Anda di halaman 1dari 40

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dipelajari dan dijadikan bahan masukan oleh peneliti

mengenai kepuasan kerja yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang akan

dilakukannya, sebagai berikut :

Penelitian Sudjatmiko (2005), yang melakukan penelitian mengenai

pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap prestasi kerja. Penelitian ini

menerapkan teori harapan dari Victor Vroom. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja dan motivasi mempunyai

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap prestasi kerja di Palangka Raya.

Penelitian Machmud A. (1996) yang melakukan penelitian mengenai

analisis faktor-faktor kepuasan kerja dan hubungannya dengan produktivitas

Tenaga Akademik Honorer Sekolah-Sekolah Dasar Negeri di Palangka Raya.

Penelitian ini didasarkan pada teori motivasi dari Herzberg. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan kerja di antara

Tenaga Akademik Honorer dan juga terdapat korelasi positif antara kepuasan
14
kerja dengan produktivitas.
15

Penelitian Damayanti (2007) yang melakukan penelitian mengenai

kepuasan, motivasi dan pelatihan mahasiswa sebagai pemain perkumpulan

(club) sepak bola di Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan metode survai

dengan teknik kuesioner dengan menggunakan skala Guttman dan datanya

dianalisis secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 39,41%

motivasi yang datang dari dalam mahasiswa, 29,47% kepuasan untuk tujuan-

tujuan tertentu, 24,75% motivasi sebagai hubungan sosial dan 6,35% motivasi

yang datang dari luar diri mahasiswa.

Penelitian Sitorus (2007) yang melakukan penelitian mengenai hubungan

antara kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas persuahaan di kantor

daerah Telekomunikasi Palangka Raya. Penelitian ini menerapkan teori

kebutuhan Mc Clelland dengan menggunakan alat analisis korelasi rank

Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

motivasi kerja pegawai dan peningkatan produktivitas. Dari ketiga kebutuhan

yang memotivasi pegawai yaitu kebutuhan berprestasi, afiliasi dan kekuasaan,

maka kebutuhan afiliasi mempunyai kontribusi terbesar terhadap produktivitas

perusahaan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak

pada teknik pengumpulan data dan model analisis. Teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data adalah metode survai dengan kuesioner. Model


16

analisis dalam penelitian sebelumnya adalah analisis regresi (Sudjatmiko) dan

penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak

pada landasan teori kepuasan kerja, obyek penelitian dan model analisis. Pada

penelitian sebelumnya landasan teori harapan dari Victor Vroom (Sudjatmiko),

teori dua faktor dari Herzberg (Machmud A), teori kebutuhan Mc Clelland

(Damayanti) dan dalam penelitian ini berlandaskan pada teori kebutuhan dari

Maslow. Obyek penelitian sebelumnya kinerja suatu perusahaan AJB 812

Probolinggo (Sudjatmiko), kinerja perusahaan negara Telkom Bandung

(Sitorus), kinerja tenaga akademik Honorer Wilayah Palangka Raya dan

penelitian ini obyeknya pada kinerja Pelatih Olahraga di Daerah Palangka

Raya. Model amalisis penelitian sebelumnya menggunakan korelasi dan

analisis secara diskriptif (Sitorus, Machmud A., Damayanti) dan penelitian ini

menggunakan analisis regresi linier berganda (Miltiple Linear Regression).


17

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Motivasi

Dalam pemberian motivasi terhadap para karyawan yang terdiri dari

berbagai budaya, maka seyogyanya seorang pimpinan organisasi mampu

menguasai konsep tentang motivasi.

Teori motivasi dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu Teori

Kepuasan (Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory) yang

penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Teori Motivasi Kepuasan

Teori ini berdasarkan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu

sehingga mereka mau melakukannya aktivitasnya, jadi mengacu kepada diri

seseorang. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat

memuaskan dan yang dapat mendorong semangat kerja seseorang. Semakin

tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat

seseorang untuk bekerja. Teori Kepuasan (content theory) ini yang dikenal

antara lain :

a. Teori motivasi klasik dari Taylor

Menurut teori ini motivasi pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan

dan kepuasan biologis saja yaitu hanya mempertahankan kelangsungan

hidup.
18

b. Teori hierarki kebutuhan (Need Hierarchi) dari Abraham Maslow

Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan

kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non

materiil. Dasar teori ini adalah bahwa manusia adalah makhluk yang

keinginannya tak terbatas atau tanpa henti, alat motivasinya adalah

kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. Jenjang

tersebut dapat digambarkan dari yang paling rendah sampai yang paling

tinggi sebagai berikut :

Aktualisasi Diri Tinggi

Penghargaan

Sosialisasi

Rasa Aman

Kebutuhan Fisik (Psikologi) Rendah

c. Teori dua faktor (Two Factor) dari Frederick Herzberg

Pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dipengaruhi oleh dua faktor utama

yaitu merupakan kebutuhan, yaitu :


19

1). Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factor)

Merupakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan

hakekat pekerja yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.

Kebutuhan ini akan berlangsung terus menerus seperti misalnya lapar –

makan – kenyang – lapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji,

kepastian pekerjaan dan supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini

bukanlah sebagai motivator tetapi merupakan keharusan bagi

perusahaan.

2). Faktor-faktor motivasi (Motivation factor)

Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor motivasi yang menyangkut

kebutuhan psikologi yang berhubungan dengan penghargaan terhadap

pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya

ruangan yang nyaman, penempatan kerja yang sesuai dan yang lainnya.

Teori dua faktor ini disebut juga dengan konsep Higiene, yang mencakup :

a). Isi pekerjaan

• Prestasi

• Pengakuan

• Pekerjaan itu sendiri


20

• Tanggungjawab

• Pengembangan potensi individu

b). Faktor Higienis

• Gaji dan upah

• Kondisi kerja

• Kebijakan dan administrasi perusahaan

• Hubungan antara pribadi

• Kualitas supervisi

Dari konsep higiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan

pekerjaan bagi pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbangan antara

kedua faktor ini.

d. Teori motivasi prestasi (Achievement Motivation) dari Mc. Clelland

Teori ini menyatakan bahwa seseorang pekerja memiliki energi potensial

yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan

peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja

adalah :

- Kebutuhan akan prestasi

- Kebutuhan akan afiliasi

- Kebutuhan akan kekuasaan


21

e. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growth) dari Alderfer

Teori ini merupakan penyempurnaan teori yang dikemukakan Abraham

Maslow dan menurut para ahli dianggap lebih mendekati keadaan yang

sebenarnya menurut data empiris.

Teori ini mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama,

yaitu:

- kebutuhan akan keberadaan (Existence)

- kebutuhan akan afiliasi (Relatednees)

- kebutuhan akan keamanan (Growth)

2. Teori Motivasi Proses

Teori ini berusaha setiap pekerja mau bekerja giat sesuai dengan harapan daya

penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan

diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka pekerja cenderung akan

meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula sebaliknya. Ada tiga macam teori

yang terkenal yaitu :

a. Teori Harapan (Expectance Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengatakan bahwa

seseorang bekerja untuk merealisasi harapan-harapan dari pekerja itu.


22

Teori ini didasarkan kepada 3 komponen yaitu :

1). Harapan adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi

karena perilaku.

2). Nilai (value) merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu

misalnya, nilai positif pada peristiwa terpilihnya seseorang karena ingin

dipilih, nilai negatif bila seseorang kecewa karena tidak ingin dipilih

serta acuh tak acuh bila bernilai nol.

3). Peraturan (instrumentality) yaitu besarnya probabilitas jika pekerja

secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu

yang diharapkannya.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasikan semangat kerja

seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya

serta obyektif. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik maka semangat kerja

para karyawan cenderung akan meningkat.

c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan

memberi kompensasi.
23

3. Teori X dan Y dari Mc. Gregor

Teori yang dicetuskan oleh Mc. Gregor pada asumsi manusia secara jelas dan

tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan teori Y.

a. Asumsi Teori X

- Karyawan rata-rata malas bekerja.

- Karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan

selalu dan selau menghindarkan tanggung jawab.

- Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi.

- Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri.

b. Asumsi Teori Y

- Karyawan rata-rata rajin bekerja.

- Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahwa banyak

karyawan tidak betah karena ada yang dikerjakan.

- Dapat memikul tanggung jawab.

- Berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi

- Karyawan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi.

2.2.1 Tinjauan Teoritis Tentang Organisasi

Organisasi pada umumnya dapat dianggap sebagai sebuah sistem

terbuka. Artinya dalam kenyataan organisasi itu adalah serangkaian kegiatan


24

yang mempunyai tujuan umum dan untuk itulah terdapat keluaran dan

masukan. Keluaran biasnaya akan merupakan produk dan jasa, sedang

masukan akan berupa bahan baku, uang, tenaga kerja dan sebagainya. Di

dalam organisasi akan terdapat sub sistem untuk menangani strategi,

kegiatan-kegiatan, serta susunan dan proses penunjang.

Setiap organisasi bersifat dinamis dan akan dipengaruhi sedikit

banyak oleh perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar. Umpama,

perubahan ekonomi akan mempengaruhi kinerja bisnis dan perubahan di

dalam perundang-undangan akan mempunyai dampak pada cara organisasi

melakukan (Cushway dan Lodgem, 1995),

Suatu organisasi suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang

berfungsi mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran. Jadi menurut

Gibson, Invancevich dan Donelly (1996), bahwa yang dimaksud dengan

organisasi adalah suatu wadah yang memungkinkan masyarakat dapat

meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara

sendiri-sendiri. Sedangkan menurut Robbins (1996), bahwa organisasi

adalah suatu sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersusun atas dua

orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk

mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.


25

Kemudian Raymond E. Miles (1975 dalam Gomes 1999), memberi

batasan mengenai organisasi sebagai berikut : bahwa organisasi tidak lebih

daripada sekelompok orang yang berkumpul bersama di sekitar suatu

teknologi yang dipergunakan untuk mengubah input-input dari lingkungan

menjadi barang atau jasa-jasa yang dapat dipasarkan.

Weber (1964 dalam Cusway dan Lodge, 1995) membuat kategori

organisasi menurut jenis wewenang yang dilaksanakan, ia membedakan tiga

jenis organisasi yaitu organisasi tradisional, organisasi kharisma dan

organisasi birokrasi. Sedangkan Katz dan Khan (1978 dalam Cushway dan

Lodge, 1995) membedakan empat jenis organisasi yaitu organisasi produktif

atau ekonomis, organisasi perawatan, organisasi penyesuaian serta organisasi

manajerial dan politik.

Organisasi mempunyai unsur-unsur tertentu, dan unsur-unsur inilah

yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lain. Unsur-unsur

utama yang sering dijadikan pedoman untuk membedakan suatu organisasi

dengan organisasi yang lain adalah : tujuan-tujuan (goals), teknologi

(technology), dan struktur (struktur). Ketiga unsur organisasi tersebut sangat

dipengaruhi oleh komponen-komponen lingkungan organisasi tersebut,

seperti kebutuhan masyarakat, sumber daya yang tersedia, pengetahuan,

nilai-nilai sosial dan politik yang ada, dan lain-lain. Unsur-unsur organisasi
26

selanjutnya berpengaruh terhadap peranan dan perilaku manajer. Sebaliknya

peranan dan perilaku manajer mempengaruhi tujuan, teknologi dan struktur

organisasi, dan selanjutnya yang satu ini akan mempengaruhi lingkungan

beserta segenap komponennya.

Berdasarkan tujuan, orang dapat membedakan organisasi yang

mencari keuntungan, (profit organization), organisasi yang tidak

mengutamakan keuntungan (non profit organization), organisasi publik dan

organisasi swasta, organisasi sekretarian dan organisasi non sekretarian dan

lain-lain. Berdasarkan teknologi, orang dapat membedakan organisasi

berdasarkan sistem mekanik, otomasi, computerized, bahkan mungkin

robotisasi. Ada organisasi yang masih sangat sederhana dalam penggunaan

teknologi dan ada organisasi yang jauh lebih canggih dalam menyerap dan

memanfaatkan teknologi. Berdasarkan struktur organisasi, orang bisa

membedakan organisasi yang besar dengan struktur yang sangat piramid,

kaku, rasional, dan sentralistik, dengan organisasi kecil yang memiliki

struktur sederhana dan luwes (Gomes, 1999).


27

1. Perilaku dan struktur organisasi

a. Perilaku organisasi

Perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang memiliki dampak

perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan

maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki

keefektifan organisasi (Robbins, 1996). Sedangkan Gibson, Ivancevich dan

Donelly (1996) mendefinisikan perilaku organisasi lebih luas yaitu

merupakan bidang studi yang mencakup teori, metode dan prinsip-prinsip

dari berbagai disiplin guna mempelajari persepsi individu, nilai-nilai,

kapasitas pembelajar individu, dan tindakan-tindakan saat bekerja dalam

kelompok dan di dalam organisasi secara keseluruhan, menganalisis akibat

lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumber dayanya, misi, sasaran

dan strategis.

Perilaku organisasi dapat dipahami lewat suatu penelaahan dari

bagaimana organisasi itu dimulai tumbuh dan berkembang, dan bagaimana

pula suatu struktur, proses dan nilai dari suatu sistem tumbuh bersama-sama

yang memungkinkan mereka dipelajari dan disesuaikan pada lingkungan.

Pandangan ini mempelajari organisasi sebagai suatu sistem tempat tinggal (a

living system), sebagai suatu raksasa “amoeba” yang hidup di tempat

tinggalnya sendiri. Titik berat dari pemahaman perilaku organisasi itu adalah
28

pada tingkah laku dari organisasi, dan bagaimana perilaku dari anggota-

anggota organisasi mempengaruhi organisasi. Sehingga oleh Kelly (1974

dalam Thoha 1998) merumuskan perilaku organisasi sebagai suatu sistem

studi dari sifat organisasi seperti misalnya : bagaimana organisasi dimulaim

tumbuh dan berkembang, dan bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-

anggota sebagai individu, kelompok-kelompok pemilih, organisasi-organisasi

lainnya, dan institusi-institusi yang lebih baik.

Sebagai kesimpulan dan memahami pengertian perilaku organisasi,

maka dapat diberikan rangkuman yang menyeluruh bahwa perilaku

organisasi adalah secara langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan

dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang di dalam suatu

organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut mempengaruhi

usaha-usaha untuk pencapaian tujuan organisasi. Ilmu perilaku organisasi

adalah ilmu interdisipliner dengan menitik beratkan pada psikoligi sosial.

b. Struktur organisasi

Sebuah struktur organisasi adalah kerangka kerja yang menjelaskan

bagaimana sumber-sumber daya dan alur-alur komunikasi serta pembuatan

keputusan dialokasikan dan ditangani (Cushway dan Lodge, 1995).

Sedangkan pendapat Robbins (1996) mengatakan bahwa struktur organisasi


29

terdiri dari hubungan antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan yang relatif

tetap dan stabil, yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi perilaku

individu dan kelompok guna mencapai prestasi yang efektif. Lebih lanjut

Gibson, Ivacevich dan Donelly (1996) menjelaskan bahwa ada empat

keputusan manajerial utama yang menentukan struktur organisasi yaitu

pembagian pekerjaan, pendelegasian wewenang, departementalisasi

pekerjaan dalam kelompok dan penentuan rentang kendali yang mana

semuanya saling bergantung dan berhubungan.

Maksud utama struktur organisasi adalah memastikan bahwa

organisasi dirancang dengan cara yang paling baik untuk mencapai sasaran-

sasaran dan tujuan-tujuannya. Jadi semua organisasi, betapapun kecilnya,

mempunyai semacam struktur, kalau tidak, maka organisasi-organisasi itu

tidak akan dikelompokkan sebagai organisasi dengan maksud umum, tetapi

cenderung sebagai perkumpulan perorangan.

Menurut Cushway dan Lodge (1995) bahwa struktur organisasi dibuat

untuk mencaai sejumlah tujuan untuk :

a. menunjang strategi organisasi;

b. mengorganisasikan sumberdaya dengan cara yang paling efisien dan

efektif;
30

c. mengadakan persiapan pembagian tugas dan pertanggungjawaban

yang efektif antara perorangan dan kelompok;

d. memastikan koordinasi kegiatan organisasi yang efektif dan

menggambarkan proses pembuatan keputusan;

e. mengembangkan dan menggambarkan garis-garis komunikasi ke atas,

ke bawah dan keseluruh organisasi;

f. memungkinkan pemantauan dan peninjauan kegiatan-kegiatan

organisasi secara efektif;

g. menyediakan mekanisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan

pasar, produk dan keadaan lingkungan internal dan eksternal;

h. memberikan sarana penanganan keadaan genting dan masalah;

i. membantu memotivasi, mengatur dan memberi kepuasan kerja kepada

setiap anggota organisasi; dan

j. menyiapkan penggantian manajemen (suksesi).

Cushway dan Lodge (1995) juga menambahkan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi struktur organisasi yaitu sejarah, produk dan jasa,

pelanggan dan pasar, proses, manusia, ukuran, teknologi dan geografi.

Sedangkan kekuatan utama yang telah diidentifikasi sebagai penyebab atau

penentu dari suatu struktur organisasi yaitu strategi, ukuran organisasi,

teknologi dan lingkungan (Robbins, 1996),


31

2. Teori Motivasi Kepuasan

Literatur dan praktik yang menyangkut proses perubahan organisasi

tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah karena belum mantapnya aspek

perilaku organisasi. Konsep konseptualisasi dan teori serta arti dan

penafsirannya masih merupakan ini ketidak sepakatan. Akhir-akhir ini

perubahan organisasi ada kecenderungan menggunakan istilah pengembangan

organisasi untuk mengacu pada proses persiapan dan pengelolaan perubahan.

Pengembangan organisasi menekankan proses di mana orang-orang

dalam organisasi menjadi lebih sadar atas diri mereka sendiri dan orang lain.

Penekanan- nya pada keadaan kejiwaan pegawai yang menghambat

kemampuan mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota lainnya

dalam berorganisasi. Asumsinya di sini adalah bahwa keefektifan organisasi

dapat ditingkatkan apabila orang-orang dapat membicarakan berbagai isyu

secara jujur dan terbuka.

Ada tiga sub tujuan pengembangan organisasi adalah “mengubah sikap

dalam organisasi tidak memiliki ketrampilan teknis yang diperlukan untuk atau

nilai, memodifikasi perilaku, dan menimbulkan perubahan struktur dan

kebijaksanaan”. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa strategi pengembangan

organisasi mungkin hanya menekankan salah satu dari ketiga sub tujuan itu.

Tambahan pula bahwa konsep pengembangan organisasi harus mencakup


32

program yang bertujuan memberikan ketrampilan teknis bagi pegawai. Sangat

dimungkinkan bahwa perubahan efektif tidak sederhana yang dibayangkan

apabila orang-orang menanggulanginya. Pimpinan mungkin berpendapat

bahwa sikap, perilaku dan struktur telah sesuai, namun organisasi tidak dapat

menanggapi perubahan karena pegawai utama sama sekali tidak memiliki

kemampuan yang dibutuhkan menanggapinya.

Pengembangan organisasi memiliki karakteristik khusus yaitu :

a . Terencana

Bahwa pengembangan organisasi adalah pendekatan berdasarkan data

terhadap perubahan yang melibatkan semua unsur yang tercakup dalam

perencanaan manajerial.

b. Berorientasi masalah

Pengembangan organisasi berupaya menerapkan teori dan penelitian dari

sejumlah disiplin, termasuk ilmu perilaku, untuk memecahkan berbagai

masalah organisasi.

c. Mencerminkan pendekatan sistem

Pengembangan organsasi adalah pendekatan sistemik dan sistematik.

Pengembangan organisasi merupakan cara untuk lebih mengaitkan

sumberdaya manusia dan potensi organisasi dengan teknologi, struktur dan

proses manajemen.
33

d . Merupakan bagian integral dari proses manajemen

Pengembangan organisasi bukanlah sesuatu yang dilakukan terhadap

organisasi oleh pihak luar. Pengembangan organisasi merupakan cara

mengelola proses perubahan organisasi.

e. Pengembangan organisasi bukan strategi “mapan”

Pengembangan organisasi adalah proses berkelanjutan yang berlangsung

terus menerus. Pengembangan organisasi bukanlah serangkaian aktivitas ad

hoc yang dirancang untuk menerapkan perubahan spesifik. Diperlukan

waktu bagi pengembangan organisasi untuk menjadi cara hidup dalam

organisasi.

f. Berfokus bagi peningkatan

Pengembangan organisasi menekankan pada pengembangan.

Pengembangan organisasi bukan sekedar ditujukan bagi organisasi yang

“sakit” atau organisasi yang “sehat”. Pengembangan organisasi merupakan

peningkatan yang bermanfaat bagi semua organisasi umumnya.

g. Berorientasi tindakan

Fokus pengembangan organisasi adalah penyelesaian dari hasil. Tidak sama

halnya dengan pendekatan perubahan yang cenderung menguraikan

bagaimana berlangsungnya perubahan organisasi, penekanan

pengembangan organisasi adalah pada penyelesaian hal-hal.


34

h. Berdasarkan teori dan praktek yang sehat

Pengembangan organisasi bukan tipu muslihat atau pekerjaan yang iseng.

Pengembangan organisasi berdasarkan teori dan penelitian dari sejumlah

disiplin.

2.2.2 Pengertian Kepuasan Kerja

Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini semakin pesat terutama

dalam bidang teknologi, hal ini mengakibatkan menurunnya prosentase

penggunaan tenaga manusia dalam bidang industri.

Dengan ditemukannya mesin-mesin serta penggunaannya dalam

industri telah mendesak fungsi dari tenaga manusia namun tetap memegang

peranan yang cukup penting. Betapapun sempurnanya peralatan kerja,

katakanlah hanya sebagai penekan tombol untuk menjalankan mesin, maka

pabrik tersebut tiada artinya, tidak ubahnya seonggok besi tua yang

menantikan saat kemusnahannya.

Dikatakan oleh Louis A. Allen dalam Asad (1998 : 1030 tentang

pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri :

“Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi, dan

pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan


35

tugasnya dengan minat dan gembira, maka suatu perusahaan tidak akan

mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya yang dapat dicapainya”.

Dari uraian Allen ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor

manusia cukup berperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan

perusahaan. Memberikan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi

karyawan merupakan kewajiban bagi setiap pimpinan perusahaan.

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang paling bersifat

individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda

sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan

karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak

aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu

tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan

sebaliknya.

Mengenai bahasan atau definisi kepuasan menurut hemat penulisan

belum ada keseragaman. Walaupun demikian sebenarnya tidaklah terdapat

perbedaan yang prinsip dari padanya.

Menurut Wexley dan Yulk dalam Asas (1998 : 104) yang disebut

kepuasan kerja ialah “The Way Employee Feels About His / Her Job”. Ini

berarti kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.


36

Kemudian Blum dalam Asad (1998 : 104) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari

beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri

dan hubungan sosial individual di luar kerja.

Dari pengetahuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,

kepuasan kerja menurut Blum adalah bagaimana tingkah laku karyawan

setiap harinya dalam bekerja termasuk juga hubungan mereka dengan

teman kerjanya dan atasannya serta hubungan dengan lingkungan tempat ia

bekerja.

Tiffin dalam Asad (1998 : 104) berpendapat bahwa kepuasan bekerja

berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya

sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan.

Handoko (1998 : 103) mengemukakan bahwa kepuasan kerja (Job

Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala

sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau

manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu


37

mempengaruhi tingkat absensi, semangat kerja, keluhan-keluhan dan

masalah-masalah personalia vital lainnya.

Kemudian Strauss dan Sayles dalam Handoko (1998 : 196) bahwa

kepuasan kerja juga untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak

memperoleh kepuasan tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis,

dan pada gilirannya akan menjadi frustrasi. Karyawan seperti ini akan

sering melamun mempunyai semangat kerja lemah, cepat lelah dan bosan,

emosinya tidak stabil. sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak

ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan

karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan

kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan

serikat karyawan, dan (kadang-kadang) berprestasi kerja lebih baik dari

pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu

kepuasan kerja mempunyai arti penting baik karyawan maupun perusahaan,

terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja

perusahaan.

Dari batasan-batasan mengenai kepuasan kerja di atas sebenarnya

batasan yang sederhana operasional menurut hemat penulis adalah

“Perasaan Seseorang Terhadap Pekerjaan”. Ini berarti bahwa konsepsi

keputusan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil
38

interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. Jadi diterminasi kepuasan

kerja ini meliputi perbedaan individu (individual differences) maupun

situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu, perasaan orang terhadap

pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap

pekerjaan.

2.2.3 Teori-teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk dalam Asas (1998 : 104) dalam bukunya

yang berjudul Organizational Behavior and Personnel Psychology, teori-teori

tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1. Discrepancy theory

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter dalam Asad (1998 :

105) Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung

selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan

(difference between how much of something there should be and how

much there “is now”).

Kemudian Locke dalam Asad (1998 : 105) menerangkan bahwa

kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara Should

be (expectation, need atau values) dengan apa yang menurut perasaannya

atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan


39

demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan yang

diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum

yang diinginkan telah terpenuhi.

Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan,

maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy

yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakannya itu

dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka

besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

Menurut penelitian yang dilakukan Wanous dan Lowher dalam Asad

(1998 : 105) menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan

tergantung bagaimana discrepancy itu dirasakannya.

2. Equity Theory

Menurut Locke dalam Asad (1998 : 105) prinsip dari teori ini adalah

bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia

merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas sesuatu situasi.

Perasaan equity dan inquity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan

cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor

maupun di tempat lain.


40

Menurut teori ini elemen-elemen dari equity ada tiga yaitu : input,

outcomes, comparison person dan equity – inequity (Wexley dan Yulk

dalam Asad (1998 : 106). Yang dimaksud dengan input ialah anything of

value that an employee perceives that he contributes to this job. Ini berarti

input ialah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan

sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Dalam hal ini misalnya :

education, experience, skills. Amount of effort expected, number of hours

worked, and personal tools dan sebagainya.

Adapun yang dimaksud outcomes ialah : “anything of value that the

employee perceives he obtains from the job”. Ini berarti outcomes adalah

segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai “hasil”

dari pekerjaannya seperti misalnya : pay, fringe benefits, status symbol,

recognition, opportunity for achievement or self expression. Sedangkan

yang dimaksud dengan comparion persons ialah kepada orang lain

dengan siapa karyawan membandingkan resio input outcomes yang

dimilikinya. Comparison persons ini biasa berupa seseorang di

perusahaan yang sama atau di tempat lain, atau biasa pula dengan dirinya

sendiri di waktu lampau.

Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input

– outcomes orang lain (comparison person). Bila perbandingan itu


41

dianggapnya cukup adil (equity), maka ia merasa puas. Bila perbandingan

itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation inequity),

bias menimbulkan kepuasan tetapi bias pula tidak (misalnya pada orang

yang moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan

merugikan (under compensation inequity) akan timbul ketidak puasan

(Wexley dan Yulk dalam Asad, 1998 : 106).

Adapun kelemahan dari teori ini ialah kenyataan bahwa kepuasan

orang juga ditentukan oleh individual difference (misalnya saja pada

waktu orang melamar pekerjaan apabila ditanya besarnya upah/gaji yang

diinginkan). Selain itu liniernya hubungan antara besarnya kompensasi

(misalnya upah) dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan

dengan kenyataan (Locke dalam Asad, 1998 : 107).

3. Two Factor Theory

Prinsip teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidak puasan kerja

(job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg dalam

Asad, 1998 : 108). Artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap

pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu.

Teori ini pertama kali ditemukan oleh Herzberg dalam Asad (1998 :

108). Berdasarkan atas hasil penelitian beliau, membagi situasi yang


42

mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua

kelompok yaitu : kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok

dissatisfiers atau hygiene factor.

Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang

dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari :

achievment. recognation, work it self, responsibility and advancement.

Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan,

tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan

ketidakpuasan.

Dissatisfiers (hygiene factor) ialah faktor-faktor yang terbukti

menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : company policy and

administration, supervison technical, salary, inter personal relation,

working condition, job security dan status (Wexley dan Yulk dalam Asad,

1998 : 108).

Jadi menurut teori ini perbaikan salary dan working condition tidak

akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan.

Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang biasa memacu orang

untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok

satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai

intrinsic, factor, job content dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang
43

sering digunakan untuk dissastisfiers ialah extrinsic, job contens dan

hygiene factor. Dalam perkembangan selanjutnya satisfiers dan

dissatisfiers ini dipasangkan (dibuat berpasangan) dengan teori motivasi

dari Maslow. Pada satisfiers berhubungan dengan higher, order needs

(social needs dan self actualization needs), sedangkan pada disssatisfiers

disebutkan sebagai tempat pemenuhan lower order needs (Physiological

needs, safety and security dari sebagian dari social needs).

Model dua faktor pendukung sekaligus disangkal oleeh analisa

lainnya tentang motivasi. Semua kritik terhadap model itu umumnya

menyanggah gagasan tentang adanya dua faktor terpisah yang

mempengaruhi motivasi. Mereka percaya bahwa motivasi berdasarkan

atas satu faktor di sepanjang suatu kontinum, dan bukan dua faktor. Kritik

lain mengemukakan model itu tidak memberi tekanan secukupnya pada

bayaran, status, dan hubungan dengan orang lain yang dipandang

merupakan faktor pemeliharaan, padahal hal-hal itu sebenarnya mampu

menimbulkan motivasi (Devis dan Newstrom, 1990 : 74).

Meskipun banyak kritik yang dilontarkan, model ini tetap berguna

karena membedakan faktor yang memotivasi pegawai dengan faktor yang

semata-mata membantu untuk mempertahankan pegawai agar dalam


44

kondisi yang siap dimotivasi. Perkembangan yang penting dari gagasan

dua faktor adalah pemerkayaan pekerjaan (Quality of work life).

Suatu kelanjutan dari analisa Herzberg dikembangkan oleh M. Scoot

Myers dalam Manullang (1987 : 109). Myers menerangkan dua tipe

karyawan yang dimotivasi oleh keberhasilan pelaksanaan, tanggung

jawab, pertumbuhan, perkembangan, pekerjaan itu sendiri dan pengakuan.

Dengan demikian, ia dimotivasi seperti dikatakan Herzberg oleh faktor-

faktor pemuas. Tetapi mengelak motivasi cenderung untuk mengelak

kesempatan motivasi dan biasanya terlalu memikirkan atau meras tidak

puas dengan faktor-faktor seperti upah, tunjangan supervisi, kondisi-

kondisi kerja dan kebijakan serta administrasi perusahaan. Ancaman

negatif dari pengelak motivasi memberinya sedikit kepuasan dari

keberhasilan pelaksana.

Dari ketiga teori di atas, pemeliharaan atas teori mana yang akan

dipakai adalah bergantung pada tujuan pemakainya. Kalau orang akan

mencari aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja

atau ketidakpuasan kerja di suatu tempat, maka teori dua faktor

merupakan pilihan yang lebih tepat. Kalau orang ingin mengetahui

kepuasan terhadap golongan gaji atau pangkat, mungkin sekali Equity

Theory akan lebih relevan. Dan apabila orang akan memprediksi efek dari
45

kepuasan kerja, maka discrepance theory akan lebih cocok, karena lebih

mencerminkan konsep tingkah laku yang multiple determinism. Unsure

what should be dalam discrepance theory sebenarnya ditentukan oleh

interaksi antara personality characteristics dengan situational variables

(misalnya lingkungan kerja).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa kepuasan dari

pekerjaan sangat dipengaruhi faktor-faktor :

1. Pekerjaan itu sendiri (work it self)

2. Gaji (salary)

3. Supervisi (supervision)

4. Kesempatan untuk promosi (opportunity for promotion)

5. Ciri-ciri/sifat para rekan sekerja.

Juga ditunjukkan olehnya bahwa salah satu di antara faktor-faktor

yang disebut (atau lebih) dapat menjadi sumber kepuasan untuk kelompok

pekerja tertentu tetapi bagi kelompok lain, ia akan menjadi sumber

ketidakpuasan (The Cornell Studies of Job Satisfaction dalam Winardi,

1992 : 135). Faktor-faktor yang dikemukakan juga berubah artinya bagi


46

individu tertentu; maksudnya apa yang dianggap memuaskan hari ini,

mungkin esok harinya sudah tidak memuaskan lagi karena kebutuhan dan

tujuan-tujuan individu berubah.

Faktor lain yang berkaitan dengan kepuasan meliputi jaminan kerja,

kondisi kerja, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri,

status, pengakuan, umur. Sikap pimpinan, diklat, insentif, tanggung jawab,

kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, serta hubungan antara manajer

dengan karyawan.

Agar kepuasan dari pekerjaan dapat ditempatkan dalam peranannya

yang tepat sebagai variable sebagai dependen yang merupakan hasil dari

seluruh situasi kerja, maka perlu dikaitkan dengan moril (morale) dengan

menghubungkannya dengan situasi pekerja total dan bukan hanya dengan

kepuasan diri pekerjaan saja.

2.2.5 Pengukuran Kepuasan Kerja (Measurement of Job Attitudes)

Kepuasan kerja ini ternyata pengukurannya sangat bervariasi, baik

dari segi analisa statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang

didapat dari kepuasan kerja ini bias melalui tanya jawab secara perorangan,

dengan angket ataupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau

menggunakan tanya jawab (interview) sebagai alatnya maka sebagai


47

karyawan diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-

aspek pekerjaan (self report). Cara yang lain adalah dengan mengamati

sikap dan tingkah laku orang tersebut.

Dari asumsi dari “self report” adalah hanya orangnya sendirilah

yang paling tahu persis bagaimana perasaannya terhadap pekerjaan, dan

jenis ini yang sering dipakai banyak orang. Akan tetapi untuk jenis ini

ternyata banyak pula variasinya. Ada yang pertanyaan langsung terhadap

perasaan orang, ada pula yang memakai pertanyaan tidak langsung. Adapun

model yang lain, menggunakan suatu skala fixed – response items yang

disebut job descriptive index. Model fixed response skala yang didasarkan

pada teori discrepance di mana setiap item ada 2 pertanyaan, yaitu untuk

should be dan yang satunya untuk is now (Porter dalam Asad, 1998 : 119).

2.2.6 Produktivitas dan Prestasi Kerja/Kinerja

Produktivitas merupakan ratio antara output dan input yang

dinyatakan atas basis faktor produksi secara keseluruhan. Jadi produktivitas

adalah ukuran yang sebenarnya baik kita mengubah input ataupun sumber

daya menjadi produksi yang berguna. Makin kecil nilai sumber daya yang

digunakan untuk menghasilkan kekuatan yang sama, berarti efisiensi yang

dicapai semakin meningkat. Semakin tinggi derajat efisiensi pelaksanaan


48

tugas seorang karyawan berarti semakin tinggi drajat prestasi kerja/kinerja

karyawan yang bersangkutan.

Produktivitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Bernandi,

1995) yaitu Knowledge, skills, abilities, attitude dan behaviors dari para

pekerja yang ada dalam organisasi.

Menurut Alex S. Nitisemito mengartikan kegairahan kerja sebagai

berikut : “Kegairahan kerja merupakan kesenangan yang mendalam

terhadap pekerjaan yang dilakukan”. Dari definisi di muka dapat ditarik

suatu penegasan bahwa kegairah kerja itu merupakan suatu perwujudan dari

adanya kepuasan kerja yang sangat berkorelasi positif dengan prestasi

karyawan.

Robert Simons (1993) menyebutkan dalam bukunya “Performance

Measurement and Control System for Implementing Strategy” bahwa

sesungguhnya performance measurement systems membantu manager

dalam memonitor (tracking) implementasi strategi bisnis dengan cara

membandingkan antara hasil actual dengan sasaran dan tujuan strategi.

Definisi Robert Simons nampaknya tidak jauh berbeda dengan definisi

yang tertuang dalam “Reference Guide “ Province of Alberta, Canada.

Dalam Reference Guide itu disebutkan bahwa pengukuran prestasi kerja


49

merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai

dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan.

Selanjutnya Husain Umar (1998) mengatakan bahwa Prestasi kerja

(Kinerja) di mana manajemen maupun karyawan perlu umpan balik tentang

kerja mereka, di mana hasil penilaian prestasi kerja (performance

appraisal) karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia

dan memberikan umpam balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja

mereka.

Menurut Gibson et all (1991) memberikan kriteria performasi atau

kinerja pekerja yang dikaitkan dengan hasil pencapaian tujuan ataupun

pengukuran hasil-hasil akhir (enresult), perilaku yang menekankan pada

sarana pencapaian sasaran dan judgement merupakan performasi adalah

Quality of work (jumlah jam kerja yang dilakukan dalam suatu periode

tertentu). Quality of work (kualitas jam kerja berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian), creativeness (keaslian gagasan yang dimunculkan dan

tindakan atas permasalahan yang timbul), job knowledge (pengetahuan

mengenai pekerjaan dan keterampilan), cooperation (kesediaan kerja

sama), dependability (kesadaran dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian kerja), initiative (sangat melaksanakan tugas-tugas baru dalam


50

memperbesar tanggung jawab), personal qualities (menyangkut

kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integrasi pribadi).

3.1 Kerangka Konseptual

Pegawai sebagai salah satu sumber daya potensial dan sangat strategis

memegang peranan penting dalam rangka pencapaian produktivitas

organisasi.

Produktivitas suatu organisasi dapat dicapai bilamana para pegawai

merasakan tingkat kepuasan kerja yang memadai. Untuk maksud tersebut

sehingga dilakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Muara Teweh

dengan mengambil sampel beberapa orang pegawai, tingkat golongan, jenis

kelamin, tingkat eselon dan jenjang kepangkatan.

Dasar teori dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai yaitu pekerjaan yang secara mental

menantang, gaji/insentif yang pantas, kesempatan untuk promosi, kondisi

kerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian pekerjaan.

Untuk mengoptimalkan potensi para pegawai dalam melaksanakan

51 yang memadai agar dapat dicapai


tugasnya, tentu diperlukan tingkatannnerja

tingkat kepuasan kerja yang memadai agar dapat dicapai tingkat

produktivitas yang lebih baik.


51

Selanjutnya pada tahap diagnosis aktivitas pegawai, maka organisasi

akan mendapat gambaran tentang produktivitas para pegawai. Kalau tingkat

kepuasan kerjanya kurang maka akan berdampak tidak tercapainya

produktivitas kerja organisasi sehingga ada keberpihakkan seseorang kepada

pekerjaannya.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis dan memecahkan

permasalahan pokok, maka akan dilakukan suatu analisa.

Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa kelima variabel mempunyai

tingkat pengaruh yang berbeda-beda, namun setiap variabel tidak dapat

dipisah-pisahkan dan bersifat kumulatif. Oleh karena itu, metode analisis

yang sesuai untuk menguji kelima faktor yang berpengaruh terhadap tingkat

kepuasan kerja adalah metode Ekspektasi (Sudjana, 1996).


52

KANTOR PELAYANAN PAJAK MUARA


TEWEH

KARYAWAN/PEGAWAI

Pekerjaan Gaji/Insentif Kesempatan Kondisi Kesesuaian


yang Secara untuk Kerja Kepribadian
mental promosi Pekerjaan
menantang
C
A
B
D
E
E
FEEDBACK

KEPUASAN KERJA

PRODUKTIVITAS DAN
PRESTASI KERJA

Gambar 3.1 : KERANGKA PEMIKIRAN


53

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang akan diuji

dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh variabel Pekerjaan yang secara mental menantang, gaji

dan insentif, kesempatan untuk promosi, kondisi kerja, dan kesesuaian

kepribadian pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan Kantor Pelayanan

Pajak Muara Teweh.

2. Variabel pekerjaan secara mental menantang adalah merupakan faktor yang

berpengaruh lebih dominan terhadap kepuasan kerja karyawan Kantor

Pelayanan Pajak Muara Teweh.

Anda mungkin juga menyukai