Anda di halaman 1dari 6

Nama : Refa Sari

NIM : 043493139

1.Proses inti merupakan serangkaian kegiatan yang menyampaikan nilai pada pelanggan. Manajer dan
karyawan berinteraksi dengan pelanggan eksternal dan membangun hubungan dengan mereka,
mengembangkan produk dan jasa baru, berinteraksi dengan pemasok eksternal, dan menghasilkan produk
dan jasa atau pelayanan untuk pelanggan eksternal. Sementara itu, proses pendukung memberikan sumber
daya dan input yang penting ke dalam proses inti yang penting bagi pengelolaan kegiatan perusahaan atau
organisasi.

Menurut Krajewski et al. (2007), ada empat proses inti, yaitu:

a. Proses hubungan dengan pelanggan atau yang disebut pengelolaan hubungan dengan pelanggan.
Karyawan terlibat dalam proses hubungan dengan pelanggan dengan cara mengidentifikasi, menarik, dan
membangun hubungan dengan pelanggan eksternal, dan membantu pengiriman atau penyampaian
kebutuhan dan harapan pelanggan. Fungsi tradisional seperti pemasaran dan penjualan merupakan bagian
dari proses tersebut.

b. Proses pengembangan produk atau jasa baru. Karyawan terlibat dalam proses pengembangan produk
atau jasa baru dengan mendesain dan mengembangkan produk atau jasa baru tersebut. Produk atau jasa
baru tersebut dikembangkan sesuai dengan spesifikasi pelanggan eksternal.

c. Proses pemenuhan pesanan. Proses pemenuhan pesanan meliputi kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk dan menyampaikan jasa atau pelayanan dan produk kepada pelanggan
eksternal.

d. Proses hubungan dengan pemasok. Dalam proses tersebut karyawan memilih pemasok jasa, bahan
baku, fasilitas, dan informasi dengan cepat dan efisien.

Kegiatan dalam manajemen operasional meliputi mengorganisasi pekerjaan, memilih proses, mendesain
tata letak, mendesain pekerjaan, mengukur kinerja, pengendalian kualitas, penjadwalan kerja, pengelolaan
persediaan, dan perencanaan produksi. Fungsi manajemen operasional meliputi perencanaan operasional,
penjadwalan operasional, dan pengendalian operasional.

2.Motivasi merupakan seperangkat kekuatan yang menyebabkan orang mau melakukan sesuatu dengan
cara tertentu (Ebert & Griffin, 2009). Satu orang karyawan dapat termotivasi untuk bekerja keras
menghasilkan sesuatu sebanyak mungkin, namun orang lain hanya termotivasi untuk mengerjakan
sesuatu secukupnya saja. Manajer harus memahami perbedaan tersebut. Dalam hubungan antarmanusia di
tempat kerja, ada tiga jenis teori motivasi, yaitu teori klasik dan manajemen ilmiah, teori keperilakuan
awal, dan teori motivasi kontemporer.

a. Teori Klasik dinyatakan bahwa karyawan hanya termotivasi oleh uang. Oleh karena itu, menurut
Frederick W. Taylor yang merupakan pencetus manajemen ilmiah, perusahaan harus pekerjaan untuk
menemukan cara terbaik dalam melaksanakan pekerjaan tersebut untuk menghasilkan produk yang
murah, menghasilkan laba atau mampu menganalisis keuntungan yang lebih besar, dan membayar
karyawan lebih tinggi. Hal inilah yang dapat memotivasi karyawan untuk lebih giat dalam bekerja. Oleh
karena itu, pada masa tersebut pekerjaan dibagi menjadi elemen atau tugas yang lebih kecil dan
dilaksanakan secara berulang dengan lebih mudah sehingga pekerjaan dilakukan secara lebih efisien.

b.Teori Keperilakuan Awal memulai dengan percobaan yang dikenal dengan Howthorne Studies.
Percobaan tersebut bertujuan menguji hubungan antara perubahan lingkungan fisik terhadap output
karyawan. Hasil percobaan tersebut menyatakan bahwa produktivitas karyawan bukan hanya disebabkan
oleh lingkungan fisik saja, melainkan juga dipengaruhi oleh teori hubungan antarmanusia (human relation
theory). Oleh karena itu, manajer justru harus membayar dengan memberikan perhatian terhadap
karyawannya. Berdasarkan Teori Keperilakuan Awal tersebut, terdapat beberapa teori motivasi yang
muncul, yaitu model sumber daya manusia, yaitu teori X dan teori Y; model hierarki kebutuhan; dan teori
dua faktor.

c.Teori X dan Teori Y yang diusulkan oleh Douglas McGregor menyatakan bahwa ada dua pandangan
manajer terhadap karyawan. Manajer yang dikategorikan menurut Teori X mempunyai keyakinan bahwa
orangpada dasarnya malas dan tidak mau bekerja sama sehingga harus diberi penghargaan dan hukuman
agar mereka dapat bekerja secara produktif. Pada umumnya karyawan dipandang tidak menyukai
tanggung jawab, berpusat pada diri sendiri, melakukan resistensi terhadap perubahan, dan kurang begitu
pintar. Sementara itu, manajer yang menerima Teori Y memiliki keyakinan bahwa orang pada dasarnya
bersemangat, ingin tumbuh dan berkembang, memiliki motivasi tinggi, dan ingin selalu produktif. Pada
umumnya, karyawan juga dipandang mampu bekerja secara mandiri, pintar, memiliki ambisi dan
bertanggung jawab, dan selalu ingin memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan perubahan. Menurut
McGregor, manajer yang lebih menerima Teori Y dapat lebih memotivasi dan memuaskan karyawan
daripada manajer yang menerima Teori X.

Teori Hierarki Kebutuhan yang diusulkan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki
beberapa kebutuhan yang berbeda- beda dan mereka mencoba untuk memenuhi kebutuhannya. Maslow
menggolongkan kebutuhan tersebut menjadi lima tingkat dengan pemenuhan kebutuhan yang dimulai dari
tingkat yang paling rendah sebelum manusia memenuhi kebutuhan pada tingkat berikutnya. Kelima
tingkat kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologi (makan, pakaian, perumahan,); kebutuhan aman
(pendidikan, jaminan hari tua); kebutuhan sosial (dapat berinteraksi dengan orang lain); kebutuhan
penghargaan diri; dan kebutuhan aktualisasi diri. Apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi
maka kebutuhan yang ada di atasnya akan dicoba memenuhinya. Sebagai contoh, manusia tidak akan
mencari penghargaan diri bila mereka tidak dapat makan atau berpakaian. Namun demikian, bila manusia
telah memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan pada tingkat di bawahnya masih tetap harus
dipenuhi. Sebagai contoh, manusia yang telah mampu mengaktualisasikan diri dalam masyarakat juga
pasti masih memerlukan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

Maslow membagi lima kebutuhan tersebut menjadi dua, yaitu kebutuhan pada tingkat rendah (fisiologis
dan rasa aman) dan kebutuhan pada tingkat tinggi (sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri).
Pembagian ini berdasarkan pemahaman bahwa kebutuhan pada tingkat rendah dapat dipenuhi secara
eksternal, sedangkan kebutuhan pada tingkat tinggi dapat dipenuhi secara internal. Teori Kebutuhan
Maslow tersebut dicoba dirombak oleh Clayton Alderfer dengan memberi nama Teori ERG (Existence,
Relatedness, Growth). Apabila dipadankan dengan Teori Kebutuhan Maslow, maka kebutuhan eksistensi
(existence) meliputi kebutuhan fisiologis dan rasa aman, kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain
(relatedness) meliputi kebutuhan sosial, sedangkan kebutuhan untuk tumbuh atau berkembang meliputi
penghargaan diri dan aktualisasi diri. Teori kebutuhan menurut Alderfer tidak mengasumsikan hierarki
kebutuhan secara kaku. Individu dapat saja bekerja untuk memenuhikebutuhan untuk tumbuh atau
berkembang walaupun kebutuhan eksistensi dan berhubungan dengan orang lain belum terpenuhi. Selain
itu, individu dapat memenuhi ketiga kebutuhan tersebut secara bersama-sama. Namun demikian, apabila
kebutuhan pada level yang lebih tinggi tersebut tidak terpenuhi maka ia akan menurunkan kebutuhannya
pada level yang lebih rendah. Sama halnya dengan Teori X dan Teori Y, kedua teori hierarki kebutuhan
tersebut juga belum mendapatkan dukungan hasil penelitian yang memadai walaupun secara intuisi kedua
teori tersebut memang masuk akal.

Teori Dua Faktor yang diusulkan oleh Frederick Herzberg menyatakan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan kerja tergantung pada dua faktor, yaitu hygiene factors yang meliputi kondisi kerja dan
motivation factors yang meliputi pengenalan pekerjaan secara baik. Melalui teori tersebut dinyatakan
bahwa hygiene factors memengaruhi motivasi dan kepuasan hanya apabila mereka gagal memenuhi
harapannya. Sebagai contoh, karyawan akan merasa tidak puas bila kondisi kerja buruk atau upah yang
diterimanya rendah. Jika kondisi kerja diperbaiki atau upah dinaikkan, karyawan juga belum tentu merasa
puas. Namun, apabila karyawan tidak dihargai di tempat kerjanya atau mereka tidak mampu mengenal
pekerjaannya dengan baik karyawan akan merasa tidak puas. Atau sebaliknya, bila karyawan dihargai di
tempat kerja atau mengenal pekerjaannya dengan sangat baik maka karyawan akan merasa puas. Dapat
dikatakan bahwa hygiene factors berada pada tingkat tidak puas hingga tidak ada kepuasan, sedangkan
motivational factors berada pada tingkat tidak puas hingga puas.

Dalam Teori Dua Faktor ini manajer harus mengikuti pendekatan dua tahap. Pertama, manajer harus
menjamin bahwa hygiene factors dapat diterima karyawan untuk memotivasi dan memuaskan karyawan.
Kedua, manajer harus memberikan motivation factors untuk memperbaiki motivasi dan kepuasan kerja
karyawan. Teori Dua Faktor tersebut tidak mendapatkan dukungan yang baik dalam teori dan banyak
mendapatkan kritik baik dalam hal metodologi, reliabilitas alat ukur dalam merumuskan teori tersebut,
konsistensi dengan teori sebelumnya, tidak adanya alat ukur kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan,
dan masih banyak lain. Dengan kata lain, Teori Dua Faktor yang dipaparkan oleh Herzberg juga belum
didukung oleh hasil penelitian yang memadai.
Kelompok teori ketiga adalah Teori Motivasi Kontemporer, yang meliputi Teori Pengharapan dan Teori
Keadilan. Teori Pengharapanmenyatakan bahwa karyawan akan termotivasi untuk bekerja agar
mendapatkan penghargaan yang mereka inginkan dan mereka percaya bahwa kesempatan atau harapan
mereka akan tercapai. Penghargaan yang sulit dicapai akan menyebabkan karyawan tidak
menginginkannya walaupun bersifat positif. Orang yang menginginkan sesuatu dan memiliki alasan
untuk menjadi optimis akan termotivasi dengan kuat. Teori pengharapan ini dapat membantu manajer
menjelaskan mengapa pemberian gaji didasarkan pada senioritas dan alasan didasarkan pada kerja keras
yang dilakukan karyawan. Kunci utama dalam Teori Pengharapan adalah pemahaman terhadap sasaran
individu dan hubungan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan pemberian penghargaan, serta antara
pemberian penghargaan dan pemenuhan sasaran individu.

Sebagai model yang bersifat situasional, Teori Pengharapan tidak memiliki prinsip umum untuk
menjelaskan hal yang dapat memotivasi karyawan. Hal ini disebabkan individu hanya memahami hal
yang dibutuhkannya untuk puas tanpa menjamin bahwa kinerja individu yang tinggi dan dapat tercapai
itulah yang dapat memotivasinya. Apakah Teori Pengharapan ini bekerja dengan baik? Menurut Robbins
dan Judge (2011), usaha untuk memvalidasi teori tersebut mengalami kesulitan secara metodologi dan
pengukuran. Penelitian tentang teori tersebut tidak dapat direplikasi. Beberapa kritik terhadap Teori
Pengharapan menyatakan bahwa teori tersebut hanya dapat digunakan secara terbatas. Selain itu, teori
tersebut hanya dapat digunakan apabila hubungan antara usaha dan kinerja serta hubungan antara kinerja
dan pemberian penghargaan dipersepsikan individu secara jelas. Teori Penghargaan juga hanya valid
apabila organisasi hanya memberi penghargaan berdasarkan pada kinerja, bukan pada senioritas, usaha,
keahlian, atau tingkat kesulitas pekerjaan.

Selanjutnya, Teori Keadilan menyatakan bahwa keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi
kepada perusahaan tergantung pada penilaiannya terhadap keadilan atas penghargaan yang diterimanya.
Dalam situasi yang adil, karyawan menerima penghargaan secara proporsional dengan kontribusinya
terhadap organisasi. Keadilan ini bersifat subyektif dan dinilai dengan membandingkannya dengan orang
lain dalam perusahaan yang sama atau dengan orang lain dari perusahaan lain. Teori keadilan ini
mendasari adanya berbagai bentuk keadilan, yaitu keadilan mendistribusikan penghargaan (distributive
justice), keadilan dalam proses yang digunakan untuk menentukan hasil (procedural justice), dan keadilan
dalam memberikan perlakuan atau tanggapan pada orang lain (interactional justice). Ketiga jenis keadilan
inilah yang sering dikenal dengan keadilan organisasional yang menjadi tuntutan karyawan terhadap
pemimpinnya di tempat kerja.

Selanjutnya, motivasi individu dan motivasi kerja juga dapat disebabkan oleh core job charactaristic.
Hubungan antara core job characteristics dengan outcomes dimoderasi oleh knowledge dan skill, growth
need strength, dan "context" satisfaction. Need for achievement merupakan bagian dari growth need
strength (Hackman dan Oldham, 1980). Hackman and Oldham (1980) menyebutkan bahwa growth need
strength dan kompetensi tugas secara signifikan akan memoderasi hubungan karakteristik pekerjaan dan
outcome, sedang pekerjaan yang memotivasi individu secara intrinsik dan luas ditunjukkan oleh high
level of skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Kelima karakteristik
pekerjaan tersebut membantu mengembangkan tiga critical psychological states sehingga mempengaruhi
outcome.
Model karakteristik pekerjaan dari Hackman dan Oldham ini dapat digunakan dalam mendesain
pekerjaan yang dapat memotivasi karyawan. Beberapa perusahaan yang tidak melakukan spesialisasi
pekerjaan, sering mengadakan rotasi pekerjaan (job rotation), menambah pekerjaan (job enlargement),
ataupun menambah tanggung jawab dalam pekerjaan (job enrichment). Hal ini bertujuan agar karyawan
mendapatkan pengalaman dan kesempatan pengembangan diri, menghindari kebosanan karyawan, dan
menambah penghasilan karyawan. Cara lain yang dapat digunakan untuk memotivasi karyawan adalam
dengan menentukan jam kerja yang sesuai antara kebutuhan karyawan dan kebutuhan perusahaan,
menentukan tingkat upah atau pemberian penghargaan yang sesuai dengan hal yang dapat mendorong
karyawan untuk bekerja, dan meningkatkan keterlibatan dan keterikatan karyawan di tempat kerjanya

Dalam hubungan antarmanusia di tempat kerja, ada tiga jenis teori motivasi, yaitu teori klasik dan
manajemen ilmiah, teori keperilakuan awal, dan teori motivasi kontemporer. Dalam Teori Klasik
dinyatakan bahwa karyawan hanya termotivasi oleh uang. Berdasarkan Teori Keperilakuan Awal
tersebut, terdapat beberapa teori motivasi yang muncul, yaitu model sumber daya manusia, yaitu teori X
dan teori Y; model hierarki kebutuhan; dan teori dua faktor. Kelompok teori ketiga adalah Teori Motivasi
Kontemporer, yang meliputi Teori Pengharapan dan Teori Keadilan. Motivasi individu dan motivasi kerja
juga dapat disebabkan oleh core job charactaristic.

3.Produk dan jasa memerlukan pengembangan. Pengembangan produk merupakan penciptaan produk
atau jasa yang menyediakan nilai yang lebih besar bagi pelanggan. Apabila usaha pengembangan produk
berhasil maka akan dapat dihasilkan produk baru atau produk yang dimodifikasi yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan. Ada enam jenis pengembangan produk baru, (Booz et al.) yaitu :

a. Produk baru yang sama sekali baru, menunjukkan produk yang sama sekali baru atau berbeda dari
produk yang ada saat ini. Produk yang sama sekali baru tersebut memerlukan desain produk dengan
saksama sehingga memerlukan biaya yang besar.

b.Lini produk baru, merupakan produk yang dikembangkan oleh suatu perusahaan yang belum
memproduksi sebelumnya walaupun perusahaan lain telah membuatnya.

c. Produk baru yang menambah lini produk yang telah ada. Hal ini berarti perusahaan mengembangkan
produk yang belum pernah ada untuk memperbanyak lini produk yang ada.

d. Perbaikan produk yang tidak bertujuan menciptakan produk baru melainkan mengadakan perbaikan
yang signifikan terhadap produk atau lini produk yang ada.
e. Produk yang ditempatkan kembali berarti menggunakan produk yang ada tetapi tetap berusaha
menemukan cara untuk memasarkan produk pada pelanggan.

f. Pengembangan produk yang lebih murah daripada produk yang telah ada yang bertujuan untuk
meningkatkan pemasaran.

Anda mungkin juga menyukai