Anda di halaman 1dari 13

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Terhadap Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:
Nama : Julianto Iskandar
Alamat : Jakarta Utara
Warga Negara : Indonesia
Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Oktober 1972
Pekerjaan : Wirausaha
Yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor A-19310 tanggal 1 November 2021
memberi kuasa kepada Ray Hans Surjadinata, S.H, L.L.M sebagai penasihat hukum
pada Surjadinata and Partners, beralamat di Jakarta Utara, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama Pemohon.
Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------------------- PEMOHON.
[1.2] Membaca permohonan Pemohon;
Mendengar keterangan Pemohon;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon.

2. DUDUK PERKARA
[2.1] Menimbang bahwa pemohon telah mengajukan permohonan uji materil kepada
Mahkamah Konstitusi dan telah diterima pada 5 November 2021 dengan nomor pengajuan
1004101820 dan telah dicatat didalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor
PUM/682183/MK/2021 dan telah diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada 7 November
2021 yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. KEWENANGAN MAHKAMAH
Sebagai suatu lembaga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Mahkamah Konstitusi mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi
dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Bahwa berdasarkan pasal 24 C (1) UUD 1945, Pasal 10 (1) UU No. 24/2003 mengenai
Mahakamah Konstitusi (UU MK), yang menyatakan sebagai berikut:
(1) Pasal 24C (1) UUD 1945:
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Pasal 10 (1) UU MK No. 24 Tahun 2003:
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa permohonan Pemohon adalah permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945). Dengan demikian, Mahkamah Konstitusional pun berwenang
untuk mengadili permohonan Pemohon.
2. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)
Berdasarkan Pasal 51 (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 mengenai Mahkamah
Konstitusi, termuatlah subjek-subjek yang dapat menggunakan pengajuan permohonan
pengujian konstitusionalitas Undang-Undang yang dirasa merugikan terhadap UUD 1945.
Subjek-subjek yang dimaksud adalah sebagai berikut:
 perorangan warga negara Indonesia;
 kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
 badan hukum publik atau privat; atau
 lembaga negara.
Sebelum mengajukan permohonan dalam peninjauan UU terhadap UUD 1945, subjek-
subjek tersebut harus memenuhi syarat mengenai kerugian konstitusional sebagaimana
diatur dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan
Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan
selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional
sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
 adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
 hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
merugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
 kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat
spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
 adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
 adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi.
Pemohon merupakan Ketua Partai Politik yang mewakili partai politiknya. Dimana
berdasarkan pasal 51 UU MK No. 24 Tahun 2003, Pemohon masuk didalam kategori
perorangan warga negara Indonesia yang mewakili suatu badan hukum publik yang
memiliki kepentingan atau tujuan yang sama. Berdasarkan UUD 1945, sebagai negara
hukum yang berdemokrasi, warga negara pun diberikan hak konstitusional yaitu
kesempatan untuk ikut andil dalam pemerintahan. Namun sebagaimana mengenai
kerugian hak konstitusional yang didapati oleh Pemohon, Pemohon sebagai perwakilan
serta kelompok yang ia wakilkan merasa dirugikan dengan keberlakukan Pasal 51
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Dimana isi dari pasal tersebut dinilai dapat
mengurangi serta memberatkan syarat berdirinya serta verifikasi dari partai-partai politik
yang padahal sudah tercatat sebagai badan hukum yang resmi di Kementrian Hukum dan
HAM untuk mengikuti pesta demokrasi yaitu Pemilu. Pemohon pun menilai bahwa jika
pasal yang tertera didalam UU tersebut dihapuskan, maka para partai politik pun dapat
dengan lebih mudah untuk ikut andil dalam pesta demokrasi tersebut. Dengan demikian,
Pemohon memenuhi syarat untuk memiliki sebuah kedudukan hukum untuk mengajukan
permohonan peninjauan UU tersebut.
3. ALASAN PERMOHONAN (Posita)
Didalam permohonan ini, Pemohon merasa terjadi ketidaksesuaian norma didalam Pasal
51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dengan prinsip norma yang terkandung didalam
Undang-Undang Dasar 1945 secara khusus didalam beberapa pasal 28 dan turunannya.
Jika kita melihat kepada norma undang-undang yang ada dalam Pasal 51 ayat 1 dan 1A
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik, yang berbunyi:
Pasal 51
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya
dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan
mengikuti verifikasi.
(1a) Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Partai
Politik yang dibentuk setelah Undang-Undang ini diundangkan, selesai paling
lambat 2 1⁄2 (dua setengah) tahun sebelum hari pemungutan suara pemilihan
umum.
Sedangkan untuk prinsip norma dasar yang ada didalam Pasal 28, 28C (2), 28D (3),
28E(3), dan 28H (2) UUD 1945 berbunyikan:
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28C
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28D
(3)Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
Pasal 28E
(3)Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
Pasal 28H
(2)Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Sesuai dengan Pasal 28 dan Pasal 28E UUD 1945 yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan demokrasi di negara kita, sudah seharusnya pemerintah pun mengakomodir
dan mempermudah rakyatnya tanpa memandang latar belakangnya untuk bisa turut andil
didalam pemerintahan selama ideologi partai tersebut sesuai dengan ideologi negara kita.
Negara kita pun mengatur beberapa UU mengenai partai politik yang ada di Indonesia
serta syaratnya. Namun didalam pengimplementasian keberlakukan Pasal 51 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik, Pemohon merasa bahwa regulasi-regulasi atau syarat
verifikasi yang diwajibkan untuk dilakukan bagi para partai politik untuk mengikuti pesta
demokrasi dirasa sangat memberatkan dan merugikan terutama para partai-partai politik
yang baru berdiri. Didalam ketentuan pemilu yang sudah ada sebelumnya, terdapat syarat
wajib bagi sebuah partai politik untuk mendaftarkan kelompoknya tersebut kepada
Kementrian Hukum dan HAM agar bisa dikategorikan sebagai bahan hukum publik yang
sah dengan tujuan untuk partisipasi didalam pemilu. Pemohon pun merasa bahwa syarat
ini sudah dinilai cukup didalam UU Parpol yang ada sebelumnya di tahun 2008. Namun
dengan diberlakukan tambahan syarat verifikasi tersebut didalam UU Parpol yang baru,
sebagai salah satu yang terdampak, Pemohon pun merasa bahwa syarat wajib ini tidak
sesuai dengan Pasal 28D UUD 1945 dikarenakan syarat verifikasi tersebut dapat
memberatkan dan melimitasi pergerakan para partai-partai politik kecil yang
kedudukannya baik dari segi finansial, hukum, anggota, dan administratif pun lebih lemah
dibandingkan partai-partai politik besar lain. Pemohon berpendapat bahwa keadaan syarat
verifikasi tersebut dapat menimbulkan malpraktik dalam praktik demokrasi di Indonesia
sehingga Pemohon menilai bahwa syarat verifikasi tersebut tidak relevan dengan keadaan
demokrasi negara kita dimana selain ditakutkan terjadi penyimpangan dalam proses
verifikasi tersebut, dibutuhkan juga persiapan waktu serta materi yang cukup banyak,
yang ditakutkan dapat memberatkan para partai-partai kecil atau minoritas dalam
persiapan mengikuti pemilu-pemilu berikutnya.
Maka dengan itu mengacu kepada Pasal 28H (2), UUD 1945 pun dengan jelas
menghimbau bahwa negara sebagai negara hukum yang berdemokrasi seharusnya
memberikan kesempatan yang selebar-lebarnya bagi semua masyarakatnya untuk bisa
mendapatkan manfaat yang sama yang dimana dalam konteks ini adalah mengikuti
Pemilu. Sangat disayangkan bagi para partai-partai politik kecil yang hanya dikarenakan
tersandung di syarat administratif yang tidak relevan, mereka pun tidak bisa ikut
berpartisipasi. Sudah seharusnya bagi sebuah negara demokrasi untuk bisa mengakomodir
semua masyarakatnya untuk bisa berpartisipasi dan turut andil dalam pesta demokrasi
tersebut agar semua partai politik pun bisa memiliki kesempatan yang sama. Maka
dengan itulah Pemohon berpendapat keberatan mengenai syarat verifikasi tersebut.
4. PETITUM PERMOHONAN
Berdasarkan alasan-alasan yang telah diberikan oleh Pemohon, Pemohon pun
mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melaksanakan pengujian
Materil terhadap Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dengan beberapa
pertimbangan yaitu:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon secara menyeluruh;
b. Menyatakan bahwa materi yang terkandung didalam Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik tersebut tidak sesuai dengan ide prinsip dari UUD
1945;
c. Menghapus ketentuan syarat verifikasi yang tertera didalam Pasal 51 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik;
d. Menyatakan bahwa ketentuan tersebut sudah tidak memiliki kekuatan hukum
yang mengikat;
e. Melakukan peninjauan kembali mengenai pemberlakuan syarat-syarat baru yang
harus diikuti sebuah partai politik untuk bisa mengikuti pemilu yang sesuai
dengan idealisme UUD 1945;
f. Memerintahkan pemberitaan acara peninjauan kembali ini kedalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian permohonan Pemohon atas pengujian Pengujian Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Partai Politik Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Apabila Mahkamah Konstitusi memiliki keputusan lain, Pemohon
berharap untuk diberikan keputusan yang seadil-adilnya.
[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan permohonannya, Pemohon mengajukan alat
bukti P-1 sampai dengan bukti P-2, sebagai berikut:
 Bukti P-1: Fotokopi KTP Pemohon yang beratasnamakan Julianto Iskandar.
 Bukti P-2: Lampiran bukti permasalahan yang muncul akibat pemberlakuan Pasal 51
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.

3. PERTIMBANGAN HUKUM

Kewenangan Mahkamah
[3.1] Menimbang bahwa berdasarkan pasal 24 C (1) UUD 1945, Pasal 10 (1) UU No.
24/2003 mengenai Mahakamah Konstitusi (UU MK), yang menyatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
[3.2] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah permohonan pengujian
konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dengan demikian, Mahkamah
Konstitusional pun berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon.
Kedudukan Hukum Pemohon
[3.3] Menimbang bahwa sesuai dengan Pasal 51 (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003
mengenai Mahkamah Konstitusi yang mengatur mengenai subjek-subjek yang
diperbolehkan untuk mengajukan hak tersebut, subjek-subjek yang dapat menggunakan
pengajuan permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang adalah sebagai
berikut:
 perorangan warga negara Indonesia;
 kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
 badan hukum publik atau privat; atau
 lembaga negara.
Agar pemohon dapat dikategorikan untuk memiliki sebuah kedudukan hukum didalam
pengajuan permohonan uji materi, Pemohon harus melakukan pembuktian yang sebagai
berikut:
 kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
UU MK;
 ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan
oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
[3.4] Menimbang mengenai syarat-syarat mengenai kerugian konstitusional sebagaimana
diatur dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan
Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya
telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana
dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
 adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
 hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
merugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
 kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat
spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
 adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
 adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi.
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan pada
Paragraf [3.3] dan Paragraf [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah mempertimbangkan
kedudukan hukum para Pemohon sebagai berikut:
I. Bahwa norma undang-undang yang dimohonkan pengujian adalah Pasal
51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik yang berbunyikan
sebagai berikut:
Pasal 51
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan
penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan mengikuti
verifikasi.
(1a) Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan Partai Politik yang dibentuk setelah Undang-Undang ini
diundangkan, selesai paling lambat 2 1⁄2 (dua setengah) tahun
sebelum hari pemungutan suara pemilihan umum.
II. Bahwa Pemohon merupakan seorang warga negara Indonesia yang
masuk didalam kategori perorangan yang mewakili suatu badan hukum
publik yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama. Dimana ia
memiliki jabatan sebagai Ketua dari Partai Politik sehingga Pemohon
pun sah dalam mewakili kedudukan partai politiknya.
III. Bahwa Pemohon sebagai perwakilan serta kelompok yang ia wakilkan
merasa dirugikan dengan keberlakukan Pasal 51 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa isi dari pasal tersebut dinilai dapat mengurangi serta
memberatkan syarat berdirinya serta verifikasi dari partai-partai
politik yang sudah tercatat sebagai badan hukum yang resmi di
Kementrian Hukum dan HAM untuk mengikuti pesta
demokrasi yaitu Pemilu.
b. Bahwa Pemohon menilai jika pasal yang tertera didalam UU
tersebut dihapuskan, maka para partai politik pun dapat dengan
lebih mudah untuk ikut andil dalam pesta demokrasi tersebut.
c. Bahwa dengan adanya syarat verifikasi tersebut dapat
menimbulkan malpraktik dalam praktik demokrasi di Indonesia
sehingga Pemohon menilai bahwa syarat verifikasi tersebut
tidak relevan dengan keadaan demokrasi negara kita dimana
selain ditakutkan terjadi penyimpangan dalam proses verifikasi
tersebut.
IV. Bahwa Pemohon merasa Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Partai Politik telah melanggar hak konstitusional yang ada sesuai dengan
norma dasar yang ada didalam Pasal 28, 28C (2), 28D (3), 28E(3), dan
28H (2) UUD 1945;
Berdasarkan argument yang telah diberikan Pemohon, Mahkamah pun merasa
bahwa Pemohon telah menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya secara jelas
dimana kerugian tersebut melanggar norma dasar yang ada dalam Pasal 28 dan
Pasal 28E UUD 1945 yang dijadikan dasar bagi pelaksanaan demokrasi di
negara kita, dimana sudah seharusnya pemerintah untuk mengakomodir dan
mempermudah rakyatnya tanpa memandang latar belakangnya untuk bisa turut
andil didalam pemerintahan selama ideologi partai tersebut sesuai dengan
ideologi negara kita. Selanjutnya, pemohon juga dapat menerangkan bahwa
pengimplementasian Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
telah memberatkan, merugikan, dan melimitasi pergerakan para partai-partai
politik kecil yang kedudukannya baik dari segi finansial, hukum, anggota, dan
administratif pun lebih lemah dibandingkan partai-partai politik besar lain. Oleh
sebab itu, dengan mengacu kepada Pasal 28H (2) UUD 1945, Pemohon pun
berharap dengan diterimanya permohonan ini agar negara sebagai negara hukum
yang berdemokrasi seharusnya dapat kesempatan yang selebar-lebarnya bagi
semua masyarakatnya untuk bisa mendapatkan manfaat yang sama yang dimana
dalam konteks ini adalah mengikuti Pemilu sehingga hak konstitusional pun
dapat diperoleh kembali. Maka dari itulah, Mahkamah beranggapan bahwa
Pemohon memiliki dan dapat bertindak sebagai Pemohon.
[3.6] Menimbang bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili
permohonan ini dan Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai
Pemohon, maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok
permohonan.
Pokok Permohonan
[3.7] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Partai Politik bertentangan dengan prinsip norma dasar yang ada didalam Pasal 28,
28C (2), 28D (3), 28E(3), dan 28H (2) UUD 1945 dengan argumentasi sebagaimana
selengkapnya telah dimuat dalam bagian Duduk Perkara yang pada pokoknya sebagai
berikut:
I. Bahwa isi dari pasal tersebut dinilai dapat mengurangi serta memberatkan
syarat berdirinya serta verifikasi dari partai-partai politik yang sudah
tercatat sebagai badan hukum yang resmi di Kementrian Hukum dan HAM
untuk mengikuti pesta demokrasi yaitu Pemilu.
II. Bahwa Pemohon menilai jika pasal yang tertera didalam UU tersebut
dihapuskan, maka para partai politik pun dapat dengan lebih mudah untuk
ikut andil dalam pesta demokrasi tersebut.
III. Bahwa dengan adanya syarat verifikasi tersebut dapat menimbulkan
malpraktik dalam praktik demokrasi di Indonesia sehingga Pemohon
menilai bahwa syarat verifikasi tersebut tidak relevan dengan keadaan
demokrasi negara kita dimana selain ditakutkan terjadi penyimpangan
dalam proses verifikasi tersebut.
IV. Bahwa berdasarkan alasan-alasan yang telah diberikan, Pemohon meminta
Mahkamah untuk menghapus ketentuan syarat verifikasi yang tertera
didalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai
Politik, menyatakan bahwa ketentuan tersebut sudah tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat dan juga melakukan peninjauan kembali
mengenai pemberlakuan syarat-syarat baru yang harus diikuti sebuah
partai politik untuk bisa mengikuti pemilu yang sesuai dengan idealisme
UUD 1945.
[3.8] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya, Pemohon
telah mengajukan bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti
P-2;
[3.9] Menimbang bahwa setelah Mahkamah membaca secara saksama permohonan
Pemohon, memeriksa bukti-bukti yang diajukan, dan mempertimbangkan argumentasi
Pemohon, Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok permohonan
Pemohon;
[3.10] Menimbang bahwa terkait dengan dasar pengujian Pasal 28, 28C (2), 28D (3),
28E(3), dan 28H (2) UUD 1945, setelah Mahkamah mencermati dengan saksama
telah ternyata Pemohon menguraikan alasan permohonannya yang didasarkan pada
prinsip demokrasi yang dikaitkan dengan pemberlakuan norma Pasal 51 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik, sehingga Mahkamah menilai terdapat relevansi
dalam mengaitkan dasar pengujian.
[3.11] Bahwa mengenai syarat yang diwajibkan bagi sebuah partai politik yang sudah
terverifikasi dalam Kementrian Hukum dan HAM untuk mengikuti PEMILU sesuai
dengan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, telah terbukti
memberatkan dan merugikan para partai politik tertutama yang baru berdiri yang
kedudukannya baik dari segi finansial, hukum, anggota, dan administratif kurang
menguntungkan sehingga terlimitasi hak konstitusionalnya oleh keberlakuan pasal
undang-undang tersebut sehingga memberatkan para partai politik kecil untuk
mengikuti pesta demokrasi yaitu Pemilu.
[3.12] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagaimana
telah diuraikan di atas, Mahkamah menilai terdapat persoalan konstitusionalitas
norma mengenai penegakan hukum dan keadlian serta kepastian hukum sebagaimana
termaktub dalam ketentuan Pasal 28, 28C (2), 28D (3), 28E(3), dan 28H (2) UUD
1945, yang dikaitkan dengan pemberlakuan norma Pasal 51 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Partai Politik, sehingga dengan demikian permohonan Pemohon memiliki alasan
menurut hukum.
4. KONKLUSI
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah
berkesimpulan:
1. Mahkamh berwenang untuk mengadili Permohonan Pemohon;
2. Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
permohonan;
3. Mahkamah menilai bahwa pokok permasalahan memiliki alasan hukum.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Pasal 10 (1) UU No.
24/2003 mengenai Mahakamah Konstitusi (UU MK);

5. AMAR PUTUSAN
Mengadili:
Menyetujui Permohonan untuk Seluruhnya.

Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi
yaitu Kim Kardashian Lim, selaku Ketua merangkap Anggota, Khloe Widjaja, Ryker
Soedjojo, Kris Jenner, Jayden Tjahja, Salma West, Nicholas Rahardjo, Decklan Chan,
dan Tiffany Surjanto, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Jumat, tanggal Tiga,
bulan Desember, tahun dua ribu dua puluh satu, yang diucapkan dalam Sidang Pleno
Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal Tiga Puluh, bulan
November, tahun dua ribu dua puluh satu, selesai diucapkan pukul 17.02 WIB, oleh
sembilan Hakim Konstitusi yaitu Kim Kardashian Lim, selaku Ketua merangkap
Anggota, Khloe Widjaja, Ryker Soedjojo, Kris Jenner, Jayden Tjahya, Salma West,
Nicholas Rahardjo, Decklan Chan, dan Tiffany Surjanto, masing-masing sebagai
Anggota, dengan dihadiri Pemohon beserta kuasanya yang mewakili.
KETUA,

Ttd.
Kim Kardashian Lim
Anggota-Anggota,

Ttd. Ttd.
Khloe Widjaja Ryker Soedjojo

Ttd. Ttd.
Kris Jenner Jayden Tjahja

Ttd. Ttd.
Salma West Nicholas Rahardjo

Ttd. Ttd.
Decklan Chan Tiffany Surjanto

Anda mungkin juga menyukai