Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

RETINITIS PIGMENTOSA

Disusun Oleh :
ERAWAN PRASETYO 42190396

THOMAS BRILLIANT DEO W.J. 42180235

FERONICA EKA ANDINI P.L.F. 42180236

BERNARDUS CHRISNA BAYU W. 42180237

Dosen Pembimbing:
dr. Edy Wibowo, Sp.M., MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA – RS BETHESDA
YOGYAKARTA
2020
I. ANATOMI

Mata (oculus) merupakan bagian dari sistem organ penglihatan. Mata menempati
sebagian besar bagian depan dari orbita, dan ditahan oleh 6 otot ekstrinsik, yang
mengendalikan gerakan bola mata, serta apparatus suspensorium fascial yang berdiameter
kurang lebih 25 mm. Mata terdiri dari 3 lapisan (dari luar ke dalam), yaitu lapisan fibrosa
(sclera dan cornea), lapisan vaskular (choroid, corpus cilliaris, dan iris), dan lapisan
dalam/neural (retina). Terdapat suatu lapisan tambahan, di luar lapisan fibrosa, yang terdiri
dari jaringan ikat yang disebut fascia bulbaris atau capsula Tenon pada bagian belakang, dan
conjunctiva bulbaris pada bagian depan. Sebuah ruangan potensial, disebut spatium episclera,
terletak di antara fascia bulbaris dan lapisan fibrosa; ruangan tersebut berfungsi untuk
memfasilitasi gerakan bola mata.

1. Lapisan Fibrosa

Lapisan fibrosa bola mata berfungsi sebagai pemberi bentuk dan sebagai
penahan dari bola mata. Lapisan fibrosa tersebut terdiri dari sclera dan cornea.
Sclera merupakan lapisan keras yang menutupi lima per enam posterior bola mata
dan juga berfungsi sebagai tempat menempelnya tendon otot-otot ekstrinsik dan
intrinsik bola mata. Bagian anterior sclera dapat terlihat melalui conjunctiva
bulbaris yang transparan. Cornea merupakan lapisan transparan yang menutupi
seperenam anterior bola mata. Kelengkungan pada cornea terlihat lebih cembung
atau prominen daripada sclera, sehingga tampak seperti menonjol dari bola mata.

Kedua bagian lapisan fibrosa ini berbeda berdasarkan susunan serabut


kolagen dan derajad hidrasi. Sclera secara relatif adalah organ avaskular,
sedangkan cornea adalah organ yang benar-benar avaskular. Cornea mendapatkan
nutrisi dari kapiler-kapiler yang berada pada ujung-ujungnya, serta dari cairan
yang berasal dari luar (sekresi lacrimal) dan dalam (aqueous humour). Sekresi
lacrimal juga menyediakan oksigen yang berasal dari udara luar. Kondisi
permukaan cornea yang kering dapat menyebabkan tukak/ulserasi.

Limbus cornealis merupakan sudut yang tercipta akibat adanya


persimpangan kelengkungan sclera dan cornea pada junctio corneoscleralis.
Junctio corneoscleralis merupakan struktur berbentuk lingkaran, yang
mengelilingi cornea, selebar 1 mm, berwarna abu-abu, dan terdapat lengkung-
lengkung (loop) kapiler yang memvaskularisasi cornea dari tepi.

2
2. Lapisan Vaskular
Lapisan vaskular bola mata, dapat disebut juga uvea, terdiri dari choroid,
corpus cilliaris, dan iris. Choroid merupakan lapisan coklat kemerahan yang
berada di antara sclera dan retina, yang menyusun sebagian besar dari uvea, serta
melapisi hampir seluruh sisi dalam sclera. Pembuluh-pembuluh darah besar
terletak di bagian luar choroid (dekat sclera), sedangkan pembuluh-pembuluh
darah kecil (choriocapillaris atau lamina capillaris choroidea) berada di bagian
choroid yang paling dalam, dekat dengan retina, dimana pembuluh-pembuluh
tersebut memberi nutrisi dan oksigen kepada retina. Uvea juga merupakan organ
yang memiliki kecepatan perfusi per gram tercepat. Choroid menempel erat pada
lapisan pigmen retina, tetapi dapat dengan mudah dikelupas dari sclera.
Choroid berlanjut ke anterior sebagai corpus ciliaris. Corpus ciliaris
merupakan penebalan seperti cincin pada posterior junctio corneoscleral, yang
terdiri dari otot serta vaskular. Corpus ciliaris merupakan tempat menempelnya
struktur penggantung lensa. Kontraksi dari corpus ciliaris akan mempengaruhi
ketebalan lensa, yang pada akhirnya berpengaruh pada kemampuan fokus lensa.
Lipatan-lipatan pada sisi dalam corpus ciliaris disebut processus ciliaris, yang
dapat mensekresikan aqueous humor yang memenuhi ruang depan (camera oculi
anterior) mata hingga anterior lensa.
Corpus ciliaris menghubungkan choroid dengan iris. Iris merupakan
lapisan kontraktil dengan bukaan pada bagian tengahnya, yaitu pupil. Pada kondisi
yang sadar, ukuran pupil berubah secara dinamis guna mengatur jumlah cahaya
yang masuk. Ada 2 otot involunter yang mengatur ukuran pupil: musculus
sphincter pupillae (parasimpatis), untuk fungsi miosis, dan musculus dilator
pupillae (simpatis), untuk fungsi midriasis. Kecepatan respon pupil bersifat
paradoksikal; respon simpatis dapat berlangsung dengan seketika, sedangkan
respon parasimpatis dapat memakan waktu hingga 20 menit. Akan tetapi,
konstriksi pupil oleh sistem saraf parasimpatis dimulai secara instan.

3. Lapisan Dalam/Neural

Lapisan bola mata terdalam adalah retina yang merupakan bagian


sensorineural. Secara kasar retina terdiri dari 2 lapisan, dengan lokasi yang
berbeda: bagian optik dan non-optik. Bagian optik dari retina terdiri dari 2 lapisan:

3
lapisan neural dan lapisan pigmen. Lapisan neural reseptif terhadap cahaya,
sedangkan lapisan pigmen, yang terdiri dari lapisan sel tunggal, berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan penyerapan cahaya dari choroid sehingga meredam
cahaya yang tersebar luas pada bola mata. Bagian non-optik dari retina merupakan
perlanjutan lapisan pigmen ke anterior dan ditambah dengan lapisan sel
penunjang. Bagian non-optik melewati corpus ciliaris (retina pars ciliaris) dan
permukaan posterior iris (retina pars iridialis), hingga tepi pupil.

Bagian retina pada posterior bola mata, yang menangkap sinar yang
masuk, disebut dengan fundus ocularis. Terdapat bagian sirkular yang khas pada
fundus ocularis, yang disebut discus opticus atau papilla opticus. Discus opticus
merupakan tempat serabut-serabut sensoris dan pembuluh-pembuluh darah, yang
dibawa oleh nervus opticus, masuk ke bola mata. Discus opticus tidak memiliki
photoreceptor, sehingga discus opticus tidak sensitif terhadap cahaya; discus
opticus disebut juga dengan blind spot.

Lateral dari discus opticus adalah macula lutea. Macula lutea merupakan area kecil berbentuk
oval yang memiliki photoreceptor khusus untuk fungsi ketajaman penglihatan. Bagian tengah
macula lutea terdapat lekukan yang disebut fovea centralis, yang merupakan area dengan
ketajaman penglihatan paling baik. Fovea berdiameter kurang lebih 1,5 mm; pada bagian
tengah fovea terdapat foveola, yang tidak memiliki kapiler yang kentara. Bagian optik retina
berhenti pada struktur ora serrata, batas posterior ireguler dari corpus ciliaris. Kecuali sel-sel
kerucut dan batang, retina divaskularisasi oleh arteri retina centralis, yang merupakan cabang
arteri ophtalmicus. Sel-sel kerucut dan batang mendapatkan nutrisi dari lamina capillaris
choroid atau choriocapillaris. Terdapat sistem darah vena yang berhubungan dengan sistem
darah arteri, yaitu vena retina centralis.

II. DEFINISI

Retinitis pigmentosa merupakan penyakit yang terkait dengan gen resesif, gen yang
diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi gen dominan dan
gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis pigmentosa. Beberapa kasus RP
disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan
kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual
pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis
pigmentosa.

4
III. PATOFISIOLOGI

Retina merupakan jaringan saraf berupa lembaran tipis semi transparan dan memiliki
lebih dari satu lapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina
melebar dari depan dan berada dekat dengan korpus siliaris dan berakhir di tepi ora serata.
Sebagian besar retina dan epitelium pigmen retina mudah memiliki ruang hingga membentuk
suatu ruang subretina yang terjadi pada ablasio retina. Memiliki ketebalan 0,12 mm pada ora
serata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Pada tengah kutub posterior terdapat makula yang memiliki xanthophylls (pigmen kuning).
Dalam makula terdapat fovea dimana terdapat fotoreseptor yang berfungsi untuk ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Didalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-
tengah fovea dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut yang berperan
terhadap warna merah dan hijau dengan densitas mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter
persegi. Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak ada sel
batang. Semakin jauh dari fovea sentralis maka jumlah sel kerucut berkurang dan pada daerah
perifer tidak ada lagi sel kerucut dan tergantikan sel batang dan mencapai densitas tertinggi
yaitu 160.000 sel per millimeter persegi.Makula berwarna kuning karena akumulasi dari
karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah makula. Karotenoid
berfungsi sebagai antioksidan dan memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam
retinitis solar.
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-Linked recessive (XL). Bentuk
terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh
autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.
Mekanisme terjadinya retinitis pigmentosa adalah distrofi batang-kerucut (rodcone
dystrophy) dimana terjadi defek genetik yang menyebabkan kematian sel (apoptosis),
terutama di fotoreseptor yaitu sel batang.Sel batang paling banyak ditemukan pada retina
midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkankehilangan penglihatan
perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Jarang terjadinya defek genetik akibat
pengaruh fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa yang paling
sering terjadi adalah rod-cone dystrophy.

5
IV. ETIOLOGI

Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara Mendel


pada beberapa kasus; mutasi gen menyebabkan sel retina berhenti berfungsi dan akhirnya
mati. Gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa, yaitu rhodopsin,
yang merupakan pengkode rod visual pigment. Retinitis pigmentosa sering muncul
bersamaan dengan kondisi mata lainnya dengan penyebab dan efek genetik serupa, seperti
Leber’s Congential Amaurosis, distrofi sel kerucut dan batang, dan choroideremia.3 Retinitis
pigmentosa dapat diturunkan; sekitar 20% secara autosomal dominan, 20% autosomal resesif,
dan 10% X Linked Recessive, sedangkan 50% sisanya pada pasien tanpa adanya saudara/
orang tua yang terkena. Retinitis pigmentosa dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik.
Gejala penyerta yang paling umum adalah gangguan pendengaran (sampai 30% pasien).

V. MANIFESTASI KLINIS

Retinitis pigmentosa adalah penyakit yang biasanya berkembang selama beberapa dekade.
Beberapa kasus berevolusi cepat, ada juga yang berkembang lambat.
Perjalanan penyakit dibagi menjadi tiga tahap. Tahap awal (early stage) Gejala utama tahap
ini adalah kebutaan pada malam hari/ rabun senja (nyctalopia); mungkin di tahun-tahun
pertama kehidupan atau selama dekade kedua. Nyctalopia ini sering terabaikan karena ringan.
Pada tahap ini, mungkin ada penyempitan lapang pandang perifer dalam kondisi cahaya
redup pada siang hari yang tidak dirasakan, sehingga pasien hidup normal. Diagnosis sulit
ditegakkan, terutama jika tidak ada riwayat keluarga. Tajam penglihatan dan pemeriksaan
funduskopi sering tidak ada kelainan karena deposit pigmen berbentuk Bone Spicule masih
sedikit.
Mid stage Kebutaan pada malam hari sudah lebih jelas, dengan kesulitan mengemudi dan
berjalan di malam hari. Pasien menjadi lebih sadar akan hilangnya lapang pandang bagian
perifer dalam kondisi cahaya siang hari melalui situasi seperti: sering menabrak bila sedang
berjalan. Selain itu, pasien menjadi fotofobik, terutama jika ada cahaya difus (cuaca berawan
putih). Kondisi ini menyebabkan kesulitan membaca. Pada funduskopi didapatkan deposit
pigmen berbentuk bone spicule, bersama dengan atrofi retina.
End stage Pasien tidak dapat lagi bergerak mandiri akibat kehilangan lapang pandang perifer
(penglihatan seperti terowongan). Membaca menjadi sulit dan memerlukan kacamata

6
pembesar. Fotofobia sangat intens. Pada funduskopi didapatkan deposit pigmen yang tersebar
luas mencapai area makula.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Funduskopi Dapat terlihat perubahan pigmen retina jenis perivaskular dan berbentuk seperti
bone spicules. Bone spicule adalah sel-sel pigmen yang terkumpul di sekitar pembuluh darah
retina yang atrofi. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya di bagian ekuatorial
kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.

7
Elektroretinogram (ERG) merupakan pengukuran fungsi sel batang (rod) dan kerucut
(cone) retina secara objektif yang berfokus pada evaluasi amplitudo (jumlah sel yang
merespons) dan waktu implisit (seberapa baik respons sel). ERG menunjukkan penurunan
amplitudo gelombang-b yang mendominasi dalam kondisi skotopik.
Digunakan untuk mendeteksi atrofi chorioretinal di pinggiran dan di area foveomacular.

Perimetri/ Pemeriksaan Lapang Pandang adalah teknik pemeriksaan kuantitatif dan


kualitatif lapangan pandang untuk memeriksa adanya pengurangan lapang pandang bagian
perifer. Pemeriksaan bisa menggunakan alat perimetri Humphrey atau perimetri Goldman.
Tes ini memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk setiap mata.

8
VII. TATA LAKSANA
Pasien retinitis pigmentosa cenderung lebih khawatir risiko kebutaan. Penyakit ini
bersifat degeneratif kronis, kebanyakan pasien dapat mempertahankan penglihatannya selama
beberapa dekade. Kebutaan total jarang terjadi. Pasien dapat melakukan konseling genetik.
Kebanyakan pasien dapat menyesuaikan diri dengan lapang pandang yang menyempit dan
berkurangnya penglihatan pada malam hari.
Kematian sel fotoreseptor pada retinitis pigmentosa tidak dapat dihentikan atau dipulihkan.
Evaluasi mata dilakukan setiap 1-2 tahun. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk
mengatasi masalah tajam penglihatan dan memantau Cystoid Macular Edema (CME) yang
terjadi pada 10% - 20% pasien retinitis pigmentosa. Cystoid Macular Edema dapat dikelola
menggunakan inhibitor karbonik anhidrase oral, seperti asetazolamid, atau injeksi
triamsinolon asetonid intravitreal.

Anda mungkin juga menyukai