Anda di halaman 1dari 32

DRAFT PROPOSAL PENELITIAN

PERUBAHAN MORFOLOGI KOTA


KAMPUNG PAHANDUT TERHADAP BUDAYA TEPI SUNGAI
KOTA PALANGKA RAYA
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Yesser Priono
2106682161
LATAR BELAKANG
PERTUMBUHAN KOTA PALANGKA RAYA TIDAK TERLEPAS DARI PERAN SUNGAI, BAIK SEBAGAI URAT NADI SUMBER KEHIDUPAN MAUPUN SEBAGAI SARANA TRANSPORTASI.
BREEN DAN RIGBY (1994:10) MENGUNGKAPKAN BAHWA PERAIRAN MERUPAKAN SALAH SATU UNSUR KEHIDUPAN ALAMI YANG DALAM PEMANFAATANNYA SERINGKALI
DIJADIKAN SEBAGAI TEMPAT BERGERAK DAN BERAKTIFITAS.
KOTA-KOTA DI KALIMANTAN DIGAMBARKAN SEBAGAI “KOTA SUNGAI” KARENA BANYAKNYA SUNGAI YANG MEMBELAH KOTA DAN MENJADI SUMBER KEHIDUPAN
MASYARAKATNYA.
LUAS PERAIRAN UMUM DI KALIMANTAN TENGAH TERCATAT SEKITAR 2.267.800 HA YANG TERDIRI ATAS DANAU SELUAS 132.800 HA, SUNGAI SELUAS 323.500 HA, DAN RAWA
SELUAS 1.811.500 HA (KEMBARAWATI & LILIA, 2009)
KAMPUNG PAHANDUT MERUPAKAN KAMPUNG DI TEPIAN SUNGAI KAHAYAN YANG MENJADI EMBRIO CIKAL BAKAL TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA KOTA PALANGKA RAYA

PERTANYAAN PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN


MENGEMBANGKAN TEORI MORFOLOGI KOTA
1. BAGAIMANA BENTUK PERUBAHAN MORFOLOGI KOTA TEPI SUNGAI
(URBAN MORPHOLOGY) BERDASARKAN KONSEP-KONSEP
KAMPUNG PAHANDUT? PERUBAHAN ELEMEN MORFOLOGI AKIBAT PENGARUH
2. BAGAIMANA PENGARUH DARI PERUBAHAN ASPEK FISIK AKIBAT PERUBAHAN ASPEK FISIK DAN SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT.
PENGARUH CARA BERMUKIM TERHADAP PERUBAHAN MORFOLOGI KOTA
TEPI SUNGAI KAMPUNG PAHANDUT?
3. BAGAIMANA KONSEP PERUBAHAN MORFOLOGI KAMPUNG TEPI SUNGAI
HIPOTESIS
PAHANDUT YANG SESUAI DENGAN PERUBAHAN FISIK DAN SOSIAL PERUBAHAN MORFOLOGI KOTA TEPI SUNGAI KAMPUNG PAHANDUT
DIPENGARUHI OLEH PERUBAHAN FISIK AKIBAT CARA BERMUKIM DAN
BUDAYA MASYARAKAT TEPIAN AIR? BENTUK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
State Of The Art

- LINGKUP DAN BIDANG PENELITIAN : MORFOLOGI


KOTA TEPI SUNGAI
- OBJEK PENELITIAN :
KONFIGURASI RUANG, SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT DAN RUANG TEPI AIR
- DELINIASI LOKASI STUDI :
KAMPUNG PAHANDUT, KOTA PALANGKA RAYA
- METODE PENELITIAN :
PENDEKATAN PENELITIAN GABUNGAN (MIX METHOD)

Bentuk Hunian Permukiman


Sumber : Museum Tjilik Riwut
Literatur Review

Morphology secara umum disebut science of possible form


3 KOMPONEN
Steadman (1989:3)
YANG DAPAT DIKAJI
Norberg-Schulz, 1985
Menurut Hillier dan Hanson (1984:59-63) morfologi merupakan proses
terbentuknya ruang yang dimulai dari sel terkecil kemudian muncul sel-
MAKNA
sel baru yang saling berhubungan hingga membentuk organisasi ruang
MORFOLOGI luar.

Hillier dan Hanson (1984) menjelaskan


bahwa dalam lingkup kota, morfologi lebih kepada pembahasan tentang
TOPOLOGI TIPOLOGI MORFOLOGI bagaimana ruang terbentuk, bagaimana susunan jajaran unit-unit
bangunan dan bagaimana terbentuk akibat susunan tersebut.
Menyangkut tatanan spasial konsep dan konsistensi yang Menyangkut kualitas spasial Hillier dan Hanson (1984:8) menjelaskan bahwa morfologi terkait
(spatial order) dan dapat memudahkan dalam konteks wujud
pengorganisasian ruang masyarakat mengenal pembentuk ruang yang dapat hubungan antara sosial dan ruang. Hillier dan Hanson (1984) mencoba
(spatial organization), dalam bagian-bagian dibaca melalui pola, hirarki dan menggabungkan keduanya, morfologi ruang kota sebagai perpaduan
hal ini menyangkut ruang hubungan satu ruang dengan antara struktur sosial dan struktur ruang.
(space) berkaitan dengan ruang lainnya.
tempat (place)
Morfologi merupakan pendekatan dalam memahami bentuk logis sebuah
kota sebagai produk perubahan sosio-spatial.
Literatur Review
ELEMEN-ELEMEN MORFOLOGI

Conzen (1960) Hillier dan Hanson (1984) Sirvani (1985:7)


dalam Whitehend (2007:3)
Elemen-elemen yang mempengaruhi Elemen-elemen pembentuk kota terdiri dari 8 elemen, meliputi
Bentuk fisik kota dapat disusun berdasarkan 3 unsur morfologi 1) Penggunaan lahan (land use),
dasar yaitu, 1. bangunan, 2) bentuk dan massa bangunan (building form and massing),
1) Bentuk bangunan (building form), 2. ruang terbuka dan 3) sirkulasi dan parkir (circulation and parking),
2) Rencana lantai (floor plan), dan 3. pola jalan. 4) ruang terbuka (open space),
3) Tata guna tanah (land use). 5) jalur pedestrian (pedestrian way),
6) dukungan aktivitas (activity support),
7) tata informasi (Signage), dan
8) preservasi (preservation).
Kedelapan elemen-elemen pembentuk kota ini dipengaruhi
oleh fisik lingkungan, aktivitas sosial dan budaya masyarakat.
Sima dan Zhang (2007:103)
Heryanto (2011:18)
Morfologi menyangkut bagian dari kota yang
Elemen-elemen pembentuk kota meliputi
berhubungan dengan :
1) Bentuk bangunan (building form),
1) Sistem jalan,
2) Pola jalan (street pattern),
2) Plot kapling dan
3) Tata-guna tanah (land use),
3) Plot bangunan yang akan berubah sejalan dengan
4) Ruang terbuka (open space), dan
proses evolusi kota.
5) Garis langit (skyline).
Literatur Review

Model pola dan struktur kota tepian sungai di


Kalimantan dijabarkan dalam 8 (delapan) macam,
yaitu :
(1) sungai membelah kota;
(2) kota berada di pinggiran sungai;
(3) kota dibelah oleh beberapa sungai dan anak
sungai;
(4) kota rawa;
(5) sungai membelah kota pantai;
(6) sungai membelah kota di ketinggian
Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan pegunungan;
Sumber : Prayitno, 2004 (7) sungai membelah kota danau; dan
(8) kota pantai yang berdekatan dengan sungai.
Karakteristik ini tentunya berbeda dengan
satu dan lainnya.
Literature Review

Urban form refers to the main physical elements that


structure and shape the city; they consist of the streets (and Adjustable
squares), urban plots, and buildings (Olievera, 2016)
Movable Versatile
“transformational change is not constant, but rather starts,
cycles, and stops in a somewhat predictable pattern” Architectural Adaptation
(Poutiatine, 2009, p. 5) 6 (six) strategies or types
of transformations in the
process of building
According to Wiryomartono (1995), the Urban Kampung is a adaptation

settlement that grows in urban areas without infrastructure Scalable Refillable


planning and the city's formal economic network.
Convertible
Many cities consist of four natural determinants (1)
waterfront, (2) hilltop and ridge, (3) the flat, and (4) open Schmidt et al. (2016)
prairie (Morris, 1994).
Metode Penelitian
Penelitian ini akan melakukan kajian terhadap perubahan Penelitian ini akan mengungkapkan hubungan atau pengaruh
morfologi kampung kota tepi sungai dengan menganalisa sebab akibat antara elemen morfologi kampung kota dengan
dan mengevaluasi perubahan elemen-elemen yang meliputi aspek-aspek perubahan yang meliputi aspek fisik dan aspek
1. Tata guna lahan, non fisik.
2. Pola jalan,
3. Bentuk bangunan dan Aspek-aspek yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain :
4. Ruang terbuka a. Aspek fisik kawasan tepi air yang meliputi lokasi, luas dan
Akibat perubahan area sungai serta pengaruh perubahan fungsi kawasan.
sosial budaya masyarakat. b. Aspek sosial budaya masyarakat tepi air yang meliputi cara
bermukim, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk aktivitas masyarakat.
metode penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif c. Aspek morfologi yang meliputi elemen tata guna lahan,
(Mix Method). bentuk bangunan, pola jalan dan ruang terbuka.
Metode kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan
fenomena aspek fisik dan non fisik terhadap morfologi Pengaruh aspek fisik dan aspek sosial budaya terhadap perubahan
kampung kota. morfologi kampung pahandut menjelaskan perkembangan bentuk
Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur bangunan dan pola jalan digunakan teknik presentasi dan analisa
perkembangan konfigurasi ruang akibat pengaruh interaksi space syntax.
sosial budaya yang hasil akhirnya mengungkapkan hirarki Hasil analisis ini akan mengungkapkan konfigurasi ruang, integrasi
morfologi ruang. ruang dan konsekuensi meruang.
Metode Penelitian
DATA YANG DIBUTUHKAN
NO ASPEK DATA JENIS DATA TEKNIK PENGAMBILAN DATA
1 Aspek Fisik Kawasan - Luas Kawasan Data Primer Survey, Observasi dan Peta Citra
- Pertambahan Jumlah Bangunan
- Pertambahan Jumlah Jalan
2 Aspek Morfologi
Tata Guna Lahan - Peta Lahan Data Primer Survey, Observasi dan Peta Citra
- Fungsi Lahan
Pola Jalan - Aksesibilitas Data Primer Survey, Observasi dan Peta Citra
- Pola Pergerakan
- Jenis dan Fungsi Jalan
Bentuk Bangunan - Tata letak Bangunan Data Primer Survey, Observasi dan Peta Citra
- Jumlah, jenis dan fungsi bangunan
- Bentuk bangunan
- Orientasi bangunan
- Pola bangunan
Ruang Terbuka - Tata letak ruang terbuka Data Primer Survey, Observasi dan Peta Citra
- Fungsi ruang terbuka
- Jumlah dan jenis ruang terbuka
3 Aspek Sosial Kepadatan penduduk, aktivitas dan interaksi Data Primer Survey, Observasi dan kuisioner
masyarakat
Aspek Budaya Tradisi bermukim Data Primer Survey, Observasi dan kuisioner
Methods
Methods:
▪ Qualitative method with a place attachment theory
approach and descriptive analysis
▪ Observation Field
▪ Primary data collection
- Street pattern
- Characteristics of Building Location
of Study
- Land Use
- Architectural adaptation
- Classification Environmental

This research will reveal the causal relationship between


the morphological form of the Kampung Pahandut
waterside area and changes in local people's everyday
spatial usage triggered by economic, social, and cultural
factors.

Location of Study
Source: Authors, 2022
Sejarah Lahirnya Kota Palangka Raya
CIKAL BAKAL KOTA PALANGKA RAYA
- Sultan Banjarmasin Sultan Tahmidullah II pada tahun 1787 menyerahkan kemerdekaan dan kedaulatan kerajaan kepada VOC (Verenigde Oost Indische
Abad Company) yang ditandai dengan Akte Penyerahan (Acte van afstand) tertanggal Kayutangi, 17-8-1787
18-19 - Status wilayah kekuasaannya termasuk Daerah-Daerah Dayak (Dajaksche provintien) ke bawah kekuasaan VOC
- 1 Januari 1817, ditandatangani Kontrak Persetujuan Karang Intan I oleh Sultan Sulaiman di depan Residen Aernout van Boekholzt dari Pemerintah Hindia
Belanda.
- 13 September 1823, dilakukan alterasi dan ampliasi (perubahan, peralihan, penambahan, perluasan dan penyempurnaan) yang dikenal dengan nama Kontrak
Persetujuan Karang Intan II.
- Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pemetaan di kawasan Dajaksche provintien. Sungai Kahayan dalam pemerintahan Belanda disebut Groote
Dajak Rivier sedang Sungai Kapuas disebut Kleinee Dajak Rivier

1823 1859-1865 1865 1872

- Belanda membatasi kekuasaan langsungnya pada tingkat PERANG BANJAR DENGAN SUKU DAYAK MASIH - Salah satu distrik dilingkup
MELANJUTKAN PERTEMPURAN Onderafdeling Koeala
Onderafdeling BELANDA SEBAGAI
- Untuk pemerintahan distrik dan Onderdistrik, Belanda MELAWAN BELANDA DENGAN Kapoeas adalah Distrik
PEMENANGNYA Pangkoh
menggunakan para petinggi suku Dayak. Beberapa NAMA PERANG BARITO
Tamanggong dan Damang diangkat menduduki jabatan - Wilayah distrik Pangkoh
Kepala distrik dan Kepala Onderdistrik meliputi seluruh aliran sungai
- Kawasan yang disebut wilayah Dayak (Dajaksche provintien) Kahayan di pimpin oleh
dimasukkan dalam wilayah yang disebut Kapoeas-Moeroeng Tamanggong Rambang
gebied bagian dari Afdeling Marabahan yang berkedudukan di sebagai kepala distrik
Marabahan dan dikepalai oleh seorang residen.
- Afdeling Marabahan membawahi beberapa Onderafdeling,
salah satu diantaranya adalah Onderafdeling Koeala Kapoeas
yang dipimpin seorang Controleur..
Sejarah Lahirnya Kota Palangka Raya
CIKAL BAKAL KOTA PALANGKA RAYA
- Setelah proklamasi (1946), afdeling Kapuas-
PERJANJIAN TUMBANG ANOI
Barito beserta seluruh onderafdeling-nya
- Periode pra perjanjian tumbang anoi
dihapus. Bekas wilayah onderafdeling Beneden
disebut periode mengayau atau
Dajak dipecah menjadi 2 distrik, yaitu : (1) Distrik
dikayau keperluan perang dan ritual Muncul tuntutan dari rakyat di 3
Kapuas dan (2) Distrik Kahayan.
- Buku “The Head Hunters of Borneo” Kabupaten : Kapuas, Barito dan
- Distrik Kahayan itu sendiri terbagi menjadi 2
Carl Bocx, 1882. Kotawaringin, agar 3 kabupaten
onderdistrik, yaitu (1) Onderdistrik Kahayan Hilir
- Akar permasalahan kerusuhan Dayak : tersebut dibentuk menjadi
dengan ibukota Pulang Pisau, dan (2)
aksi asang kayau (pembunuhan antar Propinsi Otonom dengan nama
Onderdistrik Kahayan Tengah dengan ibukota
suku) dan peperangan melawan Propinsi Kalimantan Tengah.
Pahandut
Belanda

1894 1913 1946 1952

- Kawasan Kapoeas-Moeroeng gebied dibentuk


Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) Pada 10 Desember 1956 RTA.
menjadi 2 afdeling yaitu (1) afdeling Dajaklanden
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun Milono menyampaikan
1950 yang menetapkan pembagian wilayah RIS atas 10
(Tanah Dayak) berkedudukan di Banjarmasin, dan
(2) afdeling Dusunlanden (Tanah Dusun) terbentuknya Propinsi
Propinsi (Propinsi Administratif), satu diantaranya
berkedudukan di Muara Teweh. 1956 Kalimantan Tengah meliputi
adalah Propinsi Kalimantan. Propinsi Kalimantan
meliputi 3 Keresidenan yakni Keresidenan Kalimantan - Distrik Pangkoh yang sebelumnya membawahi daerah-daerah Kabupaten
Barat, Keresidenan Kalimantan Selatan dan seluruh aliran Sungai Kahayan dihapuskan dan Barito, Kabupaten Kapuas dan
Keresidenan Kalimantan Timur. dibentuk 2 onderafdeling, yaitu (1) onderafdeling Kabupaten Kotawaringin.
Eks Daerah Otonom Dayak Besar dan Swapraja Boven Dajak berkedudukan di Kuala Kurun, dan
Kotawaringin dibentuk menjadi 3 Kabupaten yaitu : (1)
(2) onderafdeling Beneden Dajak berkedudukan di Pada 18 Mei 1957 diumumkan
Kabupaten Kapuas, (2) Kabupaten Barito dan (3)
Kabupaten Kotawaringin yang bersama-sama Daerah
Kuala Kapuas. Ibukota Provinsi Kalimantan
Otonom Daerah Banjar dan Federasi Kalimantan - Desa/kampung Pahandut terletak dalam 1957 Tengah, dari Pahandut menjadi
Tenggara, digabungkan ke dalam keresidenan onderafdeling Beneden Dajak Palangka Raya
Kalimantan Selatan.
LAHIRNYA Kota Palangka Raya

Pahandut pada tanggal 18 Mei 1957 diumumkan nama ibukota propinsi Kalimantan
Tengah.
Memberi nama Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah harus disesuaikan dengan jiwa
pembangunan dan tujuan suci

Menurut kepercayaan leluhur


suku Dayak, nenek moyang
suku Dayak diturunkan dengan
memakai wahana Palangka
Bulau. Palangka berarti tempat
yang suci, Bulau berarti emas
atau logam mulia, sedangkan
Raya berarti besar. Dengan
demikian, Palangka Raya
berarti tempat suci dan mulia
yang besar.
Gubernur Milono ketika mengumumkan nama Ibukota Propinsi
Kalimantan Tengah, dari Pahandut menjadi Palangka Raya
(Sumber : arsip Drs. K. Lamey)
LAHIRNYA Kota Palangka Raya

Perkataan Presiden Soekarno, Kota Palangka Raya adalah kota "Modal" dan kota
"Model" juga dikatakan kota yang punya makna suci, karena kota tersebut tidak
pernah dijajah oleh penjajah.

Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan Kota


Palangka Raya oleh Presiden Soekarno
17 Juli 1947 Pukul 10. 00 WIB (waktu setempat)
Result and Discussion
Kampung Pahandut in the past
(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(a) Village street in Pahandut in 1929 (This village lies on a sandy hill, a dune, and on the edge of a marshy area).
(b) The village of Pahandut in 1924 (In the foreground is a small hut for bathing, boats, and trading posts). The other houses were provided as logs for strangers
who passed through.
(c) The 'Batang' (places for tying up the boats) in Pahandut in 1924. Small houses for bathing were built on the same structures. The motorboat belonged to a
Dutch official.
(d) Pahandut (Kahajan) lower part of the village in 1928
(e) Pahandut Landscape (in the background of the Kahajan River) in 1929.
(f) The landing place and stairway led up to the missionaries' compound in 1929.
LAHIRNYA Kota Palangka Raya
LAHIRNYA Kota Palangka Raya
ASAL KATA PAHANDUT
Pahandut berasal dari kata Bapa Handut, artinya bapaknya atau
ayahnya di Handut.

Di kampong yang belum ada namanya, pada waktu itu dihuni oleh Bapa
Handut sekeluarga
Karena fungsi kampong itu, merupakan tempat orang-orang yang
berhenti dalam perjalanan hilir mudik, ada yang berdagang, membawa
kayu, dan lainlainnya, sering ditanyai, "Dari mana", ('bara kueh'),
kemudian pertanyaan berikutnya "Malem bi kueh" (bermalam di mana);
jawabannya sering dikatakan "Nyelu Pahandut", (kampung Bapa
Handut), dan seterusnya berulang kali pertanyaan dan jawaban yang
sama.
Akhimya nama Pa' Handut (mulanya menunjukkan di tempat Bapaknya
Handut) menjadi Pahandut (menunjukkan tempat).

Bapa Handut itu berasal dari Kahayan Hulu dari Lewu Bukit Rawi.
Keadaan tanah lahan bertani di Lewu Rawi tidak cocok, pasangan
suami-isteri Bayuh dan Kambang mencari kawasan lain dengan milir
menyusuri sungai Kahayan dan menemukan tempat yang cocok untuk
berusaha “eka satiar tuntang kea malan” dan eka badukuh. Permukiman
Kampung Pahandut Tahun 1957 tersebut dinamakan Dukuh Bayuh.
Sumber : NN
Tokoh Dukuh Bayuh yang “berilmu” itu sangat akrab disapa Bapa
Handut.
Kampung Pahandut Tahun 1957 Kampung Pahandut Tahun 2020
Sumber : NN Sumber : Drone, 2020
Perkembangan Kota Palangka Raya
Sumber : Wijanarka
Result and Discussion
The current situation

Kahayan River has a riverside width of


200 m that becomes the unique setting
for the daily activities of residents who
live on the riverbank. The site physically
formed the settlements that naturally
developed into an organic pattern and
formed into elongated settlements
following the shape of the river. The
house's orientation faces the river,
indicating that the river becomes the
centre of daily activities.

Figure 3. Aerial Photo in Kampung Pahandut


Source: Observation Field, 2022
Result and Discussion
Street Pattern

(a). asphalt road (b). unpaved street (dirt


streets)

(c). wooden bridge/titian (d).combination of wood


colonnaded and concrete
paths

(e). concrete path (f). floating path


Result and Discussion
Characteristics of buildings

Permanent /concrete house (rumah permanen/huma segah)


in Kampung Pahandut
Source: Observation Field, 2022

Pillar house/stilt house (rumah panggung/huma bajihi)


Source: Observation Field, 2022

Floating house/raft house (huma lanting) in Kampung Pahandut


Source: Observation Field, 2022
Result and Discussion
Land Use

(a). Settlement

(b). Lake

(c). Open Space

The case study area of the kampung Pahandut area


covers 17.45 hectares of area with the following land
uses: (a) housing area of 16.39 ha, (b) open space of
1.04 ha, and (c) green area (Ruang Terbuka Hijau) of
0.15 ha. The rest are covered by water (the river and
the lake).
Result and Discussion
Architectural Adaptation in Kampung Pahandut
The spatial and architectural adaptation of Kampung
Pahandut is described as follows:
Adjustable
Adjustable architectural adaptation occurs in the riverside
area of kampung Pahandut, which has the attributes of
change in the form of filler elements (stuff).
(a) (b) (c) (d) Refillable
The observations on refillable factors in the riverside area of
Figure 9. Housing situation in the dry season kampung Pahandut found changes in open spaces, dock
Source: Authors, 2022 areas, and land areas.
Movable
The observations revealed changes in the transition space
between the river body and the riverside area.

To adapt to topographical and environmental conditions,


houses at kampung Pahandut diversified following the
differentiation of the ground floor structures, including: (a)
(a) (b) (c) (d) houses on the ground; (b) houses with half on stilts and half
on the ground; (c) houses on stilts; and (d) floating house.
Figure 10. Housing typologies in flood season
Source: Authors, 2022
Result and Discussion
Classification Environmental
in Kampung Pahandut
Kampung Pahandut area divides
into 5 (five) classifications as
follows:
(1) River environment resided by
floating houses (huma
lanting).
(2) The Lake environment’s
condition of which the
environment forms
spontaneously following the
city's development.
(3) Wet plain environment
dominated by stilt buildings
construction (pillar houses).
(4) Slope environment is a
transition space between the
highlands and the wetlands.
(5) Highland environment or a
hilly area,
Conclusions

1. Kampung Pahandut is one of the oldest villages on the banks of the Kahayan River at
Palangka Raya city. The condition of the waterfront environment is constantly
changing, which makes the community must adapt to environmental conditions and,
in effect, triggers cultural responses.
2. Architectural adaptations found in the riverside area of kampung Pahandut are
adjustable, refillable, and movable.
3. Based on the physical elements of the riverside area of kampung Pahandut, the
configuration of the road and residential patterns are influenced by several factors,
including (a) the shape of the river that naturally formed, (b) the topography of the
environment of the kampung Pahandut area, and (c) the tidal conditions of the
riverside.
Reference
BAPPEDA Kota Palangka Raya, 2003, “Sejarah Kota Palangka Raya“, Perpustakaan nasional.
Patianom, JID dkk, 1992, “Sejarah Sosial Palangka Raya“, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Gallion&Eisner, 1980, The Urban Pattern, Four Edition, D van Nostrand Company
Kostof, Spiro, 1991, The City Shaped, Urban Pattern and Meaning Through History, Thames and Hudson, London
Kostof, Spiro, 1992, The City Assambled, The Element of Urban Form Through History, Thames and Hudson, London
Lynch, Kevin. 1962, The Image of The City, The MIT Press, Massachusette.
Haryono, 2012, Iktiofauna perairan lahan gambut pada musim penghujan di Kalimantan Tengah, Jurnal Ektiologi
Indonesia, LIPI, Bogor
Kusliansjah, Karyadi, 2012, Jalan dan Sungai, Kanal sebagai Elemen Pembentuk Struktur Kota Sungai Banjarmasin
Kalimantan Selatan: Laporan Penelitian, LPPM UNPAR, Bandung
Kusliansjah, Karyadi, 2015, Konsep Arsitektur Kawasan Sungai Pasang Surut pada era Pra Kolonial dan Kolonial di Kota
Banjarmasin: Disertasi, UNPAR, Bandung
Kusliansjah, Karyadi, 2017, Model Konseptual Arsitektur Kota tepi Air Kalimantan, LPPM UNPAR, Bandung
Hamidah, Noor; Rijanta, R; Setiawan, Bakti; Marfai A. M, 2014, Kajian Transportasi Sungai untuk Menghidupkan Kawasan
Tepi Sungai Kahayan Kota Palangka Raya, jurnal tata loka, Planologi UNDIP, Semarang
Marshal, Stephen, 2005, Streets & Patterns, Spon Press, London and Newyork
Wijanarka, 2000, Konsep Dasar Pengembangan Struktur Ruang Kota/Permukiman di Kalimantan Tengah, Jurnal PWK
ITB Vol 11 No 2, Bandung
Wijanarka, 2008, Desain Tepi Sungai : Belajar dari Kawasan Tepi Sungai Kahayan Palangka Raya, Penerbit Ombak,
Yogyakarta
Wijanarka, 2008, Kanalisasi Kalimantan Era Belanda, Soekarno dan Soeharto, Harian Kalteng Pos, November 2008

.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai