Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TYPOID

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Masa Bimbingan

Disusun oleh :
Suci Paradila
221FK03037
FK 1

PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis bias
menyelesaikan laporan makalah mengenai Demam Typoid.
Laporan makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Masa
Bimbingan Mahasiswa yang mana merupakan tugas kelompok dari salah satu
komponen yang harus dipenuhi pada masa bimbingan mahasiswa di Universitas
Bhakti Kencana Bandung.
Selain daripada melaksanakan tugas laporan makalah, pada hakikatnya
penulis belajar serta menambah wawasan akan pengetahuan Anxietas
Penulis berharap makalah ini bisa memberikan manfaat dan turut memperkaya
wawasan materi para pembaca.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga
penulis mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sehingga pada
penulisanselanjutnya bisa lebih sempurna.

Bandung, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan........................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................8
TINJAUAN TEORI...............................................................................................8
2.1 Definisi Demam Tifoid.............................................................................8
2.2 Penyebab...................................................................................................8
2.3 Penyebaran Kuman....................................................................................9
2.4 Patologi....................................................................................................10
2.5 Gambaran Klinik.....................................................................................11
2.6 Gambaran Klasik Demam Tifoid............................................................12
2.7 Komplikasi..............................................................................................15
2.8 Pengobatan..............................................................................................16
2.9 Epidemiologi dan Pencegahan................................................................18
BAB III..................................................................................................................22
Kesimpulan dan Saran .......................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................22
3.2 Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Thypoid fever atau demam tifus yang merupakan salah

satu penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri

salmonella typhi dan ditandai dengan demam atau kenaikan suhu

tubuh, penyakit ini sebagian besar menyerang pada anak- anak.

Dan dapat di tularkan melalui berbagai cara yaitu makanan, jari

tangan/ kuku, muntah, lalat, dan feses. Organisme Salmonella

Thypi ini masuk melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang terinfeksi

kuman Salmonella (Osman & Mulyantari, 2016).

Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) di

seluruh dunia terdapat 12 juta anak meninggal setiap tahunnya

akibat penyakit atau malnutrisi dan paling sering gejala awal

demam. Demam tifoid saat ini menjadi kasus yang termasuk

tinggi di dunia. Insiden penyakit demam tifoid sebanyak 22 juta/

tahun di dunia dan menyebabkan 216.000–600.000 kematian.

Adapun jumlah prevalensi di Asia Selatan menduduki tingkat

pertama dalam jumlah demam tifoid pada usia 5–15 tahun sebesar

400–500/100.000 penduduk, di susul oleh Asia pada anak usia 5–

15 tahun menunjukkan 180–194/100.000 penduduk, dan terendah

Asia Tenggara 100– 200/100.000 penduduk. Pada tahun 2014

World Health Organization (WHO) memperkirakan 21 juta kasus

1
2

demam tifoid, 200.000 diantaranya meninggal dunia setiap

tahun (Widoyono, 2011). Sedangkan prevalensi demam tifoid di

Indonesia saat ini untuk kasus demam tifoid sejumlah 55.098

jiwa, dengan angka kematian 2,06 % dari jumlah penderita.

Sehingga penyakit demam tifoid menjadi penyakit peringkat 10

penyakit terbesar di Indonesia (Riskesdas, 2013).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013

penyakit demam tifoid merupakan 10 penyakit terbanyak yang di

derita di Provinsi Jawa Timur, dengan jumlah 1774 penderita.

Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Di Kota Malang pada tahun

2018 jumlah penderita demam tifoid dalam kurun waktu tiga bulan

terakhir (Agustus – Oktober) terdapat sebanyak 172 penderita yang

terdiagnosa demam tifoid klinis dan widal positif. Jumlah

prevalensi tertinggi terdapat di Puskesmas Mulyorejo dengan

jumlah 45 penderita demam tifoid, disusul oleh Puskesmas kedung

kandang sebanyak 30 penderita demam tifoid dan yang terakhir di

Puskesmas Arjowinangu sebanyak 18 penderita demam tifoid. Hal

ini menunjukkan bahwa prevalensi penyakit demam tifoid di Kota

Malang masih tinggi. Berdasarkan jumlah tersebut dapat

disimpulkan bahwa penyakit demam tifoid merupakan salah satu

penyakit yang cukup tinggi angka kejadiannya dan akan

menimbulkan beberapa tanda dan gejala.

Pada penderita Thypoid fever atau demam tifoid tanda dan

gejala yang sering muncul adalah demam, baik pada orang dewasa

maupun anak-anak. Pada anak-anak demam merupakan suatu hal

2
3

yang membuat resah orangtua, karena dengan adanya demam atau

peningkatan suhu tubuh, anak mengalami perubahan-perubahan

sikap, perilaku, nafsu makan, dan kebiasaan pada anak. Hal ini

yang membuat orang tua menjadi khawatir akan keadaan anak

yang terkena demam tifoid (Widijanto, Juwono, & Scheiber, 2011).

Dampak yang akan ditimbulkan jika demam tidak ditangani

dengan benar dan penanganan lebih lanjut yaitu akan menyebabkan

dehidrasi yang terjadi akibat peningkatan penguapan cairan tubuh

sehingga tubuh bisa kekurangan cairan, demam diatas 42 °C bisa

menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), sedang dampak demam

banyak dialami anak yaitu kejang demam atau febrile convulsion,

sehingga dibutuhkan penangan yang tepat untuk menurunkan suhu

tubuh pada anak-anak dengan cara terapi non farmakologi (Antono,

2015).

Dalam menangani peningkatan suhu tubuh pada penderita

demam dapat dilakukan tindakan keperawatan mandiri yaitu

dengan melakukan Health Education kepada keluarga klien,

kompres hangat pada penderita untuk mengurangi peningkatan

suhu tubuh, pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk

mencegah dehidrasi serta beristirahat yang cukup dan juga

dibutuhkan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

antipiretik agar tidak terjadi komplikasi (Nurarif & Kusuma, 2015).

Kompres merupakan salah satu tindakan untuk menurunkan

produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas. Salah

satunya adalah kompres cuka dan kompres air hangat, terapi

3
4

kompres yang diberikan adalah pada daerah aksila dan lipatan

paha, dimana pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar

sehingga dapat memberikan rangsangan pada hipotalamus untuk

dapat menurunkan suhu tubuh. Tindakan kompres dapat dilakukan

oleh orangtua sendiri maupun perawat sebagai tindakan mandiri

keperawatan yang bersifat nonfarmakologi. (Potter & Parry, 2005).

Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui

proses evaporasi. Dengan air hangat menyebabkan suhu tubuh di

luar akan hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa

suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol

pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu tubuh,

dengan suhu di luar hangat akan membuat pembuluh darah tepi di

kulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit

akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga

akan terjadi penurunan suhu tubuh. Pemberian kompres air hangat

ini dilakukan di tempat tempat tertentu di bagian tubuh (Mohamad,

2011).

Pemberian kompres cuka memiliki penurunan suhu tubuh

yang lebih efektif karena cuka merupakan antibakteria yang dapat

mengurangi gejala atau peningkatan keparahan deman serta

mengandung asam asetat yang memiliki kemampuan membantu

tubuh untuk mudah menyerap mineral yang diperlukan. Kompres

cuka akan meningkatkan proses penguapan yang lebih baik dan

lebih aman untuk kulit, selain itu, rasa hangat adalah juga mampu

memberi sinyal di area hipotalamus sehingga set-point bergerak

4
5

untuk beradaptasi dengan stimulus dan menurunkan suhu tubuh

(Mohammed & Ahmed, 2012).

Dari hasil Penelitian Djuwariyah (2013), di RSUD

Banyumas membuktikan bahwa dalam menurunkan suhu tubuh

pada anak dengan demam lebih efektif menggunakan kompres

hangat dalam waktu 30-60 menit dengan nilai kompres air hangat

0,71 0C. Sedangkan Hasil penelitian Antono (2015) yang meneliti

tentang keefektifan kompres cuka pada pasien demam terbukti

dapat menurunkan suhu tubuh hingga 1,41oC setelah dilakukan

tindakan kompres cuka selama 15 menit.

Dapat simpulkan dari kedua metode diatas sama efektif

dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres cuka dapat digunakan

dalam pengobatan demam ketika kita perlu dengan cepat

menurunkan suhu tubuh pasien.

Hasil penelitian lain dari Permatasri (2012), di RSUD

Tugurejo Semarang mengemukakan bahwa kompres air hangat

lebih efektif dibandingkan kompres dingin dalam menurunkan

suhu tubuh pada anak dengan demam, nilai mean kompres air

hangat 25,09 > nilai mean kompres air biasa 9,91. Hasil penelitan

Hamid (2011), bahwa penelitiannya menggunakan kompres tepid

sponge di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember membuktikan

kompres tepid sponge efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada

anak dengan demam, dengan nilai penurunan suhu tubuh rata-rata

mencapai 1 0C. Untuk mengembangkan tindakan mandiri perawat,

perlu adanya penelitian- penelitian yang harus dilakukan oleh

5
6

profesi perawat terkait dengan tindakan mandiri perawat, sehingga

menjadi dasar yang ilmiah dan pedoman bagi perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan. Salah satu tindakan mandiri

perawat yang perlu dikembangkan adalah melakukan tindakan

kompres pada pasien yang mengalami kenaikan suhu tubuh,

terutama pada anak-anak.

Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa, angka

kejadian pasien demam tifoid cukup tinggi. Maka dari itu peneliti

tertarik untuk melakukan studi pendahuluan di Puskesmas

Mulyorejo karena jumlah pasien demam tifoid paling tertinggi di

Kota Malang. Sehingga peneliti tertarik untuk melakuan penelitian

dengan judul “Efektivitas Kompres Cuka Dan Kompres Air Hangat

Terhadapan Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Typoid

Fever.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas

peneliti ingin mengetahui “Apakah ada perbandingan keefektifitan

kompres cuka dan kompres air hangat terhadap penurunan suhu

tubuh anak pada pasien typhoid fever ?”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbandingan keefektifitan kompres cuka dan

kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh anak pada

pasien typhoid fever.

1.2.2 Tujuan Khusus

6
7

1. Mengidentifikasi suhu tubuh anak pada pasien typhoid

fever sebelum dan sesudah dilakukan kompres cuka.

2. Mengidentifikasi suhu tubuh anak pada pasien typhoid

fever sebelum dan sesudah dilakukan kompres air hangat.

3. Menganalisis perbedaan keefektifan kompres cuka dan

kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh anak

pada pasien typhoid fever.

7
8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Demam Typhoid

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan


kebersihan rendah, cenderungmeningkat dan terjadi secara
endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan
penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita
dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga
dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid
fever atau Entericfever. Demam tifoid adalah penyakit
sistemik  yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3
mingguyang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa
dan erupsi kulit. Demam tifoid(termasuk para-tifoid) disebabkan
oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S
paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebihringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.

2.2 Penyebab

Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri


golongan Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui
saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia
yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa
penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau
didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan
menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi
karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain

8
9

termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier


demam tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui
karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

2.3 Penyebaran Kuman

Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui


saluran cerna (mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus,
usus besar, dstnya). S typhi masuk ke tubuhmanusia bersama
bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara
penyebarannyamelalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita
yang kemudian secara pasif terbawaoleh lalat (kaki-kaki lalat).
Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran,maupun
buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan
manusia, sebagiankuman mati oleh asam lambung dan sebagian
kuman masuk ke usus halus. Dari usushalus itulah kuman beraksi
sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasilmelampaui
usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh
darah, danke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain).Jika demikiankeadaannya, kotoran dan air seni penderita
bisa mengandung kuman S typhi yang siapmenginfeksi manusia
lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari.
Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun
tidak menampakkan gejalasakit), kuman Salmonella bisa ada terus
menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. S. thypi
hanya berumah di dalam tubuh manusia. Oleh kerana itu, demam
tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya
kurang mengamalkan membasuhtangan manakala airnya mungkin
tercemar dengan sisa kumbahan.Sekali bakteria S. thypi dimakan
atau diminum, ia akan membahagi dan merebak kedalam saluran
darah dan badan akan bertindak balas dengan menunjukkan
beberapagejala seperti demam. Pembuangan najis di merata-rata
tempat dan hinggapan lalat (lipasdan tikus) yang akan

9
1
0

menyebabkan demam tifoid.

2.4 Patologi

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai


penghambat masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus.
Jika Salmonella spp masuk bersama-samacairan, maka terjadi
pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat
terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya
hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan
lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus
penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya
memasuki folikel-folikellimfe yang terdapat di dalam lapisan
mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengancepat untuk
menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu,
Salmonella sppmemasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia
pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat
dalam dindingkandung empedu atau secara tidak langsung melalui
kapiler-kapiler hati dan kanalikuliempedu, maka bakteria dapat
mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yanginfektif
terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih
berat daripadainvasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini
menimbulkan lesi yang luas pada jaringanlimfe usus kecil sehingga
gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakansalah
satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan
toksemia yang dalam.Berbagai macam organ mengalami kelainan,
contohnya sistem hematopoietik yangmembentuk darah, terutama
jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpadan
sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya
kadang-kadang padakolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi
B dapat menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon dan
lambung.Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid

10
1
1

terjadi nekrosis superfisial yangdisebabkan oleh toksin bakteri atau


yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan pembuluh-
pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel
tifoid). Mukosayang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang
dalam minggu ketiga akan lepassehingga terbentuk ulkus yang
berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang
ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak
dalam meskipuntidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus
dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang
nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahanyang hebat dapat
terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut
yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang
paling sering menimbulkankematian pada penderita demam tifoid.
Meskipun demikian, beratnya penyakit demamtifoid tidak selalu
sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akanmenimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya
perdarahan usus dan  perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi
ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahanusus dan perforasi
menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada
serangandemam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan
maupun perforasi.Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal
kadang-kadang masih tetap mengandungkuman Salmonella spp
sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan
urinarykarier penyakit tersebut.Akibatnya terjadi miokarditis
toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat
mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
Tromboflebitis, periostitisdan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
2.5 Gambaran Klinik 

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada

11
1
2

umumnya adalah 10-12 hari.Pada awal penyakit keluhan dan gejala


penyakit tidaklah khas, berupa :
- Anoreksia
- Rasa malas
- Sakit kepala bagian depan
- Nyeri otot
- Lidah kotor 
- Gangguan perut (perut meragam dan sakit)

2.6 Gambaran Klasik Demam Tifoid (Gejala Khas)


Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja
pun bisa langsung ditegakkan.Yang termasuk gejala khas Demam
tifoid adalah sebagai berikut.
o Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit
itu pada awalnya samadengan penyakit infeksi akut yang lain,
seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitusetinggi 39ºc hingga
40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual,
muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut
lemah, pernapasan semakin cepatdengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diaredan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih
sering terjadi. Khaslidah pada penderita adalah kotor di tengah,
tepi dan ujung merah serta bergetar atautremor. Episteksis dapat
dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering
dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan
menemukan demamdengan gejala-gejala di atas yang bisa saja
terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruamkulit (rash)
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen
disalah satusisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilangdengan sempurna. Roseola
terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa

12
1
3

makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling


sering pada kulit  perut, lengan atas atau dada bagian bawah,
kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksiyang berat, purpura
kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan
abdomenmengalami distensi.
o Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari
kemudian meningkat pada sore atau malam hari.Karena itu, pada
minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit
pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi
penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersamadengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan
peningkatansuhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang
ditandai dengan keadaan penderita yangmengalami delirium.
Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah
tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun,sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.
Gangguankesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain.
o Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali
di akhir minggu. Hal itu jikaterjadi tanpa komplikasi atau berhasil
diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
inikomplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,
akibat lepasnya kerak dariulkus. Sebaliknya jika keadaan makin
memburuk, dimana toksemia memberat denganterjadinya tanda-
tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak

13
1
4

terus,inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme


dan timpani masih terjadi, jugatekanan abdomen sangat meningkat
diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudianmengalami kolaps.
Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis
lokalmaupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya
perforasi usus sedangkankeringat dingin,gelisah,sukar bernapas
dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnyamemberi gambaran
adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik
merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita
demam tifoid pada minggu ketiga.
o Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal
minggu ini dapat dijumpaiadanya pneumonia lobar atau
tromboflebitis vena femoralis.
o Relaps
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan
demikia juga hanya menghasilkankekebalan yang
lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu
yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer
tetapi dapat menimbulkangejala lebih berat daripada infeksi primer
tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yangtidak diobati akan
mengakibatkan timbulnya relaps.
o Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel
najis atau darah bagi mengesankehadiran bakteri Salmonella spp
dalam darah penderita, dengan membiakkan darah padahari 14
yang pertama dari penyakit.Selain itu tes widal (O dah H
agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer
akansemakin meningkat sampai berakhirnya penyakit.
Pengulangan tes widal selang 2 harimenunjukkan peningkatan
progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)
menunjukkkandiagnosis positif dari infeksi aktif demam

14
1
5

tifoid.Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta


biakan urin pada mingguketiga dan keempat dapat mendukung
diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.Gambaran darah juga
dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada
hari kesepuluh dari demam, makaarah demam tifoid menjadi jelas.
Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear,maka berarti
terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan
yang cepatdari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita
waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu
mudah mendiagnosis karena gejala yangditimbulkan oleh penyakit
itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala-gejala
yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S
typhi, hanyamengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa
diberi obat. Hal itu bisa terjadi karenatidak semua penderita yang
secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadisakit.
Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan
seseorang dan dayatahannya, termasuk apakah sudah imun atau
kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yangmasuk ke saluran
cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung
tubuhmanusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap
enteng, misalnya nanti jugasembuh sendiri.

2.7 Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra –Intestinal~ Komplikasi Kardiovaskuler :
kegagalan sirkulasi perifer
(renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis

15
1
6

- Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia,


dan /atau DisseminatedIntravascular Coagulation (DIC) dan
Sindrom uremia hemolitik
- Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis
- Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis
dan kolesistitis~ Komplikasi
ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
- Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan
Artritis
- Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis
dan sindrom katatonia
2.8 Pengobatan
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan.Paasien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebihselama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.Pasien dengan kesadaran menurun, posisi
tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktutertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus.Defekasi dan buang air kecil harus dperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasidan retensi air kemih. Pengobatan
simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejalasimtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual,
muntah, danmeteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu
dibantu dengan paraffin atau lavasedengan glistering. Obat bentuk
laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapatmemberikan
akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.Pengobatan suportif
dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,

16
1
7

misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan


keseimbangan cairan, vitamin, danmineral yang dibutuhkan oleh
tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunandemam.
2. Diet

Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring,


kemudian bubur kasar danakhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padatdini,yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar)dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.3.
ObatObat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
o Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat
pilihan utama pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa
adalah 4 kali 500 mg perhari oralatau intravena,sampai 7 hari
bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol siuksinatintramuskuler
tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat
diramalkandan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan
kloramfenikol,demam pada demamtifoid dapat turun rata 5 hari.?
Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid
sama dengankloramfenikol.Komplikasi hematologis pada
penggunaan tiamfenikol lebih jarangdaripada klloramfenikol.
Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demamtiofoid dapat
turun rata-rata 5-6 hari
o Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :
Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan
kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2kali 2 tablet
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet
mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demamrata-rata turun d
setelah 5-6 hari.
o Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan
menurunkandemam,efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih
kecil dibandingkan dengankloramfenikol.Indikasi mutlak

17
1
8

penggunannnya adalah pasien demam tifoiddengan


leukopenia.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kgBBsehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.Dengan
Amoksisilin danAmpisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
o Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan
bahwasefalosporin generasi ketiga antara lain
Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksimefektif untuk demam
tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belumdiketahui
dengan pasti.
o Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoidtetapi
dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
o Furazolidon.

2.9 Epidemiologi Dan Pencegahan


EPIDEMIOLOGI 
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak
tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk
merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan
hidupumumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan
sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.
o Penyebaran Geografis dan Musim
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Penyebarannya tidak  bergantung pada iklim
maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah
yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
o Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu
lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa seringmengalami
dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh
sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti
bisa dilihat pada tabel di bawahini.

18
1
9

o Usia Persentase
12 – 29 tahun 70 – 80 %30 – 39 tahun 10 – 20 %> 40 tahun 5 – 10
%
o Langkah-langkah pencegahan
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B
(mengandung basil tifoid dan paratifoid Adan B yang dimatikan )
yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval10
hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan
demam tifoidJumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi,
yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun
manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun,
vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100
peratus.Minum air yang telah dimasak sahaja. Masak air sekurang-
kurangnya lima minit penuh(apabila air sudah masak, biarkan ia
selama lima minit lagi).Buat air batu menggunakan air yang
dimasak.Sekiranya sedang dalam perjalanan, gunakan air botol
atau minuman berdesis berkarbonat tanpa ais. Anda hendaklah
lebih berhati-hati dengan ais kacang atau air batucampur yang
menggunakan ais hancur, terutama sekali dalam keadaan
sekarang.Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa makan
di kedai, pastikan makananyang dipesan khas dan berada dalam
keadaan `berasap’ kerana baru diangkat dari dapur.Tudung semua
makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat. Letakkan
makanan ditempat tinggi.Gunakan penyepit, senduk, sudu atau
garpu bersih untuk mengambil makanan.Buah-buahan hendaklah
dikupas dan dibilas sebelum dimakan.Cuci tangan dengan sabun
dan air bersih sebelum menyedia atau memakan
makanan,membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau
selepas membuang air besar.Anda akan mendapati insiden tifoid
berkurangan dengan amalan ini yang sepatutnyamenjadi tabiat
seharian dan bukan hanya musim wabak.Pilih gerai dan pengendali

19
2
0

makanan yang bersih.Dalam keadaan sekarang, adalah baik


sekiranya orang ramai mengelak daripada membelimakanan atau
minuman daripada penjaja jalanan terutamanya yang menjual
minumansejuk.Hapuskan tempat pembiakan lalat-lalat bagi
mengelakkan pembiakan.Gunakan tandas yang
sempurna.Segeralah berjumpa doktor jika mengalami tanda-
tanda dijangkiti tifoid.Pusat Kawalan Penyakit Amerika Syarikat
mencadangkan dua tindakan asas bagimelindungi diri anda
daripada demam tifoid:
a. Rebus, masak, kupas atau lupakan sahaja.
Elakkan makanan serta minuman yang berisiko. Ini mungkin
mengejutkan anda tetapimelihat apa yang anda makan dan minum
terutamanya semasa dalam perjalanan adalahsama pentingnya
seperti anda mendapat pelalian.Dengan menghindari makanan
berisiko juga mampu melindungi diri anda daripada lain-lain
penyakit seperti cirit-birit, kolera/taun, disenteri dan hepatitis A.
b. Dapatkan pemvaksinan.
Jika anda menetap atau dalam perjalanan menuju ke negara
yang biasa diserang wabak demam kepialu, anda perlu
menimbangkan pemvaksinan menentang demam
kepialu.Berjumpalah dengan doktor untuk mengetahui lebih lanjut
tentang pilihan vaksin anda.
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman S. typhi
dibandingkan wanita karenaaktivitas di luar rumah lebih
banyak. Semua kelompok umur dapat tertular penyakittifoid, tetapi
yang banyak adalah golongan umur dewasa tua. Angka kejadian
demamtifoid tidak dipengaruhi musim, tetapi pada daerah-daerah
yang terjadi endemik demamtifoid, angka kejadian meningkat pada
bulan-bulan tertentu. Di Indonesia, angka kejadiandemam tifoid
meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan.
Hal ini banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat
pada musim tersebut dan penyediaan air bersih yang kurang

20
2
1

memuaskan.Demam tifoid masih merupakan masalah besar di


Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan
timbul sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia,masih
cukup tinggi berkisar antara 354-810 / 100.000 penduduk pertahun.
Di Palembangdari penelitian retrospektif selama periode 5 tahun
( 1990-1994) didapatkan sebanyak 83kasus ( 21,5 %) penderita
demam tifoid dengan hasil biakan darah salmonella positif
dari penderita yang dirawat dengan klinis demam tifoid. Demam
tifoid adalah penyakit yangumum di Indonesia.

21
2
2

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai


penghambat masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika
Salmonella spp masuk bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran
HCL yang mengurangi daya hambat terhadapmikroorganisme
penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan
menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga
Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus penderita dengan lebih
senang. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikellimfe
yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus,
bereplikasi dengancepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella
spp.

Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui


saluran cerna (mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus
besar, dstnya). S typhi masuk ke tubuhmanusia bersama bahan
makanan atau minuman yang tercemar.

3.2 Saran
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung
pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber
dari penyakit ini meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik.
Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan
pemahaman mengenai bagian-bagian yang terkait dengan demam
typoid, dan dapat mengetahui cara pencegahan yang benar.

22
2
3

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Inayah, Z. (2019). Biostatistika dan Aplikasi Program (M. R. Aqli
(ed.); 1st ed.).
Literasi Nusantara.
Akhtar, N. (2018). Knowledge , Attitude , and Practices of Community People Regarding
Typhoid Fever.
3, 379–383.
Al-aajem, B. M. R. (2020). Clinical and Hematological Manifestations of Typhoid Fever
in Children in Iraq. 1(1), 15–17. https://doi.org/10.1186/s12879-016-
2074.Mezal
Ambarwati, E. R., & Prihastuti. (2019). Gerakan masyarakat hidup sehat
(germas) mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebagai
upaya untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (phbs) sejak dini.
Celebes Abdimas: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 45–52.
http://journal.lldikti9.id/CER/index
Budiharto. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan GIGI (L. Juwono (ed.); 1st ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
https://books.google.co.id/books?id=KM5-oXu-
XCkC&pg=PT1&dq=metodologi+penelitian+kesehatan+notoatmodjo&hl=id&s
a=X
&ved=2ahUKEwit3bHq0NHtAhUm5nMBHbrnCCIQ6AEwAXoECAEQAg
#v=one page&q=analisis univariat&f=false
Cholifah, N. S. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Dengan
Kejadian Demam Tifoid Pada Orang Dewasa Di Puskesmas Balerejo Kabupaten
Madiun.
Dardi, N. S., & Ika, N. (2020). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Tifoid Di RSUD Lanto DG Pasewang Jeneponto. 1(1), 20–48.
Das, S. (2020). Knowledge Regarding Typhoid Fever among Mothers of Under 5 Children
in Selected Community of Bhaktapur , 2019. 5(10), 505–522.
Tjipto, B. W., & Kristiana, L. (2012). Kajian Faktor Pengaruh Terhadap
Penyakit Demam Tifoid Pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 12(4), 331–340. https://doi.org/10.22435/bpsk.v12i4.2712
Tjokroprawiro, A., Setiawan, P. B., Effendi, C., Santoso, D., & Soegiarto, G.
(2015). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.2: Fakultas Kedokteran Universitas
... - Google Buku.
Perpustakaan Nasional RI. https://books.google.co.id/books?
id=BICSDwAAQBAJ&pg=PA647&dq=etiologi+d
emam+tifoid&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjY-
LLr9fvsAhWOWX0KHdR_BD8Q6AEwAnoECAYQAg#v=onepage&q=eti
ologi demam tifoid&f=false
Wahyudi Rahmat Kartin Akune M. Sabir. (2019). Demam Tifoid dengan
Komplikasi Sepsis : Pengertian, Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah
Laporan Kasus. Urnal Medical Profession, 3(3), 220–225.
Wijaya, H. (2016). Metodologi Penelitian Pendidikan Teologi.
https://books.google.co.id/books?
id=UMWDCwAAQBAJ&pg=PA69&dq=kuesione
r+tertutup+penelitian+adalah&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi6n-
7Y08_tAhUFVH0KHVmRBroQ6AEwAnoECAIQAg#v=onepage&q=kuesi
oner tertutup penelitian adalah&f=false
Woo, J. H., Chang, M. S., & Kim, S. (2019). Management of typhoid fever -
23
2
4

Clinical and historical perspectives in Korea. Infection and Chemotherapy,


51(3), 33

24
2
5

Step1 kasus

Bertanya :
1. Putri aulia : apa yang dimaksud spenomegali?
2. Fanny :apa yang dimaksud hepatomegali?
3. Lala : apa yang dimaksud anoreksia ?
4. Dita : apa yang dimaksud konstipasi?
5. Vira : apa yang dimaksud malaise ?
6. Nadya : apa yang dimaksud salmonella typhia ?

Jawab :
1. lisna : pembesaran usus
2. Pembekaan hati
3. Sella : mual dan muntah
Lisna : pengurangan napsu makan
4. Femy : sulit bab
5. Lala: panas dingin
6. Putri aul : tipes
Shela : yang menyebabkan penyakit

B. Step 2
Bertanya
1. Silpa : apakah suhu tubuh 39c itu tinggi atau normal?
2. Putri : kenapa bisa terjadi pembesaran usus?
3. Dinda : apakah baik 110/80 mmhg itu tinggi atau rendah
4. Sela : kenapa pada pemeriksaan lidah kotor?
5. Dita :kenapa demam tersebut sore hari saja?
6. Suci :kenapa klien mengeluh nyeri ulu hati?

Jawab
1. Vira : tinggi, karena normalnya itu 37,6 c
Tinggi karena hipertenia
Rendah karena hipotermia
2. Vira : Karena kebersihan kurang baik dan terjadi pembekaan
3. Lisna : Termasuk tekanan normal
2
5
2
6

4. Vira :karena jajan dipinggir jalan sehingga bakteri nempel lidahnya kotor.
5. Vira :karena jajan dipinggir jalan sehingga bakteri nempel lidahnya kotor
6. Lisna : karena bakteri menyerang ke pencernaan

Kesimpulan Kasus :

Lisna : dikasus ini karena terjadinya sering jajan dipinggir jalan dan mengalami bakteri
di lidah kotor dan mengakitbatkan demam typ

2
6
1

Anda mungkin juga menyukai