Anda di halaman 1dari 15

1.

Definisi
- Asma adalah penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik saluran
napas disertai adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk yang berbeda intensitas dan waktunya dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.
- PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan
adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan umumnya bersifat
progresif, berhubungan dengan respons inflamasi kronik yang berlebihan
pada saluran napas dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya.

2. Faktor Pencetus
- Asma : Alergen
- PPOK : Zat iritan

3. Dampak
- Asma : Menurunkan kualitas hidup, keterbatasan aktivitas harian
- PPOK : Kakeksia, hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot akibat
dari apoptosis yang meningkat dan atau tidak digunakannya otot-otot
tersebut. Selain itu, terjadi peningkatan proses osteoporosis, depresi, dan
anemia kronik pada PPOK.

4. Patogenesis
- Asma : Alergen masuk dipresentasikan oleh APC kepada sel Th2 untuk
dikenali kemudian diikat oleh sel B. Sel B lalu memproduksi IgE, IgE yang
dihasilkan kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat
alergen. Ikatan sel mast, IgE dan alergen akan menyebabkan pecahnya sel
mast dan mengeluarkan mediator kimia.
- PPOK : Zat iritan yang terinhalasi mengaktivasi sel epitel dan makrofag
untuk melepaskan berbagai mediator inflamasi. Mediator inflamasi pada
pasien PPOK menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik),
menguatkan proses inflamasi (sitokin pro inflamasi), dan mendorong
perubahan struktural (faktor pertumbuhan).
Faktor kemotaktik : kemokin (IL-8 menarik neutrofil dan limfosit T)
Sitokin proinflamasi : tnf-a, IL-1b dan IL-6
Faktor pertumbuhan : TGF-B

5. Sel yang berperan dalam patogenesis


- Asma : Sel mast, eosinofil, CD4
- PPOK :Sel makrofag, neutrofil, CD8

6. Perbedaan patogenesis
Perbedaan patogenesis asma dan PPOK adalah pada sel inflamasi dan mediator
yang terlibat dalam kedua penyakit tersebut. Selain itu, reaksi inflamasi pada asma
terjadi karena paparan alergen sedangkan pada PPOK reaksi inflamasi terjadi akibat
zat iritan yang terinhalasi. Pada asma reaksi inflamasi yang ditimbulkan
menyebabkan penyempitan jalan napas/obstruksi sedangkan pada PPOK reaksi
inflamasi yang ditimbulkan menyebabkan destruksi jaringan parenkim sehingga
elastisitas recoil paru menurun/restriksi.
7. Reaksi hipersensitivitas :
1. Hipersensitivitas tipe 1
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh dimana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-
bahan yang umumnya imunogenik (antigenik). Alergen yang masuk ke dalam tubuh
akan berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel
plasma dan memproduksi IgE. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel mast dan
akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, IgE dan alergen akan menyebabkan
pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini
menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem, spasme pada otot polos

2. Hipersensitivitas tipe 2 (Antibody-Mediated Cytotoxicity)


Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel tubuh
oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada
pada permukaan sel. Antibodi yang berperan biasanya IgG.

3. Hipersensitivitas tipe 3 (Immune Complex Disorders)


Merupakan reaksi alergi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibodi berada di jaringan. Adanya antigen antibodi kompleks di
jaringan, menyebabkan aktifnya komplemen. Kompleks ini mengaktifkan basofil sel
mast aktif dan release histamine, leukotrienes dan menyebabkan inflamasi.

4. Hipersensitivitas tipe 4 (Cell-Mediated Hypersensitivities )

Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi
ini melibatkan sel-sel imunokompeten, seperti makrofag dan sel T.

8. Reaksi hipersensitivitas pada asma adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1

9. Mekanisme sesak pada Asma dan PPOK.


Bahan iritan yang terinhalasi seperti asap rokok mengaktivasi sel epitel dan
makrofag untuk melepaskan bermacam sitokin termasuk :
- transforming growth factor seperti TGF- dan fibroblast growth factor (FGF) yang
menstimulasi proliferasi fibroblas sehingga menyebabkan fibrosis jalan napas kecil.
Fibrosis di sekeliling jalan napas kecil merupakan mekanisme utama penyempitan
jalan napas yang ireversibel pada pasien PPOK.

10. Klasifikasi Asma


A. Berdasarkan etiologi :

a. Asma intrinsik / criptogenik : tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan

b. Asma ekstrinsik / atopic asthma => asma yg dipengaruhi oleh atopi, predisposisi genetik
yg berhubunganlangsung dengan igE sel mast dan respons inflamasi thdp alergen yg umum
B. Berdasarkan beratnya penyakit (gambaran klinis, penilaian awal sebelum terapi) =>
intermitten,persiten, brittle asma (saluran napas sangat sensitif, variasi obstruksi
sangat ekstrim dan risiko tinngi serangat berat dan mengancam jiwa)
C. Berdasarkan derajat kontrol asma => terkontrol penuh, sebagian, tidak terkontrol
D. Berdasarkan serangan asma akut

11. Klasifikasi derajat Asma dan PPOK

Derajat
Asma

I. Intermiten Bulanan

* Gejala < 1x/minggu * 2 kali sebulan

* Tanpa gejala di luar

serangan

* Serangan singkat

II. Persisten Ringan Mingguan

* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan

tetapi < 1x/ hari

* Serangan dapat

mengganggu aktiviti

dan tidur

III. Persisten Harian


Sedang

* Gejala setiap hari * > 1x / seminggu

*Serangan
mengganggu

aktiviti dan tidur


*Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

IV. Persisten Berat Kontinyu

* Gejala terus * Sering


menerus

* Sering kambuh

* Aktiviti fisik terbatas

Derajat PPOK

Ringan beratnya berdasarkan %VEP1 prediksi post BD :

GOLD 1 => ringan VEP1 pred ≥ 80% pred

GOLD 2 => sedang 50% ≤ Vep1 pred < 80%

GOLD 3 => berat 30% ≤ Vep1 pred < 50%

GOLD 4 => sangat berat VEP1 pred < 30%

12. Uji bronkodilator asma, PPOK?


Pada PPOK Airflow limitation / obstruksi : VEP1/KVP pasca bronkodilator <70%
Pada asma peningkatan VEP1 atau APE >15% dan >200ml
Pada PPOK peningkatan VEP1 atau APE <15% dan <200ml

13. Variabilitas Harian Asma, PPOK?


Variabilitas harian APE <20% pada PPOK
Variabilitas harian APE >20% pada Asma

14. DD asma, PPOK?

DD=> BE, CHF, DPB, Obliteratif, bronchiolitis, TB

15. Tx Asma, PPOK?


Tx Asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Medikasi pengontrol harian Alternatif / Pilihan lain Alternatif


Asma lain

Asma Tidak perlu -------- -------


Intermiten

Asma Glukokortikosteroid inhalasi ------


Persisten
Ringan (200-400 ug BD/hari atau Teofilin lepas lambat
ekivalennya)
Kromolin

Leukotriene modifiers

Asma Kombinasi inhalasi


Persisten glukokortikosteroid
Sedang Glukokortikosteroid inhalasi (400- Ditambah
(400-800 ug BD/hari atau 800 ug BD atau ekivalennya) agonis
ekivalennya) dan ditambah Teofilin lepas beta-2
lambat ,atau kerja lama
agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-


800 ug BD atau ekivalennya) Ditambah
ditambah agonis beta-2 kerja lama teofilin
oral, atau lepas
lambat

Glukokortikosteroid inhalasi dosis


tinggi (>800 ug BD atau
ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-


800 ug BD atau ekivalennya)
ditambah leukotriene modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid Prednisolon/
Berat metilprednisolon oral selang
(> 800 ug BD atau ekivalennya) dan sehari 10 mg
agonis beta-2 kerja lama, ditambah 1
di bawah ini: ditambah agonis beta-2
kerja lama oral, ditambah
- teofilin lepas lambat teofilin lepas lambat

- leukotriene modifiers

- glukokortikosteroid

oral

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
dengan kondisi asma tetap terkontrol

16. Macam-macam bronkodilator

1. Bronkodilator : SABA, LABA, antikolinergik, low dose teofilin atau terapi kombinasi

a. Beta 2 Agonist

β2 agonist => ikatan β2 agonist dgn β2 adrenoreseptor => aktivasi adenyl cyclase melalui
stimulasi protein G => cAMP ↑ intraseluler => relaksasi otot => bronkodilatasi

β2 agonist juga punya efek tidak langsung melalui penghambatan pelepasan mediator oleh
sel mast dan menghambat neutransmiter saraf kolinergik.

B2 agonist juga meningkatkan kerja corticosteroid krn meningkatkan sensitivitas GRE dan
juga meningkatkan ternslokasi GR ke nukleus

SABA = salbutamol, terbutaline efek 4-6 jam => sebagai reliever

LABA : formoterol dan salmeterol, indacaterol (efek 24 jam). Formoterol memiliki onset yg
cepat sehingga dapat digunakan sebagai reliever

Penggunaan LABA dpt memperbaiki VEP1 dan volume paru, dyspnea dan kualitas
hidup serta angka ekaserbais, tetapi LABA tdk memiliki efek thdp angka mortalitas dan
penurunan faal paru.

Efek samping : sinus takikardia => gang ritme kardiak, tremor

Antikolinergik

=> antagonis resptor muskarinik => inhibisi saraf kolinergik yg menginduksi bronkokonstriksi.

Pajanan asap rokok, iritant akan memicu respons kolinergik => bronkokonstriksi.

Acclidinuim => durasi hanya 12 jam.


Tiotropium dan glycopyronium => durasi >24 jam. => menurkan ekasesrbasi, hospitalisasi
dan perbaikan gejala serta status kesehatan

Efek samping : mulut kering

c. Teofilin

- Efektifitas lbh rendanh dan tidak toleran dibanding LABA

Teofilin => kelompok xanthine. Kadar teofilin dlm darah utk mencapai rentang terapi yaitu
10-20 mg/L.

Dosis iv aminofilin 6mg/kg bolus 20-30 menit selanjutnya 0,5 mg/kg/jam. Digunakan sebagai
terapi tambahan atau alternatif pada pasien asma yg tidak terkontrol dgn ICS.

Mekanisme kerja teofilin :

- Phospodiesterase inhibition nonselektif (PDE berfungsi untuk degradasi cAMP menjadi


AMP) => peningkatan cAMP dan cGMP. Inhibisi PDE3 => bronkodilatasi. Inhibisi pada PDE
4 => efek antiinflamasi. Teofilin juga dpt meningkatkan aktivasi HDAC2 => efek
antiinflamasi. Efek samping krn PDE inhibitor => mual, muntah, sakit kepala.

- Adenosine receptor antagonism => teofilin antagonis reseptor adenosine A1 dan A2.
Adenosine melepaskan mediator dari sel mast melalui receptor A2b. efek antagonis reseptor
adenosine A1 => efek samping kejang dan aritmia

17. Titik Tangkap Bronkodilator

Beta 2 Agonist

● β2 agonist => ikatan β2 agonist dgn β2 adrenoreseptor => aktivasi adenyl cyclase melalui
stimulasi protein G => cAMP ↑ intraseluler => relaksasi otot => bronkodilatasi
● β2 agonist juga punya efek tidak langsung melalui penghambatan pelepasan
mediator oleh sel mast dan menghambat neutransmiter saraf kolinergik.
● B2 agonist juga meningkatkan kerja corticosteroid krn meningkatkan sensitivitas
GRE dan juga meningkatkan ternslokasi GR ke nukleus
● Antikolinergik => antagonis resptor muskarinik => inhibisi saraf kolinergik yg
menginduksi bronkokonstriksi.

Teofilin

● Phospodiesterase inhibition nonselektif (PDE berfungsi untuk degradasi cAMP


menjadi AMP) => peningkatan cAMP dan cGMP. Inhibisi PDE3 => bronkodilatasi.
Inhibisi pada PDE 4 => efek antiinflamasi.
● Teofilin juga dpt meningkatkan aktivasi HDAC2 => efek antiinflamasi. Efek samping
krn PDE inhibitor => mual, muntah, sakit kepala. - Adenosine receptor antagonism
=> teofilin antagonis reseptor adenosine A1 dan A2. Adenosine melepaskan
mediator dari sel mast melalui receptor A2b. efek antagonis reseptor adenosine A1
=> efek samping kejang dan aritmia

18. Obat Short Acting

● β2 AGONIST : salbutamol, terbutaline


● Anti kolinergik : ipratropium bromida, oxitropium bromida)
● Low dose ICS-formoterol : beclomethasone formoterol atau budesonide-formoterol

19. Obat Long Acting

INHALED CORTICOSTEROID (ICS) : Beclometasone, Budesonide, Ciclesonide, Fluticason


Propinate, Fluticason Furoate, Mometasone, Triamcinolone.

ICS- LABA : Beclometasone, Formoterol, Budesonide-Formoterol, Fluticasone Furoate-


Vilanterol, Fluticasone Propionate Formoterol, Fluticasol Propinate Salmeterol, Mometasone
Formoterol.

LEUKOTRIENE MODIFIERS : Montelukast, Pranlukast, Zafirlukast, Zileuton

Chromones : sodium cromoglycate dan nedocromil sodium.

20. Terapi asma dibagi menjadi 2 : controller dan reliever

21. OBAT SHORT ACTING (RELIEVER)

β2 AGONIST : salbutamol, terbutaline

o SABA inhalasi memberikan bantuan cepat gejala asma dan bronkokonstriksi


termasuk dalam eksaserbasi akut, dan untuk penceGahan exercise induce asthma. SABA
harus digunakan sesuai kebutuhan dan dengan dosis terendah dan frekuensi yang
dibutuhkan. Efek : takikardi, tremor. menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas,
meningkatkan klirens mukosiliar, mengurangi permeabilitas vaskuler dan mengatur
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Antikolinergik : ipratropium bromida, oxitropium bromida)

o adalah bronkodilator yang memblokade jalur eferen vagal postganglion,


menyebabkan bronkodilatasi dengan cara mengurangi tonus vagal intrinsic saluran nafas,
memblokade refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan inhalasi. Obat ini mengurangi
reaksi alergi fase dini dan lambat juga reaksi setelah exercise. Dibanding beta2-agonis,
kemampuan bronkodilatornya lebih lemah, juga mempunyai onset kerja yang lambat (30-60
menit untuk mencapai efek maksimum). Efek sampingnya adalah menyebabkan mulut
kering dan rasa tidak enak.

Low dose ICS-formoterol : beclomethasone formoterol atau budesonide-formoterol

o Budesonide-formoterol atau BDP dosis rendah formoterol adalah reliever bagi


pasien sebagai terapi pengontrol yang diperlukan untuk asma ringan, yang berkurang
secara substansial risiko eksaserbasi parah dibandingkan dengan hanya pengobatan SABA.

22. OBAT LONG ACTING (CONTROLLER)

INHALED CORTICOSTEROID (ICS) : Beclometasone, Budesonide, Ciclesonide,


Fluticasone Propionate, Fluticasone Furoate, Mometasone, Triamcinolone

§ Mengurangi gejala, meningkatkan fungsi paru, improve kualitas hidup, mengurangi


resiko eksaserbasi dan asma related rumah sakit dan kematian.

ICS- LABA : Beclometasone, Formoterol, Budesonide-Formoterol, Fluticasone Furoate-


Vilanterol, Fluticasone Propionate Formoterol, Fluticasone Propionate Salmeterol,
Mometasone Formoterol

§ Mengurangi resiko eksaserbasi dan berperan pada fungsi paru

LEUKOTRIENE MODIFIERS : Montelukast, Pranlukast, Zafirlukast, Zileuton

§ Sebagai option terapi controller pada anak, bila digunakan tunggan kurang efektif

Chromones : sodium cromoglycate dan nedocromil sodium

§ Peran terbatas pada terapi jangka panjang pada asma. Efek anti inflamasi
lemah.

ADD ON CONTROLLER

o Long acting antikolinergik : tiotropium, mist inhaler >6 th (pada pasien


dengan riwayat eksaserbasi

o Anti IgE : omalizumab : pilihan tambahan untuk pasien dengan asma


alergi berat tidak terkontrol
o Anti IL-5 dan Anti IL-5R : anti IL-5 mepolizumab, reslizumab, anti IL 5
reseptor benralizumab. Obat pilihan tambahan pada asma eosinophil berat
tidak terkontrol

o Anti IL4R : dupilumab. Pada pasien dengan eosinophil berat atau type 2
asma tidak terkontrol, juga disetujui untuk sedang hingga berat dermatitis
atopic

o Systemic corticosteroids: prednisone, prednisolone, methylprednisolone,


hydrocortisone : short term treatment (5-7 hari pada orang dewasa) penting
pada pengobatan eksaserbasi berat yang akut dengan main efek 4-6 jam.

23. Mekanisme kerja kortikosteroid

Model aksi aldosteron dalam sel target mineralokortikoid fisiologis. Aldosteron (A)
memasuki sel dan berikatan dengan reseptor mineralokortikoid (MR). Kompleks MR
aldosteron kemudian bergerak ke dalam nukleus dan mengikat urutan pada DNA
(elemen respon hormon: HRE), yang pada gilirannya mengubah transkripsi
messenger RNA dan sintesis protein, yang pada akhirnya menyebabkan retensi
natrium

Dalam jaringan seperti, kortisol (F) biasanya dikeluarkan, dengan metabolisme


menjadi kortison reseptor-inaktif oleh enzim 11b hidroksisteroid dehidrogenase. Jika
enzim diblokir atau kurang, kortisol juga dapat mengikat aldosteron ke MR dan,
sebagai tambahan, ke reseptor glukokortikoid (GR), dan dalam kedua keadaan
tersebut dapat mengaktifkan HRE seperti aldosterone.

24. Terapi yang langsung menuju atau mencapai organ target pada asma dan PPOK yaitu
pulmo. Dengan beberapa perangkat : DPI – dry powder inhaler, pMDI – pressurized metered
dose inhaler, ICS – inhaled corticosteroid

25. Kriteria asma terkontrol adalah

- Tidak ada gejala harian

- Tidak ada serangan malam hari

- Tidak ada pembatasan aktivitas fisik

- Tidak menggunakan reliever

- APE/VEP1 normal
- Tidak ada kunjungan ke IGD

- Tidak ada efek samping obat

26. Terapi step up dan step down pada asma:

a. Step Up

- Peningkatan berkelanjutan (2-3 bulan) : pada pasien tidak memberikan respon yang
adekuat terhadap pengobatan awal. Peningkatan pengobatan dapat
direkomendasikan bila diagnosis asma sudah pasti dan gejala tetap berlangsung setelah
pemberian obat sesuai tahap.

- Peningkatan jangka pendek (selama 1-2 minggu) : peningkatan dosis kortikosteroid


inhalasi sebagai pengontrol selama 1-2 minggu mungkin dibutuhkan pada keadaan infeksi
nafas atau pajanan alergi musiman.

- Penyesuaian hari ke hari : pada pasien yang diresepkan budesonide/ formoterol atau
beklometason/formoterol sebagai terapi pengontrol dan pelega, penyesuaian dosis terapi
kortikosteroid inh dari hari ke hari didasarkan pada gejala yang terjadi ketika melanjutkan
pengobatan pengontrol.

b. Step Down

Bila asma sudah terkontrol baik dan faal paru telah menetap selama 3 bulan maka obat
pengontrol dapat diturunkan tanpa kehilangan kontrol asma.

27. Komplikasi asma, ppok

- Gagal nafas akut maupun kronik, kongenital

- Infeksi berulang

- Hipertensi pulmonal

- Cor pulmonale

- Pneumothorax

28. Peran alfa 1 antitripsin adalah protein yang termasuk dalam famili serpin, fungsinya
adalah :

- Pada reaksi akut, peningkatan lebih lanjut diperlukan untuk membatasi kerusakan yang
disebabkan oleh granulosit neutrofil yang diaktifkan dari enzim elastase dan memecah serat
elastin jaringan ikat.

- Menginduksi penggerak limfosit melalui jaringan termasuk sel T imatur melalui timus di
mana sel T imatur matang menjadi sel T imunokompeten yang dilepas ke jaringan untuk
meningkatkan daya tanggap imun.

29.

Bronkitis Kronis Emfisema


Gejala Sesak nafas timbul setelah Sesak nafas dahulu lalu
batuk produktif dan selama diikuti batuk tanpa sputum
bertahun-tahun.

Tubuh Gemuk Kurus

Penampakan Sianotik Kemerahan

Pemeriksaan fisik Dada normal Dada gembung

Pekak jantung dan hepar Pekak jantung dan hepar


jelas hilang oleh overdistensi

Suara nafas kasar Suara nafas lemah dan


ekspirasi memanjang
Ronki basah / kering pada
ekspirasi dan inspirasi Tidak ada suara nafas
yang berubah karena batuk tambahan

Pursed lips

30. Blue Bloater terjadi ketika kadar oksigen darah rendah, tubuh akan secara alami
mengalirkan darah dari organ non-vital (ujung jari dan bibir) ke organ vital (paru-paru,
jantung, dan otak). Ini adalah mekanisme yang baik, karena terkadang diperlukan untuk
membuat kita tetap hidup. Tanda terjadinya ini adalah sianosis.

Pink puffer terjadi karena mengalami masalah oksigenasi. Tapi, tubuh akan
mengimbanginya dengan meningkatkan laju pernapasan. Ini memastikan bahwa jaringan
teroksigenasi secara memadai. Namun, karena kompensasi bernafas dengan sangat cepat,
ini membuat kulit mereka terlihat merah muda.

31. Faal Paru

Faal ventilasi: pertukaran udara pernapasan ( inspirasi dan ekspirasi )

Faal difusi : oksigen masuk kedalam kapilaria paru dan diikat oleh hb darah menjadi
senyawa oksi-hb sedang karbondioksida lepas dari ikatan karbamino, keluar dari darah
masuk kedalam hawa pernapasan di alveoli

Faal perfusi : oksi-hb dalam darah diedarkan keseluruh tubuh dan karbondioksida dari
jaringan dibawa ke alveoli paru

Ventilasi

Proses pertukaran udara inspirasi dan ekspirasi. Posisi duduk atau berdiri yaitu volume
paru besar karena pengaruh gravitasi diafragma tertekan ke bawah. Posisi berbaring yaitu
diafragma tidak tertekan volume paru dan mengecil. Tindakan untuk mengukur ventilasi
yaitu mengukur volume statik dan volume dinamik paru.
Volume statik

· Volume tidal (VT) adalah jmlh udara yg masuk ke dlm paru saat napas biasa.
Nilai normal pada BB 70 kg yaitu 500ml

· Volume Cadangan Inspirasi (VCI) adalah jmlh udara yg masih dpt masuk
setelah inspirasi biasa. Nilai ± 3 L

· Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) adalah volume udara yg masih dapat


dikeluarkan max setelah ekspirasi biasa. Nilai ± 1,5 L

· Volume Residu (VR) adalah jmlh udara yg tersisa di dlm paru setelah ekspirasi
max. Nila ± 1 L

· Kapasiti Vital (KV) adalah jumlah udara yg dpt diekspirasi max setelah inspirasi
max. Nilai ± 5L

· Kapasiti Vital Paksa (KVP)

· Kapasiti Residu Fungsional (KRF) adalah jumlah udara yg ada di paru setelah
ekspirasi biasa. Nilai ±2,5 L.

· Kapasiti Paru Total (KPT) adalah jmlh total udara dalam paru setelah inspirasi
max. Nilai ± 6 L

Volume dinamik adalah volume yg dipengaruhi oleh waktu

- Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

- Maximal voluntary ventilation (MVV)

32. Pedoman terapi ppok berdasar derajat ppok

Grup 1st choice Alternative choice Other possible

A SAMA prn / SABA LAMA or LAba or Theophylline


prn SAMA & SAMA

B LAMA / LABA LAMA & LABA SABA and/SAMA


Theophylline

C ICS+LABA / LAMA & LABA/ SABA and/SAMA


LAMA LAMA & PDE4- Theophylline
inh/ LABA and
PDE4-inh
D ICS+LABA &/ ICS+LABA & Carbocysteine
LAMA LAMA/ ICS+LABA N- acetylcysteine
& PDE4-inh/ SABA&/SAMA
LAMA & LABA/ Theophylline
LAMA & PDE4-inh

33. Perbedaan asma, ppok, sopt

Gejala Asma PPOK SOPT

Timbul saat ++ - +
usia muda

Sakit ++ - -
mendadak

Riwayat +/- +++ -


merokok

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan +++ + +


mengi
berulang

Batuk kronik + ++ +
berdahak

Hiperaktivitas +++ + +/-


bronkus

Reversibilitas ++ - -
obstruksi

Variabilitas ++ + -
harian

Eosinofil + -
sputum

Neutrofil - +
sputum

Makrofag + -
sputum

Anda mungkin juga menyukai