bisnis yang mapan. Perkebunan meng
integrasikan ekonomi Jember dengan pasar internasional.
Sejumlah perusahaan tembakau didirikan sehingga lebih banyak lahan
ditanami tembakau dan lebih banyak daun diproduksi. Antara lain, pada
tahun 1902 C.A. Koning, yang pada awalnya aktif dalam bisnis pelayaran
dan impor, mendirikan sebuah perusahaan tembakau, bernama
Amsterdam Besoeki Tabak Maatschappij (ABTM). Perusahaan ini
berpusat secara administratif di Kotok. Dalam menjalankan bisnisnya,
Koning menyewa ribuan bau tanah dari petani lokal. Perkebunan yang
tersebar di Rawatamtu, Jubung, Gumuksari dan Ajung Balet Baru di
Afdeeling Jember dan juga Kali Anyer, perkebunan milik ABTM di
of Jember’s Tobacco Industry”, in Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XXI, No. 1
April (1985), hlm. 120; ANRI, “Memorie van Overgave van den Aftredenden Resident
van Besoeki J. Bosman, 1913”, hlm. 30.
6
ANRI, “Memorie van Overgave van den Aftredenden Resident van Besoeki F.
L. Broekveldt”, hlm. 2.
7
ANRI, “Memorie van Overgave den aftredenden Resident van Besuki J. HLM.
H. Fessevier Agustus 1922”.
8
ANRI, “Memorie van Overgave van den aftredenden Resident van Besoeki F.
L. Broekveldt”, hlm. 4 – 5.
9
Mackie, op. cit., hlm. 123.
dijual di salah satu dari dua pasar lelang.10 Dalam periode tertentu,
pengankutan tembakau bukan untuk orang Barat dilarang.11 Penegakan
regulasi diawasi oleh polisi khusus, tabak politie yang ditunjuk khusus
untuk pekerjaan ini.12
10
Ibid., hlm. 123.
11
Kessler, Verkort Repport omtrent Krossokhandel en Crediet in de Regentschappen
Djember en Bondowoso (Batavia: Algemeene Volkscredietbank, 1933), hlm. 419 – 420.
12
Mackie, loc. cit.
13
Kessler, loc. cit.
14
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki Ch. A. van
Romondt over de periode 30 Januari 1935 – 26 Februari 1938”, hlm. 30 – 34; Mackie,
op. cit., hlm. 120.
15
Kessler, op. cit., hlm. 419.
16
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki Ch. A. van
Romondt over de periode 30 Januari 1935 – 26 Februari 1938”, hlm. 37.
17
Mackie, loc. cit.
18
C. Krapels, Vergelijken Onderzoek Betreffende den Achterstanden Verstrekking
van Seizoencrediet Bij de Volkscredietbanken Sedert April 1934 Plaatselijke Kantoren der
AVB Te Bondowoso en Jember (Batavia: Algemeene Volkscrediet Bank, 1935), hlm. 483.
Pada tahun 1937, pembatasan itu dicabut. Pada tahun ini luas
tembakau perkebunan dan tembakau rakyat adalah 13.000 ha dan
11.000 ha.19 Perkebunan Barat tidak segera mengolah semua lahan
yang mereka sewa. Tindakan seperti itu didukung oleh peraturan sewa
guna yang mengizinkan pekebun barat hanya mengolah sebagian tanah
yang disewa dan dalam hal ini mereka tidak memiliki kewajiban untuk
membayar seluruh beban keuangan. Mereka bisa hanya membayar
separuh kepada para pemilik tanah yang menjadi kewajiban mereka. Hal
ini jelas lebih menguntungkan pekebun Barat daripada rakyat.20 Tabel
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki Ch. A.
19
tembakau di pasar internasional. Pada tahun 1926 dan 1927 harga tem
bakau mencapai f. 49½ dan f. 47¼ per ½ kilogram.22
Kejayaan produksi tembakau di Residensi Besuki berlangsung
tahun 1925 hingga 1931. Produksi rata-rata lebih dari 200.000 pak.
Bahkan, pada tahun 1931 produksi tembakau mencapai titik maksimum
yang belum pernah dicapai sebelumnya. Jumlah produksi tembakau
mencapai lebih dari 300.000 pak. Sayangnya, peningkatan produksi
tidak diiringi oleh kenaikan harga. Harga tembakau cenderung turun.
Pada tahun 1930 harganya adalah f. 37 ½ per ½ kilogram dan pada
tahun 1931 menurun menjadi f. 22½ per ½ kilogram.23
Produksi tembakau menurun pada tahun 1932. Pada tahun-
tahun berikutnya produksi menurun drastis. Total produksi tembakau
pada tahun 1933 kurang dari separuh produksi yang dicapai pada tahun
1928. Ini adalah hasil tembakau terendah selama lima belas tahun. Me
nurunnya produksi tembakau tampaknya terjadi di tempat lain juga
dan menjadi kecenderungan umum di Residensi Besuki. Total produksi
tembakau di Besuki menurun drastis dari 302.861 pak pada tahun 1931
menjadi 138.139 pak pada tahun 1932.24 Setelah 1931 kuantitas dan
harga tembakau cenderung menurun. Jumlah produksi setiap tahun
kurang dari 200.000 pak dan harga kurang dari f. 25 per ½ kilogram.25
Pasar tembakau di Amsterdam lesu. Sebagian besar tembakau
tidak bisa dijual. Kelesuan bisnis tembakau berada dalam kondisi serius.
Residen Besuki melaporkan bahwa kondisi ini sangat dirasakan oleh
semua perkebunan tembakau di Besuki. Akibatnya, pada tahun 1933
dan 1934 perkebunan tembakau Besuki menderita kerugian besar.26
22
Anonim, Sumatra en Java Tbak: Statistisch Overzicht op Handels en Financiel
Gebied (Amsterdam: Dentz and van der Breggen, 1940), hlm. 52
23
Ibid.
24
Ibid.
25
Ibid., hlm. 52.
26
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki 1931 – 1934”,
hlm. 15.
Ibid.
27
Tobacco Cultivation in Indonesia (Amsterdam: n. hlm., 1951), hlm. 60; see also, ANRI,
“Memorie van Overgave van den aftredenden Resident van Besoeki 1931 – 1934”. HLM.
15.
29
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki over de periode
30 Januari 1935 – 26 Februari 1938”, hlm. 29.
mendapatkan kualitas tembakau yang lebih baik dan tentu saja, juga
harga yang lebih baik. Pada tahun 1938 terjadi peningkatan harga
tembakau, yang mengkompensasi fluktuasi produksi.30 Sampai
akhir pemerintahan Belanda secara efektif di Indonesia, pemulihan
perkebunan tembakau berjalan lambat. Wilayah dan keluarannya
tidak dapat menyamai angka-angka yang tercatat sebelum tahun-tahun
depresi. Volume ekspor tembakau melalui pelabuhan laut di Panarukan
juga menunjukkan bahwa ekspor tertinggi selama lima tahun sejak
1936 hingga 1940 hanya mencapai 15.695 ton pada tahun 1938. Angka
terendah ekspor tembakau dari 1926 hingga 1932 adalah 18.220 ton.31
30
Anonim (1940), loc. cit: see also ANRI, “Memorie van Overgave van den
Resident van Besoeki Ch. A. van Romondt over de Periode 30 Januari 1935 – 26 Februari
1938”, hlm. 30.
31
Adrian Clemens, J. Thomas Linblad and Jeroen Touwen, Changing Economy
in Indonesia: Volume 12b, Regional Patterns in Foreign Trade 1911 – 940 (Amsterdam:
Royal Tropical Institute, 1992), hlm. 62.
32
Ibid., hlm. 63.
33
Broersma, op. cit., hlm. 4.
34
G.C. Allen and Audrey G. Donnithorne, Western Enterprise in Indonesia and
Malaya (New York: The macmillan Company, 1957), hlm. 117.
35
Broersma, op.cit., hlm. 77.
36
Broersma, op. cit., hlm. 3 – 4; hlm. 77 – 78.
37
Thee Kian Wie, Plantation Agriculture and Export Growth: an Economic
History of East Sumatera, 1863 – 1942 ( Jakarta: National Institute of Economic and
Social Research/Leknas LIPI. 1977), hlm. 11.
38
Broersma, loc. cit.
39
See J. A. C. Mackie, Sedjarah Pembangunan Ekonomi dalam Dunia Modern,
Djilid II (Djakarta: PT Pembangunan, 1963), hlm. 165.
40
Colin Barlow dan John Drabble, “Pemerintah dan Industri Karet yang Muncul
di Indonesia dan Malaysia 1900 – 1940”, in Ann Booth, William J. O’Malley dan Anna
Weidemann (eds.), Sejarah Ekonomi Indonesia ( Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 259.
41
Broersma, op. cit., hlm. 78.
42
Ibid., hlm. 4.
43
Ibid., hlm. 4 -5.
44
Ibid., hlm. 4 -5.
51
Broersma, ibid., hlm. 77 – 78.
52
Anonim, the Besoeki Plantations, Limited, Directors’ Report and Statement of
Accounts 28th July, 1924.
53
Thee, op. cit., hlm. 17 – 20.
54
Barlow and Drabble, op. cit., hlm. 261 – 262.
55
Directors’ Report and Statement of Accounts The Besoeki Plantations Limited,
1932, hlm. 4.
56
Directors’ Report and Statement of Accounts The Besoeki Plantations Limited,
1930, hlm. 5.
57
Barlow and Drabble, op. cit., hlm. 264 – 266.
58
Thee, op. cit., hlm. 21.
Direktur Pertanian.63
Anggota Besoekish Proefstation terdiri dari 8 perkebunan tem
akau dan 52 perkebunan pegunungan (bergcultuures).64 Sejumlah
ahli dari berbagai disiplin terlibat dengan institusi seperti Dr. Ulthee,
Dr. Zehnter, Dr. Cramer, Bernhard, Dr. Sprecher, Dr. Jeswiet, Dr.
Van der Wolk.65 Lembaga ini dibiayai melalui dana kontribusi dari
semua anggota. Namun, sebagian besar dana berasal dari perusahaan
perkebunan tembakau.66 Besoekish Proefstation menjalankan penelitian
tentang bibit, penyakit, tanah, iklim, dan kimia.67 Lembaga ini juga aktif
menerbitkan hasil eksperimen dan kegiatan penelitian. Penemuan ini
dilaporkan secara berkala kepada para anggota.68 Salah satu temuan
penting yang dicapai oleh Besoekish Proefstation adalah pengenalan
tembakau hibrida. Jenis tembakau baru ini menawarkan hasil yang
memuaskan secara kuantitatif dan kualitatif, serta risiko terkecil
sehubungan dengan ketidakpastian iklim.69
63
Soegijanto Padmo, The Cultivation of Vostenlands Tobacco in Surakarta
Residency and Besoeki Tobacco in Besuki Residency and its Impact on the Peasant Economy
and Society: 1860 – 1960 (Yogyakarta: Aditya Media, 1994), hlm. 138 – 139.
64
Ottolander, op. cit., hlm. 4 -5.
65
Ibid., hlm. 6 – 7.
66
Anonim, “Besoekisch Proefstation 1910 – 1935”.
67
Anonim, “ Jaarverslag 1936 van het Besoekisch Proefstation”, hlm. 5 – 31.
68
Ibid., hlm. 3 – 5.
69
Dutch Tobacco Growers, op. cit., hlm. 51.
Anom. Pada tahun 1855 ada 5 industri gula di Residensi Besuki, yakni
2 di Besuki dan 3 di Panarukan. Luas total perkebunan gula adalah
2.200 bau, lebih khusus 800 bau di Besuki dan 1.400 bau di Panarukan.
Industri gula dimiliki oleh negara.70
Di bawah kebijakan kolonial liberal yang mulai berlaku sejak
1870, pemerintah memberi peluang bagi perusahaan swasta untuk
mendirikan industri gula di Besuki. Akibatnya, 4 industri gula swasta
didirikan pada tahun 1879. Pada tahun 1890 ada 13 industri gula, tetapi
kemudian turun menjadi 10 industri gula. Industri gula baru adalah
Pandji (Panarukan), Prajegan, Asembagus (Pantai Utara), Tenggarang
(Bondowoso), Kabat, Rogojampi, dan Sukowidi (Banyuwangi).71
Industri gula di Jember muncul pada tahun 1920 ketika
Handelsvereeniging Amsterdam (HVA), pemilik industri gula Jatiroto
berusaha untuk memperluas area di bawah budidaya tebu ke wilayah
Jember. HVA mengajukan permintaan untuk menyewa tanah. Peme
rintah mengabulkan permintaan pertama dan mengizinkan HVA
untuk menyewakan 500 bouws tanah di lima desa, yaitu Padoemasan,
Djombang, Keting, Kraton, dan Kencong. Ini diatur oleh Besluit
van den Directeur van Binnenlandsch Bestuur ddo. 19 Februari 1920
No. 425 A/I.72 Pada tahun berikutnya ijin diberikan untuk menyewa
1,500 bau, yang dituangkan melalui Besluit van den Directeur van
Binnenlandsch Bestuur ddo. 26 Januari 1921 No. 203 A/I.73 Pada tahun
yang sama, HVA melanjutkan upaya untuk mengajukan permohonan
70
HLM. Bleeker, “Fragmenten eener Reis over Java”, in TNI, tweede deel, 11
(1849), hlm. 128; J. Hageman Jcz, “Aanteekeningen ovewr Nijverheid en Landbouw in
Gostelijk Java”, in Tijschrift voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch Indie, deel IX
(nieuwe serie deel IV, (1863), hlm. 299; Tennekes, op. cit., hlm. 376.
71
Tennekes, ibid., hlm. 377.
72
ANRI, “Letter van de Asistent Resident Jember to resident Besoeki, 24 Maart
1920”.
73
ANRI, “Plantconcessie van de H. V. A. in de Gebieden Bondojoedo West en
Kentjong West, 20 October 1931”.
74
ANRI, “Verzoek van de Handels Vereeniging Amsterdam ddo. 20 October
1921 tot het inhuren van 3500 bouws in de Irrigatiegebieden Kentjong Oost en
Bondojoedo Oost”; ANRI, “Verzoekschrift van de H. V. A. ddo. 20 October 1921
ter verkrijging Concessie voor rietaanplant in Bondojoedo Oost-en Kentjong Oost
Gebieden”.
75
ANRI, “Oprichting van een Suikeronderneming in de Bondojoedo Oost,
Tanggul Oost en Kentjong Oost Bevloeiingsgebieden Residentie Besoeki”.
76
Tennekes, loc. cit.
Tenggarang, Pradjekan dengan areal budidaya tebu 1500 bau dan 1.378
bau hampir mendekati area maksimum penggunaan lahan.80
Ketika produksi gula naik, pasar mengalami kontraksi. Produksi
gula bit di Inggris tumbuh dan juga ada peningkatan output gula di
Jepang. Akibatnya, harga gula turun drastis dari f. 17,4 per 100 kilogram
pada tahun 1926 hingga f. 12,52 pada tahun 1929. Krisis di Wall Street
menyebabkan jatuhnya segera harga gula dan hasil pertanian lainnya.81
Efek krisis juga menghantam Hindia Belanda pada tahun 1930-
an karena ekonominya telah terintegrasi erat ke pasar dunia. Tidak
mungkin menghindari pengaruh krisis ekonomi. Untuk mengatasi
jatuhnya harga, langkah pertama diambil dengan meningkatkan ekspor
hasil pertanian. Namun, terbukti tidak berhasil karena banyak negara
terutama Jepang, Cina dan India yang menjadi pembeli besar gula Jawa
mengurangi impor mereka. Akibatnya, gula dan juga hasil pertanian
lainnya tidak bisa dijual.82 Situasi semacam itu mengundang pemerintah
untuk campur tangan. Beberapa langkah diambil untuk mengurangi
dampak krisis ekonomi. Pada tahun 1931 pemerintah mengadopsi
Skema Chadbourne. Di bawah skema ini area penanaman tebu
berkurang 17 ½ persen. Skema ini juga bertujuan untuk meningkatkan
konsumsi gula di Timur sebanyak 100.000 ton per tahun. Langkah-
langkah lain juga diterapkan untuk mengatur ekspor gula. Peraturan
ekspor gula diberlakukan. Peraturan ini melarang ekspor gula tanpa izin
selama lima tahun. Kemudian diikuti dengan keputusan yang mengatur
kuota ekspor gula setiap tahun.83
80
ANRI, “Memorie van Overgave der Residentie (Afdeeling) Bondowoso
1931”, hlm. 32.
81
J. S. Furnivall, Netherlands India: A study of Plural Economy (Cambridge:
Cambridge University Press, 1939, 1969), p . 428 – 429.
82
Allen and Donnithorne, op. cit., hlm. 85; Furnivall, ibid., hlm. 429.
83
Furnivall, ibid., hlm. 433 – 436.
94
Ibid., hlm. 25 – 26.
95
For further discussion on this subject see Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan
Kontrol: Studi thentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942 – 1945 ( Jakarta: PT
Gramedia, 1993), hlm. 3 – 53.
96
Broersma, op. cit., hlm. 89.
97
Ibid., hlm. 89.
98
Ibid., hlm. 89.
99
Ibid.
100
Untuk pembahasan pengaruh pola rekrutmen pada kondisi pekerja, lihat
Erwiza Erman, Kesenjangan Buruh – Majikan ( Jakarta: Sinar harapan, 1995).
masyarakat pribumi.103
Rupanya ada kesadaran yang tumbuh di kalangan pekebun
bahwa itu tidak cukup untuk membuat buruh merasa di nyaman hanya
dengan membayar upah mereka. Para buruh juga membutuhkan layanan
kesehatan dan asuransi kebutuhan sehari-hari. Sebagai tanggapan, BIB
menyarankan asosiasi perkebunan Besuki untuk membangun rumah
sakit demi buruh perkebunan. Saran ini diberlakukan oleh pendirian
rumah sakit di Krikilan.104 Pembentukan rumah sakit bermanfaat
tidak hanya bagi para pekerja tetapi juga bagi para pekebun. Kondisi
kesehatan yang buruk dapat menghambat produktivitas tenaga kerja
dan ini adalah sesuatu yang ingin dihilangkan perusahaan perkebunan.
Peningkatan dalam kondisi kesehatan adalah salah satu langkah nyata
untuk mencegah mereka kembali pulang ke daerah asal. Pemerintah
juga memperhatikan kondisi kesehatan. Pada tahun 1931, Residen
Besoeki melaporkan bahwa dua poliklinik didirikan di Tanggul dan
Ambulu.105
4.6.1 Irigasi
Pada awal abad kedua puluh ada arah baru kebijakan kolonial.
Banyak kritik diarahkan pada Kebijakan Liberal. Kebijakan itu akhirnya
digantikan oleh Kebijakan Etis yang dirancang untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk pribumi.106 Di bawah kebijakan kolonial baru,
103
Broersma, op. cit., hlm. 91 – 92.
104
Edy Burhan Arifin, op. cit., hlm. 48.
105
ANRI, “Memorie van Overgave van de Provincie Oost Java over het Juli 1928
– Maret 1931”, hlm. 6.
106
C. L. M. Penders, Indonesia: Selected Documents on Colonialism and Nationalism
1830 – 1942 (St. Lucia: University of Queensland Press, 1977), hlm. 61; Pembahasan
tentang kebijakan kolonial abad ke-20, lihat, Robert Cribb, “Development Policy in the
sektor irigasi menjadi salah satu dari tiga program yang digarisbawahi.107
Sejalan dengan kebijakan ini, ada kemajuan dalam fasilitas irigasi di
wilayah Jember. Pengelolaan irigasi di Jember berada di tangan dua
lembaga. Ada Bagian Irigasi Pekalen-Sampean. Lembaga ini mengelola
irigasi teknis yang meliputi irigasi Bedadung, Tanggul, Bondoyudo,
Mrawan, dan Mayang. Sisa dari irigasi dikelola oleh pejabat dari
Binnenlands Bestuur.108
Sistem irigasi modern mulai dibangun di kawasan itu terutama
sejak tahun 1900-an. Perbaikan dilakukan pada sungai Bedadung,
Tanggul-Bondoyudo, Mayang dan Mrawan. Dengan proyek lebih dari
79.000 bau tanah bisa diairi, khususnya 25.500 bau di daerah Bedadung,
33.500 bau di area Tanggul-Bondoyudo, 16.200 bau di daerah Mayang,
dan 4100 bau di daerah Mrawan. Selain itu, peningkatan irigasi oleh
perusahaan swasta di Kotok dapat mengairi sekitar 6.500 bau.109
Early 20th Century” in J. HLM. Dirkse, F. Husken, M. Rutten (eds.), Development and
Social Welfare: Indonesia’s Experience under the new Order(Leiden: KITLV Press, 1993),
hlm. 225 – 245.
107
Tiga program penting adalah pendidikan, irigasi dan emigrasi. Sebagai
realisasi dari program pada tahun 1903 Menteri Urusan Kolonial A. W. F. Idenburg
memberikan dana 30 juta gulden sebagai pembayaran di muka untuk berbagai proyek
kesejahteraan, lihat Anonim, Kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda dalam Bidang
Ekonomi ( Jakarta: KITLV dan LIPI, 1978), hlm. 14; untuk pembahasan proyek irigasi di
Bojonegoro lihat C. L. M. Penders, Bojonegoro 1900 – 1942: A Story of Endemic Poverty in
North-East Java – Indonesia (Singapore: Gunung Agung, 1984), hlm. 29 – 36.
108
ANRI, “Memorie van Overgave Resident Besoeki 1922”, hlm. 17 – 18.
109
ANRI, “Memorie van Overgave van den atredenden Resident van Besoeki
H. A. Voet (1925)”, hlm. 29 – 30.
110
ANRI, “Verzoek van de NV Handelsvereeniging “Amsterdam van 5 Juli 1932
No. HLM. 150 JB om restitutie van gedane uitgaven ter verbetering van de drainage
toestand ten behoove van de s.o. “Semboro”.
111
Anonim, “Brochure of N. V. Landbouw Maatschappij Oud Djember, 1909”.
116
Broersma, op. cit., hlm. 170.
117
Memorie van Overgave van den aftredenden Resident van Besoeki H. A.
Voet Agustus 1922 – Mei 1925”, hlm. 9; see also Tennekes, op. cit., hlm. 343 – 345, 352;
Soegijanto Padmo, op. cit., hlm. 156.
118
Tennekes, op. cit., hlm. 394 – 395.
119
See ANRI, “Memorie van Overgave Resident Besoeki 1922, hlm. 20.
120
ANRI, “Memorie van Overgave van den aftredenden Resident van Besoeki
H. A. Voet 1925”, hlm. 46 – 47.
121
“ Memorie Residen Bondowoso (A. H. Neys) 25 Juli 1929”, in Sartono
Kartodirdjo et. Al. (1978), op. cit., hlm. 188.
122
Tennekes, op. cit., hlm. 396.
123
Memorie Residen Bondowoso (A. H. Neys) 25 Juli 1929)”. In Sartono
Kartodirdjo et. Al., (ed.), Memori Serah Jabatan 1921 – 1930 (Jawa Timur dab Tanah
Kerajaan ( Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1978), hlm. 190.
124
Ibid.
125
Anonim, Staadblads van Nederlands-Indie over het Jaar 1928. No. 323.
(Weltevreden: Landsdrukkerij, 1929).
126
ANRI, “Algeemen Verslag van Residentie Besoeki over het Jaar 1883”.
127
G. F. E. Gongrijp, Geillustreede Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (Leiden:
NV Leidsche Uitgeversmaatschappij, MCMXXXIV), hlm. 590.
128
ANRI, “Memorie van Overgave Resident Besoeki 1922”. Puger meliputi
3 onderdistrict: Puger, Gumuk Mas, Kencong dan Wuluhan meliputi 3 onderdistrict:
Wuluhan, Ambulu, Balung Lor.
diadopsi dari bagian timur Distrik Jember dan bagian selatan Distrik
Sukokerto. Distrik Sukokerto kemudian dihapus dan digantikan distrik
baru, Kalisat.129
Dampak perkebunan juga bisa dilihat dalam hal demografis.
Populasi Jember tumbuh dalam jumlah. Pada tahun 1990 penduduk
Jember adalah 260.434 orang dan pada tahun 1930 meningkat menjadi
933.079 orang.130 Populasi Jember adalah yang terbesar di Residensi
Besuki. Pada tahun 1900 penduduk Bondowoso hanya 274.686 orang
dan Banyuwangi dihuni oleh 473.365 orang. Selain itu, pada tahun yang
sama populasi Panarukan dan Besuki masing-masing 132.090 orang
dan 124.207 orang.131 Sementara itu, kepadatan penduduk distrik di
Kabupaten Jember ditunjukkan pada Tabel 4.6.
129
Tennekes, op. cit., hlm.358.
130
Ibid., hlm. 335.
131
Ibid.
132
HLM. van der Elst, “Krisis Budidaya Padi di Jawa”, in Sajogyo dan William L.
Collier (eds), Budidaya Padi di Jawa ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT Gramedia,
1987), hlm. 152.
133
Anonim, “Vergelijkend Onderzoek Bereffende den Achterstand en de
Verstrekking van Seizoencrediet Bij de Volkscredietbanken – Sedert April 1934
Plaatselijke Kantoren Der A. V. B – Bondowoso eb Jember”, in Uitgegeven door de
Algemeene Volkscredietbank, (Batavia: n. hlm. 1935), hlm. 479.
134
A. M. HLM. A. Scheltema, “Produksi Beras di Jawa dan Madura”, in Sajogyo
and William L. Collier, Budidaya Padi di Jawa ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT
Gramedia. 1986), hlm. 171.
135
ANRI, “Memorie van Overgave van Resident Besoeki (1922); ANRI,
“Memorie van Overgave van den Aftredenden Resident van Besoeki H. A. Voet (1925)”,
hlm. 18 – 19, 38.
136
Elst, op. cit., hlm. 153; ANRI, “Memorie van Overgave van den aftredenden
Resident van Besoeki H. A. Voet (1925), hlm. 18 – 19.
137
ANRI, “Memorie van Overgave van den Aftredenden Residentie van Besoeki
H. A. Voet (1925)”, hlm. 18 – 19.
138
Karl. J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan
Agraria ( Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 173; see also Thee, op. cit., hlm. 115.
139
Adrian Clemens, J. Thomas Linblad and Jeroen Touwen, Changing Economy
in Indonesia, Volume 12b: Regional Patterns in Foreign Trade 1911 – 1940 (Amsterdam:
Roya Tropical Institute, 1992), hlm. 80. Persentase impor beras yang masuk Sumatra
Timur: 13.7 (1911), 20.9 (1912), 19.3 (1913), 20.8 (1914), 17.5 (1915), 17.7 (1916),
19.6 (1917), 23.0 (1918), 51.4 (1919), 66.3 (1920), 16.1 (1921), 18.6 (1922), 22.3
(1923), 19.0 (1924), 6.0 (1925), 5.3 (1926), 26.9 (1927), 35.0 (1928), 32.7 (1929),
26.8 (1930), 4.2 (1931), 24.8 (1932), 18.7 (1933), 41.4 (1934), 37.2 (1935), 45.1
(1936), 49.3 (1937), 51.1 (1938), 61.1 (1939), 29.7 (1940).
140
Krapels, op. cit., hlm. 479.
Tahun Total
1931 6.714
1932 5.539
1933 7.602
1935 12.715
1936 11.264
1937 9.120
Sumber: Crapels, “Vergelijkend Onderzoek Betreffende Den Achterstand en de
Verstrekking van Seizoencrediet Bij de VolksCrediet Banken – Sedert April
1934 Plaatsselijke Kantoren Der A. V. B. – Te Bondowoso en Jember”,
in Uitgegeven door de Algemeene Volkscredietbank, (Batavia: 1935), hlm.
488; ANRI, Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki Ch. A.
Romondt, 30 Januari 1935 – 26 Februari 1938”, hlm. 97.
141
ANRI, “Memorie van Overgave van den Aftredenden Resident van Besoeki B.
Schagen van Soelen, 1918”, hlm. 5; ANRI, “Memorie van Overgave van den Aftredenden
Resident van Besoeki, Fesevier, 1922”.
142
Krapels, op. cit., hlm. 488.; ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident
Resident van Besoeki 1931 – 1934”, hlm. 34 – 35.
143
Krapels, ibid., hlm. 489.
residensi. Pada tahun 1933 ada 222.100 ekor sapi di Jember. Sementara
di Banyuwangi, Bondowoso, dan Panarukan, jumlah lembu masing-
masing 89.340 ekor, 116.525 ekor dan 89.098 ekor.144 Ada juga impor
kuda yang masuk ke Jember dari Sumbawa, Bima dan Sumba.145
Pengembangan perkebunan memberikan kesempatan bagi para
petani untuk mendapatkan uang. Mereka menerima uang sebagai sewa
untuk tanah yang mereka sewa ke perkebunan. Dalam kasus industri
gula di Jember Handelsvereeniging Amsterdam membayar sejumlah
40 gulden per bau untuk satu tahun tanam.146 Pada tahun 1937 industri
gula di Jember membayar sewa tanah dengan jumlah total 76.466,88
gulden. Pada tahun yang sama industri gula di Bondowoso membayar
sejumlah 67.505 gulden, sementara tanah yang dibayar oleh industri
gula di Panarukan mencapai 272.689,84 gulden.147
Industri gula juga membayar penduduk pribumi dalam bentuk
upah. Upah dibayar untuk berbagai pekerjaan yang ditemukan di
perkebunan gula, seperti penanaman dan panen, pengangkutan tebu
dari ladang ke pabrik, penggilingan dan pengangkutan hasil bumi dari
pabrik ke pelabuhan laut, dan pemeliharaan peralatan. Sejumlah pekerja
mendapat manfaat dari pekerjaan-pekerjaan ini. Mereka termasuk
migran musiman dari tempat lain seperti Madura dan daerah padat
penduduk di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Para migran musiman juga
datang dari kawasan sekitar seperti Lumajang dan Probolinggo. Ketika
kampanye gula datang, mereka mencari pekerjaan di perkebunan.148
Pada tahun 1930, misalnya, ada 1.800 pekerja tidak tetap yang bekerja
144
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki Ch. A
Romondt, 30 Januari 1935 – 26 Februari 1938”, hlm. 93.
145
Ibid., hlm. 97.
146
Ibid., hlm. 25.
147
Ibid., hlm. 24 – 25.
148
Ibid., hlm. 60.
149
Tennekes, op. cit.., hlm. 380.
150
Ibid., hlm. 380.
151
Ibid., hlm. 377 – 380. Dalam kasus industri gula di Situbondo dilaporkan
bahwa selama 6 tahun 10 persen petani kehilangan lahannya. Pada saat yang sama
penguasaan lahan besar secara terselubung meningkat.
152
Ibid.
( Jember), Tan Bing Hian (Tanggul), The Ing Lian (Kraton), Franke Hoeve (Garahan),
Verhoeve (Blater), Lindeman (Kaliwates dan Rembangan). ) dan Van Dijk (Sempolan).
KESIMPULAN
B
ab-bab sebelumnya telah menunjukkan perkembangan
perkebunan di Jember selama periode kolonial akhir.
Beberapa kesimpulan dapat ditarik di sini. Pem
bentukan perusahaan perkebunan swasta telah bergeser secara radikal
di wilayah Jember. Selama tiga dekade di bawah sistem Tanam Paksa
keterlibatan ekonomi Jember dengan pasar internasional masih relatif
terbatas. Jenis ekonomi kawasan itu masih bersifat subsisten sifatnya.
Meskipun mulai berubah dengan diperkenalkannya budidaya kopi
yang dikelola negara, tetapi kapasitas ekspornya masih kecil. Selain itu,
proses ini juga berjalan lambat. Laju perubahan hanya mulai dipercepat
dengan munculnya perkebunan tembakau swasta, yang kemudian
diikuti oleh perkebunan karet dan gula. Perkembangan ini mengubah
Jember dari daerah yang kurang penting dalam hal ekonomi, menjadi
pusat ekspor pertanian terkemuka di Besuki.
Operasi perkebunan membutuhkan ketersediaan tanah dan
tenaga kerja. Untuk memenuhi kebutuhan lahan, pekebun Barat me
nyewa tanah dari petani lokal/petani. Pada awalnya tanah yang disewa
adalah tegalan (tegalan). Menurunnya produktivitas lahan kering
untuk menyewa werang. Namun, ketika ekspansi perkebunan terjadi,
1. Arsip
ANRI. “Algemeen Verslag van de Residentie Besoeki, 1823, 1832,
1836,1837 1861, 1870, 1882, 1883, 1886, 1887, 1888, !890.
1891”.
ANRI, “Memori van Overgave van den Resident van Besoeki E. M. Van
den Berg van fleinenoord, 1907”.
ANRI, “Memorie van Overgave ven den Resident van Besoeki, J.
Bosman, 1913.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki F.L.
Broeveldt”.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki, 26
Februari 1919”.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki, J.P
Fessevier, 1922”.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki de
Provincie Oostjava over het Jaar 1928-1931.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki, H.A.
Voet, 1925”.
ANRI, “Memorie van Overgave der Residentle (Afdeeling) Bondowoso
1931”.
ANRI, “Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki, C.H.H.
Snell, 1031-1934.
ANRI, “ Memorie van Overgave van den Resident van Besoeki. A. van
Romondt, 1935-1938”.
ANRI, Oprichting van een Suikeronderneming in de Bondojoedo
oost, Tanggul oost, en Kentjong oost”.
ANRI, “Overzichtkaartr der Bevloeiingsgebieden in de Vlakte van ZW
Djember-ZO Loemajang”.
ANRI, Probolinggo, Bezoeki en Banjoewangi, 1867.
ANRI, Statistiek van Java, Residentie Besoeki, 1820, 1836, 1861.
Kartodirdjo, Sartono (ed.), Memori Serah Jabatan 1921-1930: Jawa
Timur dan Tanah Kerajaan. Jakarta: ANRI. 1978.
Landsdrukkerij, 1885.
Staatblad van Nederlands-Indie over het Jaar 1928. Batavia:
Landsdrukkerij, 1929.
Sumatera en Java Tabak: Statistisch Overzicht op Handels en Financieel
Gebied Jaargang 1940. Amsterdam: Dent en van der Breggen,
1940.
Verslag Landbouw Maatschappij “Soekokerto-Adjong over boekjaar
1926/1927-1934/1935.
A G
ABTM Gelgel
Amsterdam Gerobak
Argopuro
H
B
Hindu
Besoekish Proefstation HVA
Bladtabak Hyang
Bedadung
Belanda I
Beras Infrastruktur
Besuki Islam
Blambangan
BTM J
Birnie
Boedoean Jagung
Bondowoso Jalan
Bondoyudo Jatiroto
Jembatan
D Jember
Dam K
Demak
Depresi Kalisat
Du Bois Kampungkrosok
Karet
E Kediri
Kencong
Erfpacht Kereta api
Kompeni