Anda di halaman 1dari 6

Patient safety atau keselamatan pasien menjadi salah satu parameter

akreditasi rumah sakit yang tercantum dalam  Undang-Undang  No.44 Tahun 2009

yang menyebutkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib

melakukan standar keselamatan pasien. Salah satu upaya untuk meningkatan mutu

pelayanan yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai di rumah sakit haruslah dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir,

dan menggunakan proses yang efektif.

Rumah sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan obat

yang efektif, dan perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat untuk

meningkatkan keamanan, khususnya obat yang perlu diwaspadai (high-alert

medication). High-alert medication adalah obat yang harus diwaspadai karena sering

menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event) dan obat

yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Obat

kewaspadaan tinggi merupakan sejumlah obat yang memiliki risiko yang dapat

membahayakan pasien jika obat tersebut digunakan secara keliru. Obat yang

tergolong kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang terlihat mirip dan

kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip /NORUM, atau Look Alike

Sound Alike/LASA),  elektrolit konsentrasi tinggi, obat-obat sitostatika serta obat

yang digunakan di UGD dan ICU.

Obat high alert adalah obat yang menyebabkan resiko tinggi ketika terjadi

kesalahan dalam pemberiannya. Untuk menjamin patient safety maka obat-obat

yang tergolong high alert harus dikelola dengan sangat baik. Pengelolaan obat high

alert dimulai dari pengadaan, penyimpanan, pelabelan dan pendistribusian.


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan obat high alert di

Instalasi Farmasi RSUD Arga Makmur. Metode Evaluasi

dilakukan dengan cara survey langsung terhadap obat high alert yang ada di

Gudang Dan Apotek. Hasil Evaluasi dianalisa secara

deskriptif. Analisa data meliputi penyimpanan

pada rak terpisah, pemberian garis merah pada rak, pemberian label pada wadah

obat, penambahan label pada elektrolit pekat, pemberian label setiap obat pada

satuan terkecil dan penyimpanan obat high alert sekaligus LASA.

Untuk perencanaan obat High-Alert dan obat Look-Alike Sound Alike (LASA)

Rumah Sakit dilakukan oleh penanggung jawab perbekalan farmasi berdasarkan

data rekapan penggunaan obat yang telah terintegrasi dalam sistem informasi

rumah sakit. Sistem akan mengolah data penggunaan obat High-Alert dan obat

Look-Alike Sound Alike (LASA) untuk disesuaikan dengan batas minimal dan

maksimal obat yang harus tersedia dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel.

Daftar obat High-Alert dan obat Look-Alike Sound Alike (LASA) yang akan dibeli

dicetak setiap harinya menggunakan dasar data penggunaan obat sebelumnya yang

sangat dinamis. Daftar ini menjadi dasar untuk pembelian obat yang dilakukan setiap

hari.

Perencanaan obat di RS dilakukan setiap akhir bulan, yang kemudian akan

dibagi lagi ke dalam perencanaan mingguan. Perencanaan ini disusun dengan

mengelompokkan menggunakan metode ABC, metode konsumsi, dan metode

epidemiologi dengan melihat pemakaian obat pada periode 1 minggu sebelumnya,

dan sisa persediaan obat.


Perencanaan dengan metode ABC, metode konsumsi, dan metode

epidemiologi memberikan informasi yang cukup akurat tentang jumlah obat yang

harus dibeli. Metode ini menganalisis kecenderungan penggunaan obat dan

membuat asumsi tentang faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi

permintaan untuk masing-masing obat selama periode kuantifikasi. Kebijakan

perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit bertujuan untuk mencegah

kekosongan selama pemesanan (King, 2011). Proses ini diawali dari informasi

ketersediaan obat High-Alert dan obat Look-Alike Sound Alike (LASA), jumlah stok

minimal, rata-rata pemakaian perhari, rata-rata pemakaian maksimal per hari

dengan mempertimbangkan lead time obat. Lead time obat rumah sakit ditetapkan

sama untuk semua obat. 

Prinsip Umum Penanganan High-Alert Medication

1.    Penyimpanan

a.    High alert medication disimpan di laci atau lemari di area yang terkunci dan

terpisah dari produk lain.

b.    Setiap high alert medication diberikan label “High-Alert” yang berwarna merah

pada sisi depan kemasan tanpa menutupi informasi yang ada pada kemasan

c.    Setiap elektrolit konsentrat disimpan di farmasi, kecuali NaHCO3 8.4% di

simpan juga di ICU/ ICCU, dan UGD. MgSO4 ≥ 20% disimpan di farmasi,

emergency kit di UGD dan ruang bersalin.

d.    Narkotika disimpan dalam lemari yang kokoh, tidak mudah dipindahkan dan

memiliki dua kunci yang berbeda.


e.    Obat anestesi disimpan di tempat yang hanya bisa diakses oleh dokter, perawat

dan staf farmasi

f.     Obat sitostatika, Insulin dan heparin hanya disimpan di farmasi atau di area

yang terkunci di mana obat diresepkan.

g.    Dextrose ≥ 20% hanya disimpan di Farmasi, UGD, ICU dan troli emergensi

h.    Penyimpanan obat NORUM dipisahkan, tidak diletakkan bersebelahan, dan

harus diberikan label “LASA”

2.    Peresepan Obat Hight Alert

a.    Membuat panduan penetapan dosis untuk antikoagulan, narkotik, insulin, dan

sedasi sesuai panduan praktek klinik dan clinical pathway

b.    Tulisan resep jelas dan lengkap

c.    Berat badan pasien harus ditimbang untuk obat-obat yang perlu diresepkan

sesuai berat badan pasien

3.    Penyiapan dan Distribusi Obat Hight Alert

a.    Independent double check dilakukan oleh dua staf yang berbeda pada tahap

penyiapan dan distribusi obat kemudian didokumentasikan dengan pemberian paraf

di lembar pemesanan obat.


b.    Pengenceran elektrolit konsentrat

c.    Setiap elektrolit konsentrat harus diencerkan sebelum diserahkan atau diberikan

kepada staf atau pasien.

d.    Pengenceran dilakukan oleh staf farmasi yang terlatih kecuali dalam kondisi

operasi bedah jantung, pengenceran KCl 7.46% dapat dilakukan langsung oleh

perawat/ dokter.

e.    Setiap elektrolit konsentrat yang telah diencerkan, diberikan label “drug added”

yang terisi lengkap dan label “high alert” tanpa menutupi nama obat, tanggal

kadaluarsa dan nomor batch.

4.    Pemberian Obat High Alert

a.    Lakukan independent double check sebelum pemberian obat dengan

melakukan 5 benar pemberian obat.

b.    Berikan edukasi kepada pasien untuk penggunaan insulin sendiri oleh pasien

c.    Staf farmasi memberikan penjelasan dan konseling high-alert medication

kepada pasien/ perwakilan pasien di rawat jalan. Brosur informasi obat dapat

digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan pengertian pasien.

Penanganan untuk obat high alert yang paling efektif adalah dengan cara

mengurangi kesalahan dalam pemberian obat, yaitu dengan cara meningkatkan

proses penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit farmasi ke pelayanan pasien.


Untuk memonitoring penggunaan obat high alert, farmasi melakukan pengecekan di

semua ruang perawatan untuk memastikan penyimpanan high alert medication

sesuai dengan regulasi. Farmasi juga melakukan pemantauan terhadap efek terapi

dan efek samping pemberian obat high alert pada pasien, contohnya obat

antikoagulan biasanya menimbulkan pendarahan, obat narkotik menimbulkan

depresi, insulin menimbulkan hipoglikemia atau hiperglikemia, dan obat sedatif

terutama menyebabkan hipotensi, depresi susunan saraf pusat, atau risiko jatuh.

Anda mungkin juga menyukai