MAKALAH CASE METHOD II, Kelompok 4
MAKALAH CASE METHOD II, Kelompok 4
MK. PKN
S1-PGSD-UNIMED
DISUSUN OLEH
NAMA : KELOMPOK 4
➢ Annisya Ayu Sutrisna (1213311136)
➢ Diandra Nazwa Aulia Ruswandi (1213311146)
➢ Lasrumata Ida Nababan (1213311143)
➢ Romaito Pardede (1213311167)
KELAS : M PGSD’21
MATA KULIAH : PKN
DOSEN PENGAMPU : Apiek Gandamana, S.Pd, M.Pd
Pasal 21
1. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan
berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program
pendidikan yang diselenggarakannya.
2. Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan
perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau
vokasi.
3. Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari
perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik,
profesi, atau vokasi.
4. Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi
hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 28 C ayat 1
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan,dan memperoleh manfaat
dari IPTEK, seni dan budaya demi meningkkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 31
1. Pendidikan jarak jauh dapat di selenggarakan pada semua jalur,jenjang,
dan jenis pendidikan.
2. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada
kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara
tatap muka atau reguler.
3. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus,
dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
4. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
1. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
2. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Penilaian UU No 20 Thn 2003 ( Pasal 20, 21, 28C ayat 1, Pasal 31 dan 32).
UU No 20 thn 2003 ini di nyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini di
jelaskan pada pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43920/uu-no-
20-tahun-2003)
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah
beberapa kali di uji oleh Mahkamah Konstitusi, dan beberapa norma pasalnya telah
dinyatakan tidak berlaku diantaranya adalah: Pasal 50 ayat (3) (Putusan Nomor 5/PUU-
X/2012) (https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/135)
Pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk memajukan pembangunan
pendidikan dengan memberikan arah kebijakan, sasaran yang akan dicapai melalui SDM
serta program-program dalam pembangunan Nasional bidang Pendidikan. Tetapi
sistem pendidikan yang ada berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional kurang mencerminkan sebuah sistem pendidikan yang baik,
padahal sebelumnya UU ini sebagai pengganti dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional diharapkan dapat menjawab tantangan global dalam memasuki
era millenium.
Sejauh ini pendidikan nasional dinilai telah gagal berfungsi sebagai perekat
sosial untuk menghasilkan anak-anak bangsa hidup secara damai. Namun kegagalan
dunia pendidikan tidak berdiri sendiri melainkan saling keterkaitan antara satu dengan
lainnya antara pemerintah dan rakyatnya.Karena pendidikan merupakan proses
mengubah keadaan arah didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan dengan
berbagai cara untuk mempersiapkan masa depan yang baik baginya. Tujuan sistem
pendidikan nasional adalah manusia Indonesia diharapkan menjadi individu yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri meningkatkan taraf
hidup lahir bathin dan meningkatkan perannya sebagai pribadi, pegawai, warga
masyarakat, warga negara dan makhluk Tuhan. Undang-Undang No.20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diharapkan dapat manjawab tantangan–
tantangan global belum sepenuhnya dapat diterapkan pada hal sudah berjalan 8 tahun
bahkan ada beberapa pasal yang bertentangan dengan UUD 1945, nampaknya sudah
tidak relevan dengan kondisi saat ini , antara lain dapat di lihat pada ;
a. Pasal 53 UU No 20 Tahun 2003 tentang Badan Hukum Pendidikan yang
menyatakan bahwa;
Pasal 53
1. Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh
Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
2. Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
3. Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk
memajukan satuan pendidikan.
4. Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-
undang tersendiri.
Pasal 53 UU No. 20 Tahun 2003 tersebut diatas sesuai dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi No.11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 telah dibatalkan,
namun pada kenyataannya pasal mengenai Badan Hukum Pendidikan dalam UU No.20
Tahun 2003 tidak dihapuskan. Artinya memang sejak awal pemerintah berniat
melepaskan tanggung jawab pendidikan pada mekanisme pasar. Pemerintah hanya
akan menanggung pendidikan dasar saja. Pendidikan jIka dilepaskan pada mekanisme
pasar yang terjadi tidak akan ada lagi keadilan dan pemerataan pendidikan. Akses
pendidikan terbuka luas hanya bagi masyarakat kaya. Padahal di negara-negara
bebaspun, persoalan pendidikan menjadi tanggung jawab negara.8
Dengan demikian, bukan sesuatu yang aneh jika pendidikan Pancasila tidak lagi
diajarkan disemua jenjang Pendidikan di Indonesia. Ini disebabkan UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi acuan berpaham pasar
bebas,dan mantan anggota DPR, Ferry Mursyidan Baldan, menambahkan bukan cuma,
mata pelajaran Pancasila yang hilang (kurikulum tidak ada) nilai-nilai Pancasila pun
sudah mulai ditinggalkan dalam kehidupan berpolitik, musyawarah untuk mufakat yang
menampung semua aspirasi termasuk kelompok minoritas kini ditinggalkan dan diganti
menjadi suara terbanyak dalam mengambil keputusan. Bahtiar Effendi (Guru Besar
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta) berpendapat, jika
semua pihak serius ingin mempraktikan Pancasila, maka harus dibuat mekanismenya
agar kebijakan publik yang disusun memiliki perspektif Pancasila.
b. Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan;
Pasal 6
1. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
2. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Pasal 6 ayat (1) tersebut bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi; “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Pemerintah telah membatasi (diskriminasi) diri untuk
membiayai pendidikan bagi usia anak dan ini merugikan, seharusnya tidak hanya
pendidikan dasar saja tetapi pendidikan dasar, menengah, tinggi dan batas usianya
tidak ditentukan. Pasal 6 ayat (2) UU No.20 tahun 2003 seharusnya setiap warga negara
ditulis ikut bertanggung jawab.
Dengan mencermati beberapa pasal yang terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional maka masih banyak pasal yang belum terungkap
untuk dianalisa dan evaluasi. Undang-undang sistem pendidikan tidak sekedar berisi
aturan persekolahan, namun memuat prinsip dasar. selain itu, uu tersebut harus
mengandung nuansa kebangsaan, keadaban, dan kebudayaan dengan kata lain bukan
aturan persekolahan tetapi juga pendidikan keluarga dan pendidikan diluar sekolah
lainnya.
Mengingat Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
sangat penting untuk menegakkan hukum bagi pencari keadilan dan mencari kepastian
hukum; maka Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam hal ini Pusat Perencanaan
Pembangunan Hukum Nasional, perlu mengadakan analisa dan evaluasi hukum
terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan khususnya guna lebih menyempurnakan
undang-undang tersebut yang menyangkut penerapan dan pelaksanaan dalam
praktiknya.
https://www.bphn.go.id/data/documents/AE UU NO 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional 2011.pdf