Anda di halaman 1dari 6

Nama : Made Ngurah Jiyesta Wibawa

NIM : 019.06.0055
Kelas : A

Gangguan Saluran Pencernaan Bagian Atas


Oleh : dr. Amanukarti Resi Oetomo, Sp. PD-KGH, FINASIM.

Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Ulkus


peptikum insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta penduduk
terdiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 2030% dari prevalensi ulkus ini terjadi akibat
pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) terutama yang nonselektif.
OAINS digunakan secara kronis pada penyakit penyakit yang didasara inflamasi
kronis seperti osteoathritis. Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko
terjadi ulkus peptikum.
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung dan
faktor perusak (aggressive) lambung. Kedua faktor ini, bekerja secara seimbang,
sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/ luka. Faktor perusak lambung
meliputi (1) faktor perusak endogen/ berasal dari dalam lambung sendiri antara lain
HCL, pepsin dan garam empedu; (2) faktor perusak eksogen, misalnya (obat-
obatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk melawan
atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/ sistem pertahanan pada
lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2) epitel; (3) post epitel.
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai
injurasi dengan dasar tukak tertutup debris. Ulkus petikum merupakan erosi lapisan
mukosa biasanya dilambung atau duodenum. Ulkus peptikum adalah keadaan
terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas dibawah epitel atau kerusakan pada
jaringan mukosa, sub mukosa tinggal lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna
yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin.
Diketahui terdapat dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu,
infeksi Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID.
Infeksi Helicobacterpylori
Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori dan
penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat akibat
Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam salah satu
penelitian, pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan penderita
ulkus duodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung positif terinfeksi
Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit putih dibandingkan ras
yang tidak berkulit putih.
NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab umum.
Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa rentan
rusak. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAID menderita efek
samping pada saluran gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko ulkus duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus
peptikum sebelumnya, umur yang sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID
dengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit penyerta
yang parah.
Penelitian jangka panjang ditemukan bahwa pasien dengan penyakit artritis
dengan umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin dosis
rendah dapat meningkatkan resiko dispepsia yang cukup parah apabila
menghentikan penggunaan NSAID. Walaupun prevalensi kerusakan saluran
gastrointestinal akibat penggunaan NSAID pada anak tidak diketahui, sepertinya
bertambah, terutama pada anak-anak dengan penyakit artritis kronis yang diobati
dengan menggunakan NSAID. Ditemukan kasus ulserasi lam bung dari
penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada anak -anak
Terdapat beberapa klasifikasi dari ulkus peptikum :
Ulkus duodenal
Insiden : usia 30-60 tahun.
Pria : Wanita 3 : 1
Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung.
Tanda dan gejala :
Hipersekresi asam lambung, bb naik, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan, sering
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi, muntah, lebih mungkin terjadi
perforasi daripada ulkus lambung.
Kemungkinan malignasi: jarang
Faktor risiko : golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok,
stress.
Ulkus lambung
Insiden : biasanya 50 tahun lebih.
Pria : wanita 2:1
Tanda dan gejala :normal sampai hiposekresi , penurunan BB, nyeri terjadi setelah
makan, jarang terbangun pada saat tidur malam hari, muntah. Kemungkinan
malignasi : kadang-kadang. Faktor risiko: gastritis, alkohol, merokok.
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrocchlorida dan pepsin).
Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin,
atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang
rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap
asam klorida. Sekresi lambung terjadi pada3 fase yang serupa :
Sefalik
Fase pertama ini di mulaidengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal.
Fase lambung
Pada fase ini asam lambung di lepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal meyebabkan
sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(di anggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Gambar 1. Patofisiologi
Ulkus peptikum dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa :
• Nyeri abdomen seperti ditusuk-tusuk (dispepsia) sering berlangsung lama dan
muncul saat makan. Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrium, dan
sering bersifat ritmik.
• Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam hari)
sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling sering
terjadi
• Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama malam adalah ulkus gaster.
Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.
• Nyeri sering hilang timbul: nyeri sering terjadi setiap hari selama beberapa
minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan selanjutnya
• Penurunan BB juga biasanya menyertai ulkus gaster. Penambahan berat badan
dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum akibat makan dapat
meredakan rasa tidak nyaman.
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan bias berupa pemeriksaan
endoskopi (gastroskopi) dengan biopsi dan sitologi, pemeriksaan dengan barium,
pemeriksaan radiologi pada abdomen, analisis lambung, pemeriksaan laboratorium
kadar Hb, Ht, dan pepsinogen.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan
untuk kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi
Helicobacterpylori, penggunaan NSAID dan merokok. Waktu penyembuhan ulkus
tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang besar dan kecil bisa sembuh
dalam waktu yang relatif sama jika terapinya efektif. Ulkus yang besar memerlukan
waktu yang lebih lama untuk sembuh
Berikut merupakan penatalaksanaan dari ulkus peptikum :
Bedah
Pembedahan sekarang tidak digunakan lagi dalam penatalaksaan ulkus peptikum,
kecuali pada saat keadaan darurat.
Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus digunakan
terus-menerus dan menghasilkan efek samping.
H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikumterungkap ketika H2
reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti cimetidine dan ranitidine
dipakai di pakai diseluruh dunia.
Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal. Omeprazole
merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan secara
permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan kombinasi terapi
antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi endoskopi, seperti
menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar pendarahan berhenti.
Kesimpulan, Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas
mukosa yang meluas dibawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub
mukosa tinggal lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung
berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin.

DAFTAR PUSTAKA
Anand, B,. S., Katz., J., 2012., Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor, Departement of Internal Medicine, Division of Gastroentrology, Baylor
College of Medicine. Available from:
http:// emedicine.medscape.com/laccessed 1.5 April 2013
Corwin, 2009. Buku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions
Classification (NIC) (5th.ed.). America: Mosby Elsevier.
Moorhed, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC). (5th. Ed.) United states of America: Mosby Elsevier.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Sanusi, Iswan A., 2011. Tukak Lambun. Dalam: Rani, Aziz., Simadibrata, M., Syam,
A. F., (eds). Buku Ajar Ganstroentrologi. Jakarta: pusat Penerbitan Ilmu Peyakit
Dalam.
Tarigan, Hendry Guntur. 2009. Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai