Anda di halaman 1dari 26

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK SISTEM PANCA INDERA


“TELINGA SAKIT”

Kelompok : 3-BSI8
Ketua : Puja Khairunnisa (1102018355)
Sekretaris : Natasya Fadia Haya (1102018256)
Anggota : Yoga Ardiansyah (1102018003)
Muhammad Anas Muslim (1102018187)
Hilmi Fauzi Akmal (1102018154)
Muhammad Malik Fajar (1102018207)
Sri Damayanti (1102018216)
Femi Aldini (1102018026)
Amallia Puspita Annastasya Jusuf (1102018147)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2020/2021
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.424457
DAFTAR ISI
SKENARIO 2

TELINGA SAKIT
Perempuan 35 tahun berkonsultasi dengan dokter keluarga dengan keluhan
sakit Otitis media akut disebabkan Oleh virus, bakteri dan biasanya pada
anak usia di bawah 5 tahun disebabkan oleh hemofilius influenza.
Penyakit ini biasanya terjadi pada membran timpani. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan seperti otoskopi dan pewarnaan gram. Terapi yang
diberikan pada kasus tersebut dapat dilakukan pembersihan dengan
carian H2O2, diteteskan antibiotic, serta diberikan analgesic dan
pembedahan. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan memberikan
edukasi kepada orang tua serta pentingnya pemberian ASI minimal 3
bulan dapat memproteksi melawan OMA. Menurut pandangan Islam cara
menjaga kebersihan telinga dengan menjaga pendengaran dari hal-hal
buruk, membersihkan telinga ketika wudhu, dan berdoa agar diberi
kesehatan.
Kata Sulit

1. Gendang telinga : Selaput tipis yang memisahkan bagian luar telinga dan
bagian tengah telinga.
2. Batuk : Respon alami dari tubuh sebagai system pertahanan untuk
mengeluarkan zat dan partikel dari dalam saluran pernafasan, serta
mencegah benda asing masuk kesaluran pernafasan bawah.

Pertanyaan dan Jawaban :

1. Mengapa gendang telinga berwarna merah?


Adanya inflamasi atau peradangan.

2. Adakah hubungan pilek batuk dan demam dengan sakit telinga?


Karena adanya penyebaran infeksi bakteri melalui tuba eustacius

3. Mengapa cairan yang keluar seperti air susu?


Cairan diduga berupa pus yang bercampur dengan darah.

4. Bagian telinga manakah yang mengalami gangguan?


Membran timpani

5. Apakah ada hubungan antara usia dengan penyakit pasien?


Ada, karena pada anak-anak , secara anatomis tuba estacius pada anak
lebih datar sehingga lebih mudah terinfeksi

6. Bagaimana cara menjaga kebersihan telinga menurut pandangan Islam?


-Menjaga pendengaran dari hal-hal buruk
-Membersihkan telinga ketika wudhu
-berdoa agar diberi kesehatan

7. Apa etiologi pada kasus di skenario?


-Oleh virus dan bakteri
-Pada anak usia di bawah 5 tahun : hemofilius influenza
8. Apakah diagnosis pada skenario diatas?
Otitis Media Akut ( OMA )

9. Terapi apa yang dapat diberikan?


-Dibershihkan dengan H2O2
-Diteteskan antibiotic
-Bisa diberikan analgesic dan pembedahan

10. Pemeriksaan apa yang tepat untuk skenario diatas?


-Pemeriksaan otoskopi dan pewarnaan gram

11. Apa komplikasinya?


-Terjadi mastoditis dan petrositis, facialparalisis labirinititis
-meningitis, tuli, dan abses otak
12. Apa pencegahan yang dapat dilakukan?
-Edukasi kepada orangtuanya
-Pembian ASI ekslusif minimal 3 bulan di awal
Hipotesis 

Otitis media akut disebabkan Oleh virus, bakteri dan biasanya pada anak
usia di bawah 5 tahun disebabkan oleh hemofilius influenza. Penyakit ini
biasanya terjadi pada membran timpani. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan seperti otoskopi dan pewarnaan gram. Terapi yang diberikan
pada kasus tersebut dapat dilakukan pembersihan dengan carian H2O2,
diteteskan antibiotic, serta diberikan analgesic dan pembedahan.
Pencegahan yang dapat dilakukan dengan memberikan edukasi kepada
orang tua serta pentingnya pemberian ASI minimal 3 bulan dapat
memproteksi melawan OMA. Menurut pandangan Islam cara menjaga
kebersihan telinga dengan menjaga pendengaran dari hal-hal buruk,
membersihkan telinga ketika wudhu, dan berdoa agar diberi kesehatan.
Learning Objective

1. Memahami dan Menjelaskan Aanatomi Telinga


1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut ( OMA )


3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana ( yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan,
farmako dan non farmakologi)
3.9 Promosi kesehatan pada pasien OMA
3.10 Komplikasi
3.11 Pencegahan
3.12 Prognosis

4. Memahami dan Menjelaskan Kesehatan telinga menurut pandangan


agama Islam
1. Memahami dan Menjelaskan Aanatomi Telinga
1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang


suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah
nertekanan tinggi karena komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara
yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena
penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu menghasilkan pola
gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara,
misalnya air. Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang
efisien, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan
cairan udara karena resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas
(kekuatan, kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi
frekuensi getaran , semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat
mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus
per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000
siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada
amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha
pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang
bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar
amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan
dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar –ambang
pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10
dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan,
yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara
menjadi getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang
berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus
disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya
melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi suara terjadi secara
alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini
dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus
auditorius eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag
telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan
gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena
bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu
seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan


atau kiri ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara
mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat
daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar
kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, krena kepala
berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan
gelombang suara.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-


rambut halus. Kulit yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-
kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran telinga),
suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus.
Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari
udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk
atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.

Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga


tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang
suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan
gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama
dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara


agar membrana dapat bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya.
Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya
melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan
dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba
eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba
eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan
gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut
memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri
dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.

Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat


(contohnya sewaktu pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol
ke luar dan menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga berubah
sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustakius
dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani
seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga
kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-
kadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan
cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga
menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke


cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang
terdiri dari tiga tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan
stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus
melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke jendela
oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani
bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang
tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi
gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela
oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti
gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi gelombang suara semula.

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih


besar untuk menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan
dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara
untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan
membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval,
terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek
pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis
tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang
timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang
langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan peregrakan cairan koklea.

Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks


sebgai respons terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana
timpani menegang dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi.
Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan
transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat
sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras.
Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara
keras yang berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul
mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval
menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena
cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu
stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan


di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan
menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam
arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini
tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan
tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara


mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas
dipindahkan melalui membrana vestibular yang tipis, ke dalam duktus
koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah,
tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar
masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi
gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan
gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris,
sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar.
Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam membrana
tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok
ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya
terhadap membrana tektorial.

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini


menyebabkan sluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka
dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial
depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.

Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui


sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf
auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana
basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara
mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen.
Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel
rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara


menjadi gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan
pergerakan maju mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk
mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan
(secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan
potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan
kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara
ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat
dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.
Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang
bergetar, diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo
getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai
frekuensi gelombang suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat
membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara


maksimum pada frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi
memperlihatkan getaran puncak di titik-titik tertentu sepanjang membrana.
Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada
tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang
membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada


Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel
rambut keluar dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ
corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan
nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan
pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal
ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua
3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut ( OMA )

3.1 Definisi
Otitis media akut adalah infeksi pada telinga tengah yang onsetnya
bersifat akut, terdapat tanda efusi pada telinga tengah dan inflamasi telinga
tengah. Otitis media adalah istilah umum untuk inflamasi pada telinga
bagian tengah, dan otitis media diklasifikasikan secara klinis menjadi otitis
media akut dan otitis media dengan efusi, otitis media dengan efusi kronis,
otitis media mukoid, dan otitis media supuratif kronis. Otitis media dapat
terjadi akibat terganggunya tuba eusthacius, dimana paling sering
disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan atas dan diperparah
oleh infeksi sekunder oleh bakteri (Shaikh dan Hoberman, 2010;
Cunningham dkk., 2012)
Otitis media akut adalah salah satu penyakit tersering pada anak-anak,
terhitung sekitar satu dari empat dari semua peresepan obat untuk anak-
anak di bawah 10 tahun di US. Meski otitis media akut sering sembuh
dengan sendirinya dalam 4-7 hari tanpa memakai antibiotik (self limiting),
tapi kondisi ini dapat mempengaruhi intelektual anak & kemampuan
berbahasa, begitu juga dengan prestasinya di sekolah (Cheong dan
Hussain, 2012)
Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang gejalanya
berlangsung cepat seperti tanda-tanda dari efusi telinga tengah dan tanda
inflamasi pada telinga tengah. Otalgia dan demam adalah tanda paling
klasik dari otitis media akut yang telah terjadi pernanahan. Penemuan
spesifik dari pemeriksaan otoskop adalah hilangnya reflek cahaya,
hilangnya bentuk normal membran timpani, dan pembengkakan pada
membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-
anak. Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis
media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari
baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai
berkurang.

3.2 Etiologi

3.3 Epidemiologi

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada


musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak
diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih
dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut
(OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami
episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama
sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan
lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.
3.4 Klasifikasi

3.5 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring.Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim
dan antibodi.Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini
terganggu (Soepardi, 2007).Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di
permukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting menyediakan pula
faktor-faktor humoral, leukosit PMN dan sel fagosit lainnya (Boies, 1997).

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis


media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam
telinga tengah dan terjadi peradangan (Soepardi, 2007).

Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran


napas atas.Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas,
makin besar kemungkinan terjadinya OMA.Pada bayi, terjadinya OMA
dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal (Soepardi, 2007).

Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara
lain (Dhingra, 2014):

1. Melalui tuba eustachius. Merupakan rute paling sering. Infeksi


berpindah melalui lumen.

2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan


membuka jalan terjadinya infeksi telinga tengah

3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang


Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan.
Inflamasi pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius,
menyebabkan stasis dan inflamasi.Hal tersebut mengakibatkan penurunan
tekanan di dalam telinga tengah.Keadaan stasis mendukung terjadinya
kolonisasi bakteri patogen di dalam ruang telinga tengah.Respon yang terjadi
berupa reaksi inflamasi akut seperti vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit,
fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di dalam telinga tengah (Donaldson,
2015).

Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa.Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah
(Donaldson, 2015).

3.6 Manifestasi klinis


Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama
adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala
khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5"C (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis pasti dari otitis media akut sering susah dilakukan pada
anak-anak. Gejala sering tumpang tindih dengan gejala gangguan saluran
pernafasan atas. Sakit pada telinga yang merupakan gejala paling spesifik
sering tidak didapatkan pada pasien dengan otitis media akut (Shaikh dan
Hoberman, 2010).
Dalam The American Academy of Family Physicians and American
Academy of Pediatric terdapat beberapa kriteria untuk mendiagnosis otitis
media akut, yaitu:
1) Riwayat gejala yang mendadak dan bersifat akut.
2) Tanda dari efusi pada telinga bagian tengah, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau
tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan
di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari
telinga.
3) Tanda inflamasi pada telinga bagian tengah, seperti kemerahan
atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia.
Gejala dengan nilai prediktif paling tinggi untuk mendiagnosis efusi
telinga tengah pada otitis media akut adalah mengembungnya membran
timpani (bulging). Nilai prediktif dari bulging ini bisa meningkat jika
berkombinasi dengan gangguan motilitas dan warna yang berubah pada
membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).
Dalam Alberta Clinical Practice Guideline, dalam membedakan antara
miringitis dan otitis media akut, terdapat perbedaan yang paling dasar
adalah kurangnya mobilitas dari membran timpani. Berkurangnya
mobilitas membran timpani merupakan komponen utama untuk
mendiagnosis otitis media akut. Otalgia dan demam adalah tanda paling
khas dari otitis media supuratif. Penemuan spesifik pemeriksaan otoskop
adalah hilangnya reflek cahaya, hilangnya bentuk (contour) normal dan
mengembung (bulging) dari membran timpani (Toll dan Nunez, 2012).
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:
1) Penyakitnya muncul mendadak (akut);

2) Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan


dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
menggembungnya gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan
gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang
telinga, cairan yang keluar dari telinga;
3) Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: kemerahan pada
gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal
Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium
dan usia pasien. Pada anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di
telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas
sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat
gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas
adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-
kejang dan sering memegang telinga yang sakit.
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis OMA, seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan
timpanosintesis. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama
sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.
Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan
mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas
70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama
pasien.
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada anak yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika,
atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan standar emas
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
Menurut beratnya gejala, OMA dapat diklasifikasi menjadi OMA berat
dan tidak berat. OMA berat apabila terdapat otalgia sedang sampai berat,
atau demam dengan suhu lebih atau sama dengan 39oC oral atau 39,5oC
rektal, atau keduanya. Sedangkan OMA tidak berat apabila terdapat otalgia
ringan dan demam dengan suhu kurang dari 39oC oral atau 39,5oC rektal,
atau tidak demam
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama
sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.
Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan
mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas
70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama
pasien.
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada anak yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika,
atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan standar emas
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
Menurut beratnya gejala, OMA dapat diklasifikasi menjadi OMA berat
dan tidak berat. OMA berat apabila terdapat otalgia sedang sampai berat,
atau demam dengan suhu lebih atau sama dengan 39oC oral atau 39,5oC
rektal, atau keduanya. Sedangkan OMA tidak berat apabila terdapat otalgia
ringan dan demam dengan suhu kurang dari 39oC oral atau 39,5oC rektal,
atau tidak demam
3.8 Tatalaksana ( yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan,
farmako dan non farmakologi)

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.


Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari
komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran
timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk
anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus
diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2
3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak
membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata
pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari
tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,
terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga
tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-
berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat
dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala
ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen
dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.

Amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian


80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin
efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap
amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi
seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-
valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis
media.

Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA


rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi.

1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya
adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang
sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi
ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,
komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan
infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada
pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu
episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap
terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia
lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi
supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah,
pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi
telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah
dijalankan.

3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan
insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak
kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba,
tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren.

3.9 Promosi kesehatan pada pasien OMA

Edukasi dan promosi kesehatan terkait otitis media terutama adalah


pedoman terapi untuk melakukan watchful waiting jika gejala ringan sedang
tanpa komplikasi. Upaya untuk pencegahan penyakit termasuk memberikan
anak vaksinasi lengkap, ASI eksklusif selama 6 bulan, dan mencegah anak
terpapar polusi.

Edukasi Pasien
Edukasi bagi pasien otitis media, termasuk keluarga atau orangtua,
adalah penjelasan kondisi yang merupakan infeksi telinga dalam yang berbeda
dengan otitis eksterna. Etiologi, faktor risiko, rencana terapi, dan
kemungkinan komplikasi dari otitis media juga harus dijelaskan. Berikan
penjelasan kepada pasien dan keluarga bahwa otitis media ringan sedang dapat
sembuh sendiri tanpa antibiotik. Watchful waiting adalah menunggu 2‒3 hari
sebelum peresepan antibiotik, dan anak hanya diberikan analgesik untuk
meringankan gejala. Selama terapi anak dianjurkan untuk istirahat dan banyak
asupan cairan.

Anda harus segera kembali ke dokter bila terdapat perburukan gejala,


seperti demam semakin meningkat (>39 derajat C), otorea berupa pus, gejala
tidak membaik setelah 2‒3 hari, atau ditemukan gangguan pendengaran

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit otitis media adalah
menjaga individu terutama anak agar tidak mengalami disfungsi tuba
eustachius. Menghindari faktor etiologi dan risiko penyakit antara lain dengan
cara:

1. Memastikan anak mendapatkan vaksinasi lengkap dan rutin, termasuk


PCV (pneumococcal vaccination) yang memproteksi dari infeksi
Streptococcus pneumoniae
2. Mengedukasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif bayi selama 6
bulan dilanjutkan hingga usia bayi setidaknya 12 bulan, hal ini karena
studi menunjukkan semakin lama durasi pemberian ASI maka semakin
kecil kemungkinan anak terinfeksi otitis media akut

3. Menghentikan penggunaan dot pada bayi, terutama dalam posisi


telungkup

4. Menjauhkan anak dari paparan asap rokok atau polusi udara

5. Menghindari bayi berada di tempat umum yang berisiko terpapar


infeksi saluran napas, seperti menempatkan bayi di tempat penitipan
anak yang jumlah anaknya banyak

Otitis media lebih banyak terjadi saat musim pancaroba di mana anak
sering terserang flu. Karena itu, pastikan jadwal imunisasi anak lengkap
termasuk vaksinasi influenza yang dilakukan setiap tahun. Pada anak penderita
alergi, harus terkontrol faktor predisposisi otitis media, seperti kongesti dan
inflamasi nasal.

3.10 Komplikasi

Komplikasi Otitis Media Akut ( OMA ) dibagi menjadi komplikasi


intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari:
mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan
trombosis sinus lateralis
Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum
adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu
biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif
kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu
dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan
seperti mastoidektomi.

3.11 Pencegahan
● Memastikan anak mendapatkan vaksinasi lengkap dan
rutin, termasuk PCV (pneumococcal vaccination) yang
memproteksi dari infeksi Streptococcus pneumoniae
● Pencegahan ISPA pada bayi dan anak – anak
● Pemberian ASI pada anak selama minimal 6 bulan, sebab
ASI juga sebagai imunitas pada anak
● Penghindaran pemberian susu di botol pada saat anak
berbaring untuk meminimalisir kejadian tersedak
● Hindarkan anak dari asap rokok
● Hindari pengeluaran mucus dengan paksaan/tekanan yang
berlebihan
● Jangan mengorek telinga anak dengan kasar
● Jauhkan telinga anak dari suara keras yang dapat merusak
gendang telinga
● Jauhkan anak – anak dari benda kecil – kecil yang bisa
masuk ketelinga hidung atau ditelan
● Jika ada benda asing didalam telinga segera datang
kedokter
● Jaga kebersihan telinga anak
● Lindungi telinga anak selama penerbangan.
3.12 Prognosis
Prognosis untuk sebagian besar pasien otitis media sangat baik.
Kematian akibat AOM merupakan kejadian langka di zaman
modern. Karena akses yang lebih baik keperawatan kesehatan di
negara maju, diagnosis dan pengobatan dini telah menghasilkan
prognosis yang lebih baik untuk penyakit ini. Terapi antibiotik yang
efektif adalah pengobatan andalan. Beberapa faktor prognostik
mempengaruhi perjalanan penyakit. Anak-anak yang mengalami
kurang dari tiga episode AOM tiga kali lebih mungkin mengalami
gejala mereka diselesaikan dengan antibiotik tunggal dibandingkan
dengan anak-anak yang mengembangkan kondisi ini di musim
selain musim dingin.

4. Memahami dan Menjelaskan Kesehatan telinga menurut pandangan


agama Islam
Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan.
Yaitu,yang kedua dalam mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena
itu,Al-Haris Al-Muhasibi berkata,"tidak ada luka yang lebih berbahaya bagi
seorang hamba setelah lisannya selain pendengarannya,karena pendengaran itu
utusan yang lebih cepat pada hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah.

Pendengan hati terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-
Quran :

MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI.

Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran.


Sebagaimana yang diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin
yang beriman, mereka berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-
Qur'an yang menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)

MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI.

Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka


berpaling dan lalai, sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan
sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar dan menjadikan
orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka berpaling
kebelakang”. (Ar-Rum [20]:52).

Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa


yang dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan
orang yang didalam kubur dapat mendengar". (Al-Fathir [35]:22)

Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan.


Demikian juga firman Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada
mereka,tentu dia jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan
mereka dapat mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang mereka memalingkan
diri".(Al-Anfal [8]:23)

Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat
penerimaan dan ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat
memahami.

Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan.


Seandainya Allah menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak
akan tunduk dan tidak mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena
didalam hati mereka terdapat faktor yang menolak dan menghalang-halangi
mereka untuk mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar

MENDENGARKAN UNTUK MENERIMA DAN MEMENUHI PANGGILAN.

Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman


Allah yang menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka
berkata, "kami mendengar, dan kami taat". (QS.An-Nur [24]:51)

Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang


berbuah ketaatan. Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini
mencakup 2 macam sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk mengetahui dan
memperdengarkan untuk memahami.

Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga


mendengar sebagaimana orang kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk
memahami juga,sedikitpun tidak berguna,karena orang-orang yang hatinya
membatu juga dapat memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.

Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat
memberatkan timbangan amal kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan
hati anda serta beredarnya denyutan didalamnya.

Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika
perkataan yang didengar itu bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika
dalam kondisi bertaubat, atau ketika merasa terpukul dengan dosanya,atau hanya
dengan pertolongan Allah yang tersembunyi, atau juga dengan kelembutan yang
jelas,dengan sebab ataupun tanpa sebab.

Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati terbuka,sehingga terjadilah pengaruh


yang luar biasa dan kondisi hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati yang mati
menuju hati yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997

Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and
Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014

Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015

Munilson, J., & Edward, Y. (2004). Penatalaksanaan Otitis Media Akut. 1–9.
Prof.Dr.Efiaty Arsyad Soepardi, A. T., Prod.Dr.Nurbaiti Islandar, S. T.,
Prof.DR.Dr.Jenny Bashiruddin, S. T., & DR.Dr.Ratna Dwi Restuti, S. T.
(2007). BUKU AJAR ILMU KESEHATAN TELINGA,HIDUNG,TENGGOROK,
KEPADA & LEHER.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007

Anda mungkin juga menyukai