Anda di halaman 1dari 6

CBL 7B (Kegawatdaruratan Endokrin)

Anggi Septiana
1906400835
KGD-B

Case-based Learning (CBL) 7: Kegawatdaruratan Endokrin

Kasus 7B:
Seorang laki-laki berusia 25 tahun diantar ke IGD dengan keluhan penurunan kesadaran.
Hasil pengkajian:
- Pasien tampak gelisah,
- Diaforesis (keringat yang berlebihan tidak wajar)
- Pucat,
- Tekanan darah 100/60 mmHg  agak rendah
- Frekuensi nadi 100 x/menit  takikardi
- Frekuensi 24 x/menit takipnea
- Pasien memiliki riwayat DM Tipe 1 dengan terapi insulin.
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 45 gr/dL.
Pertanyaan:
Jelaskan mekanisme timbulnya gejala dan tanda pada kasus terkait!

Cari:
- Kenapa hipoglikemia sering terjadi pada penderita DM tipe I daripada DM tipe II ?

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai oleh kenaikan
glukosa akibat penurunan sekresi insulin atau tidak cukupnya suplai insulin dan / atau terdapat
gangguan dalam penggunaan insulin dalam tubuh oleh sel beta pancreas, sehingga tubuh
mengalami hiperglikemia. Selain sebagai tempat produksi enzim (eksokrin) pancreas juga dapat
memproduksi hormone (endokrin) yang dapat membantu system metabolisme tubuh, terdapat
dua jenis hormone yang dihasilkan pada pancreas, tepatnya di pulau langerhans yaitu hormone
alpha cells (produksi glucagon untuk ↑ glukosa  stabil) dan betha cells (produksi insulin untuk
↓ glukosa  stabil). Kedua hormone ini berfungsi untuk menjaga agar glukosa tetap berada pada
kadar normal.

Klasifikasi pada diabetes melitus terbagi menjadi dua yaitu diabtes melitus tipe I dan diabetes
melitus tipe II. Pada diabetes melitus tipe I merupakan kerusakan pada sel beta yang terletak
pada pulau langerhan, pancreas. Pada penderita DM Tipe I dipercaya adanya destruksi pada sel
beta pancreas sehingga tidak dapat memproduksi insulin, yang mana hal ini disebabkan oleh
respon autoimun. Faktor yang berkontribusi menyebabkan destruksi atau kerusakan sel beta
pancreas adalah kombinasi dari genetik, imun yang dimediasi, dan kemungkinan karena faktor
lingkungan (paparan virus) (Smeltzer et al, 2010). Sedangkan DM tipe II memiliki pancreas yang
masih dalam kondisi baik. Namun terdapat kelainan metabolic yang membuat jaringan menjadi
resisten terhadap insulin. Adapun faktor yang berkontribusi menyebabkan resisten terhadap
insulin diantaranya yaitu genetic, gaya hidup, hipertensi, dan umur. Namun geneik merupakan
faktor resiko terbesar yang dapat menyebabkan DM tipe II.

Risiko utama yang biasa ditemukan pada setiap penderita yang didiagnosis penyakit DM
diantanya hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis.
Hipoglikemia merupakan salah satu risiko mayor yang sering diderita pasien DM. Hipoglikemia
merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula darah berada di bawah normal dan
merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada individu dengan diabetes (Kemenkes,
2017). Tingkat gula darah ini dapat tiba-tiba menjadi terlalu rendah karena berbagai alasan,
termasuk aktivitas fisik yang berlebihan, penggunaan dosis obat uang kuat untuk insulin/obat
antidiabetes atau makan terlambat dan / atau tidak cukup makan. Hipoglikemia dapat dialami
oleh semua pasien DM, di mana pasien DM tipe 1 lebih sering mengalami hipoglikemia
dibandingkan dengan pasien DM tipe 2. Tidak seperti diabetik nefropati dan diabetik retinopati
yang merupakan manifestasi kronis penyakit DM, hipoglikemia dapat terjadi secara akut, tiba-
tiba dan dapat mengancam nyawa.

Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin dan
sulfonilurea pada terapi DM, terkait mekanisme aksi dari obat tersebut, yaitu mencegah kenaikan
glukosa darah daripada menurunkan konsentrasi glukosa.Kurangnya asupan makanan diketahui
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia diperkirakan menjadi
penyebab kematian pada 2–4% pasien DM tipe 1. Walaupun kontribusi hipoglikemia sebagai
penyebab kematian pada DM tipe 2 masih belum jelas, tidak jarang dugaan hipoglikemia
menjadi penyebab kematian. Angka kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 beberapa kali
lipat lebih rendah dibandingkan DM tipe 1 [2]. Risiko hipoglikemia yang berat dikaitkan dengan
penggunaan insulin atau sulfonilurea dan glinid, perubahan dosis obat, dan perubahan
gaya/aktivitas hidup yang terlalu drastis. Komplikasi akut dan kronis dari hipoglikemia dapat
mengganggu kehidupan, seperti interaksi sosial, tidur, aktivitas seks, mengemudi, olahraga, dan
aktivitas lainnya. Monitoring glukosa darah perlu dilakukan untuk mencegah risiko
hipoglikemia. Pasien yang diterapi dengan insulin, sulfonilurea/ glinid dianjurkan untuk
mengecek glukosa darah kapanpun merasa adanya gejala hipoglikemia.

Gejala dan tanda hipoglikemia tidaklah spesifik antar individu. Hipoglikemia dapat ditegakkan
dengan adanya Whipple’s Triad. Gejala hipoglikemia dikategorikan menjadi neuroglikopenia,
yaitu gejala yang berhubungan langsung terhadap otak apabila terjadi kekurangan glukosa darah.
Otak sangat bergantung terhadap suplai yang berkelanjutan dari glukosa darah sebagai bahan
bakar metabolisme dan support kognitif. Jika level glukosa darah menurun maka disfungsi
kognitif tidak bisa terelakkan. Gejala hipoglikemia kedua, adalah autonom, yaitu gejala yang
terjadi sebagai akibat dari aktivasi sistem simpato-adrenal sehingga terjadi perubahan persepsi
fisiologi. Menurut PERKENI dan Yale et al., gejala dan tanda hipoglikemia adalah sebagai
berikut:
Gejala yang sesuai dengan kasus di atas adalah gejala hipoglikemia autonomy gejala yang terjadi
sebagai akibat dari aktivasi sistem simpato-adrenal sehingga terjadi perubahan persepsi fisiologi.
Ditandai dengan pasien tampak gelisah, diaphoresis, pucat, takikardia, dan takipnea.
Hipoglikemia terjadi jarena ketidakseimbangan antara suplai glukosa, pengunaan glukosa dan
level insulin. Faktor risiko kejadian hipoglikemia pada pasien DM sering berkaitan dengan
penggunaan insulin atau insulin sekretagog (sulfonilurea/glinid) yang kurang tepat, diantaranya:
- Dosis insulin dan insulin sekretagog (sulfonilurea/glinid) yang berlebihan, salah aturan
pakai atau salah jenis insulin.
- Intake glukosa berkurang, bisa disebabkan oleh lupa makan atau puasa
- Penggunaan glukosa yang meningkat (pada saat dan sehabis olahraga)
- Produksi glukosa endogen berkurang (pada saat konsumsi alkohol)
- Sensitivitas insulin meningkat (pada saat tengah malam, berat badan turun,kesehatan
membaik dan pada saat peningkatan kontrol glikemik)
- Penurunan bersihan insulin (pada kasus gagal ginjal)

Menurut Yale et al [5] dan Paluchamy [10], tingkat keparahan hipoglikemia pada pasien DM
dikategorikan sebagai berikut :

Hipoglikemia dapat dialami baik oleh pasien DM tipe 1 maupun pasien DM tipe 2. Hipoglikemia
dapat terjadi secara akut, tiba-tiba dan dapat mengancam nyawa. Maka dari itu, pengetahuan
tentang hipoglikemia, baik terhadap pencegahan, terapi dan monitoring harus diperhatikan jika
terjadi hipoglikemia.
Daftar Pustaka:

International Diabetes Federation (IDF).2015.IDF Diabetes Atlas Seventh Edition. Brussels,


Belgium: International Diabetes Federation.

Kemenkes RI. (2017). Apakah Itu Hipoglikemia dan Bagaimana Hal itu Dapat Dicegah dan
Dikelola. Retrieved from: https://p2ptm.kemkes.go.id/post/apakah-itu-hipoglikemia-dan-
bagaimana-hal-itu-dapat-dicegah-dan-dikelola

Rusdi, Mesa. (2020). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa Sciences and
Clinical Research Volume 2 Nomor 2. Retrieved from: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr,
E-ISSN: 2656-9612 P-ISSN:2656-8187

PERKENI (Persatuan Endokrinologi Indonesia)b. 2015. Panduan Penatalaksanaan DM Tipe 2


pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan. Jakarta: PB. Perkeni

Paluchamy,T. (2019). Hypoglycemia: Essential Clinical Guidelines,Blood Glucose Levels,


Leszek Szablewski, IntechOpen, DOI: 10.5772/intechopen.86994 Retrived from:
https://www.intechopen.com/books/blood-glucose-levels/hypoglycemia-essential-clinical-
guidelines

Urden, L. D., Stacy, K. M & Lough, M. E. (2014). Critical care nursing: Diagnosis and
management. 7th ed. Missouri: Elsevier

Yale, JF., Paty, B., Senior, PA. 2018 Clinical Practice Guidelines Hypoglycemia Diabetes
Canada Clinical Practice Guidelines Expert Committee. Can J Diabetes 42: S104–S108

Anda mungkin juga menyukai