Anda di halaman 1dari 9

Resume

Mata Kuliah: Reklamasi Pantai


Dosen Pengampu: A GINONG PRATIKINO S. T., M. T

OLEH

NURHAYANA
I1F119025

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
Struktur Bangunan Pantai
Bangunan pantai berfungsi untuk beberapa variasi dari fenomena perairan
laut antara lain melindungi pantai dari serangan gelombang, mencegah erosi dan
kerusakan lain yang diakibatkan gelombang laut, menahan pasir yang berasal
dari transportasi di sepanjang pantai, membantu mengurangi pengisian saluran
dan sebagai area tambatan kapal.

A. Breakwater (Pemecah gelombang)

Sturktur yang berfungsi melindungi area Lee-current nya dari terjangan atau serangan
gelombang. Breakwater dapat di sambungkan pada garis pantai, contohnya pelabuhan.
Dan pemasangan breakwater juga dapat sepenuhnya terisolasi dari pantai, contohnya
sebuah sistem yang melindungi pantai pada delta sungai yang mengalami erosi.

B. Sekat, Reventment dan Seawall

Struktur bangunan pantai yang dibangun untuk memisahkan tanah dari air untuk
mencegah erosi dan kerusakan lainnya terutama yang disebabkan gelombang. Sekat
merupakan struktur yang lebih kecil dirancang untuk mempertahankan komposisi pantai
di bawah kondisi gelombang yang lebih baik dari Seawall. Struktur ini dibangun untuk
memisahkan tanah dari air untuk mencegah erosi dan kerusakan lainnya terutama yang
disebabkan oleh gelombang. Reventment dirancang untuk melindungi garis pantai dan
saluran air dari erosi yang disebabkan arus dan gelombang skala kecil dan umunya
struktur gundukan rubble yang dibangun di atas lereng. Seawall yaitu bangunan pantai
yang lebih besar dan dirancang untuk menahan kekuatan penuh gelombang badai.

C. Grein shore

Struktur bangunan pantai tegak lurus, dipasang tunggal atau sebagai bidang bidang
pangkal paham yang dirancang untuk menahan pasir dari pergeseran pantai atau menahan
pasir di tempat (sturktur gundukan puing).

D. Jetty (Dermaga)

Struktur bangunan pantai yang tegak lurus terletak di dekat saluran masuk pintu masuk
pelabuhan berfungsi untuk mengurangi pengisian saluran masuk, melindungi pintu masuk
dan menyediakan pelindung kapal dari gelombang (struktur gundukan puing).
E. Dolphin

Struktur laut umumnya berupa sekumpulan tumpukan untuk kapal tambatan. Dolphin
tambatan dirancang hanya sebagai struktur tambatan dan tidak dapat mendukung
kekuatan dampak, struktur ini dirancang untuk mendukung dampak kapal saat
ditambatkan.

F. Wharf (tembok pelabuhan) dan Quay (anggar)

Sebuah dermaga yang terdiri dari pantai atau tepi sungai yang diperkuat di mana kapal
dimuat atau diturunkan. Secara umum kapal hanya dapat menambuk satu sisi dermaga,
tetapi dapat di kedua sisi pada anggar.

Mitigasi Pesisir
i. Upaya struktur: metode perlindungan buatan seperti pemecah gelombang (breakwater),
Seawall dan Groin. Kemudian metode perlindungan alami seperti mangrove, sand dune,
terumbu karang dan tumbuhan pantai
ii. Kendala upaya struktur, terdapat beberapa kendala pada upaya struktur seperti contohnya
terbatasnya anggaran dan ketidaktentuan terhadap kesesuaian daerah rawan bencana
iii. Upaya nonstruktur, ada beberapa bentuk upaya nonstruktur seperti peta daerah rawan
bencana, relokasi daerah rawan bencana, tata ruang atau tata guna lahan, informasi publik
atau penyuluhan dan penegakan hukum
iv. Kendala upaya nonstruktur berupa sosial budaya masyarakat, lemahnya penegakan
hukum dan periode singkat waktu datangnya banjir dan tsunami (arrival time).

Program mitigasi bencana berupa identifikasi daerah rawan bencana, menyusun kebijakan
mitigasi bencana di wilayah pesisir, menyusun prosedur penanggulangan bencana,
mengurangi dan mengantisipasi dampak kerusakan akibat bencana dan perancangan basis
data dan peta kerusakan akibat bencana. Area mitigasi bencana dapat dilakukan di laut dan
darat. Pada prinsipnya pembangunan di laut meliputi pengembangan daerah perlindungan
laut, perbaikan ekosistem karang melalui terumbu buatan, pengembangan Silvofishery,
rehabilitasi sempadan pantai melalui penanaman mangrove. Di darat dapat berupa penataan
ruang atau zonasi.
a. Pengembangan Daerah Perlindungan Laut (PDPL) Berbasis Masyarakat

Daerah perlindungan laut adalah bentuk upaya masyarakat untuk mempertahankan,


menjaga dan memperbaiki kualitas ekosistem pesisir (terumbu karang) dan sekaligus
mempertahankan kualitas sumberdaya lainnya yang hidup di terumbu karang.

b. Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Terumbu Buatan

Terumbu buatan adalah struktur atau kerangka yang di letakan ke dalam laut yang
ditujukan sebagai tempat berlindung dan habitat bagi organisme laut juga sebagai
pelindung pantai

c. Arti Penting Terumbu Karang

Membantu agar organisme tertarik sehingga lebih mudah dan efisien dalam upaya
penangkapan, melindungi organisme kecil seperti telur ikan dan anakan ikan dari
penangkapan dini, melindungi kawasan asuhan terhadap cara pemanfaatan dan
penangkapan yang bersifat merusak, dan dalam jangka panjang dapat membantu
meningkatkan produktivitas alami melalui cara supali habitat baru bagi ikan dan
origanisme yang tingal permanen, melindungi ekosisitem pesisir.

Prinsip-Prinsip Penentuan Fungsi


Kegiatan Di Masing-Masing Zona
I. Zona I (zona konservasi)
Fungsi kegiatan langsung berhubungan dengan laut atau ekosistem pesisir contohnya
hutan mangrove, pertambakan, prasarana kelautan dan perikanan, wisata bahari. Kegiatan
tidak menciptakan timbulnya perkembangan penduduk yang besar contohnya tempat
latihan militer, pos keamanan maupun jalan dan perkebunan. Kegiatan tidak berperan
vital bagi wilayah yang lebih luas, yang artinya jika terjadi kerusakan yang dapat
menyebabkan kelumpuhan total contohnya tidak menempatkan fasilitas berupa instalasi
litstrik, telekomunikasi, pemerintahan dan lain lain.
II. Zona II (zona penyangga)

Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut namun berkaitan dengan
produksi hasil laut dan perikanan. Contohnya permukiman nelayan dan industri hasil
perikanan. Kegiatan tidak menciptakan timbulnya pemusatan penduduk secara pesat
dalam 24 jam contohnya perkebunan, perhotelan dan fasilitas lain yang berkaitan.
Kegiatan tidak berperan vital bagi wilayah yang lebih luas yang artinya jika terjadi
kerusakan akan menyebabkan kelumpuhan total contohnya tidak menempatkan fasilitas
berupa instalasi listrik, telekomunikasi dan fasilitas serupa.

III. Zona III (zona bebas)

Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut contohnya perkotaan,


perindustrian, perdagangan dan jasa, dan fasilitas serupa lainnya. Kegiatan yang
merupakan pusat kegiatan penduduk contohnya fasilitas pendidikan dan perdagangan
barang dan jasa. Kegiatan berperan vital bagi wilayah yang luas contohnya instalasi listrik
dan telekomunikasi maupun fasilitas serupa.

PENGELOLAAN GARIS PANTAI


Prinsip Pengelolaan Garis Pantai

Buku Pedoman Penyusun Rencana Pengelolaan Garis Pantai (DKP, 2004), sebagai
panduan recana pengelolaan garis pantai dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut:

1. Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Dan Berkesinambungan, dengan mengintegrasikan


berbagai perencanaan ssektoral, dunia usaha, masyarakat dengan perencanaan
pembangunan daerah sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat dilakukan secara
optimal dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan daerah pesisir
secara terpadu akan mendukung optimalisasi sumberdaya pesisir terutama di sepanjang
garis pantai yang berkesinambungan dan dapat mencegah tumpang tindih perencaan, dan
berbagai konsflik seperti penyalahgunaan dan masalah yuridiksi dan degradasi biofisik
yang akan mencegah pengembangan kawasan pesisir.
2. Proses-Proses Pantai (sel dan subsel), pemahaman terhadap proses-proses alamiah yang
terjadi sepanjang garis pantai merupakan hal utama untuk mendukung keberhasilan
pengelolaannya. Pembagian garis pantai dalam beberapa sel atau bagian, rekayasa pantai
yang akan dilakukan pada implementasis pengelolaan garis pantai dalam sebuah sel tidak
akan mempengaruhi sel yang berseblahan.
3. Keseimbangan alam terhadap garis pantai terkait dengan sediment budget, pembuatan
suatu bangunan yang tegak lurus garis pantai akan mempengaruhi keseimbangan dan laju
angkutan sedimen. Dengan demikian, ketidakseimbangan laju angkuta dapat
menyebabkan erosi dan akresi yang akan memicu konfilik wilayah.

Pertimbangan Dan Penentuan Pilihan Bangunan Pelindung Pantai

Pengelolaan garis pantai dilakukan dengan pengumpulan data, analisis dan penentuan
tujuan kemudian penyusunan rencana pengelolaan. Coastal Engineering Manual (USACE,
2000) contoh pengelolaan kawasan garis pantai yaitu kondisi eksisting, adaptasi atau
penyesuaian, proteksi atau perlindungan dan reklamasi atau pengurugan.

Pope (1997) pengelolaan garis pantai sebagai penanggulangan kerusakan akibat erosi
dan kenaikan muka air yang dapat memicu banjir dikelompokan dalam 5 upaya:

1. Perlindungan pantai (armoring), membuat batas yang jelas antara daratan dan lautan
seperti membangun seawall, reventment, bulkhead atau tanggul.
2. Pengurangan laju erosi (moderation), mengurangi laju kehilangan muatan sedimen di area
yang terjadi erosi. Teknik ini umumnya menggunakan groin, detach breakwater, reef
breakwater. Metode ini diaplikasikan pada area yang memiliki tingka erosi tinggi.
Pembuatan groin, breakwater dan tanjung buatan sesuai untuk area di mana angkutan
sedimen sejajar pantai (longshore transport) karena lebih dominan dibanding angkutan
sedimen dengan arah tegak lurus pantai (cross shore tranport).
3. Pengurugan pantai (restoration), kawasan dengan tingkat erosi yang tinggi dapat
dilakukan pengurugan atau pengisian kembali area pantai (beach fill) sebagai penyangga
untuk melindungi daratan.
4. Dibiarkan (abstention), dalam hal ini tidak diperlukan upaya dikarenakan area pantai
tidak berpenghuni dan tidak begitu memiliki nilai ekonomis dari keberadaannya.
5. Penyesuaian (adaptation), upaya adaptasi atau penyeseuaian tidak mencegah dan
memodifikassi proses erosi dan akresi namun ditujukan sebagai upaya sosialisasi kepada
masyarakat untuk memperhatikan resiko bertempat tinggal di sepanjang garis pantai dan
menjaga kawasan pantai secara berkelanjutan. Pendekatan yang digunakan yaitu
menerapkan tataguna lahan, pembatasan izin bangunan, relokasi bangunan dan
pembatasan jarak relokasi bangunan.
Buku Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Garis Pantai, dicantumkan
langkah-langkah mengenai rencana struktur bangunan pantai:

i. Identifikasi, yaitu tahap perumusan masalah untuk dilakukan proses pengumpulan data
(pemerintah dan masyarakat). Kemudian identifikasi kondisi fisik lingkungan
(gelombang, arus, pasang surut, batimetri, garis pantai dan kondisi fisik lainnya)
selanjutnya setelah pengumpulan data hidro-oseanografi dilanjutkan dengan identifikasi
geologi, lingkungan, sosial/politik dan ekonomi.
ii. Pengumpulan data utama yang berkaitan dengan kompleksitas wilayah yang telah
dilakukan maka selanjutnya merancang berbagai alternatif rencana bangunan yang berupa
layout bangunan dan rancangan peta, dan penentuan material bangunan.
iii. Langkah terakhir dengan evaluasi melibatkan seluruh pihak yang akan merasakan
dampak dari struktur bangunan pantai, kemudian diharapkan dapat mencapai kesimpulan
yang disetujui bersama. Setelah tahap kesepakatan kemudian dilanjutkan perencanaan
Detail Engineering Design (DED) sebagai kebutuhan implementasi di lapangan.
Beberapa detail yang dimaksud yaitu estimasi jangka waktu ketahanan bangunan sesuai
apa yang diharapkan dan skenario penggunaan lahan di masa mendatang, dampak
lingkungan yang akan timbulkan terhadap lingkungan.

Menurut Pope (1997), karakteristik bangunan pantai adalah sebagai berikut:

1. Bangunan pantai tidak besifat permanen dikarenakan kondisi wilayah pantai yang
dinamis
2. Bangunan pantai tidak dapat menanggulangi seluruh kawasan pantai
3. Bangunan pantai tidak selalu bekerja dengan baik pada setiap kondisi, karena struktur
bangunan pantai dirancang hanya untuk mengatasi kondisi tertentu
4. Struktur bangunan pantai membutuhkan biaya yang tidak sedikit
5. Beberapa struktur bangunan pantai dapat melindungi kawasan pantai dalam jangka
waktu panjang dan efektif serta ekonomis
6. Upaya teknis dapat disesuaikan dengan proses alami pantai untuk mendapatkan
struktur bangunan yang sesuai dengan kondisi fisik pantai
7. Terdapat beberapa kawasan wilayah yang tidak dapat dilindungi dikarenakan kondisi
alami pantai
8. Bangunan pantai (hard structures) sesuai untuk beberapa kawasan, hal yang sama
berlaku untuk (soft structures)
9. Terdapat kawasan yang tidak memerlukan struktur bangunan pelindung pantai

Struktur Gundukan Reruntuhan (Rubble


Mound Structures)
Breakwater Design

A. Gundukan Reruntuhan Pemecah Gelombang (Rubble Mound Breakwater)

Struktur dari tipe pemecah gelombang ini terdiri dari lapisan batu bergradasi interior dan
lapisan pelindung luar, lapisan pelindung dapat berupa batu atau unit beton berbentuk
khusus. Struktur ini dapat beradaptasi pada berbagai tingkat kedalaman dan sesuai pada
banyak dasar kawasan pantai, kemudian lapisannya dapat meringankan biaya
pembangunan karena penggunaan batu yang lebih besar akan membutuhkan biaya yang
lebih banyak dan strukturnya tidak biasanya rusak secara keseluruhan dengan
memberikan perlindungan setelah terjadi kerusakan dan struktur ini mudah diperbaiki.
Unit armor cukup besar untuk menahan terjangan gelombang, tetapi memungkinkan
transmisi energi gelombang tinggi karena lapisannya dapat mengurangi transmisi.
Lapisan bergradasi di bawah lapisan pelindung yang menyerap energi gelombang dan
mencegah kerusakan bagian tanah yang lebih halus pada dasar. Struktur kemiringan
menghasilkan gelombang pantul yang lebih sedikit terkena gelombang di banding tipe
dinding namun memerlukan material yang lebih banyak dari kebanyakan tipe atau jenis
lainnya.

B. Komposit Atau Dinding-Tipe Pemecah Gelombang (Composite/ Wall-Type Breakwaters)

Struktur tipe ini biasanya terdiri dari beton atau lapisan baja yang diisi dengan kerikil atau
pasir. Permukaan arah vertikal atau sedikit kemiringan (tipe dinding), dinding tiang
pancang dan sel tiang pancang terdapat berbagai bentuk secara umum. Pantulan energi
dan gerusan pada ujung dasar struktur adalah pertimbangan penting untuk semua struktur
vertikal. Jika gaya masuk dan fondasinya sesuai, tiang pancang baja dapat digunakan
untuk membentuk seluler struktur tipe gravitasi tanpa penetrasi tiang pada bahan dasar.
C. Pemecah Gelombang, Terapung (Floating Breakwater)

Aplikasi struktur yang potensial untuk melindungi cekungan kapal, jalur kapal dan
kontrol erosi garis pantai.

D. Struktur Teredam (Submerged Structures)

Contohnya pemecah gelombang terpisah yang dibangun sejajar dengan garis pantai dan
dirancang untuk menghamburkan energi gelombang, cukup untuk menghilangkan dan
mengurangi erosi garis pantai. Keuntungan dari struktur tipe ini membutuhkan biaya yang
murah untuk pembangunannya dan secara estetika tidak mengganggu pemandangan,
namun kekurangannya secara signifikan lebih sedikit melindungi dari hantaman
gelombang. Pemantauan kondisi struktur lebih sulit dilakukan dan resiko bahaya navigasi.

Stabilitas Gundukan Reruntuhan (Rubble


Mound Stability)
Kriteria peilihan armor meliputi pertimbangan tujuan penggunaan armor, stabilitas hidrolik,
kapasitas struktural dan bahan, kinerja teknik versus biaya efisiensi volumetrik dan
kemudahan konstruksi.

Parameter stabilitas: asimetri gelombang, bentuk spektrum gelombang, pengelompokan


gelombang dan sudut insiden gelombang.

Persamaan (equation) stabilitas armor: batu multi-layer, batu rendah multilayer, pemecah
gelombang batu karang, stabilitas belakang dan unit armor beton.

Anda mungkin juga menyukai