Anda di halaman 1dari 37

TEKNIK MANAJEMEN PANTAI

Oleh
ANDRI WARSITO (020.01.0028)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt. yang telah melimpahkan segala Rahmat
dan Hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelasaikan laporan tugas mata
kuliah Pengendalian Sedimen dan Erosi.

Laporan ini ditulis setelah penulis mengikuti mata kuliah Pengedalian


Sedimen dan Erosi yang merupakan salah satu syarat mata kuliah wajib pada
semester VII (tujuh) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Al-
Azhar.

Pada kesempata ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut telibat dalam menyelesaikan
laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak


kekurangan sehingga penulis berharap saran maupun kritik yang bersifat
membangun sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 3 Desember 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah pesisir atau wilayah pantai dan lautan adalah suatu kawasan yang
sangat strategis baik ditinjau dari segi ekologi, sosial budaya,dan ekonomi Selain
memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang beragam dan
bernilai strategis, wilayah pesisir juga sangat rentan terhadap ancaman bencana
alam dan dampak dari perubahan iklim. Kerusakan lingkungan akan semakin
bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan berjalannya waktu.
Akibat terus bertambahnya jumlah penduduk daerah-daerah strategis seperti
daerah pesisir menjadi lingkungan padat penduduk, sehingga aturan tata ruang
daerah pantai diabaikan. Pemukiman-pemukiman yang berjarak sangat dekat
dengan pantai akan mendapat ancaman langsung dari kerusakan-kerudakan pantai.
Contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah kerusakan
lingkungan pantai, dan abrasi, masalah tersebut adalah masalah yang serius karena
dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak
terkecuali manusia. Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi
semakin menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih
berbahaya.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari kerusakan pantai
adalah hal yang sangat serius. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi kerusakan
pantai dari hasil survey langsung di lapangan dan menghitung bobot kerusakannya
sesuai dengan pedoman penilaian kerusakan pantai dan prioritas penanganannya
(SE No:08/SE/M/2010). Dengan adanya data mengenai inventarisasi kerusakan
pantai, dapat dilakukan upaya-upaya prioritas untuk menangani permasalahan-
permasalahan keruskan pantai.

B. TUJUAN

Tujuan kegiatan inventarisasi kerusakan pantai ini adalah untuk mengetahui


sejauh mana bobot kerusakan pada daerah pantai yang menjadi lokasi survey.
Selain itu hasil perhitungan prioritas penanganan kerusakan dapat menjadi acuan
bagi pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab untuk mengurangi resiko-resiko
yang diakibatkan oleh keruskan pantai.

C. GAMBARAN LOKASI SUVEY

Lokasi survey dilakukan di pantai Tanjung Karang, Kota Mataram dengan


titik awal mulai dari muara sungai Unus ke arah urata sejauh 1 km.

Gambar 1. Layout lokasi survey


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup

Pedoman ini menetapkan tentang :

a. Penilaian kerusakan pantai dan lingkungan sekitarnya yang disebabkan oleh


daya rusak alam dan kegiatan manusia.

b. Cara menilai kerusakan pantai : yang meliputi kriteria kerusakan pantai,


tolok ukur kerusakan pantai, bobot tingkat kerusakan, bobot tingkat
kepentingan, prosedur pembobotan dan penentuan urutan prioritas
penanganan, yang akan digunakan untuk perencanaan.

B. Istilah dan Definisi

Dalam pedoman ini digunakan istilah dan definisi sebagai berikut ini.

a. Abrasi adalah proses terkikisnya batuan atau material keras seperti dinding
atau tebing batu oleh hempasan gelombang, yang biasanya diikuti dengan
longsoran atau runtuhan material.

b. Daerah pantai atau wilayah pesisir (coastal zone) adalah suatu daratan
beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih saling dipengaruhi
baik oleh aktivitas darat maupun laut (marine).

c. Daratan pantai adalah daratan di tepi laut yang masih terpengaruh oleh
aktivitas marine (laut).

d. Erosi adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan semula yang
disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan kapasitas
angkutan sedimen.

e. Gumuk pasir (sand dunes) adalah pasir yang terdapat di sepanjang pantai.

f. Kawasan pesisir adalah bagian dari wilayah pesisir yang sudah jelas
peruntukannya (contoh: kawasan wisata, kawasan pertambakan).
g. Kerusakan pantai adalah kerusakan yang terjadi di sekitar (garis) pantai
yang dikelompokkan menjadi tiga macam kerusakan yaitu : kerusakan
lingkungan, erosi/abrasi dan kerusakan bangunan,serta sedimentasi.

h. Lepas pantai (off-shore) adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah


sampai ke laut lepas.

i. Muara sungai (river mouth) adalah bagian sungai yang bertemu laut,
merupakan pertemuan air tawar dan air laut, serta tempat terjadinya
sedimentasi.

j. Pantai adalah daerah yang merupakan pertemuan antara laut dan daratan
diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah.

k. Pasang surut adalah proses naik turunnya permukaan air laut akibat adanya
gaya tarik menarik antara planet-planet matahari dan bumi.

l. Perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi oleh aktivitas


daratan.

m. Prioritas penanganan adalah urutan tingkat penanganan kerusakan pantai.

n. Rob adalah genangan yang disebabkan oleh air laut pada saat pasang tinggi
(pasang pada saat bulan purnama atau bulan baru.

o. Sedimentasi adalah proses terjadinya pengendapan sedimen pada suatu


perairan (muara sungai, alursungai, alur pelayaran)

p. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi


pengamanan dan pelestarian pantai sepanjang 100 m dari muka air tinggi
atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku (UUPWPPPK Tahun 2007)

q. Zona gelombang pecah (breaking zone) adalah daerah dimana gelombang


pecah.

r. Zona gelombang sudah pecah (surf zone) adalah daerah di antara gelombang
(mulai) pecah sampai dengan garis pantai.
Gambar 2. Batasan daratan pantai dan perairan pantai.

Gambar 3. Batasan pantai.


C. Kriteria Kerusakan Pantai

Untuk menilai tingkat kerusakan pantai secara obyektif, diperlukan suatu


kriteria kerusakan pantai. Kriteria kerusakan pantai yang dimaksudkan disini
adalah penjelasan tentang jenis kerusakan pantai yang akan dinilai. Kriteria
kerusakan pantai yang dipergunakan ada tiga macam yaitu : kriteria kerusakan
lingkungan pantai, kriteria erosi dan kerusakan bangunan dan kriteria sedimentasi

1. Kriteria Kerusakan Lingkungan Pantai

Daerah pantai atau pesisir memiliki sifat yang dinamis dan rentan terhadap
perubahan lingkungan baik karena proses alami maupun aktivitas manusia.
Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan taraf hidupnya,
sehingga melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan sumberdaya
alam yang berpengaruh terhadap lingkungan di daerah pantai. Daerah pantai atau
pesisir setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Terdapat keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir


maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.

b. Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam
sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pembangunan, misalnya untuk: wisata dan perikanan;
permukiman dan pertambakan.

c. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan
bekerja yang berbeda. Hal ini mengakibatkan pemanfaatan berbagai sumber
daya yang ada.

d. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir


secara monokultur adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun
eksternal yan gmenjurus kepada kegagalan usaha.

e. Kawasan pesisir merupakan kawasan milik bersama (common property


resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Setiap
pengguna sumber daya berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan
sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran, over-eksploitasi sumber
daya alam dan konflik pemanfaatan ruang.

Pantai secara alami berfungsi sebagai pembatas antara darat dan laut, tempat
hidup biota pantai dan tempat sungai bermuara. Dalam perkembangannya fungsi
pantai mengalami perubahan sesuai kebutuhan manusia, antara lain: sebagai
tempat saluran bermuara (tambak), tempat peralihan kegiatan hidup di darat dan
di laut (pelabuhan, pelayaran), tempat hunian nelayan, tempat wisata, tempat
usaha, tempat budidaya pantai (tambak, pertanian), sumber bahan bangunan
(pasir, batu karang), kawasan industri (PLTU, pabrik,dan lain-lain).

Daerah pantai di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam berupa


sumber daya alam dapat diperbarui (hutan mangrove, terumbu karang, padang
lamun, sumber daya perikanan dan bahan-bahan bioaktif), sumber daya alam tidak
dapat diperbarui (meliputi seluruh mineral dan geologi) dan jasa-jasa lingkungan
(fungsi pantai sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan
komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan
keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan
perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan serta
fungsi ekologisnya).

Sumber daya alam yang ada di daerah pantai, telah dimanfaatkan untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, baik sebagai mata pencaharian, sumber
pangan, mineral, energi, devisa negara, dan lain-lain. Agar potensi sumber daya
alam ini dapat dimanfaatkan sepanjang masa dan berkelanjutan diperlukan upaya
pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam arti memperoleh
manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung
dan kelestarian lingkungan, sehingga upaya dalam pengelolaannya tidak hanya
untuk memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan melestarikannya.

Kriteria kerusakan lingkungan pantai yang dipergunakan pada pedoman ini


meliputi jenis kerusakan pantai yang disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :

a. Permukiman dan fasilitas umum yang terlalu dekat dengan garis pantai.
b. Areal pertanian terlalu dekat dengan garis pantai.

c. Penambangan pasir di kawasan pesisir/gumuk pasir.

d. Pencemaran lingkungan di perairan pantai.

e. Instrusi air laut.

f. Penebangan hutan/tanaman mangrove untuk dijadikan tambak.

g. Pengambilan/perusakan terumbu karang.

h. Banjir akibat rob air pasang

2. Kriteria Erosi/Abrasi dan Kerusakan Bangunan

1) Erosi dan Abrasi

Kriteria erosi dan abrasi yang dimaksudkan disini adalah erosi/abrasi yang
terjadi karena faktor alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Beberapa faktor
penyebab yang sering mengakibatkan terjadinya erosi pantai antara lain :

a. Faktor Manusia

 Pengaruh adanya bangunan pantai yang menjorok ke laut.

 Penambangan material pantai dan sungai.

 Pencemaran perairan pantai yang dapat mematikan karang dan


mangrove.

 Pengaruh bangunan air di sungai, yang mempunyai kecenderungan


menyebabkan ketidakseimbangan transpor sedimen.

 Budidaya pesisir

 Pengambilan air tanah yang berlebihan

b. Faktor alam : perusakan oleh bencana alam seperti gelombang badai,


tsunamidan gempa.

2) Kerusakan bangunan
Kriteria kerusakan bangunan yang dimaksudkan disini adalah kerusakan
yang disebabkan oleh adanya gerusan pada fondasi bangunan atau rusaknya
bangunan tersebut akibat hempasan gelombang. Gerusan yang terjadi pada
fondasi bangunan dapat menyebabkan runtuhnya bangunan atau miringnya
bangunan sehingga bangunan tidak dapat berfungsi sesuai dengan yang
direncanakan. Hempasan gelombang dapat merusakkan bangunan yang berada di
pantai sehingga bangunan tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Kerusakan
ini dapat terjadi karena bangunan tidak mampu menahan gaya gelombang atau
material bangunan terabrasi oleh pukulan gelombang.

3. Kriteria sedimentasi

Kriteria sedimentasi yang dimaksudkan disini adalah sedimentasi yang


menyebabkan banjir muara atau gangguan terhadap pelayaran yang
memanfaatkan muara sungai. Permasalahan sedimentasi di muara sungai ada dua
macam yaitu penutupan dan pendangkalan muara.

a. Penutupan muara sungai terjadi tepat di mulut muara sungai pada pantai
yang berpasir atau berlumpur yang dapat mengakibatkan terjadinya formasi
ambang (bar) atau lidah pasir (sand spit) di muara. Mulut muara adalah
bagian dari muara dimana ambang terbentuk. Proses ini terjadi akibat
transpor sedimen menyusur pantai yang cukup besar dan debit sungai yang
relatif kecil sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk menggelontor
lidah pasir yang terjadi (terbentuk)di muara sungai.

b. Pendangkalan muara sungai dapat terjadi mulai dari muara ke hulu sampai
pada suatu lokasi di sungai yang masih terpengaruh oleh intrusi air laut
(pasang surut dan kegaraman). Proses pendangkalan muara sungai
disebabkan oleh terjadinya pengendapan sedimen terutama yang berasal dari
hulu sungai. Hal ini dapat terjadi karena aliran sungai tidak mampu
mengangkut sedimen tersebut ke laut.
D. Proses Penilaian Kerusakan Pantai

Untuk menilai kerusakan pantai Tanjung Karang dan menentukan prioritas


penanganannya digunakan langkah-langkah sebagai berikut, bagan alir penilaian
kerusakan pantai dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 4. Bagan alir inventarisasi kerusakan pantai.


1. Persiapan

Melakukan survey lokasi dengan tim survey dan melakukan pengukuran dan
pengamatan terhadap kerusakan pantai yang terjadi. Membawa peralatan survey
dan tidak lupa mengambil dokumentasi di beberapa titik yang dikira perlu.

2. Uraian Kerusakan Pantai

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran secara singkat namun seksama


yangdilakukan di lapangan, maka kerusakan pantai di lokasi tersebut diuraikan
secara singkatdan jelas.

3. Pembobotan Tinkat Kerusakan Pantai

Pembobotan kerusakan pantai berdasarkan hasil survey kondisi di lapangan.

4. Penentuan Tingkat Kepentingan

Lokasi dievaluasi tingkat kepentingannya dengan menggunakan Tabel Skala


kepentingan tertinggi adalah kepentingan internasional (terkait dengan warisan
dunia, dengan koefisien bobot f = 2,0) dan kepentingan terendah adalah lahan
yang tidak dimanfaatkan dan tidak berdampak pada ekonomi (f = 0,5).

5. Prioritas Penanganan

Prioritas penanganan ditentukan berdasarkan nilai bobot tingkat kerusakan


pantai dantingkat kepentingan kawasan yang dinilai sesuai dengan prosedur.
6. Urutan Prioritas Penanganan

Berdasarkan hasil penilaian beberapa lokasi/kawasan pantai yang telah


disurvei maka dapat disusun urutan prioritas penanganan kerusakan pantai
tersebut.

E. Tolak Ukur Kerusakan Pantai

Dalam menilai kerusakan pantai, pendekatan yang digunakan ada 3 (tiga)


macam yaitu:

a. kerusakan lingkungan pantai,

b. erosi atau abrasi, dan kerusakan bangunan, serta


c. permasalahan yang timbul akibat adanya sedimentasi.

Dalam mengkaji kerusakan lingkungan akan ditinjau kerusakan lingkungan


yangdiakibatkan oleh:

a. Keberadaan permukiman dan fasilitas umum yang berada terlalu dekat


dengan garis pantai, sehingga permukiman/fasilitas tersebut mudah
terjangkau oleh hempasan gelombang.

b. Areal pertanian (persawahan, perkebunan dan pertambakan) yang berada


terlalu dekat dengan garis pantai sehingga areal pertanian tersebut mudah
terjangkau oleh hempasan gelombang.

c. Keberadaan penambangan pasir di kawasan pesisir sehingga dapat


berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

d. Pencemaran perairan pantai.

e. Intrusi air laut ke air tanah (ground water) atau sungai sehingga dapat
mengganggu sumber air bersih (air minum) bagi masyarakat pesisir maupun
industri.

f. Penebangan hutan mangrove di kawasan pesisir sehingga dapat berdampak


terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

g. Penambangan atau rusaknya terumbu karang di kawasan pesisir sehingga


dapat berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

h. Kenaikan muka air laut (sea level rise) dan penurunan muka tanah (land
subsidence) yang dapat mengakibatkan banjir rob.

Untuk mengkaji kerusakan pantai akibat adanya erosi/abrasi atau gerusan


dan rusaknya bangunan pantai akan ditinjau dua hal saja, yaitu :

a. Erosi/abrasi yang dapat menyebabkan perubahan posisi garis pantai, dan

b. Erosi/abrasi yang menyebabkan gerusan pada fondasi bangunan atau abrasi


pada bangunan itu sendiri (kerusakan bangunan).
Sedangkan dalam mengkaji permasalahan sedimentasi akan ditinjau dua hal,
yaitu:

a. Sedimentasi pada muara sungai yang tidak untuk keperluan pelayaran, dan

b. Sedimentasi pada muara sungai yang digunakan untuk keperluan pelayaran.

a) Tolak Ukur Kerusakan Lingkungan Pantai

1. Pemukiman dan fasilitas umum

Pemukiman dan fasilitas umum yang terlalu dekat dengan pantai (berada di
daerah sempadan pantai) akan menyebabkan bangunan dapat terkena hempasan
gelombang sehingga bangunan dapat mengalami kerusakan dan mengganggu
aktivitas masyarakat.

Tolak ukur kerusakan lingkungan pantai akibat letak pemukiman adalah


jumlah rumah yang terkena dampak dan keberadaan bangunan di sempadan
pantai. Berikut ini adalah tolak ukur kerusakan pantai untuk pemukiman (luas
kawasan yang ditinjau adalah satu dusun)

Ringan : satu rumah sampai dengan 5 rumah berada di sempadan


pantai, tidak terjangkau gelombang badai.

Sedang : 6 rumah sampai dengan 10 rumah berada di sempadan


pantai, tidak terjangkau gelombang badai.

Berat : satu rumah sampai dengan 5 rumah berada di tempat dan


pantai dalam jangkauan gelombang badai.

Amat Berat : 6 rumah sampai dengan 10 rumah di sempadan pantai


dalam jangkauan gelombang badai.

Amat Sangat Berat : >10 rumah berada di semparan pantai dalam jangkauan
gelombang badai.

Sedangkan tolak ukur untuk fasilitas umum yang terlalu dekat dengan pantai
(berada di daerah sempadan pantai) adalah tingkat kepentingan dan cakupan
daerah layanan fasilitas umum yang terkena dampak serta keberadaannya di
sepadan pantai. Apabila ditinjau dari ukuran fasilitas umumnya maka tolak ukur
kerusakannya adalah:

a) Kecil, setara dengan satu rumah sampai dengan 5 rumah, daerah layanan
lokal.

b) Sedang, setara dengan 6 rumah sampai dengan 10 rumah, daerah layanan


skala sedang.

c) Besar, setara dengan >10 rumah daerah layanan luas.

2. Perairan Pantai

Pencemaran lingkungan perairan pantai yang akan dikaji adalah pencemaran


yang disebabkan oleh tumpahan minyak, pembuangan limbah perkotaan dan
kandungan material halus di perairan tersebut. Pencemaran lingkungan perairan
pantai ini dapat berdampak buruk terhadap kehidupan biota pantai dan masyarakat
yang bermukim di sekitar pantai tersebut.

Tolak ukur penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat pencemaran


limbah perkotaan dan minyak adalah dilihat dari tingkat kandungan limbah yang
ditunjukkan oleh warna, kandungan sampah dan bau limbah tersebut. Dengan
demikian pencemaran perairan yang ditinjau hanya merupakan indikasi awal
pencemaran lingkungan yang harus ditinjau lanjutkan dengan survei berikutnya
dan mendapatkan informasi yang lebih detail. Berikut ini adalah tolak ukur
penilaian kerusakan pantai untuk pencemaran lingkungan perairan pantai.

Ringan : perairan pantai terlihat keruh, sedikit sampah, dan tidak


ada bau.

Sedang : perairan terlihat keruh, kandungan sampah/minyak


sedang, dan tidak berbau.

Berat : perairan pantai yang terlihat coklat, kandungan


sampah/minyak sedang, dan berbau namun belum
mengganggu.
Amat Berat : perairan pantai terlihat hitam, kandungan sampah/minyak
sedang/ dan bau cukup mengganggu.

Amat Sangat Berat : perairan pantai terlihat hitam, pekat banyak


sampah/minyak dan bau menyengat.

b. Erosi/Abrasi dan Kerusakan Bangunan

1. Perubahan Garis Pantai

Terjadinya perubahan terhadap garis pantai disebabkan oleh gangguan


terhadap angkutan sedimen menyusur pantai, pasokan sedimen berkurang, adanya
gangguan bangunan, dan kondisi tebing yang lemah sehingga tidak tahan terhadap
hempasan gelombang. Perubahan terhadap garis pantai ini berdampak pada
mundurnya garis pantai dan terancamnya fasilitas yang ada di kawasan pantai.
Tolak ukurnya adalah laju mundurnya pantai.

Berikut ini adalah tolak ukur penilaian kerusakan pantai untuk perubahan garis
pantai:

Ringan : garis pantai maju mundur, tapi masih stabil dinamis.

Sedang : Pantai mundur <1m/tahun.

Berat : Pantai mundur 1m/tahun sampai dengan 2m/tahun.

Amat Berat : Pantai mundur 2m/tahun sampai dengan 3m/tahun.

Amat Sangat Berat : Pantai mundur >3m/tahun.

2. Kerusakan Bangunan

Pada kawasan pantai sering dijumpai infrastruktur buatan manusia yang


dibuat dengan tujuan tertentu, misalnya tujuan ekonomi dan transportasi,
pertahanan keamanan maupun perlindungan garis pantai. Infrastruktur buatan
manusia tersebut dapat berupa bangunan pengaman pantai, jalan, rumah, tempat
ibadah dan lainnya.

Bangunan yang dibangun pada material mudah tererosi seperti pasir atau
jenis tanah lainnya kemungkinan besar sangat rentan terhadap bahaya kerusakan
akibat gerusan. Gerusan yang terjadi pada struktur bangunan pantai diakibatkan
oleh gelombang dan arus atau bagian tertentu yang diakibatkan keberadaan
struktur, terjadi konsentrasi gelombang dan arus, yang akan memperbesar
tegangan geser dasar di bagian tersebut. Akibat gerusan adalah penurunan
kestabilan dan penurunan bangunan yang lambat laut akan mengakibatkan
keruntuhan sebagian atau bahkan seluruh struktur. Gerusan yang terjadi pada
pondasi bangunan dan kerusakan bangunan akibat tempuran gelombang
menyebabkan bangunan tidak efektif dan membahayakan lingkungan atau
masyarakat sekitar.

Tolak ukur penilaian kerusakan pantai akibat gerusan dan kerusakan


bangunan dapat dilihat dari kemampuan bangunan itu sendiri seperti keruntuhan
bangunan abrasi bangunan kemiringan bangunan dan fungsi bangunan. Berikut ini
adalah tolak ukur penilaian kerusakan pantai untuk gerusan dan kerusakan
bangunan.

Ringan : Bangunan masih dapat berfungsi baik di atas 75%.

Sedang : Bangunan masih berfungsi 50% sampai dengan 75%.

Berat : Bangunan berfungsi tinggal 25% sampai dengan 50%


tetapi tidak membahayakn lingkungan.

Amat Berat : Bangunan berfungsi tinggal 25% sampai dengan 50%


dan membahayakn lingkungan.

Amat Sangat Berat : Bangunan sudah rusak parah dan membahayakan


lingkungan.

c. Sedimentasi

Sedimentasi di muara sungai terdiri atas dua proses yaitu penutupan dan
pendangkalan muara. Penutupan muara sungai terjadi dapat di mulut sungai pada
pantai yang berpasir atau berlumpur yang mengakibatkan terjadinya formasi
ambang (bar) atau lidah pasir di muara. Proses ini terjadi karena kecilnya debit
sungai terutama di musim kemarau, sehingga tidak mampu membilad
endapansedimen di mulut muara. Pendangkalan muara sungai dapat terjadi mulai
dari muara ke hulu sampai pada suatu lokasi di sungai yang masih terpengaruh
oleh intrusi air laut (pasang surut dan kegaraman). Proses pendangkalan muara
sungai disebabkan oleh terjadinya pengendapan sedimen dari daerah tangkapan air
yang tidak mampu terbilas oleh aliran sungai sehingga menyebabkan banjir
muara.

1) Sedimentasi Muara Sungai Tidak Untuk Pelayaran

Tolak ukur penilaian kerusakan pantai karena sedimentasi dan pendangkalan


muara yang tidak digunakan untuk pelayaran didasarkan pada stabilitas muara dan
persentase penutupan.

Ringan : Muara sungai relatif stabil dan alur muara tinggal 50%
sampai dengan 75%.

Sedang : Muara sungai tidak stabil dan alur muara tinggal 50%
sampai dengan 75%.

Berat : Muara sungai tidak stabil dan alur muara tinggal 25%
sampai dengan 50%.

Amat Berat : Muara sungai tidak stabil dan kadang-kadang tertutup.

Amat Sangat Berat : Muara sungai tidak stabil dan setiap tahun tertutup.

2) Sedimentasi Muara Sungai Untuk Pelayaran

Tolak ukur kerusakan pantai karena sedimentasi dan pendangkalan muara


sungai tidak stabil/berpindah-pindah dan muara sungai untuk pelayaran.

Ringan : Muara sungai stabil, alur menyempit dan perahu masih


dapat masuk.

Sedang : Muara sungai tidak stabil, alur menyempit tetapi perahu


masih dapat masuk.

Berat : Muara sungai tidak stabil, alur menyempit tetapi perahu


sulit masuk.
Amat Berat : Muara sungai tidak stabil, perahu hanya dapat masuk
pada saat pasang .

Amat Sangat Berat : Perahu tidak dapat masuk karena terjadi penutupan
muara.

F. Tolak Ukur Kepentingan Pantai

Penentuan urutan prioritas penanganan kerusakan pantai tidak hanya dilihat


pada bobot kerusakan pantai, tetapi juga didasarkan pada pembobotan tingkat
kepentingan pantai tersebut. Pembobotan tingkat kepentingan pantai disajikan
dalam tabel berupa koefisien bobot tingkat kepentingan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Koefisien bobot tingkat kepentingan.

Koefisien
Bobot
No Jenis Pemanfaatan Ruang Skala Kepentingan
Tingkat
Kepentingan

Konservasi warisan dunia (seperti pura


1 Internasional 2,00
Yanah Lot)

Pariwisata yang mendatangkan devisa,


tempat ibadah, tempat usaha, industri,
2 fasilitas pertahanan dan keamanan, Kepentingan Negara 1,75
daerah perkotaan, jalan negara, bandar
udara, pelabuhan, pulau-pulau terluar.

Pariwisata domestik, tempat ibadah,


tempat usaha, industri, fasilitas
Kepentingan
3 pertahanan dan keamanan, daerah 1,50
Provinsi
perkotaan, jalan provinsi, bandar udara,
pelabuhan.

Pariwisata domestik, tempat ibadah,


tempat usaha, industri, fasilitas
Kepentingan
4 pertahanan dan keamanan, daerah 1,25
Kabupaten/Kota
perkotaan, jalan kabupaten, bandar
udara, pelabuhan.
Kepentingan lokal
terkait dengan
Pemukiman, pasar desa, jalan desa,
5 penduduk dan 1,00
tempat ibadah.
kegiatan
perekonomian

Kepentingan lokal
Lahan pertanian (perkebunan,
6 terkait dengan 0,75
persawahan dan pertambakan) rakyat.
pertanian

Tidak ada
Lahan tidak dimanfaatkan dan tidak
7 kepentingan tertentu 0,50
berdampak ekonomis dan lingkungan.
dan tidak berdampak

G. Prosedur Pembobotan Dan Penentuan Prioritas

a. Prosedur pembobotan

Penilaian kerusakan pantai dilakukan dengan menilai tingkat kerusakan


pada suatu lokasi Pantai terpilih terkait dengan masalah erosi/abrasi, kerusakan
lingkungan dan sedimentasi yang ada. Kemudian nilai bobot tersebut dikalikan
dengan koefisien pengali berdasarkan tingkat kepentingan kawasan tersebut.
Bobot akhir adalah hasil pengalian antara bobot tingkat kerusakan pantai dengan
koefisien bobot tingkat kepentingan. Agar prosedur pembobotan dan penentuan
urutan prioritas menjadi lebih sederhana maka digunakan cara tabulasi.
Pembobotan tingkat kerusakan Pantai dapat dilakukan dengan skala 50 sampai
dengan 250 dengan perincian seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot tingkat kerusakan.


Jenis Kerusakan

No Tingkat Kerusakan
Erosi/Abrasi dan
Lingkungan Sedimentasi
Kerusakan Bangunan

1 Ringan (R) 50 50 50

2 Sedang (S) 100 100 100


3 Berat (B) 150 150 150

4 Amat Berat (AB) 200 200 200

Amat Sangat Berat


5 250 250 250
(ASB)

Berikut ini adalah prosedur penilaian kerusakan pantai:

1. Penilaian kerusakan pantai dilakukan pada lokasi (kawasan) terjadinya


kerusakan.

2. Penilaian kerusakan pada satu lokasi dilakukan secara terpisah dengan


lokasi yang lain. Apabila satu lokasi terjadi beberapa jenis kerusakan maka
penilaian dilakukan pada kasus kerusakan pantai terberat yang terjadi di
lokasi tersebut.

3. Khusus untuk penilaian kerusakan lingkungan harus dilakukan sangat hati-


hati terutama keberadaan bangunan atau fasilitas di sempadan pantai, karena
persepsi masyarakat sangat beragam (contoh: tempat ibadah berada di
sempadan pantai, hotel di sempadan pantai, lokasi rekreasi di sempadan
pantai).

4. Penilaian kerusakan pada suatu kawasan pantai yang cukup luas dapat
dilakukan dengan membagi kawasan tersebut menjadi beberapa lokasi
sesuai keperluan.

b. Penentuan urutan prioritas

Berdasarkan data dari penijauan lapangan dan analisis sensitifitas maka prioritas
penanganan pantai dapat dikelompokkan menjadi:

1. Prioritas A (amat sangat diutamakan-darurat) :bobot >300

2. Prioritas B (sangat diutamakan) :bobot 226 sampai dengan


300
3. Prioritas C (diutamakan) :bobot 151 sampai dengan
225

4. Prioritas D (kurang diutamakan) :bobot 75 sampai dengan 150

5. Prioritas E (tidak diutamakan) :bobot <75


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Survey

Survey dilakukan sepanjang 1 km dengan titik awal mulai dari muara sungai
Unus di Loang Balok, Kota Mataram. Pengukuran lebar garis pantai dan
sempadan pantai dilakukan pada tiap-tiap STA dengan interval 200 meter, dan
mengambil foto dokumentasi.

1. Hasil Survey STA 0+000 (muara sungai Unus)

Muara sungai unus dengan bangunan pengaman pantai berupa break water
dengan pasangan batu kosong (rip-rap) sepanjang 130 meter pada sisi kiri dan 150
meter pada sisi kanan. Terdapat kerusakan pantai berupa sedimentasi kategori
"Berat" pada muara sungai yang sudah tidak stabil dengan alur hanya 25% sampai
dengan 50%. Kerusakan juga berupa kerusakan bangunan pada bangunan
pengaman pantai (break water) dengan kategori "Berat" terdapat tanda-tanda
gerusan pasangan rip-rap sebelah kanan sepanjang 40 meter dan harus segera
ditangani. Selain itu juga terjadi pencemaran lingkungan dendan banyaknya
sampah yang menumuk di muara sungai.

3.50 30.00 3.50


BREAK WATER KIRI BREAK WATER KANAN
SEPANJANG 130 m 25.00
SEPANJANG 150 m
BAGIAN YANG TERGERUS
SEDIMEN SEPANJANG 40 m

Gambar 5. Potongan melintang muara sungai unus


Gambar 6. Kondisi sedimentasi pada muara sungai

Gambar 7. Kondisi break water yang mengalami gerusan


Pada STA 0+000 kondisi pantai terlihat normal dengan garis pantai selebar
14 meter, dan tidak ada tanda-tanda abrasi sehingga tidak menyebabkan
perubahan garis pantai. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang
meliputi sempadan selebar 26 meter dan daerah pesisir selebar ± 250 meter
(diukur sampai jalan raya).

MAP

MAS

PANTAI SEMPADAN
PERAIRAN PANTAI
14.00 m 26.00 m
PESISIR
±250.00 m
LAUT DARATAN PANTAI

Gambar 7. Potongan garis pantai STA 0+000

Gambar 8. Pengukuran lebar garis pantai.

2. Hasil Survey STA 0+200

Pada STA 0+200 kondisi pantai terlihat normal dengan garis pantai selebar
15 meter, dan tidak ada tanda-tanda abrasi sehingga tidak menyebabkan
perubahan garis pantai. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang
meliputi sempadan selebar 25 meter dan daerah pesisir selebar ± 250 meter
(diukur sampai jalan raya). Terdapat perkampungan dengan lebih dari 10 rumah
berada pada jarak 25 meter dari bibir pantai namun tidak terkena gelombang saat
gelombang tinggi. Karena jarak pemukiman yang terlalu dekat, terjadi kerusakan
lingkungan pantai pada daerah tersebut berupa sampah dari masyarakat yang
menumpuk di area pantai.
PEMUKIMAN

MAP

MAS

SEMPADAN
PANTAI
PERAIRAN PANTAI PANTAI
15.00 m
25.00 m PESISIR
±250.00 m
LAUT DARATAN PANTAI

. Gambar 9. Potongan garis pantai STA 0+200

Gambar 10. Pencemaran lingkungan pantai akibat sampah.


3. Hasil Survey STA 0+400

Terdapat bangunan pengaman pantai berupa break water dengan pasangan


batu kosong yang berfungsi untuk menahan abrasi pada bangunan PLTGMU yang
merupakan objek vital nasional. PLTGMU tersebut berada persis di sempadan
pantai dan berpotensi terkena abrasi sehingga dibuatkan break water sepanjang
175 meter dengan lebar 40 meter.

Break
Water

Gambar 11. Posisi break water di PLTGMU.

Gambar 12. Bangunan pengaman pantai (break watera)


.

MAP

MAS

PANTAI SEMPADAN PANTAI


PERAIRAN PANTAI 10.00 m +100.00 m
PESISIR
±300.00 m
LAUT DARATAN PANTAI

Gambar 13. Potongan garis pantai STA 0+400

Pada STA 0+400 kemiringan garis pantai terlihat curam dengan garis pantai
selebar rata-rata 10 meter, dan terdapat tanda-tanda abrasi yang menyebabkan
garis pantai menjadi tidak beraturan sepanjang 200 meter sampai dengan STA
0+600. Kerusakan pantai berupa abrasi disebabkan oleh adanya break water yang
ada di belakang PLTGMU, gelombang yang mengarah ke pantai di tahan oleh
break water yang ada kemudian mempengaruhi daerah di dekatnya. Abrasi yang
terjadi masih dalam kategori "Sedang" denga garis pantai mundur kurang dari 1
meter pertahun. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang meliputi
sempadan selebar 14 meter dan daerah pesisir selebar ± 300 meter (diukur sampai
jalan raya).
Perubahan
Gari Pantai

Gambar 14. Perubahan garis pantai pada STA 0+400.

4. Hasil Survey STA 0+600

PEMUKIMAN

MAP

MAS

PANTAI SEMPADAN PANTAI


PERAIRAN PANTAI
13.00 m 100.00 m
±230.00 m

PESISIR
±250.00 m

LAUT DARATAN PANTAI

Gambar 15. Potongan garis pantai STA 0+600

Pada STA 0+600 kondisi garis pantai relatif landai dengan garis pantai
selebar 13 meter, dan tidak ada tanda-tanda abrasi sehingga tidak menyebabkan
perubahan garis pantai. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang
meliputi sempadan selebar +100 meter dan daerah pesisir selebar ± 350 meter
(diukur sampai jalan raya). Kondisi sempadan pantai masih aman karena tidak ada
tanda-tanda kerusakan dan posisi bangunan sejauk +100 meter dari bibir pantai.
Gambar 16. Garis pantai STA 0+600

5. Hasil Survey STA 0+800

PEMUKIMAN
PEMUKIMAN LIAR

MAP

MAS

10.00

25.00

PANTAI SEMPADAN PANTAI


PERAIRAN PANTAI
12.00 m 77.00 m
PESISIR
±350.00 m
LAUT DARATAN PANTAI

Gambar 16. Potongan garis pantai STA 0+800

Pada STA 0+800 kondisi garis pantai relatif landai dengan garis pantai
selebar 12 meter, dan tidak ada tanda-tanda abrasi sehingga tidak menyebabkan
perubahan garis pantai. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang
meliputi sempadan selebar 77 meter sampai daerah perumahan paling pinggir dan
daerah pesisir selebar ± 350 meter (diukur sampai jalan raya). Pada daerah ini
mulai dibangun pemukiman liar semi permanen yang di buat oleh nelayan pada
sepadan pantai sepanjang 350 meter.
Gambar 17. Pemukiman liar STA 0+800

6. Hasil Survey STA 1+000

PEMUKIMAN
PEMUKIMAN LIAR

MAP

MAS

10.00

25.00

PANTAI SEMPADAN PANTAI


PERAIRAN PANTAI
11.00 m 105.00 m
PESISIR
±350.00 m
LAUT DARATAN PANTAI

Gambar 18. Potongan garis pantai STA 1+000

Pada STA 1+000 kondisi garis pantai relatif landai dengan garis pantai
selebar 11 meter, dan tidak ada tanda-tanda abrasi sehingga tidak menyebabkan
perubahan garis pantai. Daratan pantai di ukur dari garis pasang tertinggi yang
meliputi sempadan selebar 105 meter sampai daerah perumahan paling pinggir
dan daerah pesisir selebar ± 350 meter (diukur sampai jalan raya). Pada daerah ini
mulai dibangun pemukiman liar semi permanen yang di buat oleh nelayan pada
sepadan pantai hanya berjarak 10 meter daru bibir pantai sepanjang 350 meter.
Pemukiman tersebut termasuk kerusakan lingkungan pantai kategori "amat sangat
berta" karena lebih dari 10 rumah terkena dampak gelombang badai dan harus
segera di tangan, jika di biarkan pemukiman tersebut akan semakin menjamur.

Gambar 19. Pemukiman liar STA 1+000

B. Pembobotan Kerusakan Pantai


Pembobotan kerusakan pantai sesuai dengan hasil survey di atas dan sesuai
dengan buku pedoman penilaian kerusakan pantai dan prioritas penangannya
(Surar Edaran Nomor :08/SE/M/2010). Hasil dari pembobotan kerusakan pantai
pada pantai tanjung karang di sajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3. Formulir penilaian kerusakan pantai (Formulir 1)
Bobot Tingkat Keusakan
Abrasi/Erosi Koefisien
Dan Bobot
No Lokasi Lingkungna Sedimentasi
Kerusakan Tingkat
Bangungn Kepentingan
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 Ea1 Ea2 SP1 SP2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 STA 0+000 100 - - 100 - - - - 0 150 150 - 1,25
2 STA 0+200 0 - - 100 - - - - 0 0 0 - 1,25
3 STA 0+400 0 - - 50 - - - - 100 0 0 - 1,25
4 STA 0+600 0 - - 50 - - - - 0 0 0 - 1,25
5 STA 0+800 250 - - 50 - - - - 0 0 0 - 1,25
6 STA 1+000 250 - - 50 - - - - 0 0 0 - 1,25
Keterangan
L1. Kerusakan pada pemukiman dan fasilitas umum L7. Menurunnya kualitas terumbu karang
L2. Kerusakan pada areal pertanian L8. Rob pada kawasan pesisir
L3. Kerusakan kawasan pesisir karena penambangan pasir Ea1. Perubagan garis pantai
L4. Menurunnya kualitas perairan pantai karena pencemaran Ea2. Gerusan dan kerusakan bangnunan
L5. Menurunnya kualitas air tanah akibat karena air laut SP1. Sedimen muara sungai, muara sungai tidak untuk pelayaran
L6. Menurunnya kualitas hutan mangrove SP2. Sedimen muara sungai, muara sungai untuk pelayaran
Tabel 4. Formulir penilaian kerusakan pantai (Formulir 2)
Bobot Tingkat Kerusakan Pantai Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
Erosi/Abrasi Kerusakan Kerusakan Kerusakan
dan Lingkungan dan Erosi/Abrasi dan Sedimentasi dan
Lingkungan Sedimentasi Koefisien
Kerusakan Tingkat Tingkat Tingkat
No Lokasi Tingkat Keterangan
Bangunan Kepentingannya Kepentingannya Kepentingannya
Kepentingan
Bobot Bobot Bobot
Bobot Kode Bobot Kode Bobot Kode Akhir Prioritas Akhir Prioritas Akhir Prioritas
(3)x(9) (5)x(9) (7)x(9)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)

1. Prioritas A
STA (amat sangat
1 100 L1 150 Ea2 150 SP1 1,25 125 D 187,5 C 187,5 C
0+000 diutamakan-
darurat):bobot
>300
STA 2. Prioritas B
2 100 L4 - - - - 1,25 125 D 0 E 0 E
0+200 (sangat
diutamakan)
:bobot 226 s/d
STA 300
3 50 L4 100 Ea1 - - 1,25 62,5 E 125 D 0 E 3. Prioritas C
0+400
(diutamakan)
:bobot 151 s/d
STA 225
4 50 L4 - - - - 1,25 62,5 E 0 E 0 E 4. Prioritas D
0+600
(kurang
diutamakan)
STA :bobot 75 s/d
5 250 L1 - - - - 1,25 312,5 A 0 E 0 E 150
0+800
5. Prioritas E
(tidak
STA diutamakan)
6 250 L1 - - - - 1,25 312,5 A 0 E 0 E :bobot <75
1+000
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat diuraikan kesimpulan sebagai


berikut.

1. Bobot nilai tertinggi untuk kerusakan lingkungan pantai dengan kategori


pemukiman dan fasilitas umum terjadi pada STA 0+800 sampai dengan
STA 1+000 dengan bobot akhir sebesar 312,5 dan skala prioritas A (amat
sangat diutamakan). Sedangakan bobot tertinggi untuk kategori keruskan
perairan pantai terjadi pada STA 0+000 sampai dengan STA 0+200 dengan
bobot akhir sebesar 125 dan skala prioritas D (kurang diutamakan), untuk
STA 0+400 sampai dengan 1+000 bobot akhirnya hanya sebesar 62,5 dan
skala prioritas E (tidak diutamakan).

2. Bobot nilai tertinggi untuk kerusakan erosi/abrasi dan keruskan bangunan


dengan kategori erosi/abrasi terjadi pada STA 0+400 dengan bobot akhir
sebesar 125 dan skala priorita D (kurang ditutamakan). Sedangkan untuk
kategori keruskan bangunan terjadi pada STA 0+000 (muara sungai) dengan
bobot akhir sebesar 187,5 dan skala prioritas C (diutamakan).

3. Kerusakan pantai akibat sedimentasi dengan kategori muara sungai tidak


untuk pelayaran pada STA 0+000 dengan bobot akhir sebesar 187,5 dan
skala prioritas C (diutamakan).

B. Saran

1. Kegiatan inventarisasi kerusakan pantai ini sebaiknya dilakukan setiap tahun


untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang terjadi pada titik-
titik terjadinya kerusakan.
2. Kegiatan ini sebaiknya dikerjakan bekelompok dan tidak dilakukan secara
individu agar tingkat ketelitiannya bisa lebih optimal.

Anda mungkin juga menyukai