Perspektif Gender Dalam AWK - Kelompok 4 (REV)
Perspektif Gender Dalam AWK - Kelompok 4 (REV)
Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Surip, S.Pd., M.Si.
Mata Kuliah :
Analisis Wacana
Oleh :
KELOMPOK 4
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Surip, S.Pd.,
M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah analisis wacana yang merupakan mata kuliah
wajib dan diselenggarakan di seluruh Program Studi Sastra Indonesia. Di dalamnya
membahas dasar-dasar teoritis berupa pengantar mengenai analisis wacana yang nantinya
akan menjadi bekal mahasiswa/i untuk mengkaji di kehidupan sosial pada pembahasan mata
kuliah selanjutnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Analisis wacana sebagai salah satu disiplin ilmu dengan metodologi yang
eksplisit dapat dikatakan sebagai ilmu baru karena perkembangannya baru dilihat
pada awal tahun 70-an dan bersumber pada tradisi keilmuan Barat. Istilah analisis
wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih
lengkap sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak cukup bila dianalisis dengan
menggunakan aspek struktur dan maknanya saja. Sehingga memalui analisis wacana
dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang
dimaksud dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Dalam analisis wacana, kita
mengenal kajian terkait relasi makna dan jenis-jenisnya. Hal itu dapat dibuktikan
dalam ragam dan contoh-contoh. Kajian relasi makna muncul karena kajian jenis ini
selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga
menghubungkannya dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan
domain-domain kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam kajian
ini terdapat berbagai macam faktor yang melatarbelakanginya, namun hanya
ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu keutuhan dalam memahami segala
jenis wacana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gender dijelaskan?
2. Bagaimana representasi gender dalam masyarakat dan media?
3. Bagaimana awk Sara Mills bekerja dalam menuntaskan wacana-wacana terkait
gender?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami hakikat, pengertian serta bentuk analisis
wacana yang akan semakin memudahkan kita dalam melakukan pemahaman
mengenai konsep dasar sebagai pengantar materi analisis wacana. Serta dapat menjadi
modal dalam mempelajari lebih lanjut materi-materi analisis wacana.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gender
5
B. Representasi Gender dalam Masyarakat dan Media
Perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan
bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok
untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut,
keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak,
memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat
karena itu dibentuk oleh manusia. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality). Namun
timbul persoalan dimana perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan,
walaupun laki-laki tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban ketidakadilan
gender tetapi perempuan masih tetap menduduki posisi tertinggi sebagai korban
ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain seperti
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, Subordinasi atau anggapan tidak
penting dalam keputusan politik, stereotype atau pelabelan negative, kekerasan, beban
kerja lebih panjang dan lebih banyak, sosialisasi ideology nilai peran gender (Fakih,
1996:12).
Beragam bentuk ketidakadilan gender di atas saling berkaitan. Marginalisasi
atau proses pemiskinan ekonomi terjadi karena adanya stereotype tertentu atas kaum
perempuan dan itu mengakibatkan subordinasi, kekerasan kepada perempuan yang
akhirnya terisolasi dalam keyakinan, ideology dan visi kaum perempuan sendiri.
Bentuk-bentuk stereotip itu berakar dari budaya Indonesia sendiri yang kemudian
pada masa sekarang diadopsi oleh media-media dan membuat stereotip tersebut
menjadi sangat parah. Salah contoh kasus yang paling marak adalah representasi
perempuan dalam televisi, terutama iklan. Stereotipe terhadap perempuan seperti
lebih mudah dijelaskan dengan bertitik tolak pada wacana yang menempatkan
perempuan pada posisi yang negatif dan tak berdaya. Masyarakat manapun, termasuk
Indonesia masih memegang stereotip bahwa laki-laki berada di wilayah kiri (aktif,
beradab, rasional, cerdas) sedangkan perempuan di wilayah kanan (pasif, dekat
dengan alam, emosional, kurang cerdas). Iklan-iklan yang membuat standar tubuh
perempuan ideal membuktikan bagaimana laki-laki (lebih banyak dibagian produksi
iklan) menciptakan perempuan untuk sesuai dengan fantasi mereka tentang
“perempuan sexy atau cantik”. Model-model perempuan adalah obyek yang dikreasi
6
untuk mencapai fantasi tersebut, sedangkan laki-laki adalah penciptanya. Tidak hanya
iklan, stereotip ini menempatkan perempuan pada posisi yang dirugikan. Melalui
citra-citra atau image-image yang diciptakannya, iklan diharapkan mampu mengubah
perilaku seseorang, menciptakan permintaan konsumen dan juga mampu membujuk
orang agar berpartisipasi dalam kegiatan konsumsi, yang pada akhirnya mereproduksi
masyarakat konsumen (Ratna Noviani, 2002 : 14).
Selain perempuan dan stereotip domestiknya, masyarakat juga wajib terbuka
dengan gender lain, diluar laki-laki dan perempuan. Mereka-mereka itu seringkali
dihadapkan berbagai stereotip dan menjadi sasaran dalam berbagai hal yang buruk,
sebab apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan fatal, berada diluar
konformitas masyarakat. Lingkungan masyarakat yang cishetero membuat mereka
termarginalisasi dalam hal dan bidang apapun. Satu masalah yang paling konkrit
adalah keterbatasan mereka dalam merasakan fasilitas negara dan di banyak kejadian
mereka juga kesusahan soal profesi, pekerjaan-pekerjaan rendahan lebih ditujukan
untuk mereka.
Analisis wacana kritis (AWK) menyediakan teori dan metode yang bisa
digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara
wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang
berbeda. Sara Mills menitik beratkan perhatiannya pada wacana mengenai feminisme
ditampilkan pada media, menunjukkan cara kerja media bias dalam menampilkan
wanita. Dengan demikian apa yang ditampilkan oleh Sara Mills dikenal dengan
perspektif feminis. Mills meyakini bahwa teks maupun gambar secara tidak langsung
berkomunikasi dengan khalayak. Oleh karena itu Mills memusatkan perhatian pada
gender danposisi subjek-objek. Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan dalam
analisis: pertama, bagaimana aktor sosial dalam film tersebut diposisikan dalam
pemberitaan. Siapa pihak yang diposisikan dalam film dan apa akibatnya. Kedua,
bagaimana subjek-objek diposisikan dalam film. Teks dimaknai di sini sebagai hasil
negoisasi antara subjek dan objek. Disini tentu saja bisa bermakna objek macam apa
yang diimajinasikan oleh subjek dalam film. Jika konteksnya pada film, perspektif
soal gender akan begini:
7
Posisi Subjek-objek : Bagaimana peristiwa dilihat,dari kacamata siapa peristiwa itu
dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi
objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial
mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah
kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/orang lain.
Posisi : Bagaimana posisi perempuan sebagai objek ditampilkan sutradara dalam film.
Bagaimana objek memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada
kelompok manakah khalayak penonton mengidentifikasi dirinya.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AWK berorientasi pada banyak hal, tak berhenti hanya pada teks maupun konteks
dari permukaan saja. Upaya atau proses tersebut berguna untuk memberi penjelasan dari
sebuah teks atau realitas sosial yang sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok
dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa
yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan.
Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si
penulis dari berbagai faktor. Dalam pembahasan ini, awk berkutat pada perspektif
gender. Salah satu tokoh awk yang terkenal dan seringkali dipakai dalam penelitian-
penelitian awk berbasis gender ialah Sara Mills. Teori tingkatannya terkait gender dapat
dipakai sebagai pisau bedah dalam mengkaji jenis wacana apapun yang kemudian
menemukan relasi kuasa, ketimpangan gender atau hal apapun terkait gender. Apa yang
menjadi hasil analisis dalam awk, tak pernah lepas dari konteks budaya, seseorang harus
memerhatikan bentuk dan tujuan analisisnya.
B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan, agar teman-teman
mahasiswa/siswi penerus bangsa memiliki wawasan luas seputar analisis wacana, juga
mengetahui perkembangan dan eksistensi analisis wacana di masa sekarang guna
menumbuhkan sebuah sikap mengapresiasi terhadap ilmu linguistik, khususnya analisis
wacana.
9
DAFTAR PUSTAKA
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. cet. ke-4. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Meutia, Fadhillah Sri. 2017. MEMBACA “TINUNG” DALAM FILM CA BAU
KAN: Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif Gender, Dakwah Tabligh,
18(1). UNJ Press.
Jorgensen, Marianne. Philips, Louise. 2010. Analisis wacana Teori dan Metode.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kartini, Ade. Maulana, Asep. 2019. REDEFINISI GENDER DAN SEKS, Kajian
Perempuan & Keislaman, 12(2). Jember: IAIN Press.
10