Anda di halaman 1dari 92

ASUHAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS PADA KELOMPOK

ANAK USIA SEKOLAH

KELOMPOK 2

Maslakhah 2020040043 Alik Chusnul 2020040052

Liya Widianti 2020040044 Iswati 2020040053

Yeni Fatmawati 2020040045 Nur Aisyah 2020040054

Evi Zuliyati 2020040046 Fatimatuz Zuhriyyah 2020040055

Fauziatul Hanifah 2020040047 Fitri Robbidah 2020040056

Achmad Ridlo 2020040048 Maria Ulfa 2020040057

Yeni Norma Widia 2020040049 Sumiyati 2020040058

Hari Prihandono 2020040050 Nur Laili 2020040059

Budi Sumbangsih 2020040051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GRESIK

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Komunitas

Pada Kelompok Anak Usia Sekolah” dengan baik. Dan kami ucapkan terimakasih

kepada Ibu Khoiroh Umah, S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah membimbing kami

dalam menyelesaikan makalah ini. Serta teman-teman angkatan 2021 yang

senantiasa mendukung kami, khususnya kelas B14.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah

pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat

memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih

memiliki banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 29 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................5
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Anak Usia Sekolah......................................................................6
2.2 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah...................6
2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah...........................................................8
2.4 Perilaku Menyimpang.............................................................................16
2.5 Masalah Anak Usia Sekolah...................................................................29
2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat...........................................................31
2.7 Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah.....................................33
2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan...............................................................34
BAB III Studi Kasus
3.1 Kasus.......................................................................................................40
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan.............................................................................................52
4.2 Saran.......................................................................................................52
Daftar Pustaka........................................................................................................53
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan kesehatan, serta

memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar

keahliannya dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan kesehatan yang dihadapinya

dalam kehidupan sehari-hari. Perawat sebagai orang pertama dalam tatanan

pelayanan kesehatan, melaksanakan fungsi-fungsi yang sangat relevan dengan

kebutuhan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehat secara social

merupakan hasil dari interaksi positif di dalam komunitas (Efendi, 2015)

Situasi kesehatan anak usia sekolah dan remaja pada saat ini berdasarkan

data Riskesdas dan GSHS pada anak usia SD kondisi kesehatan lebih terkait

pada PHBS dan gizi, diantaranya stunting, kurus, gemuk, anemia, kecacingan,

sarapan dengan mutu rendah, kurang makan sayur dan buah, tidak menggosok

gigi minimal 2 kali sehari, makan makanan berpenyedap, tidak mencuci

tangan pakai sabun dan BAB tidak di jamban. Sedangkan situasi kesehatan di

usia remaja di tingkat SMP sampai SMA lebih terkait pada gizi, PHBS dan

mental emosional. Data tersebut diantaranya kurus, stunting, gemuk, anemia,

konsumsi makanan siap saji, konsumsi softdrink, terpapar rokok, masalah

mental emosional remaja seperti merasa orang tua tidak mengerti serta merasa

kesepian dan khawatir (Kemenkes, 2017).

4
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan kesehatan komunitas pada kelompok anak

usia sekolah?

1.3 Tujuan

a) Tujuan umum

Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan komunitas pada

kelompok anak usia sekolah.

b) Tujuan khusus

 Untuk memahami konsep dan pengertian anak usia sekolah.

 Untuk mengetahui tindakan promotive dan preventif dalam

melakukan intervensi keperawatan komunitas pada kelompok anak

usia sekolah.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia

pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan

menurut (Yusuf, 2016) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun

yang sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-

tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif

(seperti: membaca, menulis, dan menghitung).

Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah,

dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai

berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal

suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak

yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan

makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut

akan terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari

kebiasaan makan yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).

Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu

anak usia sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah

banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta

beresiko terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak sehat. Secara

fisik dalam kesehariannya anak akan sangat aktif bergerak, berlari, melompat,

dan sebagainya. Akibat dari tingginya aktivitas yang dilakukan anak, jika

6
tidak diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang dapat menimbulkan

beberapa masalah gizi yaitu di antaranya adalah malnutrisi (kurang energi dan

protein), anemia defisiensi besi, kekurangan vitamin A dan kekurangan

yodium (Supariasa & Hardiansyah, 2016).

2.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah

Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua,

yaitu:

7
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal

mulai embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu

sampai lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28

hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa

prasekolah (3- 6 tahun).

2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah

(6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).

3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah

Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ

seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar

jenis kelamin maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian

tahapan perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia

sekolah, 19 yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan

pada usia 10-12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani

masa kanak- kanak akhir, anak akan memasuki masa remaja. Pada usia

sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang

usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-

intelektual, dan sosial- emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usia

sekolah tidak secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh

antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini, terdapat perbedaan antara

anak perempuan dan anak laki- laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas

pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan mereka.

Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki

dan perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih

8
berotot dibandingkan anak perempuan yang memiliki otot lentur (Gunarsa,

2016).

Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode

pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi

perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak

menjadi matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang

pesat. Oleh karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode

tenang” sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja,

meskipun merupakan

9
masa tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi

proses pertumbuhan fisik yang berarti.

2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret,

anak-anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi

logis lainya. Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi,

seperti tinggi dan berat. Mereka juga dapat membentuk penyajian mental

mengenai serangkain tindakan. Anak-anak yang berumur lima tahun dapat

mencari jalaqn sendiri ke rumah temenya tetapi tidxak dapat menunjukkan

kepada anda atau menelusuri rute atau menelusuri dengan kertas dan pensil.

Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu harus membelok pada tempat-

tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai gambaran rute secara

keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan

peta rute itu.

Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-

anak memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya

dengan objek yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan

kogniti, pada tahapan operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai

12 tahun, anak-anak sanggup berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik

murni (Dharma & Andryanto, 2010).

Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini.

Anak mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial-

persetujuan bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan

10
semua setuju. Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat

membuat pertimbangan moral, anak sekarang memberikan bobot pada

pertimbangan “subjektif” seperti maksuk seseorang, dan mereka memandang

hukuman sebagai keputusan manusia, bukan retribusi dari kekuatan yang lebih

tinggi.

Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium

keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak

kecil menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk

menghadapi situasi yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium

ini

11
ditandai oleh model ideologis penalaran moral, yang menjawab masalah sosiol

yang lebih luas ketimbang hanya situasi personal dan interpersonal.

1. Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi

rangsangan intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang

menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti:

membaca, menulis dan menghitung).

Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih

bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia

SD daya pikirnya sudah berkembang kearah berfikir konkret dan

rasional (dapat diterima akal). Pieget menamakannya sebagai masa

operasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa operasi konkret,

masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret (berkaitan

dengan dunia nyata).

Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru,

yaitu mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau

mengasiosikan (menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau

bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka),

seoerti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di

samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan

memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi

dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan

pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan

12
dasar- dasar keilmuan, seprti membaca, menulis dan berhitung. Di

sampin itu, kepada anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan

tentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan sebagainya.

Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk

mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap

berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi

dilingkunganya.

13
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah

dalam hal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak

untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau

pendapatnya tentang materi pelajaaran yang dibacanya atau yang

dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil study

tour atau diskusi kelompok).

2. Perkembangan Bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain.

Dalam pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi,

dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan,

isyarat, atau gerak menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang,

tuilsan. Denagan bahasa, semua manusia, alam sekitar, ilmu

pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.

Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya

kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata

(vocabulary). Pada awal masa ini, anak suadah menguasai sekitar

2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat

menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan

membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar

membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang

perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada masa ini

tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan soal

waktu dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan

pun yang semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan

14
pertanyaan :”dimana”, “darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan

“bagaimana”.

Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan

bahasa, yaitu sebagai berikut:

a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi

matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata-

kata.

15
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk

berbicara lalu mempelajari bahasaorang lain dengan jalan

mengimitasikan atau meniru ucapa/kata-kata yang didengarnya.

Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja

menambah pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur

kalimat, peribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang.

Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat

menguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk:

a. Berkomunikasi dengan orang lain,

b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),

c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,

d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),

e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan sikap

dan kenyakinan.

3. Perkembangan sosial

Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan

dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar

untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan

moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar

ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan

keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya

(peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan

sosialnya telah tembah luas.

16
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan

diri- sendri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama)

atau sosiosentris (mau memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak

dapat berminat terhadapat kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan

bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota

kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima

dalam kelompoknya.

Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya

dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan

masyarakat sekitarnya. Dalm proses belajar di sekolah, kematangan

17
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan

memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga

fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun

tugas yang membutuhkan pikiran (seperti: merencanakan kegiatan

camping, membuat rencana study tour).

4. Perkembangan Emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa

pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat.

Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan

mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi

diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam

proses peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya

sangat berpengaruh. Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap

perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri hati, kasih

sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng, nikmat, atau

bahagia).

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah

laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi

yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangt atau rasa

ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan

dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan

guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan

disiplin dalam belajar.

5. Perkembangan Moral

18
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau

baik- buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya,

mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak

akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini

(prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang

diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi

pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.

19
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau

tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,

anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran.

Di samping itu , anak sudah dapat mengasosiakan satiap bentuk

perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-buruk. Misalnya, dia

memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak

hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk.

Seadangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua

dan guru merupakan suatu yang benar/baik.

6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan

Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai

dengan ciri-cirisebagai berikut:

a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.

b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional

berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada

indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.

c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan

kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.

Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-

nilai agama sebagai kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas

keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembetukan atau

pendidikan yang diterimanya. Berkaitan denag hal tersebut, pendidikan

disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena

itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-

20
nilai) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang

terlibat dalam pendidikan di SD, bukan hanya guru agama tetapi

kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang

terlibat.

7. Perkembangan Motorik

Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka

perkembangan motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik.

Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya.

Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik

yang

21
lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk

belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti

menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main

bola, dan atletik.

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor

penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan

maupun keterampilan. Oleh karaena itu, perkembangan motorik

sanagat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia

sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya

dicapainya, karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran

keterampilan (Yusuf, 2016).

Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas

permulaan sangat tepat diajarkan :

a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.

b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,

menendang, dan memukul).

c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan

sebagainya.

d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan,

ketertiban, dan kedisiplinan.

8. Perkembangan fisik

Perkembangan fiusik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum

memasuki masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa

yang tenang ini diperlukan oleh anak untuk belajar berbagai

22
kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta

belajar berbagai keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan

bervariasi antara anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi

sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

9. Perkembangan Bicara

Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam

berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam

berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya kosakata yang

berasal

23
dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak pembendaharaan

kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang

bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang

dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak untuk

meningkatkan pengertiannya.

10. Kegiatan Bermain

Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang

dilakukan secara kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di

kelompoknya dan cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang

sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang belum pernah dikunjungi

baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak. Permainan

konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk

permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan

kreativitas anak. Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya.

Sealain itu bentuk permainan kelompok yang disenangi meruoakan

permainan oleh raga seperti basket, sepak bola, voleydan sebagainya.

Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan perkembangan

tubuh.

11. Usia 10-12

Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi

bacaan semakin luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang

sifatnya menggemparkan, misterius, dan kisah-kisah pertualangan.

Anak perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar rumah tangga.

Teman sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di

24
luar sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah

perkembangan anak baik yang bersifat positf maupun negatif.

Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan konsep diri dan

pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak

bisa merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau

posisidirinya. Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya

membawa anak untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah.

Anak merasakan kesepian dirumah, tiada teman. Kegiatan denag

teman sebaya ini meliputi belajar bersama, melihat pertunjukan,

bermain, masak-masakkan, dan sebagainya.

25
Mereka sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang

dewasa.

2.4 Perilaku Menyimpang

a. Pengertian Perilaku Menyimpang

Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikan

sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri

karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/ populasi. Dalam bukunya

yang lain, Kartini Kartono menyebutkan juvenile delinquency ialah

perilaku kenakalan anak-anak; merupakan gejala sakit (patologis) secara

sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk

pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah

laku yang menyimpang. Juvenile deliquency menekankan sebab-sebab

tingkah laku yang menyimpang/ delinkuen anak-anak dari aspek

psikologis atau sisi kejiwaannya.

Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000

;182) penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang

dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Perilaku yang

dimaksud yaitu perilaku yang sebaiknya tidak dilakukan oleh anak usia

sekolah. Anak yang menunjukkan tindakan yang diluar batas toleransi

dapat dikenai hukuman.

Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan

perilaku dalam arti kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251)

merupakan tindakan oleh seseorang yang belum dewasa dengan sengaja

melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika
26
perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum maka anak

tersebut bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak melakukan tindakan

menyimpang secara sembunyi-sembunyi.

Terdapat penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim.

Penyimpangan perilaku yang sederhana semisal: mengantuk, suka

menyendiri, kadang terlambat datang. Sedangkan penyimpangan ekstrim

27
ialah semisal sering membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak

sopan kepada orang lain juga kepada gurunya (Mustaqim dan Abdul

Wahib, 1991:138).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

semua penyimpangan terkait dengan istilah-istilah perilaku negative

seperti tindak pidana dan kebrutalan. Akan tetapi, orang yang bertindak

terlalu jauh dari patokan umum lingkungan sekitar bisa juga disebut

sebagai penyimpangan. Penyimpangan kini tidak hanya orangtua, orang

muda, bahkan anak-anak usia sekolah menengah dan anak usia sekolah.

Anggota masyarakat yang melakukan penyimpangan terhadap norma

Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut

dapat mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun terhadap

oranglain. Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya

pelanggaran terhadap norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan

bahkan hukum yang berlaku.

b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah

Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentuk-

bentuk perilaku menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk

penyimpangannya meliputi penyimpangan primer, penyimpangan

sekunder, penyimpangan individu, penyimpangan kelompok,

penyimpangan situasional, serta penyimpangan sistematik. Berikut

penjelasan dari berbagai bentuk penyimpangan:

28
a) Penyimpangan Primer

Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifat

temporer atau sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagian

kecil kehidupan seseorang. Seorang yang menunjukkan tindakan

penyimpangan temporer ini masih dapat ditolerir. Misalnya seorang

siswa membolos atau mencontek pekerjaan temannya.

Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain:

a) Bersifat sementara

29
b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang

c) Kesalahannya masih dapat ditolerir

b) Penyimpangan Sekunder

Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpangan

yang dilakukan oleh seorang anak secara khas. Anak ini disebut

melakukan penyimpangan sekunder karena anak ini sudah terbiasa

menunjukkan tindakan menyimpang di sekolah.

Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu:

a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang

b) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku

menyimpang yang dilakukan siswa

c) Penyimpangan Individu

Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan

secara perorangan. Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak

dengan melakukan perbuatan yang menyimpang dari aturan yang

sudah dibuat. Misalkan seorang siswa mencuri uang milik temannya.

d) Penyimpangan Kelompok

Penyimpangan kelompok merupakan tindakan menyimpang

yang dilakukan secara berkelompok. Siswa yang berkelompok dan

melakukan tindakan menyimpang biasanya ingin dianggap jagoan di

sekolah, hanya saja sekelompok siswa ini menunjukkan dengan cara

yang salah. Biasanya penyimpangan kelompok ini dilakukan oleh

siswa yang membentuk sebuah gank.

30
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya sekelompok

siswa yang membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan

perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia sekolah.

Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas siswa selama

berada di sekolah.

e) Penyimpangan Situasional

31
Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-

macam situasi yang sedang terjadi. Situasi yang dimaksud yaitu

situasi atau keadaan di luar kendali seorang siswa. Siswa terpaksa

melakukan tindakan menyimpang karena situasi yang memaksa siswa

tersebut melakukan tindakan menyimpang.

Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria

penyimpangan situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar

aturan sekolah karena keadaan yang memaksa siswa tersebut

bertindak melawan aturan sekolah yang sudah ditetapkan. Siswa yang

melakukan tindak pemalakan terhadap temannya. Siswa melakukan

pemalakah karena siswa tidak mendapat uang saku dari orang tuanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan menyimpang yang

ditunjukkan seorang siswa tidak hanya dilakukan secara mandiri, akan

tetapi dapat dilakukan secara berkelompok. Siswa menunjukkan bentuk

tindakan menyimpak dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena

situasi yang memaksa siswa untuk melakukan tindakan menyimpang.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan

perilaku menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam

diri seseorang itu sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri seseorang

atau yang disebut berasal dari lingkungan. Menurut Jensen (Sarlito W.

Sarwono, 2011: 255) banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan

remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya. Faktor-faktor

tersebut digolongkan sebagai berikut:


32
1) Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu daripada

faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah pilihan,

interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak

yang percaya pada teori ini,misalnya kenakalan remaja dianggap

sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau

dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang menganggap remaja

yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.

33
Social disorganization: kaum positivis pada umumnya lebih

mengutamakan faktor budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah

berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang

selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat.

Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan

penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai

pranata kontrol.

2) Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat,

misalnya kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota

masyarakat yang memilih jalan rellibion melakukan kejahatan

melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.

3) Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja adalah

akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan

anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut orang tua di

Indonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya untuk berkawan

dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar.

4) Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu

dianggap atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak

orangtua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa-basi dengan

tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia

mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya.

Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau

terlalu sering anak diberi label seperti itu, maka ia akan jadi betul-

betul nakal.
34
Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih

nakal daripada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang

adalah sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan

bahwa wajar kalau laki-laki nakal.

Willis (2012: 93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadi

karena faktor dari dalam diri sendiri, dimana faktor-faktor tersebut

yaitu:

35
a) Predisposing factor

Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang

bersumber dari kelainan otak. Hal ini dapat terjadi akibat luka

di kepala ketika bayi ditarik dari perut sang ibu.

b) Lemahnya pertahanan diri

Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diri

terhadap pengaruh- pengaruh negatif. Anak yang kurang

memiliki pertahanan diri akan mudah terpengaruh ajakan

temannya yang kurang baik.

c) Kurangnya kemampuan penyesuaian diri

Keadaan ini amat sangat terasa dalam pergaulan anak.

Anak yang mengalami hal demikian disebut dengan anak

kuper atau kurang pergaulan. Inti persoalannya adalah

ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan

sosial.

d) Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak

Masalah agama belum diupayakan secara sungguh-

sungguh dari orang tua dan guru. Padahal agama merupakan

benteng diri remaja dari segala godaan dan cobaan.

Menurut Taufiq Rohman D., dkk (2006: 102), ada beberapa

faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang antara lain sebagai

berikut:

a) Sikap mental yang tidak sehat

36
Perilaku menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap

mental yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak

merasa bersalah atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa

senang.

Mental yang tidak sehat akan berdampak pada sikap yang

dilakukan oleh seseorang. Sikap tersebut biasanya muncul tidak

sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi.

b) Ketidakharmonisan dalam keluarga

37
Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi

penyebab terjadinya perilaku menyimpang. Keadaan keluarga

yang penuh dengan masalah akan menjadikan seorang anak

merasa tertekan.

Salah satu ketidakharmonisan dalam keluarga yaitu sering

terjadinya pertengkaran orang tua. Pertengkaran orang tua dapat

membuat anak tertekan dan takut. Efek yang ditimbulkan dari

pertengkaran orang tua yakni dapat membuat anak melakukan

tindakan-tindakan yang semestinya tidak dilakukan.

c) Pelampiasan rasa kecewa

Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak

mengalihkannya ke hal positif, maka ia akan berusaha mencari

pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya.

Seorang anak dapat dengan mudah merasakan kecewa,

akan tetapi tidak mudah untuk seorang anak mengontrol rasa

kecewanya. Sehingga pelampiasan rasa kekecewaan seorang anak

biasanya ke dalam hal-hal yang kurang baik seperti mengamuk,

memaki, dan lain sebagainya.

d) Dorongan kebutuhan ekonomi

Perilaku menyimpang juga terjadi karena dorongan

kebutuhan ekonomi. Perilaku menyimpang terjadi di kalangan

keluarga yang memiliki tingkat perekonomian tergolong rendah.

Seorang anak biasanya tidak mau tahu bagaimana kondisi

38
keluarganya. Terkadang anak ingin memiliki barang-barang yang

sama dengan yang telah dimiliki temannya. Akan tetapi orang tua

anak tersebut tidak dapat memenuhi seperti apa yang dimiliki

temannya. Kemungkinan negatif yang dapat terjadi dari dorongan

ekonomi seperti ini yaitu perbuatan mencuri atau merampok.

e) Ketidaksanggupan menyerap norma

Ketidaksanggupan menyerap norma ke dalam kepribadian

39
seseorang diakibatkan karena anak menjalani proses sosialisasi

yang tidak sempurna, sehingga tidak sanggup menjalankan

peranannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Seorang

siswa tidak jarang menunjukkan tingkah laku yang bertentangan

dengan aturan atau norma yang berlaku. Anak yang menunjukkan

tingkah laku yang menyimpang dari aturan biasanya mendapat

cibiran dari temannya.

f) Adanya ikatan sosial yang berlain-lainan

Seorang anak cenderung mengidentifikasikan dirinya

dengan kelompok yang paling dihargai, dan akan lebih senang

bergaul dengan kelompok itu daripada dengan kelompok lainnya.

Dengan pengelompokkan tersebut individu akan memperoleh

pola- pola sikap dan perilaku kelompoknya. Jika kelompok yang

digauli memiliki pola perilaku yang menyimpang, kemungkinan

besar individu tersebut akan berperilaku menyimpang.

g) Keluarga broken home

Dilihat dari keluarga seperti ini tentunya aktivitas,

pengawasan, dan perhatian orang tua sangat kurang sehingga tak

heran di era globalisasi saat ini banyak tindakan-tindakan yang

dilakukan anak di luar batas normal.

Seorang anak yang memiliki keluarga tidak utuh merasa

kurang mendapat perhatian yang sempurna. Anak akan terus

mencari perhatian dari orang tuanya dengan berbagai cara.

Seringkali anak menunjukkan tindakan yang tidak semestinya


40
dilakukan oleh seorang anak hanya untuk mendapat perhatian dari

orang tuanya.

h) Orang tua bekerja di luar negeri

Kurang perhatian orang tua yang bekerja di luar negeri

semakin menambah beban mental anak terutama rasa sayang yang

kurang dari orang tuanya. Sering kita jumpai anak-anak tinggal

dan

41
dititipkan bersama nenek, kakak, atau sanak saudara lain sehingga

aktivitas mereka kurang terawasi secara maksimal.

Orang tua yang bekerja di luar negeri terkadang hanya

memikirkan untuk memenuhi kebutuhan anak secara maksimal.

Padahal anak tidak hanya membutuhkan moril saja, akan tetapi

juga membutuhkan pengawasan langsung dari orang tua. Anak

akan lebih terarah jika di bawah pengawasan orang tuanya sendiri.

i) Kegagalan dalam proses sosialisasi di sekolah

Proses sosialisasi dianggap tidak berhasil jika anak tidak

berhasil bergaul dengan teman sebayanya di sekolah. Guru adalah

orang tua pengganti di sekolah, sehingga guru memegang peranan

dalam adaptasi anak di sekolah.

Menurut Kartini Kartono (2011: 21) kejahatan anak yang

merupakan gejala penyimpangan dan patologis secara sosial itu

juga dapat dikelompokkan dalam satu kelas defektif secara sosial

dan mempunyai sebab-musabab yang majemuk, jadi sifatnya

multi- kausal. Terdapat penggolongan gejala penyimpangan anak

menurut beberapa teori sebagai berikut:

1. Teori biologis

Tingkah laku sosiopatik atau delinquen pada anak-

anak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor

fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh

cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini


42
berlangsung:

(a) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam

keturunan, atau melalui kombinasi gen; dapat juga

disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang

semuanya bisa memunculkan penyimpangan

tingkah laku, dan anak-anak menjadi delinkuen

secara potensial.

43
(b) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang

luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan

tingkah laku delinkuen.

(c) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional

jasmaniah tertentu yang menimbulkan tingkah laku

delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat

jasmaniah bawaan brachydactylisme (berjari-jari

pendek) dan diabetes insipidius (sejenis penyakit

gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal

serta penyakit mental.

2. Teori psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku

delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi

kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri

kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi,

rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin,

emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis,

dan lain-lain.

3. Teori sosiogenesis

Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku

delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni

sosiologis atau sosial- psikologis sifatnya. Misalnya

disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang deviatif,

tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh


44
internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor

kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan

mendominasi struktur lembaga- lembaga sosial dan

peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status

individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan

pendefinisian diri atau konsep dirinya.

4. Teori subkultur delinkuensi

45
Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenesis

dan sosiologis) sangat populer sampai tahun-tahun 50-an.

Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada

aktivitas-aktivitas gang yang terorganisir dengan

subkultur- subkulturnya. Adapun sebabnya sebagai

berikut:

a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan

meningkatnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang

dilakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki

subkultur delinkuen.

b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan

sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara

universal, terutama terdapat di negara-negara industri

yang sudah maju disebabkan oleh meluasnya

kejahatan- kejahatan anak remaja.

Dari faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang yang

telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang

muncul disebabkan karena berbagai faktor dimana faktor internal

lebih berpengaruh terhadap perilaku menyimpang. Faktor internal

yang dimaksud disini tidak hanya yang berasal dari dalam diri

sendiri melainkan juga dampak dari lingkungan keluarga. Akibat

dari ketidakharmonisan hubungan anak dengan orang tua

menimbulkan dorongan-dorongan dalam diri anak yang


46
dilampiaskan dalam hal yang negatif. Sehingga anak kurang dapat

mengontrol diri di dalam hubungan sosial. Didukung dengan

penilaian lingkungan sekitar yang kurang baik mengakibatkan

anak semakin meluapkan rasa kesalnya dalam perilaku yang tidak

sesuai dengan aturan yang ada.

d. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang

Berger (Taufiq Rohman D., dkk 2006: 109) menyatakan

pengendalian sosial adalah cara yang digunakan untuk menertibkan

47
anggota masyarakat yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek,

pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak tempat

individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri

pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.

Untuk menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah.

Kenakalan pda anak memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam

dan penyebabnya. Menurut Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam

penanggulangan kenakalan, yaitu:

a) Upaya Preventif

Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara

sistematis, berencana dan terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga

agar kenakalan itu tidak timbul.

b) Upaya Kuratif

Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak

ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut,

supaya kenakalan tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat.

Apabila seorang anak melakukan tindak kejahatan, maka

kemungkinan tindakan negara yaitu sebagai berikut:

(a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.

(b) Anak itu dijadikan anak negara.

(c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengan

sepertiganya.

c) Upaya Pembinaan

48
Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah:

(a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan,

dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan

seperti ini telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya

menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.

(b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku

49
kenakalan atau yang telah menjalani suatu hukuman karena

kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak

mengulangi lagi kenakalannya. Pembinaan dapat diarahkan

dalam beberapa aspek, yaitu:

(1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama.

(2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar

menjadi warga negara yang baik.

(3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai

pribadi yang stabil dan sehat.

(4) Pembinaan ilmu pengetahuan.

(5) Pembinaan keterampilan khusus.

(6) Pengembangan bakat-bakat khusus.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Taufiq RD., dkk (2006: 112)

berpendapat bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif, represif,

gabungan, persuatif serta koersif. Berikut uraiannya:

1) Pengendalian Preventif

Pengendalian yang bersifat pencegahan. Dilakukan untuk

memperingatkan hal-hal yang mungkin akan membahayakan.

Langkah yang ditempuh dengan memberikan nasehat atau

memperingatkan akan kemungkinan bahaya.

2) Pengendalian Represif

Pengendalian yang bersifat denda atau sangsi. Seseorang

yang melanggar akan dikenai hukuman dan harus menjalani

50
hukuman tersebut sebagai bagian dari kesalahan yang telah

dilakukannya.

3) Pengendalian Gabungan

Penggabungan diantara pengendalian preventif dan represif.

Dimaksudkan dengan memberikan nasehat atau aturan akan dapat

terhindar dari kesalahan atau penyimpangan agar tidak merugikan

semua pihak.

51
4) Pengendalian Persuasif

Dilakukan dengan pendekatan secara tidak memaksa,

memberitahukan melalui ucapan atau perkataan dengan memberikan

aturan atau norma yang berlaku.

5) Pengendalian Koersif

Pengendalian yang dilakukan bersifat memaksa. Dilakukan

jika langkah preventif, persuasif dan sebagainya tidak menimbulkan

efek jera.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengendalian perilaku menyimpang terhadap anak dapat dilakukan

dengan berbagai upaya. Usaha yang dilakukan tidak hanya diupayakan

oleh salah satu pihak saja, melainkan dibarengi dengan upaya yang

dilakukan oleh pihak-pihak lain seperti sekolah dan masyarakat.

2.5 Masalah Anak Usia Sekolah

Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi bahaya

fisik dan psikologi antara lain:

1) Bahaya fisik

a. Penyakit

Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang

sering ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan

diri anak.

b. Kegemukan

Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi

52
akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak

kesulitan mengikuti kegiatan bermain, sehingga kehilangan

kesempatan untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk

keberhasilan sosial.

c. Kecelakaan

Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang

menghasilkan ketrampilan tertentu.

d. Kecanggungan

53
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan

teman sebaya bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar

untuk rendah diri.

e. Kesederhanaan

Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun.

Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang

kurang menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang

dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak.

2) Bahaya Psikologi

a. Bahaya dalam berbicara

Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa,

cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak

menjadi sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja.

b. Bahaya emosi

Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang

menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga

kurang disenangi orang lain.

c. Bahaya bermain

Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan


kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang penting
untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal
karena membuang waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan
bermain akan mengembangkan kebiasaan penurut yang kaku.

54
d. Bahaya konsep diri

Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas
pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung
berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan orang
lain.
e. Bahaya moral

Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan sikap


moral dan perilaku anak-anak :

55
1) Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau
berdasarkan konsep-konsep media masa tentang benar dan salah
yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa.
2) Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas
dalam terhadap perilaku.
3) Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa
yang sebaiknya dilakukan.
4) Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak.
5) Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu
memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan.
6) Tidak sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah.

f. Bahaya yang menyangkut minat

Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya dan

mengembangkan.

g. Bahaya dalam penggolongan peran seks

56
Ada dua bahaya yang umum dalam penggolongan peran seks:
kegagalan untuk mempelajari organ seks, dan ketidakmampuan untuk
melakukan peran seks yang disetujui.
h. Bahaya dalam perkembangan kepribadian
Ada dua bahaya yang serius dalam perkembangan kepribadian periode
ini. Pertama, perkembangan konsep diri yang buruk yang
mengakibatkan penolakan diri, dan kedua, egosentrisme yang
merupakan lanjutan dari awal masa kanak-kanak. Egosentrisme
merupakan hal yang serius karena memberikan rasa penting diri yang
i. Bahaya hubungan keluarga
Pertentangan dengan anggota-anggota keluarga mengakibatkan dua
hal: melemahkan ikatan keluarga dan menimbulkan kebiasaan pola
penyesuaian yang buruk, serta masalah-masalah yang dibawa keluar
rumah. (Suprajitno 2004)

2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat

57
Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak

mulai masuk sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru,

anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan

mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami

oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan

mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan

kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah,

menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang

diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).

Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan

teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira,

makannya teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Ciri-ciri anak sehat adalah tumbuh dengan baik, yang dapat

dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara teratur dan

proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya;

tampak aktif/gesit dan gembira; Mata bersih dan bersinar; Nafsu makan baik;

Bibir dan lidah tampak segar; Pernapasan tidak berbau; Kulit dan rambut

tampak bersih dan tidak kering; dan Mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

Menurut (Andriyani,2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun

dijabarkan sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik/jasmani : anak memiliki pertumbuhan yang lambat

58
namun teratur, BB dan TB anak perempuan lebih besar dibandingkan

anak laki-laki pada usia yang sama, terjadi pertumbuhan tulang yang

cepat, pertumbuhan gizi permanen, nafsu makan mengalami peningkatan,

dan timbul haid pada anak akhir masa usia sekolah ini.

2. Karakteristik emosi : pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu

yang kuat, suka menambah pertemanan, dan kurang kepedulian terhadap

lawan jenis.

3. Karakteristik sosial : anak mulai suka bermain dan mempererat hubungan

pertemanan dengan teman sebayanya.

59
4. Karakteristik intelektual : anak mulai berani menyuarakan pendapatnya,

memiliki minat besar terhadap belajar, mulai terlihat memiliki

keterampilan, rasa ingin tahu yang kuat, dan memiliki perhatian terhadap

sesuatu yang singkat

2.7 Program Pemerintah untuk anak usia sekolah

Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun

masalah yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah

kesehatan umum yang terjadi pada anak usia sekolah biasanya berkaitan

dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik

dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun (Permata,

2010).

Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu

dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1193/Menkes/SK/ X/2004 tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah

“Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS 2010”. PHBS terdiri dari

beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu mencuci tangan

dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi jajanan di

warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat, olahraga

yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok,

menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, dan

membuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005). Salah satu wadah untuk

mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah layanan Usaha

Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan

prasarana, pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung

60
sekolah, makanan sehari- hari/gizi.

Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS

adalah meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik

dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan

peserta didik maupun warga belajar, dan menciptakan lingkungan sehat,

sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan

optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

61
Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari

keberhasilan masing-masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan

Chayatin (2009), program kerja UKS meliputi tiga unsur yaitu pendidikan

kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah dan pembinaan

lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam Trias UKS. Terciptanya

kondisi lingkungan yang mendukung terhadap pelaksanaan proses belajar

mengajar tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap meningkatnya

presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa.

2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Komunitas

1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah

anak usia sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.

2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.

3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang

dianut oleh anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama

yang dianut, fasilitas ibadah yang ada, adanya organisasi

keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh

anak usia sekolah.

b. Data Subsystem

Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :

1) Lingkungan Fisik

62
Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan

lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data

dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.

Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia

sekolah dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui

wawancara.

Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah

yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.

63
2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah,

bentuk pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan

konseling bagi anak usia sekolah melalui wawancara.

3) Ekonomi

Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua

siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan

melihat data di staff tata usaha sekolah.

4) Keamanan dan transportasi.

 Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebarang

jalan.

 Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak usia

sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa

5) Politik dan pemerintahan

Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib

sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa.

6) Komunikasi

 Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan oleh

anak usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan

tentang kesehatan melalui buku dan sosialisasi dari

pendidik.

 Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan

anak usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan

64
orang tua dalam menyelesaikan dan mencegah masalah anak

sekolah, keterlibatan guru dan orang tua dan lingkungan

dalam menyelesaikan masalah anak usia sekolah.

7) Pendidikan

Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang

digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di

sekolah.

8) Rekreasi

65
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat

sarana penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan

seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan

c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah

1) Identitas anak.

2) Riwayat kehamilan dan persalinan.

3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.

4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari).

5) Pertumbuhan dan perkembangannya saat ini (termasuk

kemampuan yang telah dicapai).

6) Pemeriksaan fisik.

7) Lengkapi dengan pengkajian fokus

 Bagaimana karakteristik teman bermain.

 Bagaimana lingkungan bermain.

 Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.

 Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan

adakah sarana yang dimilikinya.

 Bagaimana temperamen anak saat ini.

 Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.

 Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.

 Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.


66
 Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.

 Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.

 Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau

dirumah saat bermain.

 Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa

ini.

 Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa

jenisnya.

 Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.

 Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.

67
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu :

1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal sesuai usia anak.

2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada

lima tugas keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan

memfasilitasi perkembangan anak

b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa

keperawatan yaitu :

1) Masalah aktual/risiko

 Defisit nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh.

 Isolasi sosial (Menarik diri)

 Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.

 Mudah dan Sering marah.

 Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah

yang dibebankan.

 Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.

 Keengganan melakukan kewajiban agama.

 Gangguan komunikasi verbal.

 Defisit perawatan diri (akibat banyak waktu yang

digunakan untuk bermain).

68
2) Potensial

 Meningkatnya kemandirian anak.

 Peningkatan daya tahan tubuh.

 Hubungan dalam keluarga yang harmonis.

 Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya.

 Pemeliharaan kesehatan yang optimal

69
3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Aktual

Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anak yang sakit

Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan

dukungan yang adekuat.

Intervensi:

1) Diskusikan tentang tugas keluarga.

2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat

anggota keluarga sakit.

3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga.

4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya

pertolongan yang telah dilakukan.

5) Ajarkan cara merawat anak dirumah.

6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga

b. Resiko/resiko tinggi

Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada

anaknya. Tujuan: ketidakharmonisan keluarga menurun

Intervensi:

1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga.

2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga.


70
3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani.

4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak.

5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan

masalah.

6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah.

7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu

membaut alternatif.

c. Potensial atau sejahtera

Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.

Tujuan: dipertahankanya hubungan yang harmonis.

71
Intervensi:

1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada

keluarga.

2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas

kemampuannya

3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia

sekolah)

4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa

menimbulkan maslaah.

72
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

SD Airlangga merupakan salah satu Sekolah Dasar di kota X tepatnya di

wilayah kecamatan Makmur Raya. SD Airlangga memiliki siswa sebanyak

235 siswa dengan rincian 30 siswa kelas 1, 35 siswa kelas 2, 35 siswa

kelas

3, 40 siswa kelas 4, 45 siswa kelas 5 dan 50 siswa kelas 6 dengan jumlah

guru pengajar sebanyak 25 orang. Siswa SD Airlangga mayoritas

beragama islam dan bersuku Jawa. SD Airlangga terdiri dari 2 lantai, pada

tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang dipisahkan antara laki-laki dan

perempuan. Di SD Airlangga juga memiliki kebiasaan setiap hari Senin

selalu dilaksanakan upacara bendera, setiap hari Jumat ada senam bersama

yang kemudian dilanjutkan dengan sarapan bersama, siswa diminta untuk

membawa bekal dari rumah. SD Airlangga terletak di tengah kota namun

berbatasan dengan tempat pembuangan sampah, sehingga halaman

samping sekolah terlihat kumuh dan terkadang tercium bau tidak sedap di

ruang kelas. Setiap minggunya selalu ada laporan siswa yang mengalami

sakit perut di UKS, diduga karena sering mengkonsumsi jajanan di depan

sekolah.

3.2 Data Inti komunitas


1. Demografi

Jumlah siswa di SD Airlangga sebanyak 235 siswa dengan rincian 30

siswa kelas 1, 35 siswa kelas 2, 35 siswa kelas 3, 40 siswa kelas 4, 45

73
siswa kelas 5 dan 50 siswa kelas 6. Jumlah guru pengajar di SD

Airlangga sebanyak 25 orang.

2. Kelompok etnis

Mayoritas siswanya berasal dari suku jawa

3. Nilai dan keyakinan

Mayoritas siswanya beragama islam.

A. Pembuangan Sampah

a. Di mana keluarga membuang sampah :

1. Sungai 4. Sembarang tempat

2. Ditimbun 5.
5 Lain-lain, sebutkan :...........

3. Dibakar

b. Penampungan sampah sementara :

1.
1 Ada 2. Tidak ada/berserakan

c. Bila ada, keadaannya :

1.
1 Terbuka

2. Tertutup

d. Jarak dengan rumah :

1a. Dekat (< 5 m) 2. Jauh (>5 meter)

74
3.3 Data subsistem komunitas

No Elemen Deskripsi

1. Lingkungan SD Airlangga terdiri dari 2 lantai, lantai satu digunakan untuk

siswa kelas 1-3, musholla, ruang guru, kantin dan UKS,

lantai 2 digunakan untuk ruang kelas 4-6 dan perpustakaan.

Pada tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang

dipisahkan antara laki-laki dan perempuan

2. Lingkungan Terbuka Pada halaman depan sekolah terdapat penjual makanan kaki

lima dan pada halaman samping sekolah merupakan tempat

pembuangan sampah.

3. Batas Batas wilayah sebelah utara adalah Kantor Kecamatan

Mulyorejo, sebelah timur adalah Universitas Airlangga,

batas sebelah selatan Masjid Agung Kota dan batas sebelah

Barat adalah Taman kota dan tempat pembuangan sampah

kota

4. Kebiasaan Setiap hari Senin selalu dilaksanakan upacara bendera, setiap hari

Jumat ada senam bersama yang kemudian dilanjutkan dengan

sarapan bersama, siswa diminta untuk membawa

bekal dari rumah

5. Transportasi Siswa kebanyakan diantar jemput oleh orang tua dan

beberapa siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah

membawa sepeda ataupun berjalan kaki.

6. Pusat Pelayanan SD Airlangga berdekatan dengan Masjid Agung dan taman


75
bermain

76
7. Toko/Warung/Pasar Terdapat beberapa toko swalayan di sekitar SD Airlangga

yang biasanya digunakan oleh warga setempat untuk

berbelanja kebutuhan sehari-hari

3.4 FGD (Focus Group Discussion)

Tempat : Ruang rapat guru SD Airlangga

Waktu : 08.00-10.00

Peserta : Kepala sekolah, wali kelas 1-6, perwakilan orang tua siswa kelas

1-6

Pertanyaan yang diajukan beserta jawabannya:

1. Apa yang biasanya dilakukan oleh siswa pada saat jam istirahat?

Ada beberapa siswa yang bermain di lapangan, sedangkan siswa yang

lain biasanya ke halaman depan sekolah untuk membeli jajanan

pinggir jalan.

2. Bagaimanakah pelaksanaan program UKS di SD Airlangga?

UKS digunakan ketika ada siswa yang sakit untuk istirahat sejenak,

tapi biasanya siswa yang sakit langsung diminta untuk beristirahat di

rumah. Program dokter kecil UKS belum dilaksanakan karena guru

masih fokus untuk mempersiapkan ujian sekolah bagi siswa kelas 6.

3. Apakah orang tua wali murid membawakan bekal makanan pada

anaknya agar tidak jajan sembarangan?

Ada 5 ibu yang menjawab kalau mereka tidak membawakan bekal

karena tidak sempat memasak ketika pagi karena mereka juga harus
77
bersiap berangkat kerja. Kalaupun dibawakan bekal hanya saat hari

jumat ketika ada acara sarapan bersama dan biasanya makanan

tersebut juga dibeli ketika berangkat ke sekolah pagi hari.

4. Apa sajakah sakit yang dikeluhkan oleh siswa ketika datang ke UKS?

Guru jaga UKS mengatakan bahwasannya siswa yang datang ke UKS

mengeluhkan sakit perut, terkadang badannya panas dan juga batuk

78
pilek. Tapi dalam satu minggu pasti ada siswa yang datang ke UKS

dengan keluhan sakit perut

5. Adakah fasilitas seperti wastafel yang dilengkapi dengan sabun untuk

cuci tangan di sekolah ini? Jika ada dimana?

Tidak ada, jika siswa ingin cuci tangan biasanya di toilet, di toilet

siswa tapi tidak ada sabun karena biasanya hanya digunakan untuk

buang air kecil saja.

3.5 Analisa Data

No Data Subjektif Data Objektif Diagnosa


1.  Orang tua wali  Banyak siswa yang Defisit Kesehatan
siswa mengatakan membeli komunikas siswa
tidak pernah makanan/jajanan di SD Airlangga bd
membawakan depan sekolah dan di keterbatasan
bekal makanan kantin sekolah sumber daya.
karena tidak  Tidak ada fasilitas
sempat memasak wastafel, dan di tiap
ketika pagi kamar mandi tidak ada
 Kepala sekolah sabun untuk mencuci
mengatakan belum tangan
menyediakan  Halaman samping
fasilitas wastafel sekolah terlihat kumuh
karena menurutnya dan terkadang bau tidak
kamar mandi sedap sampai di ruang
sudah bisa kelas karena halaman
digunakan untuk samping sekolah
mencuci tangan berdekatan dengan
Tempat Pembuangan
Sampah Kota

79
 Wilayah Barat sekolah
berbatasan dengan TPS
Kota, setiap harinya ada
sekitar 7 truk sampah
yang membuang sampah
disana
2. Kesadaran para siswa Belum pernah dilakukan Defisit
penyuluhan tentang cuci pengetahuan
dalam Perilaku Hidup
tangan pada siswa SD tentang
Bersih dan Sehat
Airlangga, kader dokter kebersihan b.d
(PHBS) masih kurang, kecil juga belum dibentuk. kurang terpapar
informasi
siswa tidak melakukan

cuci tangan ketika akan

mengkonsumsi

makanan dan tidak

sedikit siswa yang jajan

sembarangan di depan

sekolah.

80
SELEKSI (PENAPISAN)
DIAGNOSA KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS

KRITERIA PENAPISAN

Potensi untuk pendidikan kesehatan (HE)


Sesuai dengan peran perawat komunitas
Tersedia Sumber

Relevan dengan program


Kemungkinan diatasi
Interest komunitas
Resiko terjadi

Resiko Parah
MASALAH KESEHATAN/ JUMLAH
DIAGNOSA KEPERAWATAN SKOR
KOMUNITAS

Tempat Waktu Dana Fasilitas Sumber


Daya

Defisit Kesehatan komunikas siswa 5 5 5 5 5 5 5 SD 1 minggu 5.000.000 Membuat Karyawan 35


SD Airlangga bd keterbatasan Airlangga wastafel, Sekolah

sumber daya. membuat


kantin
Defisit pengetahuan tentang 5 4 5 5 4 4 4 SD 1 Minggu 200.000 Leaflet, Guru, 31
kebersihan b.d kurang terpapar Airlangga proyektor perawat

informasi
Skor Penilaian :
1 : Sangat Rendah 4 : Tinggi
2 : Rendah 5 : Sangat Tinggi
3 : Cukup

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Jumlah


Priorita
s
1 Defisit Kesehatan komunikas siswa SD Airlangga bd keterbatasan sumber daya. 35

2 Defisit pengetahuan tentang kebersihan b.d kurang terpapar informasi 31

RENCANA DAN STRATEGI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


RW …..KELURAHAN ……..KECAMATAN……

NO Diagnosa Rencana Kegiatan Implementaasi Indikator Kriteria hasil Penanggung Waktu


Keperawatan jawab

1. Defisit Setelah diberikan 1. Menganjurkan 1. Siswa SD Airlaangga 1. Orang tua Ria 3 hari
kesehatan orang tua kebanyakan membawa membawakan bekal
tindakan keperawatan
komunitas untuk bekal untuk anaknya
selama 1x8 jam membawakan
siswa SD
bekal untuk
Airlangga b.d diharapkan status
anaknya
keterbatasan
kesehatan komunitas
sumber daya
(D.0110) meningkat dengan

kriteria hasil :
1.Mengadakan Terdapat wastafel dan 2. Para siswa cuci Rudi 7 hari
1. Ketersediaan Kerja bakti untuk sabun cuci tenangan tangan
membuat wastafel 2. Ada pembatas menggunakansabun
program promosi kes.
dan sabun untuk tembok antara TPA dan
2. Ketersediaan cuci tangan sekolah

progam proteksi kes

3. Kepatuhan

terhadap standar kes

lingkungan

4. Partisipasi dalam

program kes

komunitas

Domain 3
Perilaku
 Manajemen
perilaku orang tua
agar tidak
membiarka n
anaknya jajan
sembarangan
Domain 7
Komunitas
 5510
Pendidikan

kesehatan:

Pentingnya

sekolah

menyediakan

fasilitas wastafel

dan sabun untuk

cuci tangan

6484

Manajemen

lingkungan: komunitas
dengan mengadaka n

kegiatan kerja bakti

sekolah dan memberi

tembok pembatas

antara TPA dan

sekolah

2 Defisit Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Siswa mau hadir saat 1. Siswa yang hadir putri 1 hari
pengetahuan kesiapan dan penyuluhan hampir 100%
tindakan
tentang kemampuan 2. Siswa menerima leaflet 2. Siswa menerima
keperawatan
menerima tentang PHBS leaflet tentang
kebersihan b.d
diharapkan tingkat informasi 3. Penyuluhan dilakukan PHBS
kurang
2. Sediakan hari selasa, 16 3. Penyuluhan
terpapar pengetahuan
materi media Nopember 2021 dilakukan hari
informasi meningkat dengan
pendidikan 4. Siswa aktif bertanya selasa, 16
kriteria hasil: SLKI kesehatan 5. Siswa mengerti tentang Nopember 2021

3. Jadwalkan PHBS 4. Siswa aktif


(2017), halaman
pendidikan bertanya
121, kode L.03030.
kesehatan 5. Siswa mengerti
1. Verbalisasai sesuai tentang PHB

kesepakatan
minat dalam belajar 4. Berikan

tentang PHBS kesempatan


bertannya
2. Kemampuan
5. Jelaskan faktor
menjelaskan tentang resiko yang

anemia pada ibu mempengaruhi


kesehatan
hamil meningkat
SIKI (2018),
3. Perilaku membaik halaman 65, kode

sesuai dengan I.12383.

pendidikan

kesehatan yang

diberikan
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
RW …..KELURAHAN ……..KECAMATAN……

NO Diagnosa keperawatan Kegiatan Waktu/tempat Peserta pelaksana Hambatan solusi

1 Defisit kesehatan Kerja bakti membuat Sabtu, 13 Seluruh Karyawan Tidak ada -
komunitas siswa SD wastafel dan memberi nofember 2021 karyawan sekolah, perawat
Airlangga b.d keterbatasan cuci tangan sekolah,
sumber daya (D.0110) perawat
2 Defisit pengetahuan Penyuluhan dan Selasa, 16 Siswa SD Perawat Tidak ada -
tentang kebersihan b.d demonstrasi Nofember Airlangga
kurang terpapar informasi 1. Mendiskusikan 2021
tentang
pentingnya
fasilitas
wastafel dan
sabun cuci
tangan di
sekolah
2. Mendiskusika
n tentang
manfaat
membawakan
anak bekal
makanan ke
sekolah bagi
kesehatan anak

3.6 Komponen Evaluasi

NO DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI

1. Defisit kesehatan Sabtu, 13 1. Tersedia 3 wastafel baru dan

komunitas siswa November tempat cuci tangan

SD Airlangga 2021 Pukul 2. Membangun tembok

b.d keterbatasan 08.00-09.00 pembatas antara TPA dan

sumber daya sekolah

(D.0110)
2. Defisit Selasa, 16 1. Peserta yang hadir 15 orang

pengetahuan Noveembe
2. 90% peserta FGD aktif dalam
tentang r 2019
kegiatan diskusi
kebersihan b.d Pukul
3. 100% peserta yang hadir
kurang terpapar 08.00-11.00
memahami pentingnya perilaku
informasi
hidup bersih dan sehat di sekolah

58
BAB IV

PENUTU

4.1 Kesimpulan

Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia

pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun. Pada usia sekolah, anak

memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih

muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan sosial-

emosial anak.

4.2 Saran

Pada kelompok anak usia sekolah yang memiliki sifat-sifat khusus, juga

diperlukan suatu intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan pada

kelompok mereka.

59
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi . Jakarta: Erlangga.

Gunarsa, D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta:

PT. BPK Gunung Mulia.

Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti Papas.

Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta: Book

EGC Medicine.

Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development. Bandung: PT.

Teen Rosdakarya.

Kartono, Kartini, 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sunarto,Kamanto,2000, Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Jakarta.

Sarwono. 2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Abdul .Wahib Dan Mustaqim, 1991. Psikologi Pendidikan,.Jakarta: Rineka Cipta.

Wilis, S.S. 2012. REMAJA DAN MASALAHNYA mengupas Berbagai Bentuk

Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung :

Afabeta

Fitri D, N, A. (2018). “SELF ESTEEM PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

UNTUK PENCEGAHAN KASUS BULLYING”. Malang. Jurnal Pemikiran


60
dan Pengembangan SD.

Prasetyo, Y.B. dkk. 2014. Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah Dalam

Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah Dasar

di Lombok Timur. Jurnal Kedokteran Yarsi 22 (2) : 102-113

http://scholar.unand.ac.id/41305/5/kti%20full%20isny.pdf

61

Anda mungkin juga menyukai