Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah

suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan

sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien

dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga

tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan

masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep

bahwa setiap karyawan adalah manusia- bukan mesin - dan bukan

semata menjadi sumber daya bisnis.

Manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah teknik atau

prosedur yang berhubungan dengan pengelolaan dan

pendayagunaan personalia sekolah/madrasah atau instansi (SDM),

baik tenaga edukatif maupun tenaga administratif secara efektif dan

efisien banyak tergantung pada kemampuan kepala

sekolah/madrasah baik sebagai manager dan pemimpin pada

lembaga pendidikan tersebut.

Beberapa pakar atau sumber yang akan memberikan

pandangan yang beragam tentang MSDM :

a. Pengertian MSDM menurut Marwansyah yaitu :

Pendayagunaan sumber daya manusia di dalam

organisasi yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan

1
sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembanagan

sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir,

2
pemberian kompensasi dan kesejahtraan, keselamatan dan

kesehatan kerja, serta hubungan industrial.

b. Ivancevich menyatakan Human Resource Management is the effective

management of people at work. Human Resource Management examines

what can or should be done to make working people more productive dan

satisfie” atau ” manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan yang

efektif dari manusia dalam pekerjaan mereka, (dan) manajemen sumber

daya manusia meneliti hal-hal yang dapat atau harus dilakukan untuk

menjadikan orang yang bekerja menjadi lebih produktif dan lebih puas.

c. Adapun Dessler berpendapat bahwa Manajemen sumber daya manusia

adalah “ Proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi

kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan,

keamanan, dan masalah keadilan”.

Dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menunjukan

demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai

tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi terhadap sumber

daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan

efesien.

2.1.2.Teori Motivasi

Dalam pemberian motivasi terhadap para karyawan yang terdiri dari

berbagai budaya, maka seyogyanya seorang pimpinan organisasi mampu

menguasai konsep tentang motivasi.

3
Teori motivasi dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu Teori Kepuasan

(Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory) yang penjelasannya adalah

sebagai berikut:

1. Teori Motivasi Kepuasan

Teori ini berdasarkan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan

individu sehingga mereka mau melakukannya aktivitasnya, jadi mengacu

kepada diri seseorang. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan

apa yang dapat memuaskan dan yang dapat mendorong semangat kerja

seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan,

maka semakin giat seseorang untuk bekerja. Teori Kepuasan (content theory)

ini yang dikenal antara lain :

a. Teori motivasi klasik dari Taylor, Menurut teori ini motivasi pekerja hanya

untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja yaitu hanya

mempertahankan kelangsungan hidup.

b. Teori hierarki kebutuhan (Need Hierarchi) dari Abraham Maslow ,Menurut

teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan kebutuhan

biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non materiil. Dasar

teori ini adalah bahwa manusia adalah makhluk yang keinginannya tak

terbatas atau tanpa henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum

terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. Jenjang tersebut dapat

digambarkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi sebagai

berikut :

1. Aktualisasi Diri Tinggi

2. Penghargaan

3. Sosialisasi

4. Rasa Aman

5. Kebutuhan Fisik (Psikologi) Rendah

4
c. Teori dua faktor (Two Factor) dari Frederick Herzberg, Pekerja dalam

melaksanakan pekerjaan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu

merupakan kebutuhan, yaitu :

1). Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factor), Merupakan faktor-

faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakekat pekerja yang

ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan ini akan

berlangsung terus menerus seperti misalnya lapar – makan – kenyang

– lapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian

pekerjaan dan supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah

sebagai motivator tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan.

2). Faktor-faktor motivasi (Motivation factor). Faktor-faktor ini merupakan

faktor-faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologi yang

berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara

langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman,

penempatan kerja yang sesuai dan yang lainnya. Teori dua faktor ini

disebut juga dengan konsep Higiene, yang mencakup :

a). Isi pekerjaan

1. Prestasi

2. Pengakuan

3. Pekerjaan itu sendiri

4. Tanggungjawab

5. Pengembangan potensi individu

b). Faktor Higienis

1. Gaji dan upah

2. Kondisi kerja

3. Kebijakan dan administrasi perusahaan

4. Hubungan antara pribadi

5. Kualitas supervisi

5
Dari konsep higiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan

pekerjaan bagi pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbangan

antara kedua faktor ini.

d. Teori motivasi prestasi (Achievement Motivation) dari Mc. Clelland, Teori

ini menyatakan bahwa seseorang pekerja memiliki energi potensial yang

dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan

peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja

adalah :

- Kebutuhan akan prestasi

- Kebutuhan akan afiliasi

- Kebutuhan akan kekuasaan

e. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growth) dari Alderfer ,Teori ini

merupakan penyempurnaan teori yang dikemukakan Abraham Maslow

dan menurut para ahli dianggap lebih mendekati keadaan yang

sebenarnya menurut data empiris. Teori ini mengemukakan bahwa ada 3

kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

- kebutuhan akan keberadaan (Existence)

- kebutuhan akan afiliasi (Relatednees)

- kebutuhan akan keamanan (Growth)

2. Teori Motivasi Proses

Teori ini berusaha setiap pekerja mau bekerja giat sesuai dengan

harapan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari

harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka

pekerja cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula

sebaliknya. Ada tiga macam teori yang terkenal yaitu :

a. Teori Harapan (Expectance Theory)

6
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengatakan bahwa

seseorang bekerja untuk merealisasi harapan-harapan dari pekerja itu.

Teori ini didasarkan kepada 3 komponen yaitu :

1). Harapan adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi

karena perilaku.

2). Nilai (value) merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu

misalnya, nilai positif pada peristiwa terpilihnya seseorang karena ingin

dipilih, nilai negatif bila seseorang kecewa karena tidak ingin dipilih

serta acuh tak acuh bila bernilai nol.

3). Peraturan (instrumentality) yaitu besarnya probabilitas jika pekerja

secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu

yang diharapkannya.

b. Teori Keadilan (Equity Theory), Keadilan merupakan daya penggerak yang

memotivasikan semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil

terhadap semua bawahannya serta obyektif. Jika prinsip ini diterapkan

dengan baik maka semangat kerja para karyawan cenderung akan

meningkat.

c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) , Teori ini didasarkan atas

hubungan sebab akibat dari perilaku dengan memberi kompensasi.

3. Teori X dan Y dari Mc. Gregor

Teori yang dicetuskan oleh Mc. Gregor pada asumsi manusia secara

jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan teori Y.

a. Asumsi Teori X

- Karyawan rata-rata malas bekerja.

- Karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan

selalu dan selau menghindarkan tanggung jawab.

- Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi.

- Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri.

7
b. Asumsi Teori Y

- Karyawan rata-rata rajin bekerja.

- Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahwa banyak

karyawan tidak betah karena ada yang dikerjakan.

- Dapat memikul tanggung jawab.

- Berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi

- Karyawan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi.

2.1.3.Tinjauan Teoritis Tentang Organisasi

Organisasi pada umumnya dapat dianggap sebagai sebuah sistem

terbuka. Artinya dalam kenyataan organisasi itu adalah serangkaian kegiatan

yang mempunyai tujuan umum dan untuk itulah terdapat keluaran dan masukan.

Keluaran biasnaya akan merupakan produk dan jasa, sedang masukan akan

berupa bahan baku, uang, tenaga kerja dan sebagainya. Di dalam organisasi

akan terdapat sub sistem untuk menangani strategi, kegiatan-kegiatan, serta

susunan dan proses penunjang.

Setiap organisasi bersifat dinamis dan akan dipengaruhi sedikit banyak

oleh perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar. Umpama, perubahan

ekonomi akan mempengaruhi kinerja bisnis dan perubahan di dalam perundang-

undangan akan mempunyai dampak pada cara organisasi melakukan (Cushway

dan Lodgem, 1995),

Suatu organisasi suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang

berfungsi mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran. Jadi menurut

Gibson, Invancevich dan Donelly (1996), bahwa yang dimaksud dengan

organisasi adalah suatu wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih

hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.

Sedangkan menurut Robbins (1996), bahwa organisasi adalah suatu sosial yang

dikoordinasi secara sadar, yang tersusun atas dua orang atau lebih, yang

8
berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan

atau seperangkat tujuan bersama.

Kemudian Raymond E. Miles (1975 dalam Gomes 1999), memberi

batasan mengenai organisasi sebagai berikut : bahwa organisasi tidak lebih

daripada sekelompok orang yang berkumpul bersama di sekitar suatu teknologi

yang dipergunakan untuk mengubah input-input dari lingkungan menjadi barang

atau jasa-jasa yang dapat dipasarkan.

Weber (1964 dalam Cusway dan Lodge, 1995) membuat kategori

organisasi menurut jenis wewenang yang dilaksanakan, ia membedakan tiga

jenis organisasi yaitu organisasi tradisional, organisasi kharisma dan organisasi

birokrasi. Sedangkan Katz dan Khan (1978 dalam Cushway dan Lodge, 1995)

membedakan empat jenis organisasi yaitu organisasi produktif atau ekonomis,

organisasi perawatan, organisasi penyesuaian serta organisasi manajerial dan

politik.

Organisasi mempunyai unsur-unsur tertentu, dan unsur-unsur inilah yang

membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lain. Unsur-unsur utama

yang sering dijadikan pedoman untuk membedakan suatu organisasi dengan

organisasi yang lain adalah : tujuan-tujuan (goals), teknologi (technology), dan

struktur (struktur). Ketiga unsur organisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh

komponen-komponen lingkungan organisasi tersebut, seperti kebutuhan

masyarakat, sumber daya yang tersedia, pengetahuan, nilai-nilai sosial dan

politik yang ada, dan lain-lain. Unsur-unsur organisasi selanjutnya berpengaruh

terhadap peranan dan perilaku manajer. Sebaliknya peranan dan perilaku

manajer mempengaruhi tujuan, teknologi dan struktur organisasi, dan

selanjutnya yang satu ini akan mempengaruhi lingkungan beserta segenap

komponennya.

Berdasarkan tujuan, orang dapat membedakan organisasi yang mencari

keuntungan, (profit organization), organisasi yang tidak mengutamakan

9
keuntungan (non profit organization), organisasi publik dan organisasi swasta,

organisasi sekretarian dan organisasi non sekretarian dan lain-lain. Berdasarkan

teknologi, orang dapat membedakan organisasi berdasarkan sistem mekanik,

otomasi, computerized, bahkan mungkin robotisasi. Ada organisasi yang masih

sangat sederhana dalam penggunaan teknologi dan ada organisasi yang jauh

lebih canggih dalam menyerap dan memanfaatkan teknologi. Berdasarkan

struktur organisasi, orang bisa membedakan organisasi yang besar dengan

struktur yang sangat piramid, kaku, rasional, dan sentralistik, dengan organisasi

kecil yang memiliki struktur sederhana dan luwes (Gomes, 1999).

1. Perilaku dan struktur organisasi

a. Perilaku organisasi

Perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang memiliki dampak

perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi

dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk

memperbaiki keefektifan organisasi (Robbins, 1996). Sedangkan Gibson,

Ivancevich dan Donelly (1996) mendefinisikan perilaku organisasi lebih

luas yaitu merupakan bidang studi yang mencakup teori, metode dan

prinsip-prinsip dari berbagai disiplin guna mempelajari persepsi individu,

nilai-nilai, kapasitas pembelajar individu, dan tindakan-tindakan saat

bekerja dalam kelompok dan di dalam organisasi secara keseluruhan,

menganalisis akibat lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumber

dayanya, misi, sasaran dan strategis.

Perilaku organisasi dapat dipahami lewat suatu penelaahan dari

bagaimana organisasi itu dimulai tumbuh dan berkembang, dan

bagaimana pula suatu struktur, proses dan nilai dari suatu sistem tumbuh

bersama-sama yang memungkinkan mereka dipelajari dan disesuaikan

pada lingkungan. Pandangan ini mempelajari organisasi sebagai suatu

sistem tempat tinggal (a living system), sebagai suatu raksasa “amoeba”

10
yang hidup di tempat tinggalnya sendiri. Titik berat dari pemahaman

perilaku organisasi itu adalah pada tingkah laku dari organisasi, dan

bagaimana perilaku dari anggota-anggota organisasi mempengaruhi

organisasi. Sehingga oleh Kelly (1974 dalam Thoha 1998) merumuskan

perilaku organisasi sebagai suatu sistem studi dari sifat organisasi seperti

misalnya : bagaimana organisasi dimulaim tumbuh dan berkembang, dan

bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota sebagai individu,

kelompok-kelompok pemilih, organisasi-organisasi lainnya, dan institusi-

institusi yang lebih baik.

Sebagai kesimpulan dan memahami pengertian perilaku organisasi,

maka dapat diberikan rangkuman yang menyeluruh bahwa perilaku

organisasi adalah secara langsung berhubungan dengan pengertian,

ramalan dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang di dalam

suatu organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut

mempengaruhi usaha-usaha untuk pencapaian tujuan organisasi. Ilmu

perilaku organisasi adalah ilmu interdisipliner dengan menitik beratkan

pada psikoligi sosial.

b. Struktur organisasi

Sebuah struktur organisasi adalah kerangka kerja yang menjelaskan

bagaimana sumber-sumber daya dan alur-alur komunikasi serta

pembuatan keputusan dialokasikan dan ditangani (Cushway dan Lodge,

1995). Sedangkan pendapat Robbins (1996) mengatakan bahwa struktur

organisasi terdiri dari hubungan antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan

yang relatif tetap dan stabil, yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi

perilaku individu dan kelompok guna mencapai prestasi yang efektif. Lebih

lanjut Gibson, Ivacevich dan Donelly (1996) menjelaskan bahwa ada

empat keputusan manajerial utama yang menentukan struktur organisasi

yaitu pembagian pekerjaan, pendelegasian wewenang, departementalisasi

11
pekerjaan dalam kelompok dan penentuan rentang kendali yang mana

semuanya saling bergantung dan berhubungan.

Maksud utama struktur organisasi adalah memastikan bahwa

organisasi dirancang dengan cara yang paling baik untuk mencapai

sasaran-sasaran dan tujuan-tujuannya. Jadi semua organisasi, betapapun

kecilnya, mempunyai semacam struktur, kalau tidak, maka organisasi-

organisasi itu tidak akan dikelompokkan sebagai organisasi dengan

maksud umum, tetapi cenderung sebagai perkumpulan perorangan.

Menurut Cushway dan Lodge (1995) bahwa struktur organisasi

dibuat untuk mencaai sejumlah tujuan untuk :

a. menunjang strategi organisasi;

b. mengorganisasikan sumberdaya dengan cara yang paling efisien dan

efektif;

c. mengadakan persiapan pembagian tugas dan pertanggungjawaban

yang efektif antara perorangan dan kelompok;

d. memastikan koordinasi kegiatan organisasi yang efektif dan

menggambarkan proses pembuatan keputusan;

e. mengembangkan dan menggambarkan garis-garis komunikasi ke atas,

ke bawah dan keseluruh organisasi;

f. memungkinkan pemantauan dan peninjauan kegiatan-kegiatan

organisasi secara efektif;

g. menyediakan mekanisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan

pasar, produk dan keadaan lingkungan internal dan eksternal;

h. memberikan sarana penanganan keadaan genting dan masalah;

i. membantu memotivasi, mengatur dan memberi kepuasan kerja kepada

setiap anggota organisasi; dan

j. menyiapkan penggantian manajemen (suksesi).

12
Cushway dan Lodge (1995) juga menambahkan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi struktur organisasi yaitu sejarah, produk dan jasa,

pelanggan dan pasar, proses, manusia, ukuran, teknologi dan geografi.

Sedangkan kekuatan utama yang telah diidentifikasi sebagai penyebab atau

penentu dari suatu struktur organisasi yaitu strategi, ukuran organisasi,

teknologi dan lingkungan (Robbins, 1996),

2. Teori Motivasi Kepuasan

Literatur dan praktik yang menyangkut proses perubahan organisasi

tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah karena belum mantapnya aspek

perilaku organisasi. Konsep konseptualisasi dan teori serta arti dan

penafsirannya masih merupakan ini ketidak sepakatan. Akhir-akhir ini

perubahan organisasi ada kecenderungan menggunakan istilah

pengembangan organisasi untuk mengacu pada proses persiapan dan

pengelolaan perubahan.

Pengembangan organisasi menekankan proses di mana orang-orang

dalam organisasi menjadi lebih sadar atas diri mereka sendiri dan orang lain.

Penekanan- nya pada keadaan kejiwaan pegawai yang menghambat

kemampuan mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota lainnya

dalam berorganisasi. Asumsinya di sini adalah bahwa keefektifan organisasi

dapat ditingkatkan apabila orang-orang dapat membicarakan berbagai isyu

secara jujur dan terbuka.

Ada tiga sub tujuan pengembangan organisasi adalah “mengubah

sikap dalam organisasi tidak memiliki ketrampilan teknis yang diperlukan

untuk atau nilai, memodifikasi perilaku, dan menimbulkan perubahan struktur

dan kebijaksanaan”. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa strategi

pengembangan organisasi mungkin hanya menekankan salah satu dari ketiga

sub tujuan itu. Tambahan pula bahwa konsep pengembangan organisasi

harus mencakup program yang bertujuan memberikan ketrampilan teknis bagi

13
pegawai. Sangat dimungkinkan bahwa perubahan efektif tidak sederhana

yang dibayangkan apabila orang-orang menanggulanginya. Pimpinan

mungkin berpendapat bahwa sikap, perilaku dan struktur telah sesuai, namun

organisasi tidak dapat menanggapi perubahan karena pegawai utama sama

sekali tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan menanggapinya.

Pengembangan organisasi memiliki karakteristik khusus yaitu :

a. Terencana, Bahwa pengembangan organisasi adalah pendekatan

berdasarkan data terhadap perubahan yang melibatkan semua unsur yang

tercakup dalam perencanaan manajerial.

b. Berorientasi masalah, Pengembangan organisasi berupaya menerapkan

teori dan penelitian dari sejumlah disiplin, termasuk ilmu perilaku, untuk

memecahkan berbagai masalah organisasi.

c. Mencerminkan pendekatan sistem, Pengembangan organsasi adalah

pendekatan sistemik dan sistematik. Pengembangan organisasi

merupakan cara untuk lebih mengaitkan sumberdaya manusia dan potensi

organisasi dengan teknologi, struktur dan proses manajemen.

d. Merupakan bagian integral dari proses manajemen Pengembangan

organisasi bukanlah sesuatu yang dilakukan terhadap organisasi oleh

pihak luar. Pengembangan organisasi merupakan cara mengelola proses

perubahan organisasi.

e. Pengembangan organisasi bukan strategi “mapan” Pengembangan

organisasi adalah proses berkelanjutan yang berlangsung terus menerus.

Pengembangan organisasi bukanlah serangkaian aktivitas ad hoc yang

dirancang untuk menerapkan perubahan spesifik. Diperlukan waktu bagi

pengembangan organisasi untuk menjadi cara hidup dalam organisasi.

f. Berfokus bagi peningkatan Pengembangan organisasi menekankan pada

pengembangan. Pengembangan organisasi bukan sekedar ditujukan bagi

organisasi yang “sakit” atau organisasi yang “sehat”. Pengembangan

14
organisasi merupakan peningkatan yang bermanfaat bagi semua

organisasi umumnya.

g. Berorientasi tindakan Fokus pengembangan organisasi adalah

penyelesaian dari hasil. Tidak sama halnya dengan pendekatan

perubahan yang cenderung menguraikan bagaimana berlangsungnya

perubahan organisasi, penekanan pengembangan organisasi adalah pada

penyelesaian hal-hal.

h. Berdasarkan teori dan praktek yang sehat Pengembangan organisasi

bukan tipu muslihat atau pekerjaan yang iseng. Pengembangan organisasi

berdasarkan teori dan penelitian dari sejumlah disiplin.

2.1.4 Pengertian Kepuasan Kerja

Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini semakin pesat terutama

dalam bidang teknologi, hal ini mengakibatkan menurunnya prosentase

penggunaan tenaga manusia dalam bidang industri.

Dengan ditemukannya mesin-mesin serta penggunaannya dalam industri

telah mendesak fungsi dari tenaga manusia namun tetap memegang peranan

yang cukup penting. Betapapun sempurnanya peralatan kerja, katakanlah hanya

sebagai penekan tombol untuk menjalankan mesin, maka pabrik tersebut tiada

artinya, tidak ubahnya seonggok besi tua yang menantikan saat

kemusnahannya.

Dikatakan oleh Louis A. Allen dalam Asad (1998 : 1030 tentang

pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri :

“Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi, dan

pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya

dengan minat dan gembira, maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil

sebanyak yang sebenarnya yang dapat dicapainya”.

15
Dari uraian Allen ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor manusia

cukup berperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan perusahaan.

Memberikan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi karyawan merupakan

kewajiban bagi setiap pimpinan perusahaan.

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang paling bersifat

individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai

dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena

adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek

dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin

tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya.

Mengenai bahasan atau definisi kepuasan menurut hemat penulisan

belum ada keseragaman. Walaupun demikian sebenarnya tidaklah terdapat

perbedaan yang prinsip dari padanya.

Menurut Wexley dan Yulk dalam Asas (1998 : 104) yang disebut

kepuasan kerja ialah “The Way Employee Feels About His / Her Job”. Ini berarti

kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Kemudian Blum dalam Asad (1998 : 104) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa

sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan

sosial individual di luar kerja.

Dari pengetahuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,

kepuasan kerja menurut Blum adalah bagaimana tingkah laku karyawan setiap

harinya dalam bekerja termasuk juga hubungan mereka dengan teman kerjanya

dan atasannya serta hubungan dengan lingkungan tempat ia bekerja.

Tiffin dalam Asad (1998 : 104) berpendapat bahwa kepuasan bekerja

berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri,

situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan.

16
Handoko (1998 : 103) mengemukakan bahwa kepuasan kerja (Job

Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini

nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu

yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen

harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi

tingkat absensi, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah-masalah

personalia vital lainnya.

Kemudian Strauss dan Sayles dalam Handoko (1998 : 196) bahwa

kepuasan kerja juga untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh

kepuasan tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada

gilirannya akan menjadi frustrasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun

mempunyai semangat kerja lemah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil.

sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan

pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan

kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang

lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan (kadang-kadang)

berprestasi kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh

kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik

karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di

dalam lingkungan kerja perusahaan.

Dari batasan-batasan mengenai kepuasan kerja di atas sebenarnya

batasan yang sederhana operasional menurut hemat penulis adalah “Perasaan

Seseorang Terhadap Pekerjaan”. Ini berarti bahwa konsepsi keputusan kerja

semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan

lingkungan kerjanya. Jadi diterminasi kepuasan kerja ini meliputi perbedaan

individu (individual differences) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping

17
itu, perasaan orang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi

dari sikapnya terhadap pekerjaan.

2.1.5.Teori-teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk dalam Asas (1998 : 104) dalam bukunya yang

berjudul Organizational Behavior and Personnel Psychology, teori-teori tentang

kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1. Discrepancy theory

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter dalam Asad (1998 : 105)

Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih

antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference

between how much of something there should be and how much there “is

now”).

Kemudian Locke dalam Asad (1998 : 105) menerangkan bahwa

kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara Should be

(expectation, need atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau

persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian

orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan

persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah

terpenuhi.

Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan,

maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy

yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakannya itu dibawah

standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka besar pula

ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

Menurut penelitian yang dilakukan Wanous dan Lowher dalam Asad

(1998 : 105) menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan

tergantung bagaimana discrepancy itu dirasakannya.

18
2. Equity Theory

Menurut Locke dalam Asad (1998 : 105) prinsip dari teori ini adalah

bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia

merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas sesuatu situasi.

Perasaan equity dan inquity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara

membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di

tempat lain.

Menurut teori ini elemen-elemen dari equity ada tiga yaitu : input,

outcomes, comparison person dan equity – inequity (Wexley dan Yulk dalam

Asad (1998 : 106). Yang dimaksud dengan input ialah anything of value that

an employee perceives that he contributes to this job. Ini berarti input ialah

segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan

terhadap pekerjaan. Dalam hal ini misalnya : education, experience, skills.

Amount of effort expected, number of hours worked, and personal tools dan

sebagainya.

Adapun yang dimaksud outcomes ialah : “anything of value that the

employee perceives he obtains from the job”. Ini berarti outcomes adalah

segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari

pekerjaannya seperti misalnya : pay, fringe benefits, status symbol,

recognition, opportunity for achievement or self expression. Sedangkan yang

dimaksud dengan comparion persons ialah kepada orang lain dengan siapa

karyawan membandingkan resio input outcomes yang dimilikinya.

Comparison persons ini biasa berupa seseorang di perusahaan yang sama

atau di tempat lain, atau biasa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.

Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input –

outcomes orang lain (comparison person). Bila perbandingan itu dianggapnya

cukup adil (equity), maka ia merasa puas. Bila perbandingan itu tidak

seimbang tetapi menguntungkan (over compensation inequity), bias

19
menimbulkan kepuasan tetapi bias pula tidak (misalnya pada orang yang

moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under

compensation inequity) akan timbul ketidak puasan (Wexley dan Yulk dalam

Asad, 1998 : 106).

Adapun kelemahan dari teori ini ialah kenyataan bahwa kepuasan orang

juga ditentukan oleh individual difference (misalnya saja pada waktu orang

melamar pekerjaan apabila ditanya besarnya upah/gaji yang diinginkan).

Selain itu liniernya hubungan antara besarnya kompensasi (misalnya upah)

dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan

(Locke dalam Asad, 1998 : 107).

3. Two Factor Theory

Prinsip teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidak puasan kerja

(job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg dalam

Asad, 1998 : 108). Artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan

itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu.

Teori ini pertama kali ditemukan oleh Herzberg dalam Asad (1998 :

108). Berdasarkan atas hasil penelitian beliau, membagi situasi yang

mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua

kelompok yaitu : kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok

dissatisfiers atau hygiene factor.

Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya

sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : achievment. recognation,

work it self, responsibility and advancement. Dikatakannya bahwa hadirnya

faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah

selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisfiers (hygiene factor) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi

sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : company policy and administration,

20
supervison technical, salary, inter personal relation, working condition, job

security dan status (Wexley dan Yulk dalam Asad, 1998 : 108).

Jadi menurut teori ini perbaikan salary dan working condition tidak akan

menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya

dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang biasa memacu orang untuk bekerja

dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk

satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic, factor, job

content dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk

dissastisfiers ialah extrinsic, job contens dan hygiene factor. Dalam

perkembangan selanjutnya satisfiers dan dissatisfiers ini dipasangkan (dibuat

berpasangan) dengan teori motivasi dari Maslow. Pada satisfiers

berhubungan dengan higher, order needs (social needs dan self actualization

needs), sedangkan pada disssatisfiers disebutkan sebagai tempat

pemenuhan lower order needs (Physiological needs, safety and security dari

sebagian dari social needs).

Model dua faktor pendukung sekaligus disangkal oleeh analisa lainnya

tentang motivasi. Semua kritik terhadap model itu umumnya menyanggah

gagasan tentang adanya dua faktor terpisah yang mempengaruhi motivasi.

Mereka percaya bahwa motivasi berdasarkan atas satu faktor di sepanjang

suatu kontinum, dan bukan dua faktor. Kritik lain mengemukakan model itu

tidak memberi tekanan secukupnya pada bayaran, status, dan hubungan

dengan orang lain yang dipandang merupakan faktor pemeliharaan, padahal

hal-hal itu sebenarnya mampu menimbulkan motivasi (Devis dan Newstrom,

1990 : 74).

Meskipun banyak kritik yang dilontarkan, model ini tetap berguna karena

membedakan faktor yang memotivasi pegawai dengan faktor yang semata-

mata membantu untuk mempertahankan pegawai agar dalam kondisi yang

21
siap dimotivasi. Perkembangan yang penting dari gagasan dua faktor adalah

pemerkayaan pekerjaan (Quality of work life).

Suatu kelanjutan dari analisa Herzberg dikembangkan oleh M. Scoot

Myers dalam Manullang (1987 : 109). Myers menerangkan dua tipe karyawan

yang dimotivasi oleh keberhasilan pelaksanaan, tanggung jawab,

pertumbuhan, perkembangan, pekerjaan itu sendiri dan pengakuan. Dengan

demikian, ia dimotivasi seperti dikatakan Herzberg oleh faktor-faktor pemuas.

Tetapi mengelak motivasi cenderung untuk mengelak kesempatan motivasi

dan biasanya terlalu memikirkan atau meras tidak puas dengan faktor-faktor

seperti upah, tunjangan supervisi, kondisi-kondisi kerja dan kebijakan serta

administrasi perusahaan. Ancaman negatif dari pengelak motivasi

memberinya sedikit kepuasan dari keberhasilan pelaksana.

Dari ketiga teori di atas, pemeliharaan atas teori mana yang akan

dipakai adalah bergantung pada tujuan pemakainya. Kalau orang akan

mencari aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja

atau ketidakpuasan kerja di suatu tempat, maka teori dua faktor merupakan

pilihan yang lebih tepat. Kalau orang ingin mengetahui kepuasan terhadap

golongan gaji atau pangkat, mungkin sekali Equity Theory akan lebih relevan.

Dan apabila orang akan memprediksi efek dari kepuasan kerja, maka

discrepance theory akan lebih cocok, karena lebih mencerminkan konsep

tingkah laku yang multiple determinism. Unsure what should be dalam

discrepance theory sebenarnya ditentukan oleh interaksi antara personality

characteristics dengan situational variables (misalnya lingkungan kerja).

2.1.6.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa kepuasan dari

pekerjaan sangat dipengaruhi faktor-faktor :

1. Pekerjaan itu sendiri (work it self)

22
2. Gaji (salary)

3. Supervisi (supervision)

4. Kesempatan untuk promosi (opportunity for promotion)

5. Ciri-ciri/sifat para rekan sekerja.

Juga ditunjukkan olehnya bahwa salah satu di antara faktor-faktor yang

disebut (atau lebih) dapat menjadi sumber kepuasan untuk kelompok pekerja

tertentu tetapi bagi kelompok lain, ia akan menjadi sumber ketidakpuasan (The

Cornell Studies of Job Satisfaction dalam Winardi, 1992 : 135). Faktor-faktor

yang dikemukakan juga berubah artinya bagi individu tertentu; maksudnya apa

yang dianggap memuaskan hari ini, mungkin esok harinya sudah tidak

memuaskan lagi karena kebutuhan dan tujuan-tujuan individu berubah.

Faktor lain yang berkaitan dengan kepuasan meliputi jaminan kerja,

kondisi kerja, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri, status,

pengakuan, umur. Sikap pimpinan, diklat, insentif, tanggung jawab,

kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, serta hubungan antara manajer

dengan karyawan.

Agar kepuasan dari pekerjaan dapat ditempatkan dalam peranannya

yang tepat sebagai variable sebagai dependen yang merupakan hasil dari

seluruh situasi kerja, maka perlu dikaitkan dengan moril (morale) dengan

menghubungkannya dengan situasi pekerja total dan bukan hanya dengan

kepuasan diri pekerjaan saja.

2.1.7.Pengukuran Kepuasan Kerja (Measurement of Job Attitudes)

Kepuasan kerja ini ternyata pengukurannya sangat bervariasi, baik dari

segi analisa statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat

dari kepuasan kerja ini bias melalui tanya jawab secara perorangan, dengan

angket ataupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan

tanya jawab (interview) sebagai alatnya maka sebagai karyawan diminta untuk

23
merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek pekerjaan (self

report). Cara yang lain adalah dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang

tersebut.

Dari asumsi dari “self report” adalah hanya orangnya sendirilah yang

paling tahu persis bagaimana perasaannya terhadap pekerjaan, dan jenis ini

yang sering dipakai banyak orang. Akan tetapi untuk jenis ini ternyata banyak

pula variasinya. Ada yang pertanyaan langsung terhadap perasaan orang, ada

pula yang memakai pertanyaan tidak langsung. Adapun model yang lain,

menggunakan suatu skala fixed – response items yang disebut job descriptive

index. Model fixed response skala yang didasarkan pada teori discrepance di

mana setiap item ada 2 pertanyaan, yaitu untuk should be dan yang satunya

untuk is now (Porter dalam Asad, 1998 : 119).

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dipelajari dan dijadikan bahan masukan oleh peneliti

mengenai kepuasan kerja yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang akan

dilakukannya, sebagai berikut :

1. Penelitian Sudjatmiko (2005), yang melakukan penelitian mengenai pengaruh

motivasi dan kepuasan kerja terhadap prestasi kerja. Penelitian ini menerapkan

teori harapan dari Victor Vroom. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

kepuasan kerja dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap prestasi kerja di Palangka Raya.

2. Penelitian Machmud A. (1996) yang melakukan penelitian mengenai analisis faktor-

faktor kepuasan kerja dan hubungannya dengan produktivitas Tenaga Akademik

Honorer Sekolah-Sekolah Dasar Negeri di Palangka Raya. Penelitian ini didasarkan

pada teori motivasi dari Herzberg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan tingkat kepuasan kerja di antara Tenaga Akademik Honorer dan juga

terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan produktivitas.

24
3. Penelitian Damayanti (2007) yang melakukan penelitian mengenai kepuasan,

motivasi dan pelatihan mahasiswa sebagai pemain perkumpulan (club) sepak bola

di Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan metode survai dengan teknik kuesioner

dengan menggunakan skala Guttman dan datanya dianalisis secara diskriptif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 39,41% motivasi yang datang dari dalam

mahasiswa, 29,47% kepuasan untuk tujuan-tujuan tertentu, 24,75% motivasi

sebagai hubungan sosial dan 6,35% motivasi yang datang dari luar diri mahasiswa.

4. Penelitian Sitorus (2007) yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara

kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas persuahaan di kantor daerah

Telekomunikasi Palangka Raya. Penelitian ini menerapkan teori kebutuhan Mc

Clelland dengan menggunakan alat analisis korelasi rank Spearman. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi kerja

pegawai dan peningkatan produktivitas. Dari ketiga kebutuhan yang memotivasi

pegawai yaitu kebutuhan berprestasi, afiliasi dan kekuasaan, maka kebutuhan

afiliasi mempunyai kontribusi terbesar terhadap produktivitas perusahaan.

5. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada

teknik pengumpulan data dan model analisis. Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data adalah metode survai dengan kuesioner. Model analisis dalam

penelitian sebelumnya adalah analisis regresi (Sudjatmiko) dan penelitian ini

menggunakan analisis regresi linier berganda.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada

landasan teori kepuasan kerja, obyek penelitian dan model analisis. Pada penelitian

sebelumnya landasan teori harapan dari Victor Vroom (Sudjatmiko), teori dua faktor

dari Herzberg (Machmud A), teori kebutuhan Mc Clelland (Damayanti) dan dalam

penelitian ini berlandaskan pada teori kebutuhan dari Maslow. Obyek penelitian

sebelumnya kinerja suatu perusahaan AJB 812 Probolinggo (Sudjatmiko), kinerja

perusahaan negara Telkom Bandung (Sitorus), kinerja tenaga akademik Honorer

Wilayah Palangka Raya dan penelitian ini obyeknya pada kinerja Pelatih Olahraga di

25
Daerah Palangka Raya. Model amalisis penelitian sebelumnya menggunakan korelasi

dan analisis secara diskriptif (Sitorus, Machmud A., Damayanti) dan penelitian ini

menggunakan analisis regresi linier berganda (Miltiple Linear Regression).

26

Anda mungkin juga menyukai