Anda di halaman 1dari 10

Perspektif Gender dalam AWK

Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Surip, S.Pd., M.Si.

Mata Kuliah :
Analisis Wacana

Oleh :
KELOMPOK 4

Rifky Alfarisyi Al-Ikhsan NIM. 2193210005


Yessy Kristin Wate NIM. 2192510007
Netty Bayani Harahap NIM. 2191210010
Syafril Hikbal Pane NIM. 2192510011

PROGRAM STUDI S1 SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
APRIL 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penyusun ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Surip, S.Pd.,
M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah analisis wacana yang merupakan mata kuliah
wajib dan diselenggarakan di seluruh Program Studi Sastra Indonesia. Di dalamnya
membahas dasar-dasar teoritis berupa pengantar mengenai analisis wacana yang nantinya
akan menjadi bekal mahasiswa/i untuk mengkaji di kehidupan sosial pada pembahasan mata
kuliah selanjutnya.

Karena sifatnya membantu, maka seyogyanya mahasiswa/i yang lain dapat


melengkapi makalah ini dengan bahan bacaan materi yang lain sehingga akan membantu dan
memahami materi yang sebelumnya telah disajikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penyusun nantikan. Semoga pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih
baik lagi.

Medan, April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 5
A. Gender ................................................................................................................ 5
B. Representasi Gender dalam Masyarakat dan Media .......................................... 6
C. AWK dalam Persepktif Gender Sara Mills ........................................................ 7
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 9
A. Kesimpulan......................................................................................................... 9
B. Rekomendasi/Saran............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Analisis wacana sebagai salah satu disiplin ilmu dengan metodologi yang
eksplisit dapat dikatakan sebagai ilmu baru karena perkembangannya baru dilihat
pada awal tahun 70-an dan bersumber pada tradisi keilmuan Barat. Istilah analisis
wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih
lengkap sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak cukup bila dianalisis dengan
menggunakan aspek struktur dan maknanya saja. Sehingga memalui analisis wacana
dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang
dimaksud dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Dalam analisis wacana, kita
mengenal kajian terkait relasi makna dan jenis-jenisnya. Hal itu dapat dibuktikan
dalam ragam dan contoh-contoh. Kajian relasi makna muncul karena kajian jenis ini
selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga
menghubungkannya dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan
domain-domain kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam kajian
ini terdapat berbagai macam faktor yang melatarbelakanginya, namun hanya
ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu keutuhan dalam memahami segala
jenis wacana.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gender dijelaskan?
2. Bagaimana representasi gender dalam masyarakat dan media?
3. Bagaimana awk Sara Mills bekerja dalam menuntaskan wacana-wacana terkait
gender?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami hakikat, pengertian serta bentuk analisis
wacana yang akan semakin memudahkan kita dalam melakukan pemahaman
mengenai konsep dasar sebagai pengantar materi analisis wacana. Serta dapat menjadi
modal dalam mempelajari lebih lanjut materi-materi analisis wacana.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gender

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan


perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan
yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil.
Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan
ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).
Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang
pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan
dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta
cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender
secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam
masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran,
tanggung jawab, fungsi, dan bahkan ruang dan tempat saat manusia beraktivitas.
Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga
kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi
sebagaimana kepermanenan dan keabadian ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan
dan laki-laki. Istilah gender, belum ada dalam perbendaharaan kamus besar Bahasa
Indonesia. Kata gender berasal dari Inggris, gender berarti jenis kelamin. Gender
dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan perilaku. Secara kodrat, nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui
adanya perbedaan (discrimination) antara laki-laki dengan perempuannya yaitu dalam
aspek biologis. Perbedaan secara biologis antara laki-laki dengan perempuan yaitu
senantiasa digunakan untuk menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian
status, hak-hak, peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang
dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki yang dikontruksikan
secara sosial. Dimana peran-peran sosial tersebut dikontruksikan secara sosial.
Dimana peran-peran sosial tersebut bisa dipelajari, berubah dari waktu ke waktu, dan
beragam menurut budaya dan antar budaya.

5
B. Representasi Gender dalam Masyarakat dan Media

Perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan
bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok
untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut,
keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak,
memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat
karena itu dibentuk oleh manusia. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality). Namun
timbul persoalan dimana perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan,
walaupun laki-laki tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban ketidakadilan
gender tetapi perempuan masih tetap menduduki posisi tertinggi sebagai korban
ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain seperti
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, Subordinasi atau anggapan tidak
penting dalam keputusan politik, stereotype atau pelabelan negative, kekerasan, beban
kerja lebih panjang dan lebih banyak, sosialisasi ideology nilai peran gender (Fakih,
1996:12).
Beragam bentuk ketidakadilan gender di atas saling berkaitan. Marginalisasi
atau proses pemiskinan ekonomi terjadi karena adanya stereotype tertentu atas kaum
perempuan dan itu mengakibatkan subordinasi, kekerasan kepada perempuan yang
akhirnya terisolasi dalam keyakinan, ideology dan visi kaum perempuan sendiri.
Bentuk-bentuk stereotip itu berakar dari budaya Indonesia sendiri yang kemudian
pada masa sekarang diadopsi oleh media-media dan membuat stereotip tersebut
menjadi sangat parah. Salah contoh kasus yang paling marak adalah representasi
perempuan dalam televisi, terutama iklan. Stereotipe terhadap perempuan seperti
lebih mudah dijelaskan dengan bertitik tolak pada wacana yang menempatkan
perempuan pada posisi yang negatif dan tak berdaya. Masyarakat manapun, termasuk
Indonesia masih memegang stereotip bahwa laki-laki berada di wilayah kiri (aktif,
beradab, rasional, cerdas) sedangkan perempuan di wilayah kanan (pasif, dekat
dengan alam, emosional, kurang cerdas). Iklan-iklan yang membuat standar tubuh
perempuan ideal membuktikan bagaimana laki-laki (lebih banyak dibagian produksi
iklan) menciptakan perempuan untuk sesuai dengan fantasi mereka tentang
“perempuan sexy atau cantik”. Model-model perempuan adalah obyek yang dikreasi

6
untuk mencapai fantasi tersebut, sedangkan laki-laki adalah penciptanya. Tidak hanya
iklan, stereotip ini menempatkan perempuan pada posisi yang dirugikan. Melalui
citra-citra atau image-image yang diciptakannya, iklan diharapkan mampu mengubah
perilaku seseorang, menciptakan permintaan konsumen dan juga mampu membujuk
orang agar berpartisipasi dalam kegiatan konsumsi, yang pada akhirnya mereproduksi
masyarakat konsumen (Ratna Noviani, 2002 : 14).
Selain perempuan dan stereotip domestiknya, masyarakat juga wajib terbuka
dengan gender lain, diluar laki-laki dan perempuan. Mereka-mereka itu seringkali
dihadapkan berbagai stereotip dan menjadi sasaran dalam berbagai hal yang buruk,
sebab apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan fatal, berada diluar
konformitas masyarakat. Lingkungan masyarakat yang cishetero membuat mereka
termarginalisasi dalam hal dan bidang apapun. Satu masalah yang paling konkrit
adalah keterbatasan mereka dalam merasakan fasilitas negara dan di banyak kejadian
mereka juga kesusahan soal profesi, pekerjaan-pekerjaan rendahan lebih ditujukan
untuk mereka.

C. AWK dalam Perspektif Gender Sara Mills

Analisis wacana kritis (AWK) menyediakan teori dan metode yang bisa
digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara
wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang
berbeda. Sara Mills menitik beratkan perhatiannya pada wacana mengenai feminisme
ditampilkan pada media, menunjukkan cara kerja media bias dalam menampilkan
wanita. Dengan demikian apa yang ditampilkan oleh Sara Mills dikenal dengan
perspektif feminis. Mills meyakini bahwa teks maupun gambar secara tidak langsung
berkomunikasi dengan khalayak. Oleh karena itu Mills memusatkan perhatian pada
gender danposisi subjek-objek. Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan dalam
analisis: pertama, bagaimana aktor sosial dalam film tersebut diposisikan dalam
pemberitaan. Siapa pihak yang diposisikan dalam film dan apa akibatnya. Kedua,
bagaimana subjek-objek diposisikan dalam film. Teks dimaknai di sini sebagai hasil
negoisasi antara subjek dan objek. Disini tentu saja bisa bermakna objek macam apa
yang diimajinasikan oleh subjek dalam film. Jika konteksnya pada film, perspektif
soal gender akan begini:

7
Posisi Subjek-objek : Bagaimana peristiwa dilihat,dari kacamata siapa peristiwa itu
dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi
objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial
mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah
kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/orang lain.

Posisi : Bagaimana posisi perempuan sebagai objek ditampilkan sutradara dalam film.
Bagaimana objek memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada
kelompok manakah khalayak penonton mengidentifikasi dirinya.

Tingkatan diatas menggambar bentuk-bentuk analisis dari teori Sara Mills.


Contoh analisis yang dapat kelompok penyaji berikan, mungkin dari cuplikan adegan
dari film ini:

Pada gambar di atas, peristiwanya adalah beberapa orang yang melakukan


dance/tarian. Berdasarkan pengamatan kelompok penyaji, subjek yang atraktif adalah
laki-laki. Namun, yang dalam adegan tersebut bukan hanya laki-laki, ada juga
perempuan yang kemudian mengenakan pakaian kurang bahan, tetapi keberadaannya
hanya seperti pajangan saja. Dapat dipastikan ini adalah bentuk male gaze, yang
dimana para perempuan hadir tetapi pasif, dan seutuhnya hanya menjadi objek
pemuas laki-laki, meliputi penonton atau dancer laki-laki. Konstruksi adegan
semacam ini dapat dikembalikan kepada sutradara yang menginginkan adegan.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

AWK berorientasi pada banyak hal, tak berhenti hanya pada teks maupun konteks
dari permukaan saja. Upaya atau proses tersebut berguna untuk memberi penjelasan dari
sebuah teks atau realitas sosial yang sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok
dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa
yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan.
Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si
penulis dari berbagai faktor. Dalam pembahasan ini, awk berkutat pada perspektif
gender. Salah satu tokoh awk yang terkenal dan seringkali dipakai dalam penelitian-
penelitian awk berbasis gender ialah Sara Mills. Teori tingkatannya terkait gender dapat
dipakai sebagai pisau bedah dalam mengkaji jenis wacana apapun yang kemudian
menemukan relasi kuasa, ketimpangan gender atau hal apapun terkait gender. Apa yang
menjadi hasil analisis dalam awk, tak pernah lepas dari konteks budaya, seseorang harus
memerhatikan bentuk dan tujuan analisisnya.

B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan, agar teman-teman
mahasiswa/siswi penerus bangsa memiliki wawasan luas seputar analisis wacana, juga
mengetahui perkembangan dan eksistensi analisis wacana di masa sekarang guna
menumbuhkan sebuah sikap mengapresiasi terhadap ilmu linguistik, khususnya analisis
wacana.

9
DAFTAR PUSTAKA

Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. cet. ke-4. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Meutia, Fadhillah Sri. 2017. MEMBACA “TINUNG” DALAM FILM CA BAU
KAN: Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif Gender, Dakwah Tabligh,
18(1). UNJ Press.
Jorgensen, Marianne. Philips, Louise. 2010. Analisis wacana Teori dan Metode.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kartini, Ade. Maulana, Asep. 2019. REDEFINISI GENDER DAN SEKS, Kajian
Perempuan & Keislaman, 12(2). Jember: IAIN Press.

10

Anda mungkin juga menyukai