Sakit
BAB I
DEFINISI
PENDAHULUAN
Pencegahan dan pengendalian infeksi dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program
pencegahan dan pengendalian infeksi ( PPI) adalah kegiatan surveilans, disamping adanya
kegiatan lain seperti pendidikan dan latihan,kewaspadaan isolasi serta Kegiatan surveilans
infeksi difasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan luas
dalam program pengendalian infeksi dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai
keberhasilan dari program PPI.
Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (community acquired
infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired infection) yang
sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Karena sering kali tidak bisa secara
pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosocomial (hospital acquired
infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare Associated Infection” (HAI’s) dengan
pengertian yang lebih luas tidak hanya dirumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada
petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakkan perawatan pasien. Khusus
untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selanjutnya disebut Infeksi Rumah
Sakit (IRS).
Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu proses yang
dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisa data kejadian
yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi
di fasilitas pelayanan kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB), dan
sebagai tolak ukur akreditasi rumah sakit.
Setiap rumah sakit dapat merencanakan dan menetapkan jenis surveilans yang akan
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing rumah sakit.
Dengan adanya kegiatan surveilans pada Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit (PPIRS) diharapkan dapat menurunkan laju infeksi.
DEFINISI SURVEILANS
Surveilans Infeksi Rumah Sakit (RS) adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-
menerus dalam pengumpulan data, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data kesehatan
yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-
pihak yang memerlukan unutk digunakan dalam perencanaan,penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare Assosiated infections (HAIS) adalah infeksi yang
terjadi pada pasien selama perawatan di Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain,
yang tidak terjadi infeksi dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk Rumah Sakit. IRS
juga mencakup infeksi yang didapat di Rumah Sakit tetapi bisa juga muncul setelah keluar
Rumah Sakit dan juga infeksi akibat kerja pada fasilitas kesehatan.
Suatu surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas dan ditinjau secara berkala untuk
menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang telah berubah.
DEFINISI KASUS
Jenis-jenis IRS sangat banyak, tergantung dari jenis perawatan dan tindakan yang kita
lakukan terhadap pasien (saluran pernafasan, pencernaan, kemih, sistem pembuluh darah,
sistem saraf pusat dan kulit). Diantara jenis-jenis IRS ada 4 jenis yang paling sering terjadi
yaitu Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) infeksi yang berhubungan dengan pemasangan
ventilator atau Ventilator associated infection pneumonia (VAP), infeksi akibat pemasangan
kateter urine atau Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan akibat Tindakan Pembedahan (SSI).
Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba
melalui peralatan yang kita masukkan langsung ke sistem pembuluh darah atau ditemukannya
organisme dari hasil kultur darah yang semi kuantitatif/kaulitatif disertai tanda klinis jelas
serta tidak dan/atau hubungannya dengan infeksi. Dalam istilah CDC disebut sebagai Blood
Stream Infection (BSI).
Akses langsung ke peredaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri yang kita
lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun diagnostik, yang secara
umum disebut katerer intravaskulker (Intravascular Catheter) .
Contohnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter), vena perifer
(infus),
Kriteria IADP
Kriteria 1 IADP
Ditemukan pathogen pada kultur darah pesien, dan
Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain dari
tubuh pasien
Kriteria 2 IADP
Pasien menunjukan minimal satu gejala klinis: demam (suhu >38), menggigil atau
hipotensi, dan
Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan laboratorium yang tidak
berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien, dan
Hasil kultur ysng berasal dari > 2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berada
didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid
(Corynebscterium spp), bacillus spp. (bukan B antha racis), propionibacterium spp.,
staphylococcus coagulase negative termasuk S. epidermis, Streptococcus viridans,
Aerococcus spp, Micrococcus spp.
Kriteria 3 IADP
Pasien anak usia 1 tahun menujukkan minimal satu gejala seperti berikut: demam
( suh rekta I > 38), hipotermi ( duh rektal < 37), apnoe atau bradikardia, dan
Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak berhubungan
dengan infeksi di bagian lain dari tubuh pasien, dan
Hasil kultur yang berasal dari 2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda
didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnyadifteroid
(corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan B anthracis), propionibacterium spp,
staphylococcus coagu/ase negative termasuk S epidermis, streptococcus viridans,
Aerococcus spp, Micrococcus spp.
CSEP hanya dapat dipakai untuk melaporkan IADP pada neonatus dan bayi. Tidak dipakai
untuk pasien dewasa dan anak .
Kriteria CSEP
Pasien berumur <1 tahun menunjukan minimal 1 tanda atau gejala klinis tanpa
ditemukan penyebab lain : demam(suhu rectal > 38 hipotermi (suhu rektal < 37)
apnoe atau bradikardi
Tidak dilakukan kultur darah atau kultur darah negative
Tidak ditemukan infeksi ditempat lain
Klinisi melakukan terapi sebagai kasus sepsis
PNEUMONIA
Ada 2 jenis pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu pneumonia yang didapatkan
akibat perawatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital Asquired Pneumonia (HAP)
dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik atau sering disebut sebagai
Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
DEFINISI HAP
HAP adalah infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien
dirawat dirumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita
infeksi saluran nafas bawah . HAP dapat diakibatkan tirah baring yang lama ( koma / tidak
sadar, trakeostomi, refluk gaster, endotracheal tube (ETT).
DEFINISI VAP
VAP adalah infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian
ventilasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran
nafas.
Bukti klinis pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala berikut :
POPULASI BERESIKO VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik
sehingga terjadinya terutama terfokus pada area spesifik yaitu ICU, NICU / PICU,
ICCU.Sehingga yang digunakan sebagai numenator dalam menghitung laju infeksi
adalah jumlah kasus VAP perperiode tertentu ( 1 bulan,6 bulan,1 tahun) sedangkan
denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat ventilasi mekanik periode
tertentu.
POPULASI BERESIKO HAP adalah pasien tirah baring lama yang dirawat di rumah
sakit sehingga dapat digunakan sebagai numenator adalah jumlak kasus HAP per
periode tertentu ( 1 bulan ,6 bulan ,1 tahun ) sedangkan denominatornya adalah
jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan, 1 tahun).
TANDA-TANDA ISK :
Demam ( > 38 )
Urgensi
Frekuensi
Nyeri supra pubik
BAB II
METODE SURVEILANS
Surveilans hasil, yaitu surveilans yang memantau laju angka IRS (misalnya: ILO,
IADP, ISK, PNEUMONIA)
Surveilans proses yaitu surveilan yang memantau pelaksanaan langkah-langkah
pencegahan IRS.
2. Berdasarkan cakupannya
3. Berdasarkan waktu
Surveilans periodik adalah surveilans yang dilakukan secara rutin dengan selang
waktu tertentu
Surveilans prevalensi (prevalensi surveillance) adalah surveilans yang menghitung
jumlah semua IRS , baik kasus lama maupun baru pada hari tertentu atau selama
periode tertentu.
Untuk tersedianya data nasional yang seragam,surveilans yang dilaporkan oleh semua rumah
sakit adalah Surveilans secara targeted surveilans paska rawat.
5. Tujuan Surveilans
Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju angka dasar ( basaline
rate) dari infeksi rumah sakit. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar resiko yang
dihadapai oleh setiap pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar (90-95%) dari IRS
adalah endemic dan ini diluar dari KLB yang telah dikenal .Oleh karena itu kegiatan
surveilans IRS ditujukan untuk menurunkan laju angka endemick tersebut.
Meskipun data surveilans dapat digunakan untuk menentukan laju angka endemic,namun
pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi resiko infeksi jika tidak disertai dengan
upaya pencegahan dan pengedalian infeksi yang memadai.Bila demikian maka kegiatan
surveilans akan sia-sia belaka ,bahkan selain mahal juga sangat tidak mmemuaskan semua
pihak.
Menurunkan laju infeksi ditemukan factor resiko IRS yang akan diintervensi sehingga
dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan surveilans harus
berdasarkan cara penggunaan data,sumber daya manusia dan dana yang tersedia.
Identifikasi Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
Bila laju angka dasar telah diketahui,maka kita dapat segera mengenali bila terjadi suatu
penyimpanan dari laju angka dasar tersebut.yang mencerminkan suatu peningkatan kasus
atau kejadian luar biasa (outbeak) dari IRS.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologi pada daerah dalam kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus terjadinya wabah.
KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi rumah sakit yang
menyimpang dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu tertentu .
Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat menetapkan
kejadian tersebut merupakan suatu KLB sangat dapat diperlukan ketrampilan khusus dari
para petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk itu.
Petugas diharapkan mampu memahami kapan suatu keadaan /kondisi dinyatakan sebagai
kejadian luar biasa .Suatu KLB dinyatakan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut :
Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah.
Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukan kenaika dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1 (satu) tahun menunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.
Angka kematia n kasus suatu penyakit (case fatality rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukan kenaikan 50% (lima puluh persen)atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
Angka proporsi penyakit (proporsional rate) penderita baru suatu penyakit pada satu
periode menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Tanpa adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak ada
gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.
Data surveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat menyakinkan tenaga
kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) .Data ini dapat
melengkapi pengetahuan yang didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata dan terpecaya.
Umpan balik tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI Rumah Sakit.
Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta upaya
pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan surveilans secara
berkesinambungan guna menyakinkan bahwa permasalahan yang ada benar-benar –benar
telah terkendali.Dengan pemantauan terus-menerus maka suatu upaya pengendalian yang
nampaknya rasional yang akhirnya dapat diketahui bahwa ternyata tidak efektif sama
sekali,sebagai contoh,bahwa perawatan setiap hari untuk mencegah IRS saluran kemih yang
Nampak rasional namun data surveilans menunjukan bahwa tidak ada manfaatnya.
Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah penularan
infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap anti mikroba akan menurunkan angka IRS
Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar sebagai data pendukung rumah sakit
dalam upaya memenuhi standar pelayanan rumah sakit.
Surveilans IRS merupakan salah satu unsur untuk memenuhi akreditasi RS yaitu pencegahan
dan pengendalian infeksi. Akan tetapi pengumpulan data surveilans hanya untuk kepentingan
akrediatasi adalah suatu pemborosan sumber daya yang luar biasa tanpa memberikan
manfaat kepada rumah sakit atau pun tenaga yang lain.Oleh karena itu surveilans harus
dikendalikan kepada tujuan yang sebenarnya yaitu untuk menurunkan resiko IRS.
BAB III
IDENTIFIKASI KASUS
Apabila ditemukan kasus IRS, maka ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan disini :
Pada surveilans secara pasif, orang yang tidak duduk dalam komite / Tim PPI dipercaya
untuk mencatat dan melaporkan bila menemukan infeksi selama perawatan. Misalkan
tersedia formulir yang diisi oleh dokter atau perawat yang merawat bila menemukan IRS
pada pasiennya. Oleh karena keterampilan dan pengetahuan tenaga semacam ini lebih tertuju
pada perawatan pasien. Dari pada masalah surveilans, maka tidak heran kalau masalah yang
selalu ada pada surveilans pasif adalah selalu mengsklasifikasi, underreporting dan kurang
runutnya waktu dari data yang terkumpul.
Surveilans aktif adalah kegiatan yangsecara khusus dilakukan untk mencari kasus IRS oleh
orang-orang yang terlatih dan hamper selalu dari komite/Tim PPI tersebut mencari data dari
sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah terjadi IRS atau tidak.
Kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium
Surveilans yang didasarkan pada temuan klinis pasien, menelaah factor resiko, memantau
prosedur perawatan pasien yang terkait denagan prinsip-prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi dalam hal diperlukan pengamatan langsung di ruang perawtan diskusi
dengan dokter atau perawatan.
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas hasil
pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak dikultur
yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan klinik) saja, seperti sepsis dapat
secara salah diinterpretasikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya merupakan kolonisasi
dan bukan infeksi)
Yang dimaksud dengan surveilans prospektif pemantauan setiap pasien selama dirawat di
rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien pulang (satu bulan untuk operasi
tanpa implant dan satu tahun jika ada pemasangan implant). Surveilans retrospektif hanya
mengandalakan catatan medic setelah pasien pulang untuk menemukan ada tidaknya IRS.
Kelemahan adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandigkan surveilans
retrospektif.
Sistem surveilans IRS secara nasional memerlukan penemuan kasus berdasrkan pasien yang
aktif dan prospektif
Tim PPI bertanggungjawab atas pengumpulan data tersebut di atas karena mereka yang
memiliki keterampilan dalam mengindentifikasi IRS sesuai dengan criteria yang ada.
Sedangkan pelaksan pengumpul data adalah IPCN yang dibantu IPCLN.
Banyak sumber data diperlukan dalam pelakasanaan surveilans IRS tergantung dari jenis
pelayanan medik yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Komite/Tim PPI harus memiliki
askes yang luas sumber data serta perlu mendapatkan kerja sama dari semua bagian/unit di
rumah sakit tersebut, agar dapatkan melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan
penyelidikan suatu KLB.
Sering kali diperlukan sumber dari dokter, perawat, pasien maupun keluarga psien, dari
farmasi, catatan medic, catatan perawat. Untuk mengingatkan komite/Tim PPI kepada suatu
infeksi baru dan juga untuk mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan
pengendaliannya.
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN misalnya dari database
elektronik tetapi IPCN atau seorang IPCO (Infection Prevention and Control Officer) atau
IPCD (Infection Prevention and Control Doktor) yaneg membuat keputusan final tentang
adanya IRS berdasarkan kriteria yang dipakai untuk menentukan adanya IRS.
Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik, tanggal
masuk rumah sakit.
Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi muncul
pertama kali.
Faktor resiko : alat prosedur, factor lain yang berhubungan dengan IRS.
Data laboratorium : jenis mikroba, antibiogram, serologi, patologi
Data radiology/imaging : X-ray, CT scan, MRI dsb.
Pengumpulan data denominator dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN yang
sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalakan data ini secara substansial tidak berbeda
dengan data yang dikumpulkan secara manual.
Untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area perawatan
pasien untuk mendapatakan hitungan harian dari jumlah pasien yang datang dan
jumlah psien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan dengan kejadian IRS
(missal : centrtal line, ventilator atau kateter menetap).
Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data psaien yang
diperlukan.
Numerator
Terdapat tiga katagori yang perlu dicatat atas bseorang pasien dengan IRS yaitu data
demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
Denominator
Denominator dari infection rate adalah tabulasi dari data pada kelompok pasien yang
memiliki yang memiliki resiko untuk mendapat infeksi :
Pengumpulan da denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang dibantu oleh
IPCN.
Data denominator dkumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien jumlah pemakaiaan
alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik, kateter vena central,
kateter vena perifer) jumlah kasus operasi.
Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi saluran kemih
(ISK), infeksi aliran darah primer (IADP) pneumonia baik yang terpasang dengan
ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator infeksi luka operasi (ILO).
Teknik Perhitungan
Ada 3 macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya, yaitu
incidence, prevanlence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok populasi
tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Di dalam surveilans IRS maka incindence adalah
jumlah kasus IRS baru dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko
untuk mendapatkanIRs yang sama dalam kurun waktu yang sma pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun suatu kelompok populasi adalah jumlah total
kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi dalam satu kurun waktu tertentu
(priod prevenlence) atau dalam satu waktu tertentu (point prevalence).
3. Point prevalence nosocomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat dibagi dengan
jumlah pasien dalam survey.
4. Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai berikut.
I = Incidence rates
LN = NILAi rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih IRS.
INTN= Interval rata-rat antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama terjadinya IRS
pada pasien yang mengalami satu atau lebih IRS tersebut
Dalam penerapan di rumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over estimate
untuk resiko infeksi karena lama rawat dari pasien yang tidak mendapt IRS biasanya lebih
pendek dari lama raat pasien dengan IRS. Hal ini dapat mudah dilihat dengan menata ulang
formula sebagai berikut :
P = I (LN – INTN)/ LA
Incidence Density
Adalah rata-rata instans dimana infeksi terjadi,relative terhadap besaran polpualsi yang bebas
infeksi.Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit per satuan orang per
satuan waktu.
Contoh popular dari incidencedensity rates (IDR) yang sering dipakai dirumah sakit adalah
jumlah IRS per 1000 pasien/hari.
Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu panjang yang
dialami pasien terhadap factor resiko (misalnya semakin lama pasien terpajan,semakin
besar resiko mendapat infeksi)
Jumlah kasus ISK /jumlah hari pemasangan kateter urine oleh karena itu IDR dapat
mengontrol lamanya pasien terpajan oleh factor resikonya ( dalam hal ini pemasangan kateter
urine) yang berhubungan secara linier dengan resiko infeksi.
Jenis laju lain yang sering digunakan Atack rate (AR) yaitu suatu bentuk khusus dari
incidence rate.Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dimana K = 100 dan
digunakan hanya pada KLB IRS yang mana pajanan terhadap suatu populasi tertentu
terjadi dalam waktu pendek.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hamper
separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full time ).Dalam hal
ini bantuan computer akan sangat membantu terutama akan sangat meningkatkan efisien pada
saat analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan fasilitas komputer, meski di
rumah sakit kecil sekalipun lagi pula sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan
masalah pada waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan dimasa depan.
Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau komputer
mikro
Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat,memuat data jauh lebih besar dan memiliki
jaringan yang dapat diakses diseluruh area rumah sakit.Semuya data pasien seperti sensus
pasien,hasil laboratorium atau sebagainya,dapat dikirim secara elektronik.Namun harus
diingat bahwa computer mainframe adalah cukup mahal baik pembelian maupun
operasionalnya. Tidak setiap orang dapat menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang
intersif.
Software untuk program pencegahan dan pengendalian IRS bagi computer mainframe sampai
saat ini masih terbatas mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya
olehn setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia akan memilih yang digunakan. Pemilihan
software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan mahsud dan tujuan
dari surveilans yang akan dilaksanakan dirumah sakit.
Hasil surveilans dapat digunakan untuk melaksanakan program pencegahan dan pengendalian
infeksi dirumah sakit(PPIRS) dalam satu waktu tertentu.
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at risk dalam
membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit maka laju tersebut
harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap factor resiko yang berpengaruh besar akan
terjadinya infeksi. Kerentaan pasien untuk seperti karakteristik pasien dan pajanan.
Faktor resiko ini secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu intrinsik dan
ekstrinsik :
1. Faktor Intrinsik adalah factor yang melekat pada pasien seperti yang mendasari dan
ketentuan.Mengidentifikasi factor resiko ini dilakukan dengan mengelompokan pasien
dengan kondisi yang ( distrafiksi)
2. Faktor Ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan pelayanan atau perawatan
(perilaku petugas diseluruh rumah sakit). Meskipun hampir semua factor ekstrinsik
memberikan resiko IRS namun yang lebih banyak perannya adalah jenis intervensi
medis yang beresiko tinggi seperti tindakan invansive,tindakan operatif atau
pemasangan alat yang invasive .Banyak alasan yang dapat dikemukakan mengapa
pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang meningkatkerentaannya.Alat tersebut
merupakan jembatan bagi masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh yang lai dari
dari pasien.
Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain,apabila akan diperbandingkan maka harus
diingat factor-facktor mana yang hanya disesuaikan agar perbandinganya menjadi bermakna.
Rumah sakit dapat menggunakan data surpelan IRS untuk menelaan program pencegahan dan
pengendaliaan IRS dengan membandingkan angka laju IRS dengan populasi pasien yang
sama laju di rumah sakit yang sama misalnya membandingkan laju IRS dari 2 (dua) ICU atau
dapat pula mengunakan laju IRS dengan angka eksternal ( benchmark rates) rumah sakit atau
dengan mengamati perubahan angka menurut waktu di rumah sakit itu sendiri.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuan dan melalui uji kemaknaan namun
inter prestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi
kekeliruan banyak yang mengangap bahwa angka laju infeksi di rumah sakit itu mencerminka
keberhasilan dan kegagalan dari petugas pelayanan atau perawatan pasien atau pasilitas
pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian IRS.
PERTAMA :Definisi yang dipakai atau tehnik dalam surpelen tidak seragam antar rumah
sakit atau tidak dipakai secara kosisten dari waktu ke waktu meskipun dari sarana yang sama.
Hal ini menimbulkan pariasi dari sensitifitas dan spesifitas penemuan kasusnya.
KEDUA :tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboraturium yang tertulis
dicatatan medic pasien member dampak yang serius terhadap validasi dan utilitas dari angka
laju IRS yang dihasilkan
KETIGA: angka tidak disesuaikan terhadap factor resiko intrinsif, faktor resiko ini sangat
penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS,namun sering kali lolos dari pengamatan dan
sanggat berpariasi dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lain. Sebagai contoh,di
rumah sakit yang memeliki pasien dengan immunocompromised diharapkan memliki
karekteristik pasien seperti itu.
KEEMPAT: jumlah population at risk (misalnya jumla pasien masuk/pulang jumlah hari
rawat atau jumlah oprasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka laju IRS yang
sesunguhnya di rumah sakit tersebut.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua factor tersebut diatas namun harus
disadari pengaruh factor-facktor tersbut terhadap angka laju infeksi serta mempertimbangkan
hal tersebut pada saat membuat interprestasi
PELAPORAN
Laporan sebaiknya sistematik,tepat waktu informative data dapat disajikan dalam berbagai
bentuk,yang penting mudah dianalisa dan diinterprestasi.penyajian harus
jelas,sederhana,,dapat dijelaskan diri sendiri.Bisa dibuat dalam bentuk grafik,pelaporan
dengan narasi singkat.
Tujuan untuk :
DESIMINASI
Oleh karena IRS mengandung hal sangat sensitive maka data yang di dapat mengarah ke
pasien atau perawatan harus benar – benar terjaga kerahasiaannya.
Di beerapa Negara data seperti ini bersifat rahasia, data seperti ini tidak digunakan
memberikan sangsi tetapi hanya di gunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.
Tujuan desiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan inforamasi tersebut untuk
menetafkan strategi pengendalian IRS. Laporan didesiminasi secara periodic, bulanan,
triwulan, tahunan. Bentuk penyampaian dapat dsecara lisan dalam pertemuan, tertulius, papan
bulletin.
Sudah selayaknya komite / tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk standar yang
menarik yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman ), table,grafik kepada Komite / tim
PPI. Analisa yang mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk memberikan
gambaran epidemiologinya, termasuk kuman pathogen dan factor resikonya.
BAB IV
DOKUMENTASI
Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari sehingga dibutuhkan data
dasar infeksi untuk menurunkan angka yang ada untuk itu perlunya dilakukan surveilans
memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN, untuk itu diperlukan tenaga
IPCN yang purna waktu yang sesuai standar jumlah yang dibutuhakan di sertai ilmu
surveilans.
POPULAS TEMPA
UNSUR DATA
I AT T
SURVEILAN DENOMINATO LAJU/RATIO
S R
RISK INFEKSI
Data yang
diperlukan
Laju setiap 100
pasien masuk
atau keluar :
Jumlah
Semua 1. Secara
tempat 1. Pasien masuk keseluruhan
Semua
infeksi atau keluar dari
pasien yang
dan setiap aplikasi 2. Spesifik bagi
memenuhi
Surveilans tanggal surveilans. tempat tertentu
criteria
komprehensi infeksi
masuk
dalam 2. Persalinan 3. Spesifik
dalam
bulan normal tempat tertentu
surveilans
yang
sama 3. Operator 4. Laju per 100
Caesar persalinan
normal laju per
100 operasi
Caesar
Rawat Intensif Semua Semua a. ∑ pasien 1. Angka
infeksi ICU
secara umum per
100 pasien atau
1000 pasien.hari.
3. Ventilator
4. Kateter
urine
Ruang rawat Semua bayi Semua Data dikumpulkan Jumlah bayi
bayi dengan dengan jenis IRS untuk 4 macam resiko per 100
resiko tinggi perawatan dengan kategori berat bayi pasien dan per
tingkat masa (BB) Lahir 1000 hari rawat.
111.Semua inkubasi
pasien Data dari 4
diikuti macam kategori
selama 48 BB lahir:
jam setelah
keluar 1. Rata-rata
tiap 100 pasien
beresiko atau
1000 hari rawat
2. ∑ kasus
bakterimia
nasokomial per
1000 hari insersi
ventilator.
Ratio pemakaian
alat:
1. Secara
umum
3. Central
(umbilical) line
4. Ventilator
Semua Semua Data factor resiko SSI ARTES BY:
pasien yang macam untuk setiap
menjalani infeksi pasien yang 1.Indeks
tindakan atau dipantau: prosedur
operasi infeksi
pada luka 1. Tanggal Dan resiko
operasi operasi
yang 2.Kelas luka
dioperasi 2. Jenis operasi
dalam Ratio infeksi
bulan 3. No.registrasi untuk setiap
yang pasien prosedur angka
sama rata-rata tempat
4. Umur infeksi
5. Jenis
kelamin
6. Lama
operasi
8. Anestesi
umum
11. Trauma
12. Prosedur
ganda
13. Pemeriksaan
endoskopik
14. Tanggal
pulang
Angka rata-rata
untuk setiap
1000 hari rawat:
1. Umum
2. Jenis
pelayanan
3. Tempat
infeksi4.
4. Tempat
1. hari rawat untuk
infeksi menurut
setiap jenis
tempat pelayanan
pelyanan medic
Sama Sama Angka rata-
Surveilans 2. ∑ pasien masuk
dengan dengan ratamenurut
komprehensif dan keluar pada
diatas diatas ruang rawat
setiap ruang rawat
untuk setiap 100
pasien masuk
3.∑ hari rawat
keluar atau setiap
pada setiap ruang
hari rawat.
DRG SPESIFIC
rate per 100
pasien keluar
dari setiap
kategori DRG.
TABEL 2.REKOMENDASI UNTUK MENCEGAH SEPSIS(2009)(IADP)
1. Lakukan diinfeksi area konektor (hubs), konektor tanpa jarum, sisi tempat menyuntik
sebelumpemberian caiaran /accessing
2. Segera mungkin melepaskan kateter yang tidak diperlukan
3. Untuk kateter sentral tanpa saluran (non-tunneled)pada pasien dan gantilah dressing
dengan transfaran dan lakukan disinfeksi area dengan antiseptic berbasis
khlorhexidin tiap 5-7 hari,atau bila dressing longgar atau lembab,gantilah kassa
verband tiap 2 hari atau jika perlu.
4. Jangan memakai bloodset tetapi pakailah infuset,selang transfuse sel untuk lemak
dalam periode tdak lebih dari 96 jam
5. Lakukan surveilans terhadap adanya IADP
6. Pakailah salep antibiotic pada area pemasangan kateter hemodialise.