REFERAT MATA Ria
REFERAT MATA Ria
Retinophaty of Prematurity
Oleh :
Fie Khaeriyah
NIM. 1930912320103
Pembimbing :
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
pembuluh darah retina yang terjadi pada bayi prematur. ROP menjadi penyebab
utama kebutaan yang dapat dicegah dan memiliki dampak gangguan penglihatan
yang signifikan jika tidak ditangani. Usia gestasi yang rendah dan berat badan
lahir rendah merupan faktor risiko utama terjadinya ROP. Pada hampir semua
bayi cukup bulan, retina dan pembuluh darah retina berkembang sempurna, dan
oleh karena itu, ROP tidak dapat terjadi; Namun, pada bayi prematur,
perkembangan retina, yang berlangsung secara perifer dari kepala saraf optik
Kondisi ROP pertama kali dilaporkan Terry pada tahun 1942 sebagai
gambaran retrolental fibroplasia yang terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur.
Penemuan Terry tersebut didukung oleh teori yang disampaikan oleh Campbell
pada tahun 1952 mengenai penyebab ROP adalah penggunaan oksigen pada bayi
kurang bulan. ROP merupakan kelainan retina yang dialami oleh bayi kurang
bulan dengan berat lahir sangat rendah dan memiliki potensi untuk terjadi
kebutaan pada bayi. Angka kejadian ROP pada bayi kurang bulan sekitar 16%.
Lebih dari 50% bayi dengan berat badan <1500 gram berkembang menjadi ROP.
Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 1,4 juta anak
1
2
buta di seluruh dunia yang dua pertiganya tinggal di negara berkembang. ROP
adalah penyebab kebutaan pada sekitar 50.000 anak-anak ini. Di Amerika Serikat,
lebih dari 2100 anak mengalami komplikasi ROP dan 500-1200 diantaranya
Indonesia terdiri dari beberapa kota yaitu di Jakarta yaitu sebesar 30,3% dan di
Care Unit (NICU) Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta dari tahun 2005 sampai
2015, melaporkan dalam rentang waktu 11 tahun didapatkan 311 bayi prematur
kurang dari 32 minggu dengan berat badan kurang dari 1500 gram yang dilakukan
skrining ROP. Sebesar 30% dari bayi prematur ini mengalami ROP stage 1-2 dan
sebanyak 6.1% mengalami ROP stage 3-5. Kemajuan teknologi dalam bidang
penambahan pula angka kejadian ROP. ROP adalah penyakit vasoproliferatif pada
bersifat permanen dan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas hidup pasien,
oleh karena itu skrining saat ini sangat dianjurkan untuk menghindari komplikasi
lebih lanjut.3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
benda. Ketika bagian mata ini rusak atau terkena penyakit, manusia tidak bisa
melihat dengan optimal. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel
retina, melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
3
4
2. Segmen dalam atau inner segment (IS) dan segmen luar atau outer
segment (OS).
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor atau outer nuclear layer (ONL).
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan
cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Retinopati adalah kelainan
5
pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah. Akibat yang serius adalah
B. Prematuritas
Bayi lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama
imaturitas. Bayi dengan BBLSR yaitu kurang dari 1000 gram disebut juga
neonatus imatur. Secara historis premature didefinisikan dengan berat badan lahir
2500 gram atau kurang, tetapi sekarang bayi yang beratnya 2500 gram atau
kurang pada saat lahir, “bayi dengan berat badan lahir rendah”, dianggap
definisi BBLR untuk populasi individu harus didasarkan pada data yang
sehomogen mungkin, baik secara genetic maupun linkungan. Selama tahun 1991,
sebanyak 7,1% kelahiran hidup di amerika lahir dengan berat kurang dari 2,500g.
Sejak tahun 1981 frekuensi BBLR telah naik turun terutama karena adanya
1. Definisi
oleh bayi kurang bulan dengan berat lahir sangat rendah dan memiliki potensi
6
untuk terjadi kebutaan pada bayi. ROP adalah suatu keadaan retinopati proliferatif
dimana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina pada bayi
oksigen saat ini terkontrol lebih baik daripada di masa lalu di negara maju, tetapi
hidup bayi dengan usia kehamilan dan berat lahir yang sangat rendah yang
bahkan dapat menyebabkan bayi cukup bulan terkena retinopati prematuritas yang
parah. Pada saat ini risiko retinopati prematuritas tergantung berat lahir, usia
kehamilan dan lama penggunaan oksigen. Bayi yang lahir 1,5kg dan lahir kurang
dari 30 minggu perlu diperiksa untuk kelainan ini.4,7 Faktor risiko lain:
2. Penyakit jantung
4. Infeksi
7. Gangguan pernafasan
8. Bradikardi
9. Transfusi.7
3. Epidemiologi
anak buta di seluruh dunia yang dua pertiganya tinggal di negara berkembang.
ROP adalah penyebab kebutaan pada sekitar 50.000 anak-anak. Data nasional
dan kebutaan yang direkomendasikan oleh WHO, melalui Global Action Plan
(GAP) 2014 – 2019. Survei RAAB di Indonesia sampai saat ini telah dilakukan
Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua untuk dapat mewakili kondisi
Indonesia.8
Di negara maju, ROP terutama terlihat pada bayi yang lahir setelah GA
kurang dari 28 minggu dengan kisaran 16% -33%. Kelangsungan hidup bayi
pengenalan neonatal pusat perawatan intensif. Tingkat ROP yang relatif tinggi
terlihat pada bayi yang selamat prematur dan bayi dengan GA yang lebih tinggi.
Indonesia adalah negara dengan perluasan pusat perawatan intensif neonatal yang
1986 di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, dengan kapasitas 14–20 tempat tidur.
Dilakukan penelitian kejadian ROP pada periode 2005-2015 pada bayi yang
dirawat di rumah sakit ini untuk mengidentifikasi apa yang berpotensi terjadi di
tahunan 20.000 bayi buta dari ROP. Proporsi kebutaan pada anak-anak yang
Amerika Serikat, kejadian ROP di antara bayi baru lahir dengan lama tinggal di
rumah sakit (LOS) lebih dari 28 hari adalah 12,8-19,9% dalam studi yang
menggunakan database perawatan rawat inap pediatrik yang tersedia untuk umum.
Sebuah studi baru-baru ini di Taiwan melaporkan insiden ROP 36,6% di antara
bayi prematur dengan LOS lebih dari 28 hari menggunakan Database Penelitian
Asuransi Kesehatan Nasional (NHIRD). Dalam data registri nasional Swedia, ROP
ditemukan pada 31,9% bayi dengan usia kehamilan (GA) <31 minggu, sedangkan di
Inggris, kumpulan data yang berasal dari database National Health Service (NHS)
mengungkapkan bahwa 12,6% bayi dengan berat lahir (BB) kurang dari 1500 g memiliki
ROP pada tahun 201110. Dalam jaringan unit perawatan intensif neonatal Turki (NICU),
setiap tahap ROP terlihat pada 27-30% bayi dengan BW≤1500 g, GA≤32 minggu atau
dengan perjalanan klinis yang tidak stabil. Di Korea Selatan, tidak ada studi epidemiologi
9
berbasis populasi sampai survei database Jaringan Neonatal Korea (KNN), sebuah registri
nasional untuk bayi berat lahir sangat rendah (VLBWI; kurang dari 1500 g BB),
melaporkan total insiden ROP menjadi 34,1% di antara VLBWI13. Namun, kebutuhan
akan studi epidemiologi nasional ROP di Korea Selatan tetap ada karena data KNN
mencakup sekitar 70% dari keseluruhan penerimaan VLBWI yang lahir di negara tersebut
4. Patofisiologi
Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh saat usia 16 minggu
masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari diskus optikus menuju ora serata.
Pembuluh darah akan mencapai daerah nasal pada usia 8 bulan kehamilan dan
daerah temporal setelah bayi lahir, jadi pada bayi yang lahir prematur, pembuluh
darah retina sudah komplit. Bila bayi lahir secara prematur sebelum pertumbuhan
pembuluh darah ini mencapai tepi retina, maka pertumbuhan pembuluh darah
(yang normal akan terhenti sehingga bagian tepi retina yang tidak ditumbuhi
pembuluh darah) tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Hal ini
menyebabkan bagian tepi retina akan mengirimkan sinyal ke daerah retina yang
lain untuk mecukupi kebutuhan oksigen dan nutrisinya. Sebagai akibatnya maka
pertumbuhan jaringan parut pada retina yang dapat menyebabkan tarikan pada
Kelainan ini biasanya bilateral, tetapi sering asimetrik. Fase aktif meliputi
sebuah garis batas yang jelas (stadium 1), diikuti oleh pembentukan rigi yang jelas
10
pasien dengan stadium 3 pun, insidens terjadinya regresi spontan tetap tinggi.
dari diskus optikus, luas penyakit dalam jarum jam, serta adanya dilatasi vena dan
(stadium 4 dan 5) bermanifestasi sebagai ablation retina berat yang berakibat pada
vitroretina.6,13
5. Manifestasi Klinis
Kelainan ini jarang menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Tanda awal
leukocoria dan strabismus. Kelainan ini harus secara aktif dikenali pada bayi-bayi
berdasarkan stadium:
6. Diagnosis
Diagnosis dari ROP membutuhkan pemeriksaan funduskopi dengan
menggunakan instrument seperti:
• Speculum Sauer (untuk membuat mata tetap terbuka)
• Oftalmoskopi
ROP dikategorikan parah berdasarkan zona pada retina yang terkena.
Semakin rendah zona dan semakin tinggi stadium penyakit ini yang ditemukan
pada pemeriksaan funduskopi masing-masing mata, maka tingkat keparahannya
semakin tinggi pula.
Gambar 2.3
Zona pada ROP
Zona 1
Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus
Area ini memanjang dua kali jarak dari saraf optic ke macula dalam bentuk
lingkaran. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur)
dianggap kondisi yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat
Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan sangat
cepat, kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari perburukan
penyakit ini bukanlah ditemukannya neovaskularisasi tetapi dengan
ditemukan adanya pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi.
12
Zona 2
Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora
serrata sebagai batas nasal.
ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului
dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya
perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain:
1. tampak vaskularisasi yang meningkat pada ridge (percabangan
vaskular meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini
mulai agresif.
2. Dilatasi vaskular yang meningkat.
3. tampak adanya ‘hot dog’ pada ridge; merupakan penebalan vaskular
pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2 (batas zona 1)
dan merupakan indikator prognosis yang buruk.
Zona 3
Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian
temporal.
Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap
beberapa minggu.
Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvascular. Kondisi ini ditemukan pada balita
9dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan
adanya penyakit sekuele dari zona ini.
Stadium
1) Stadium 0
13
Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina yang
imatur. Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara
retina yang tervaskularisasi dengan neovaskularisasi. Hanya dapat
ditentukan perkiraan perbatasan pada pemeriksaan.
Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan saraf
optik sebagai satu-satunya landmark, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
ulang setiap minggu
Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai
2) Stadium 1
Ditemukan garis demarkasi tipis antara area vaskular dan avaskular pada
retina. Garis ini tidak memiliki ketebalan
3) Stadium 2
Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan
avaskular retina.
4) Stadium 3
Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal
(neovaskularisasi) pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau anterior dari
rongga vitreous.
15
5) Stadium 4
Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge. Retina
tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular
6) Stadium 5
Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong
16
Plus disease
Tanda dari penyakit ini adalah adanya ominous sign Penyakit plus ditandai
dengan dilatasi pembuluh darah vena dan arteriol yang berkelok-kelok di retina
posterior pada sekurang-kurangnya 2 kuadran mata; dilatasi pembuluh darah iris,
pupil kaku, serta vitreus kabur. Jika kelainan pembuluh darah retina posterior
tidak memenuhi kriteria diagnosis penyakit plus, disebut sebagai penyakit pre-
plus/ pre-plus disease.21
membaik senditi dan tidak membutuhkan pengobatan. Pada stadium 3 dan lebih
abnormal pada retina atau mengatasi ablasi retina yang terjadi. Bentuk
pengobatan:
1. Terapi krio, memakai suhu beku untuk membekukan bagian retina yang
pembuluh darah tidak sehat dalam mata. Terapi krio adalah pengobatan paling
awal yang terbukti efektif dalam mencegah hasil yang tidak menguntungkan di
retinopati prematuritas. Terapi krio terdiri dari pembekuan sklera, koroid bagian
avaskular dari retina. Krioterapi memiliki kelemahan yaitu sulit dan memakan
2. Terapi laser seperti terapi krio laser, terapi dilakukan untuk menghentikan
pertumbuhan yang berlebihan pembuluh darah tidak sehat pada retina. Laser
prematuritas. Terapi laser memberikan hasil yang lebih baik dibanding terapi krio.
transparannya untuk bayi prematur yang bergantung pada suhu dan oksigen yang
3. Terapi bedah retina, dilakukan pada stadium 4 dan 5 dimana retina mulai
lepas sampai ablasio retina total. Pilihan teknik tergantung pada stadium,
atau open sky vitrectomy untuk stadium 5. Lens sparing vitrectomy adalah operasi
18
vitrektomi sayatan mikro, instrumen pengukur kecil (ukuran 23, 25 atau biasanya
menjadi 2 tipe. ROP tipe 1 mendapat terapi fotokoagulasi laser (dalam 48-72 jam)
pandang akibat retina yang diablasi dan kelainan refraksi seperti myopia. Terapi
lain yang sedang berkembang adalah anti-VEGF intravitreal. Terapi ini unggul
retina untuk berkembang secara fisiologis, namun masih perlu diteliti lebih lanjut
mengenai dosis terapeutik yang tepat, durasi, efek samping, dan komplikasi.31
terapi lain pemberian IGF-1, asam lemak ω-3, propranolol, penicillamine, serta
samping minimal.9 Meskipun ROP sudah diterapi, penderita tetap memiliki risiko
8. Pencegahan
1) Pencegahan primordial
prakonsepsi atau bahkan sebelum kehamilan. Ada berbagai alasan untuk kelahiran
prematur. Tidak semua, tetapi banyak faktor yang diidentifikasi sebagai faktor
atau obesitas, kondisi kesehatan kronis seperti diabetes, infeksi (misalnya HIV),
harus diperhatikan dari saat konsepsi terjadi sampai setelah melahirkan bayi untuk
2) Pencegahan primer
Banyak dari kegiatan ini dapat menjadi bagian dari praktik perawatan primer
bersama dengan skrining dan manajemen yang tepat dari wanita hamil yang berisiko
Fokus utama pencegahan pada titik ini adalah untuk mengurangi angka
risiko ROP pada saat kelahiran (intranatal) dan setelah melahirkan (postnatal care)
sebagai pencegahan.12
20
9. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti pada ROP adalah ablasi retina atau lipatan
makula. Ada sejumlah komplikasi lain yang terkait dengan penyakit ini yang
bayi prematur tanpa ROP. Bayi dengan ROP yang mengalami regresi juga
dan mata.20
10. Prognosis
lebih buruk dibandingkan stadium awal. Factor yang penting adalah deteksi awal
KESIMPULAN
oleh bayi kurang bulan dengan berat lahir sangat rendah dan memiliki potensi
untuk terjadi kebutaan pada bayi. ROP adalah suatu keadaan retinopati proliferatif
dimana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina pada bayi
menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. ROP terjadi akibat
iskemia pada retina. Kelainan ini jarang menimbulkan gejala yang mudah dikenali
sehingga sangat disarankan untuk bayi dengan faktor risiko ROP melakukan
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Caesarya S, Halim AL, Amiruddin PO, Irfani I, Kuntorini MW, Memed FK.
Serial kasus tatalaksana retinopathy of prematurity (ROP) pada berbagai
zona dan tingkatan. 2020;2(2):20–7.
2. Parappil H, Pai A, Mahmoud N, AlKhateeb M, Al Rifai H, El Shafei M.
Management of retinopathy of prematurity in a neonatal unit: Current
approach. J Clin Neonatol. 2019;8(4):203
3. Sen P, Wu WC, Chandra P, Vinekar A, Manchegowda PT, Bhende P.
Retinopathy of prematurity treatment: Asian perspectives. Eye (Lond).
2019. In Press.
4. Siswanto JE, Widodo NH, Sauer PJJ. Eleven years of retinopathy of
prematurity in one neonatal intensive care unit in Jakarta, Indonesia. Arch
Dis Child. 2018;103(6):619–21
5. Dewi SAPSA, Kardana IM, Sutyawan IW. Karakteristik Bayi Kurang Bulan
Dengan Skrining Retinopathy of Prematurity di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah. Medicina. 2017; 48(2): 118—122.
6. Ilyas S et al. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2012.
7. Kim SJ, Port AD, Swan R, Campbell JP, Chan RVP, Chiang MF.
Retinopathy Of Prematurity: A Review Of Risk Factors And Their Clinical
Significance. Survey Of Ophthalmology. 2018; 63(5): 618—637
8. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Situasi
Gangguan Penglihatan. 2018;11.
9. Siswanto JE, Bos AF, Dijk PH, Rohsiswatmo R, Irawan G, Sulistijono E, et
al. Multicentre survey of retinopathy of prematurity in Indonesia. BMJ
Paediatr Open. 2021;5(1).
10. Hong EH, Shin YU, Bae GH, Choi YJ, Ahn SJ. Nationwide incidence and
treatment pattern of retinopathy of prematurity in South Korea using the
2007 – 2018 national health insurance claims data. Sci Rep [Internet].
23
24