Anda di halaman 1dari 2

menghidupkan cerita bersama peneliti pendamping.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


pemahaman subjek meningkatkan tentang cerita yang “baru” ini. Para peneliti berkesimpulan
bahwa metaplay (pembicaraan yang dilalui subjek ketika mereka bersama-sama merancang
bagaimana cerita-cerita itu bisa dihidupkan) merupakan penyebab peningkatan pemahaman
tersebut.
Mengacu pada laporan penelitian yang sama, Pellegrini dan Galda(1993) mengukuhkan
temuan itu dengan komentar berikut: “symbolic play may be importantin early reading to the
extent that it helps children go meta on their surroundings. By going meta, children are using
language to reflect on language”.(h. 171). Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa
permainan simbolik penting karena membantu anak membahasakan pikiran mereka tentang
lingkungannya. Dengan demikian, anak-anak, memakai bahasa untuk merefleksi tentang
bahasa.
4. Bermain dan kepahaman atas cerita bergambar/tanpa kata
Dansky (1980) melakukan penelitian yang melibatkan 36 anak prasekolah yang mengikuti
penitipan di Toledo, Ohio. Tujuan penelitian ini adalah memeriksa pengaruh bermain
sosiodramatik pada dua wilayah luas fungsi kognitif: (a) kemampuan memahami, mengingat
dan menghasilakan informasi verbal yang diruntut dengan bermakna; dan (b) dimensi
keimajinatifan atau kreativitas.

Dengan menerapkan rancangan penelitian eksperimental dengan tiga jenis tindakan yang
berlainan (yaitu: bebas, eksploratori, dan bermain sosiodramatik), peneliti menemukan , antara
lain, bahwa berlatih bermain menguatkan pemahaman dan produksi informasi yang diatur
secara berurut

5. Bermain simbolik dan bahasa literat

Dalam beberapa penelitian empiris tentang bermain pura-pura (1982, 1985, 1991) menemukan
bahwa anak-anak memakai bahasa yang kaya. Mereka memakai kata pengganti sesuai dengan
kaidah, mengubah kata benda menjadi kata sifat, dan menggunakan kata penghubung agar
saran saran imajinatif mereka dipahami teman bermain mereka. Perlibatan dalam bermain
pura-pura seperti ini menyediakan pengalaman bagi anak untuk berlatih memakai bahasa yang
eksplisit dan tidak begitu terikat konteks –sejenis bahasa literat yang akan dibutuhkan dalam
kegiatan sekolah berbasis-sekolah.

6. Bermain dan menulis

35
Daiute (1990) mengamati cara anak-anak kelas empat dan lima menulis ketika mereka terlibat
dalam kegiatan menulis kolaboratif dengan memakai computer. Ia menemukan anak-anak itu
memakai bermain (termasuk bermain dengan bahasa, konsep, realitas, dan alat-alat menulis)
dalam 30% dari seluruh ujaran mereka. Peneliti menggambarkan bermain sebagai strategi
penyusunan, karena bermain tampak seperti menjadi sarana elaborasi, kontruksi (atau
pembuatan aturan) dan katarsis.
Kesimpukannya, bermain dan proses literasi dini tampaknya memiliki banyak
persamaan, dan bermain tampak meiliki efek yang memfasilitasi sejumlah aspek
perkembangan literasi. Hall (1991) mengemukakan bahwa kaitan bermain-literasi bersifat
saling mendukug. Ia beralasan bahwa bermain menyediakan konteks yang memungkinkan
pertumbuhan dan penjelajahan literasi. Literasi, kemudian, memperkaya permainan melalui
pembuatan skrip.

B. Pengenalan Jenis Literasi Digital

Sejak zaman dahulu, literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan
manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah manusia hanya
membaca tanda- tanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis
simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu,
berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal tulisan hingga melahirkan
pemikiran untuk membuat kode- kode dengan angka dan huruf sehingga manusia dikatakan
makhluk yang mampu berpikir. Pemikiran tersebut akhirnya melahirkan suatu kebudayaan.
Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya tulisan yang pada saat itu
menggunakan perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen adalah alat tulis pengganti
kertas yang dibuat dari kulit binatang (seperti biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen
biasanya digunakan untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh
masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.
Pada awal 5 Masehi interaksi manusia dalam proses literasi sudah mengenal salin
tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, misalnya,
ditemukan mesin cetak, kertas, kamera, dan peningkatan ilmu jurnalistik. Koran sudah dikenal
dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan informasi
yang cepat membuat transisi teknologi semakin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan
telegram, fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi jarak jauh dengan cepat,
akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi kode (sandi morse) yang
ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell

36

Anda mungkin juga menyukai