SKRIPSI
Oleh :
ASRUL FAQIH
3353405002
FAKULTAS EKONOMI
2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Mengetahui,
Anggota I Anggota II
Mengetahui :
Dekan,
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
Asrul Faqih
NIM. 3353405002
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
” Hidup adalah gabungan antara bahagia dan derita. Ia adalah menguji keteguhan
iman seseorang. Malangnya bagi mereka yg hanya mengikut kehendak hati
tidak sanggup menerima penderitaan”. ( Harieta Wahab)
Hadiah Terbaik
PERSEMBAHAN
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
penyusun skripsi ini bukanlah hanya kerja dari penulis semata melainkan juga
melibatkan berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis ingin
dengan baik.
4. Amin Pujiati, SE, M.Si. selaku Dosen pembimbing skripsi I, terima kasih
vii
5. Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II,
6. Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si, selaku penguji utama sidang skripsi, terimakasih
ilmunya.
10. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah sangat membantu dalam
pihak yang telah membantu baik secara materiil maupun spiritual kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
penulis. Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf dan terima kasih sebesar
besarnya. Semoga bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
ix
2.1.1.3 Faktor – Faktor Dalam Usaha Tani...................................................... 16
2.4 Hipotesis.................................................................................................. 34
4.1.2 Perekonomian.......................................................................................... 40
x
4.2.1.2 Distribusi Pendapatan .......................................................................... 44
4.3 Pembahasan............................................................................................. 64
BAB V PENUTUP
5.2 Saran........................................................................................................ 70
Lampiran .......................................................................................................... 73
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 PDRB Menurut Lapangan usaha Atas harga Berlaku Provinsi
Tabel 4.2 Perkembangan Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993 –
2007................................................................................................ 45
Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993 – 2007
(Orang) ........................................................................................... 48
Tabel 4.4 Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Tahun
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2007 ......................................................................................... 3
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
diperuntukan sebagai lahan pertanian dan hampir 50 persen dari total angkatan
hal ini dikarenakan sektor pertanian berfungsi sebagai basis atau landasan
Sejak tahun 1990 perhatian pemerintah mulai diarahkan pada sektor industri
dan jasa seiring dengan terjadinya transformasi ekonomi dari negara agraris
menjadi negara industri sehingga peran sektor pertanian mulai menurun dalam
Pembangunan ekonomi dan kebijakan politik mengarah pada sektor industri dan
jasa. Fokus pembangunan ekonomi lebih banyak diarahkan pada sektor industri
dan jasa, bahkan yang berbasis teknologi tinggi dan intensif capital. Namun pada
1
2
daya tahan yang cukup tinggi terhadap goncangan ekonomi dibandingkan sektor
dalam perekonomian nasional dan regional, antara lain dalam bentuk penyerapan
tenaga kerja, penyediaan pangan dan bahan baku industri, serta sumber mata
sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2006 berada pada posisi ketiga sesudah
sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), tetapi sektor
pertanian menyerap 60 % tenaga kerja, jauh lebih besar dari industri yang
1,5 juta ton per tahun, Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai salah satu pilar
pertanian terhadap PDRB Jawa Tengah juga mengalami penurunan dari 21,07 %
di tahun 2004 menjadi 20,75 % di tahun 2006. Selain itu pertumbuhannya selama
tiga tahun terakhir juga mengalami perlambatan dari 5,33 % di tahun 2004
menjadi 4,61 % di tahun 2005 dan 3,60 % di tahun 2006. Oleh karena itu menarik
3
bukan saja terhadap ketahanan pangan, tetapi juga memberikan andil yang cukup
pertanian dapat diukur dari nilai PDRB yang dihasilkan oleh sektor tersebut.
120,000,000.00
Pertanian
100,000,000.00
Pertambangan dan Penggalian
80,000,000.00 Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Minum
60,000,000.00 Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
40,000,000.00
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
20,000,000.00 Perusahaan
Jasa
0.00
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Sumber: BPS Jawa Tengah (diolah)
Gambar 1.1
Perkembangan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993-2007
Pada gambar 1.1 menunjukan bahwa peningkatan PDRB terus terjadi akibat
peningkatan output dari berbagai lapangan usaha. Salah satu lapangan usaha yang
mengalami peningkatan berarti adalah sektor pertania, pada tahun 2007 sektor
4
menunjukan berapa besar output yang dihasilkan, dan biasanya dinyatakan dalam
rupiah berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Tingginya PDRB suatu
dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-
gowth, pro-joob dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut
dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6.5 % per tahun
melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu
menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3)
kemiskinan.
5
pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang sekedar hanya menghasilkan
life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan
pemasok sandang, pangan, dan papan untuk kehidupan penduduk desa dan kota,
juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan
pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Oleh karena itu,
Jawa Tengah.”
muncul yaitu :
6
revitalisasi pertanian ?
revitalisasi pertanian.
pertanian.
pertanian.
7
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
Jawa Tengah.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
jangka waktu yang lama, untuk menaikan dan mempertahankan suatu kenaikan
GNP antara 5 sampai 7 persen atau lebih pertahun. Pengertian ini sangat bersifat
ekonomis.
hidup disektor pertanian itu. Cara itu bisa ditempuh dengan cara meningkatkan
produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan mereka dan atau menaikan
harga yang mereka terima atas produk-produk yang mereka hasilkan. Tentu saja
petani-petani kaya saja. Dengan kata lain, kenaikan output pertanian bukanlah
8
9
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
tidak. Padat pula diartikan sebagai proses multidimensional menuju ke arah yang
lebih baik namun dilihat dari segi pendapatan dan output, atau lebih menitik
10
pertanian juga terbatas pada aspek kuantitas atau pendapatan dan output saja. Di
faktor produksi yang digunakan. Dalam kenyataannya terdapat hukum hasil yang
semakin berkurang ”the law of diminishing return”. Berkenaan dengan hukum ini
penggunaannya sedangkan input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan
dari setiap tambahan 1 unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik tetapi
kemudian akan menurun apabila input variabel tersebut terus ditambah. Input
tetap adalah tanah dimana dikatakan input tetap karena tanah bersifat tetap
berapapun variabel yang digunakan. dan input variabel adalah tenaga kerja dan
modal (produk marjinal) dari tenaga kerja dan kapital akan menurun dengan
semakin banyaknya kedua input variabel ini digunakan pada sebidang tanah
1. Pertanian tradisional.
hanya satu atau dua tanaman saja (biasanya jagung atau padi) yang merupakan
11
tanah dan tenaga kerja manusia merupakan faktor produksi yang dominan.
Pada tahap ini hukum penurunan hasil (law of diminishing return) berlaku
karena terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di lahan pertanian
yang sempit. Kegagalan panen karena hujan (banjir), atau kurang suburnya
hal yang sangat ditrakuti oleh para petani. Tenaga kerja banyak yang
penuh pada musim tanam dan musim panen. Para petani biasanya hanya
menggarap tanah hanya sebanyak yang bisa digarap oleh keluarganya saja,
antara daerah pedesaaan dan perkotaan yang kurang memadai cenderung akan
kehidupan keluarganya.
mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada yang dijual ke sektor
12
cepat suatu sistem pertanian tradisional kedalam sistem pertanian yang modern
para petani kecil lebih mengundang resiko daripada pertanian subsistem murni
karena risiko fluktuasi harga menambah keadaan menjadi lebih tidak menentu.
3. Pertanian modern.
dan teknologi yang tinggi pula. Pada tahap ini produksi pertanian seluruhnya
ditanam secara intensif, sampai pada pertanian gandum dan jagung yang sangat
mekanis yang sangat hemat tenaga kerja, mulai dari jenis traktor yang paling
13
tani. Hasil-hasil ini tentunya akan dipasarkan dan dijual dengan harga yang
cukup tinggi untuk menutupi biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan para
pertanian tersebut, sistem pemasaran, dan kepercayaan para petani pada sistem
pemasaran tersebut.
berbagai kombinasi jenis usaha oleh para petani agar dapat menggunakan
14
faktor di atas tersedianya di berbagai tempat dalam jumlah yang cukup banyak
Para petani sebagai orang yang menginginkan kehidupan yang layak bagi
yang bersifat ekonomis. Faktor perangsang tersebut adalah harga hasil produksi
barang-barang dan jasa yang ingin di beli oleh para petani untuk keluarganya.
efisien dan murah, keempat syarat mutlak lainnya tidak dapat berjalan dengan
efektif, karena produksi pertanian harus tersebar luas. Oleh karena itu,
1. Pendidikan Pembangunan
15
2. Kredit Produksi
dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam untuk jangka waktu antara saat
bahan-bahan produksi, dan peralatan itu dibeli dan saat hasil panen dapat
produksi kepada para petani merupakan suatu faktor pelancar yang penting
hasil panen.
menaikan hasil panen tiap tahun dari tanah yang telah menjadi usaha tani.
Pertama, yaitu memperbaiki mutu tanah yang telah menjadi usaha tani,
(ekstensifikasi).
16
sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani
atau keluarga tani atau Badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara
alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan
terpenting dari usaha tani adalah bahwa usaha tani harus senantiasa berubah dari
waktu ke waktu baik dari segi ukuran maupun susunannya, pelaksanaan usaha
tani hendaknya berkembang lebih efisien. Usaha tani sudah tidak lagi
dilaksanakan secara primitif, namun harus lebih modern dan produktif demi
diberikan kepada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dengan baik
faktor produksi dikenal dengan istilah input dan hasil produksi sering
17
Q = f (K,L,M.......)
Faktor produksi lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek
manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor produksi yang
Bagi negara dengan tingkat pendapatan per kapita rendah, semakin tidak
18
pola permintaan akan lebih mendorong produksi kearah kebutuhan pokok yang
ukuran, baik untuk tujuan analisis maupun untuk pengumpulan data kuantitatif
oleh pekerja, pemilik modal dan kekayaan. Dengan demikian akan dapat
mencapai tingkat tertentu atau lebih kecil dari itu. Konsep kedua
kelompok pendapatan.
Para ekonomi dan ahli statistik mengukur besarnya distribusi pendapatan ini
kelompok yang berbeda. Metode yang umum adalah membagi jumlah penduduk
desil sesuai dengan tingkat pendapatan yang semakin meninggi dan kemudian
19
nilai share yaitu melalui data yang diperoleh dari menghitung nilai pangsa
dengan cara membagi PDRB per sektor dengan jumlah tenaga kerja sektor
tersebut.
Menurut Todaro (2000), Salah satu diantara sekian banyak konsep dasar
peningkatan jumlah salah satu faktor variabel (faktor produksi yang jumlahnya
faktor modal, tanah, dan bahan baku), maka setelah melewati suatu titik
Dimana :
20
Qi = Output i
2. Koefisien Gini
pendapatan dalam suatu negara bisa diperoleh dengan menghitung luas daerah
dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat
kurva Lorenz tersebut. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik Itali yang
Kurva Lorenz
Garis Kemerataan Sempurna
B C
Gambar 2.1.
Koefisien Gini
Atau
21
Keterangan :
% Pendapatan
Kurva
Lorenz
% Penduduk
Gambar 2.2
Derajat Kemerataan/Ketidakmerataan menurut Kurva Lorenz
22
Berdasarkan gambar 2.2, semakin jauh kurva Lorenz tersebut dari garis
misalnya keadaan dimana seluruh pendapatan hanya diterima oleh satu orang,
1999:229).
Menurut Irma Adelman dan Cyntia Taft Mornis dalam Lincolin Arsyad
pendapatan perkapita.
23
5. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital
pengangguran bertambah.
golongan kapitalis.
kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi
Arfida dalam I Made Wirartha (1998), secara agregat jumlah orang yang
bekerja yang dimuat dalam publikasi Badan Pusat Statistik, sering digunakan
24
tenaga kerja.
Bellante dan Jackson dalam I Made Wirartha (1998), kesempatan kerja atau
permintaan tenaga kerja merupakan banyaknya orang yang bekerja pada berbagai
pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah pekerja yang dapat digunakan.
Marginal Revenue (MR). Maka, MR sama dengan nilai dari MPPL, yaitu
MPPL dikali dengan harga produk (P) per unit, sehingga MR = VMPPL =
Labor.
25
akan menggunakan tenaga kerja tambahan selama produk marjinal tenaga kerja
(Marginal Product of Labor atau MPL) melebihi biaya tenaga kerja tambahan.
Biaya tenaga kerja tambahan ditentukan oleh tingkat upah riil. Upah riil mengukur
jumlah output riil yang harus dibayar perusahaan kepada setiap pekerja. Jika
dengan mengupah seorang tenaga kerja lagi akan menghasilkan output sebesar
MPL dan biaya perusahaan atas upah riil, maka perusahaan akan mengupah
tenaga kerja tambahan selama MPL melebihi upah riil Skedul dengan kemiringan
yang menurun pada Gambar 2 merupakan skedul permintaan tenaga kerja, yang
merupakan skedul MPL, perusahaan akan mengupah tenaga kerja hingga titik
dimana MPL sama dengan upah riil. Skedul MPL memperlihatkan kontribusi
26
W/P
(W/P)0
MPL2
Produk
Marginal (W/P)0 MPL
tenaga
Kerja
(MPL)
L2 L0 L1 L
Kesempatan Kerja
Gambar 2.2
Pilihan Kesempatan Kerja
dan upah riil adalah (W/P)0, dimana W adalah upah nominal dan P adalah harga
tenaga kerja karena upah riil melebihi MPL pada tingkat kesempatan kerja
sisi lain pengurangan tenaga kerja akan menurunkan biaya upah tenaga kerja.
Pada tingkat upah riil (W/P)0, penurunan kesempatan kerja perunit akan
kesempatan kerja sama dengan kelebihan vertikal dari upah riil terhadap MPL.
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pada tingkat kesempatan kerja L1,
27
kelebihan upah riil tersebut cukup besar, sehingga perusahaan harus mengurangi
jumlah kesempatan kerja hingga mencapai L0. Pada titik tersebut biaya tenaga
output MPL2 melebihi biaya upah riil tambahan, maka sangat bermanfaat jika
kesempatan kerja ditambah. Pada upah riil (W/P)0, keuntungan perusahaan akan
maksimum jika kesempatan kerjanya adalah L0. Posisi kesempatan kerja yang
optimal dari perusahaan tersebut diwujudkan jika MPL (L) sama dengan upah riil:
barang dan jasa (nilai produksi dikurang biaya antara) yang dihasilkan oleh
28
penjumlahan dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi,
itu komponen PDRB terdiri dari : upah dan gaji, surplus usaha (bunga, sewa
produksi lainnya.
29
3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan
barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan
pendapatan nasional.
Angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu
perekonomian pada suatu waktu tertentu, atau penduduk usia 15 tahun ke atas
yang mempunyai pekerjaan, baik yang sedang bekerja dan sementara tidak
jumlah penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun, dan (ii) jumlah penduduk
yang berusia lebih dari 15 tahun dan tidak ingin bekerja (contohnya adalah
Dengan demikian angkatan kerja dalam suatu periode tertentu dapat dihitung
dengan mengurangi jumlah penduduk dalam (i) dari jumlah penduduk dalam
kerja.
5. Upah
tenaga kerja atau yang lebih dikenal dengan upah , tinggi rendahnya ditentukan
oleh permintaan pasar dan penawaran pasar akan tenaga kerja. Dipandang dari
30
sumber daya manusia secara keseluruhan , tingkat upah atau wage rate
ditentukan oleh kurva permintaan akan tenaga kerja agregatif dan kurva
penawaran akan tenaga kerja agregatif. Di mana kurva permintaan akan tenaga
per satuan waktu yang diminta oleh masyarakat pada berbagai kemungkinan
Tingkat upah nyata atau upah riil (real wage rate) adalah tingkat upah
nominal adalah tingkat upah berdasarkan harga pasar pada saat upah diterima.
Hubungan antara tingkat upah riil dengan tingkat upah nominal menurut
Dimana :
H = Tingkat harga
31
masyarakat Provinsi Sumatera Selatan relatif baik dengan indeks gini yang
Sumatera Selatan.
mikro (petani) sebanyak 8 indikator yaitu : (1) pertumbuhan luas lahan irigasi
(%/tahun); (2) rasio tenaga kerja desa/kota di sektor pertanian; (3) rasio tenaga
sarana produksi (bibit, pupuk dan pestisida) dan (8) produktivitas usahatani.
32
tabel silang dari aspek ekonomi usaha tani, untuk mengukur tingkat pendapatan
penerimaan kotor (nilai penjualan usaha tani) dan Z = total biaya yang
Melihat dari keadaan dan ciri Negara Indonesia yang agraris maka,
melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku
pembangunan nasional.
Bertolak dari teori yang mendasari penelitian ini maka dapat disusun suatu
33
Pembangunan Nasional
Pembangunan Sektor
Revitalisasi Pertanian
Pertanian
Pemerataan Distribusi Peningkatan Kesempatan
Pendapatan Kerja
Gambar 2.3
Kerangka Berfikir
34
2.4. Hipotesis
2002: 64).
berfikir yang telah diuraikan, maka diperoleh hipotesis penelitian yang diajukan
sebagai berikut :
Jawa Tengah.
pertanian.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang tidak langsung
diperoleh dari tempat penelitian, melainkan data yang diambil dari pihak lain atau
yang sudah diperoleh dari pihak kedua. Untuk mendukung penelitian digunakan
data sekunder yang bersumber dari data yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat
35
36
ataupun suatu proses menuju kearah yang lebih baik di dalam sektor pertanian
b. Distribusi Pendapatan
c. Kesempatan Kerja
penafsiran mengenai judul skripsi oleh pembaca atau pemakai. Oleh karena itu
sebagai berikut:
berdasarkan harga berlaku yang dihitung dalam satuan rupiah (Jutaan Rp).
37
Menurut Arikunto (1998 :131) metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk
memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan
penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis baik berupa angka
38
Dimana :
α = Intersep
β = Koefisien regresi
e = Kesalahan penggangu
GN = Gini Ratio
α = Intersep
e = Kesalahan penggangu
β = Koefisien regresi
39
BAB IV
Wilayah dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah
merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang terletak di bagian
Sumber: Google
Gambar 4.1
Peta Provinsi Jawa Tengah
39
40
Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah mencapai 32.548 km² atau sekitar
25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau
4.1.2. Perekonomian
pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari angkatan kerja terserap.
Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa
Tengah) terdapat cadangan minyak bumi yang cukup melimpah, dan kawasan ini
sejak zaman Hindia Belanda telah lama dikenal sebagai daerah tambang minyak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pembangunan sektor
pertanian berdasarkan harga berlaku tahun 1993-2007 yang dihitung dalam satuan
41
Adapun data yang ada diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa
Tengah yang bertempat di Jl. Pahlawan no.6 Semarang. Deskripsi data dari tiap-
ataupun suatu proses menuju kearah yang lebih baik di dalam sektor pertanian
dimana untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa atau masyarakat. Pertanian
merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat karena
Indonesia adalah negara agraris dimana berangkat dari hal tersebut maka
nasional, oleh karena itu produktivitas sektor pertanian terus dipicu. Berdasarkan
data yang tecatat di Badan Pusat Statistik (BPS) peningkatan PDRB terus terjadi
dari tahun 1993-2007 akibat peningkatan output dari berbagai lapangan usaha.
Berikut adalah data perkembangan PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 1993-2007
42
Tabel 4.1
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Berlaku Provinsi Jawa Tengah (Jutaan Rp.)
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1993 7.810.639,73 407.614,43 10.234.268,10 228.414,71 1.604.770,61 6.802.665,77 1.278.563,64 1.703.722,74 3.908.249,43
1994 8.778.946,06 452.443,91 12.453.775,75 272.289,39 1.767.736,02 8.001.760,66 1.454.186,74 1.964.484,13 4.157.940,38
1995 10.631.588,86 527.281,54 14.863.277,45 331.214,04 1.982.583,28 9.631.030,91 1.721.990,22 2.274.679,52 4.622.387,09
1996 11.434.189,88 628.022,49 16.896.352,46 386.508,62 2.332.310,96 10.991.554,61 2.076.786,92 2.628.611,55 5.131.025,14
1997 13.184.650,58 686.150,87 19.308.930,98 444.190,21 2.616.614,67 12.707.578,52 2.315.867,95 3.287.068,51 5.749.369,58
1998 21.836.268,05 900.518,96 23.351.723,43 573.009,51 3.064.664,35 19.902.988,40 3.576.161,43 3.101.736,57 8.363.151,81
1999 25.468.190,45 1.016.023,22 29.543.972,67 655.019,61 3.982.983,09 23.332.684,92 4.172.495,40 3.700.158,84 9.637.665,56
2000 26.124.205,65 1.140.807,60 33.618.628,42 870.163,83 4.788.002,60 27.473.249,83 5.181.562,32 4.340.625,96 10.188.532,91
2001 29.654.854,33 1.352.985,84 39.682.735,09 1.043.818,07 5.395.143,17 32.626.491,47 6.253.791,95 4.968.064,67 11.482.722,43
2002 33.668.128,27 1.469.178,12 46.333.578,23 1.574.604,84 6.042.690,05 37.405.734,52 7.923.981,26 5.767.937,39 13.293.253,98
2003 33.813.526,67 1.668.788,52 56.032.110,15 2.009.245,97 8.891.130,37 35.660.587,41 9.899.168,21 6.448.270,23 17.459.049,51
2004 38.492.121.60 1.855.129,61 63.136.583,39 2.361.913,35 10.899.131,66 38.870.547,20 10.959.329,41 7.212.976,80 19.647.530,03
2005 44.806.485,33 2.276.913,64 79.037.442,65 2.815.653,83 13.517.731,95 46.694.123,55 13.852.018,07 8.339.491,61 23.095.482,68
2006 57.364.981,87 2.869.481,96 92.646.433,53 3.153.227,05 15.962.321,08 55.363.794,99 16.801.494,45 9.592.396,78 28.243.576,40
2007 63.832.141,75 3.109.574,32 100.426.108,50 3.416.364,50 18.113.000,92 62.277.991,34 18.360.564,20 10.821.691,52 32.071.370,05
Sumber : BPS Jawa Tengah
Ket :
1 Pertanian 4 Listrik, Gas dan Air Minum 7 Pengangkutan dan Komunikasi
2 Pertambangan dan Penggalian 5 Bangunan 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3 Industri Pengolahan 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 9 Jasa
43
Tabel 4.1 menjelaskan bahwa PDRB Sektor Pertanian dari tahun 1993-2007
mengalami kenaikan yang sangat berarti, pada tahun 1993 tercatat bahwa PDRB
sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah sebesar 7.810.639,73 rupiah , pada tahun
1994 tercatat bahwa PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah sebesar
1995 tercatat bahwa PDRB Provinsi Jawa Tengah sebesar 10.631.588,86 rupiah
hingga tahun 2007 yaitu sebesar 63.832.141,75 rupiah pada tahun 2007. Hal ini
menunjukan bahwa sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ketahun
terus mengalami kenaikan dan ada kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa
Tengah.
(PDRBSektor
PDRB SektorPertanian
Perrtanian (Jutaan Rp.)
70,000,000.00
60,000,000.00
50,000,000.00
40,000,000.00
30,000,000.00
PDRB Sektor Pertanian
20,000,000.00
10,000,000.00
0.00
Tahun
1993
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
Gambar 4.2
Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Tahun 1993-2007 Provinsi Jawa Tengah
44
tahun 2007.
negara dengan tingkat pendapatan per kapita rendah, semakin tidak merata
kaya terhadap pola produksi dan permintaan agregat. Walaupun golongan kaya
kebarang mewah. Jika distribusi pendapatan lebih merata pola permintaan akan
ketidakmerataan tinggi bila koefisien gini berkisar antara 0.50 – 0.70 dan
ketidakmerataan sedang bila nilai koefisien gini berkisar antara 0.36 – 0.49 serta
ketidakmerataan rendah bila nilainya berkisar antara 0.20 – 0.35 (Lincolin Arsyad,
1999:233).
Provinsi Jawa Tengah tahun 1993-2007 diperoleh hasil seperti yang disajikan
45
Tabel 4.2
Perkembangan Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993-2007
1993 0.23
1994 0.26
1995 0.27
1996 0.26
1997 0.25
1998 0.25
1999 0.26
2000 0.25
2001 0.25
2002 0.27
2003 0.25
2004 0.25
2005 0.28
2006 0.27
2007 0.25
Sumber :BPS Jawa Tengah diolah
Tabel 4.2 menjelaskan bahwa nilai indeks gini Provinsi Jawa Tengah dari
tahun 1993 – 2007 berkisar antara 0.23 – 0.28. nilai ini menunjukan bahwa tidak
Nilai gini ratio tertinggi dimana hampir mendekati angka satu di tunjukan pada
tahun 2005 sebesar 0.28, sedangkan nilai indeks gini terendah ditunjukan pada
tahun 1993 yaitu sebesar 0.23. Hampir sepanjang tahun 1993-2007 nilai indeks
gini di Provinsi Jawa Tengah masih jauh dari nilai satu, dengan kata lain distribusi
46
0.25
0.20
0.15
Gini Rasio
0.10
0.05
0.00
Tahun
Gambar 4.3
Perkembangan Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993-2007
nilai indeks gini rata-rata berada diangka 0.25. Adapun nilai indeks gini terbesar
yaitu 0,28 yaitu pada tahun 2005 hal ini berarti pada tahun 2005 terjadi
penelitian. Sebaliknya nilai indeks gini terendah terjadi pada tahun 1993 yaitu
sebesar 0.23 hal ini berarti pada tahun 1993 terjadi ketidakmerataan terendah di
penelitian.
Kesempatan kerja merupakan suatu jumlah atau peluang yang diterima oleh
keseluruhan jumlah orang yang bekerja yang dimuat dalam publikasi Badan Pusat
47
sebagai permintaan tenaga kerja, , kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan
bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan
menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan tenaga kerja (mencari kerja atau
menganggur). Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang
berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau
jasa.
Bukan angkatan kerja, yang termasuk di dalamnya adalah para remaja yang
sudah masuk usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencari perkerjaan
48
Penduduk bukan usia kerja, yaitu di bawah usia kerja dan di atas usia kerja.
Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dasar dan yang sudah
sampai tahun 2007 jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami
Tabel 4.3
Keadaan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993 – 2007 (Orang)
Tahun a b c d e
1993 29,093,507 9,734,065 19,675,007 18,194,677 1,480,330
1994 29,313,421 9,609,573 20,364,503 18,800,502 1,564,001
1995 29,519,447 9,738,870 20,206,118 18,538,779 1,667,339
1996 29,698,845 9,593,889 20,103,035 18,433,849 1,669,186
1997 29,907,476 9,192,399 20,714,454 19,063,848 1,651,229
1998 30,385,445 9,278,504 21,105,313 19,317,724 1,787,589
1999 30,761,221 9,062,602 21,696,041 19,774,894 1,921,147
2000 30,775,846 8,698,013 22,077,833 20,183,246 1,894,587
2001 31,063,818 8,956,060 22,107,758 20,144,953 1,962,805
2002 31,691,866 9,019,288 22,672,578 20,656,575 2,016,003
2003 32,052,840 8,851,359 23,201,481 21,138,906 2,062,575
2004 32,397,431 9,045,186 23,352,245 21,233,907 2,118,338
2005 32,408,840 8,908,095 24,000,755 21,772,052 2,228,703
2006 32,117,730 8,361,499 23,816,231 21,535,031 2,281,200
2007 32,380,279 8,269,595 24,110,684 21,830,787 2,279,897
Sumber : Data Sekunder diolah
Ket :
a Penduduk
b Penduduk Bukan Usia Kerja
c Penduduk Usia Kerja
d Angkatan Kerja
e Bukan Angkatan Kerja
49
Dari tabel 4.3 menjelaskan bahwa jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah
tahun 1993 sebesar 29.093.507 jiwa dengan jumlah penduduk bukan usia kerja
sebesar 9.734.065 jiwa dan penduduk usia kerja sebesar 19.675.007 jiwa, jumlah
angkatan kerja pada tahun 1993 sebesar 18.194.677 jiwa dan bukan angkatan
kerja sebesar 1.480.330 jiwa. Pada tahun 1994 jumlah penduduk di Jawa Tengah
sebesar 29.313.421 jiwa dengan jumlah penduduk bukan usia kerja sebesar
9.609.573 jiwa dan penduduk usia kerja sebesar 20.364.503 jiwa, jumlah angkatan
kerja pada tahun 1994 sebesar 18.800.502 jiwa dan bukan angkatan kerja sebesar
29.519.447 jiwa dengan jumlah penduduk bukan usia kerja sebesar 9.738.870 jiwa
dengan penduduk usia kerja sebesar 20.206.118 jiwa, jumlah angkatan kerja pada
tahun 1995 sebesar 18.538.779 jiwa dan bukan angkatan kerja sebesar 1.667.339
jiwa.. Tahun 1996 jumlah penduduk sebesar 29.698.845 jiwa dengan jumlah
penduduk bukan usia kerja sebesar 9.593.889 jiwa dan penduduk usia kerja
sebesar 20.103.035 jiwa, jumlah angkatan kerja pada tahun 1996 sebesar
18.433.849 jiwa dan bukan angkatan kerja sebesar 1.669.186 jiwa.. Pada tahun
1997 jumlah penduduk sebesar 29.907.476 jiwa dengan jumlah penduduk bukan
usia kerja sebesar 9.192.399 jiwa dan penduduk usia kerja sebesar 20.714.454
jiwa. Pertambahan penduduk dari tahun 1993 sampai tahun 2007 cenderung
Tengah menjadi 32.380.279 jiwa dengan jumlah penduduk bukan usia kerja
sebesar 8.269.595 jiwa dan penduduk usia kerja sebesar 24.110.684 jiwa dengan
ankatan kerja sebesar 21.830.787 jiwa dan 2.279.897 jiwa bukan angkatan kerja.
50
Jawa Tengah tahun 1993-2007 dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini.
32,000,000
31,000,000
30,000,000
Penduduk
29,000,000
28,000,000
27,000,000
Tahun
penduduk pada tahun 1993 sebesar 29.093.507 jiwa hingga tahun 2007 menjadi
sebesar 32.380.279 jiwa. Pada gambar 4.4 terlihat jelas bahwa pada tahun 2006
jiwa dengan jumlah penduduk bukan usia kerja 8.361.499 jiwa, penduduk usia
kerja sebesar 23.816.231 jiwa, ankatan kerja sebesar 21.535.031 jiwa dan bukan
51
Tabel 4.4
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1993-2007
(Orang)
1993 jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah sebesar 14.365.150 jiwa,
tahun 1994 sebesar 14.436.321 jiwa, tahun 1995 sebesar 14.642.602 jiwa, tahun
1996 sebesar 14.394.169 jiwa, tahun 1997 sebesar 14.405.167 jiwa, tahun 1997
yaitu sebesar 14.405.167, tahun 1998 sebesar 14.949.263 jiwa, tahun 1999 sebesar
15.433.345 jiwa, tahun 2000 sebesar 15.129.122 jiwa hingga tahun 2007 menjadi
17.664.277 jiwa.
pertanian di Provinsi Jawa Tengah tahun 1993-2007 dapat dilihat pada gambar 4.5
berikut ini.
52
Tahun
tahun 1993 jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah sebesar 14.365.150
jiwa, tahun 1994 sebesar 14.436.321 jiwa, tahun 1995 sebesar 14.642.602 jiwa,
tahun 1996 sebesar 14.394.169 jiwa, tahun 1997 sebesar 14.405.167 jiwa, tahun
1997 yaitu sebesar 14.405.167, tahun 1998 sebesar 14.949.263 jiwa, tahun 1999
sebesar 15.433.345 jiwa, tahun 2000 sebesar 15.129.122 jiwa hingga tahun 2007
53
autokorelasi dan data yang digunakan berdistribusi normal. Uji asumsi klasik
1. Uji Normalitas
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.6 dibawah ini :
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Y
1.0
0.8
Expected Cum Prob
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
54
Histogram
Dependent Variable: Y
3
Frequency
Mean = 8.04E-14
Std. Dev. = 0.926
0 N = 15
-3 -2 -1 0 1 2
Regression Standardized Residual
Gambar 4.7 Uji Normalitas Dalam Bentuk Histogram
Pada diagram diatas Terlihat bahwa data menyebar dari garis diagonal dan
2. Uji Autokorelasi
linier ada korelasi antar kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya. Jika ada korelasi, maka dikatakan ada
regresi penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5 output SPSS 12.0 berikut ini :
Tabel 4.5
Uji Autokorelasi
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .966(a) .932 .921 .02060 2.189
Sumber : Data Diolah
Dari tabel 4.5 dapat diketahui nilai DW sebesar 2,189 berkisar antara
1.66 dengan 2.43 pada tabel 4.6 , maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
55
Tabel 4.6
Uji Statistik Durbin – Watson d
Nilai Statistik d Hasil/ Keputusan
0 < d < dL atau
Menolak hipotesis nul, ada autokorelasi positif
DW < 1.54
dL ≤ d ≤ du atau
Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
1.54 < DW < 1.66
du < d < 4 – du atau Menerima hipotesis nul, Tidak ada autokorelasi
1.66 < DW < 2.43 positif/negatif
4 – du < d < 4 – dl atau
Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
2.34 < DW < 2.46
4 – du < d < 4 atau
Menolak hipotesis nul, ada autokrelasi negatif
2.46 < DW
3. Uji Heteroskedastisitas
dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot yang
Regression Standardized Predicted Value. Jika tidak terdapat pola yang jelas,
56
Scatterplot
Dependent Variable: Y
Regression Studentized Residual
-1
-2
-3
-1 0 1 2
Regression Standardized Predicted Value
acak diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat disimpulkan
bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi
57
autokorelasi dan data yang digunakan berdistribusi normal. Uji asumsi klasik
1. Uji Normalitas
bahwa penyebaran plot berada di sekitar dan sepanjang garis 45º. Dengan
berdistribusi normal. Lebih jelasnya penyebaran plot tersebut dapat dilihat pada
Dependent Variable: Y
1.0
0.8
Expected Cum Prob
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
Histogram
Dependent Variable: Y
5
Frequency
2
Mean = 4.26E-15
Std. Dev. = 0.926
58
2. Uji Autokorelasi
linier ada korelasi antar kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya. Jika ada korelasi, maka dikatakan ada
regresi penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.10 output SPSS 12 .berikut ini :
Tabel 4.7
Uji Autokorelasi
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .298(a) .089 -.063 .01273 1.796
Sumber : Data Diolah
Dari tabel 4.7 dapat dilihat nialai DW sebesar 1.796 berkisar antara 1.66
dengan 2.43 pada tabel 4.8 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
Tabel 4.8
Uji Statistik Durbin – Watson d
Nilai Statistik d Hasil/ Keputusan
0 < d < dL atau
Menolak hipotesis nul, ada autokorelasi positif
DW < 1.54
dL ≤ d ≤ du atau Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
59
3. Uji Heteroskedastisitas
dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot yang
Regression Standardized Predicted Value. Jika tidak terdapat pola yang jelas,
-1
-2
-2 -1 0 1
Regression Standardized Predicted Value
60
Gambar 4.11 scatterplot untuk Uji Heteroskedastisitas
acak diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat disimpulkan
bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi
Tabel 4.9 berikut ini menyajikan ringkasan hasil estimasi analisis regresi
statistik SPSS (Statistical Program Solution Service) Windows release 12. Hasil
Tabel 4.9
Hasil Estimasi Analisis Regresi Berganda
Dependen Variabel
Hasil
Kesempatan Kerja
Konstanta 15.431
(77.201)*
PDRB 0.066
61
(5.535)*
Dummy 0.063
(3.757)*
R² 0.932
Adjusted R² 0.921
F 82.724
DW Test 2.189
Catatan :
* Signifikan α = 5 %
Angka dalam kurung menunjukan nilai t-statistik
Dari tabel 4.9 menunjukan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dari
bertanda positif (+) artinya kenaikan variabel independen akan diikuti oleh
kerja, dan sebaliknya jika variabel pembangunan sektor pertanian dan revitalisasi
82,724 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi < 0,05,
62
pertanian diperoleh thitung sebesar 5,535 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 <
0,05, hal ini menunjukan bahwa secara parsial hipotesis II (a) yang menyatakan
thitung sebesar 3,757 dengan signifikansi 0,003 < 0,05, hal ini menunjukan bahwa
Tabel 4.10 berikut ini menyajikan ringkasan hasil estimasi analisis regresi
statistik SPSS (Statistical Program Solution Service) Windows release 12. Hasil
Tabel 4.10
Hasil Estimasi Analisis Regresi Berganda
Dependen Variabel Hasil
Distribusi pendapatan
Konstanta 0.155
(1.260)*
PDRB 0.006
63
(0.808)*
Dummy -0.001
(-0.112)*
R² 0.089
Adjusted R² -0.063
F 0.584
DW Test 1.796
Catatan :
* Signifikan α = 5 %
Angka dalam kurung menunjukan nilai t-statistik
Dari tabel 4.10 menunjukan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dari
bertanda positif (-) artinya kenaikan variabel independen tidak akan diikuti oleh
masing-masing satu poin, maka tidak akan diikuti dengan naiknya distribusi
revitalisasi pertanian menurun masing-masing satu poin maka tidak akan diikuti
0,584 dengan nilai signifikansi sebesar 0,573. Karena nilai signifikansi 0,573 >
0,05, dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti hipotesis
64
pertanian diperoleh thitung sebesar 0,808 dengan nilai signifikansi sebesar 0,435 >
0,05, hal ini menunjukan bahwa secara parsial hipotesis IV (a) yang menyatakan
thitung sebesar -0,112 dengan signifikansi 0,913 > 0,05, hal ini menunjukan bahwa
4.3. Pembahasan
harus tetap mendapatkan perhatian pemerintah karena memiliki dasar yang kuat
utama dalam perekonomian nasional dan regional, antara lain dalam bentuk
penyerapan tenaga kerja, penyediaan pangan dan bahan baku industri, serta
65
Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai salah satu pilar penyangga pangan
Tengah.
0,066 dan koefisien variabel revitalisasi pertanian sebesar 0,063 dan diperoleh
pula konstanta sebesar 15,431. Model tersebut menunjukan bahwa setiap kenaikan
satu poin pembangunan sektor ekonomi akan diikuti kenaikan kesempatan kerja
sebesar 0,066, apabila variabel lain dianggap tetap. Setiap terjadi kenaikan satu
66
apabila variabel lain dianggap tetap. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
kesempatan kerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penelitian di Provinsi Jawa tengah, diperoleh model regresi yaitu sebagai berikut :
0,006 dan koefisien variabel revitalisasi pertanian sebesar -0,001 dan diperoleh
67
pula konstanta sebesar 0,155. Dapat dijelaskan bahwa jika pembangunan sektor
tidak akan diikuti dengan meningkatnya distribusi pendapatan dan sebaliknya jika
Tengah yang hanya memiliki lahan kurang dari 1 ha, meningkat 10%
dibandingkan dengan tahun 1993. Sementara itu luas lahan sawah dari tahun
2001 hingga tahun 2006 terus mengalami penurunan yakni dari 999.136 ha
menjadi 995.757 ha atau dengan trend penurunan seluas sekitar 676 ha dalam
waktu per tahun. Penurunan ini ditengarai disebabkan karena perubahan tujuan
jaringan irigasi dan berkurangnya debit air yang disediakan olah waduk.
Sekitar 88% petani kita tergolong petani gurem yang hanya memiliki
68
lahan di bawah 2 ha. Data sensus Pertanian, jumlah petani gurem (luas garapan
kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK (kepala keluarga) tahun 1993
menjadi 13,7 juta KK tahun 2003. Pertanian berskala kecil seperti yang
dimiliki petani kita ini memang sangat sulit diharapkan mampu memberikan
pada tahun 2006, hanya 17,6% yang tersalurkan ke sektor pertanian. Hal ini
kredit ke sektor pertanian karena sifat usaha tani yang high risk-low profit.
Untuk itu, dalam upaya penguatan modal pertanian diperlukan dukungan dari
lembaga keuangan baik bank maupun non bank, terutama untuk produk
69
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
berikut :
revitalisasi pertanian.
5.2
69
70
Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2000. Reliabilitas dan validitas, Edisi 3. Pustaka Pelajar Offset,
Yogyakarta.
72
73
73
74
75
LAMPIRAN 1
Regression
Descriptive Statistics
Ket :
Mean Std. Deviation N
Y 16.5607 .07334 15
Y = Kesempatan Kerja
X 16.9673 .67935 15 X = PDRB sektor pembangunan
D .3333 .48795 15 D = Dummy
Correlations
Y X D
Pearson Y 1.000 .923 .872
Correlation X .923 1.000 .738
D .872 .738 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000 .000
X .000 . .001
D .000 .001 .
N Y 15 15 15
X 15 15 15
D 15 15 15
76
Variables Entered/Removed(b)
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 D, X(a) . Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: Y
Model Summary(b)
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of R Square
Model R R Square Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson
1 .966(a) .932 .921 .02060 .932 82.724 2 12 .000 2.189
a Predictors: (Constant), D, X
b Dependent Variable: Y
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
.070 2 .035 82.724 .000(a)
n
Residual .005 12 .000
Total .075 14
a Predictors: (Constant), D, X
b Dependent Variable: Y
77
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant
15.413 .200 77.201 .000
)
X .066 .012 .615 5.535 .000 .923 .848 .415 .456 2.194
D .063 .017 .418 3.757 .003 .872 .735 .282 .456 2.194
a Dependent Variable: Y
Collinearity Diagnostics(a)
Variance Proportions
Dimensio Condition
Model n Eigenvalue Index (Constant) X D
1 1 2.471 1.000 .00 .00 .03
2 .529 2.161 .00 .00 .43
3 .000 84.329 1.00 1.00 .54
a Dependent Variable: Y
78
Residuals Statistics(a)
79
0.6
2
0.4
1
0.2
Mean = 8.04E-14
Std. Dev. = 0.926
0 N = 15 0.0
-3 -2 -1 0 1 2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Regression Standardized Residual Observed Cum Prob
80
Scatterplot
Dependent Variable: Y
Regression Studentized Residual
-1
-2
-3
-1 0 1 2
Regression Standardized Predicted Value
81
LAMPIRAN 2
Regression
Ket :
Descriptive Statistics
Y = Distribusi Pendapatan
Mean Std. Deviation N
Y .2567 .01234 15 X = PDRB sektor pembangunan
X 16.9673 .67935 15 D = Dummy
D .3333 .48795 15
Correlations
Y X D
Pearson Y 1.000 .296 .198
Correlation X .296 1.000 .738
D .198 .738 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .142 .240
X .142 . .001
D .240 .001 .
N Y 15 15 15
X 15 15 15
D 15 15 15
82
Variables Entered/Removed(b)
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 D, X(a) . Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: Y
Model Summary(b)
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of R Square
Model R R Square Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson
1 .298(a) .089 -.063 .01273 .089 .584 2 12 .573 1.796
a Predictors: (Constant), D, X
b Dependent Variable: Y
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
.000 2 .000 .584 .573(a)
n
Residual .002 12 .000
Total .002 14
a Predictors: (Constant), D, X
b Dependent Variable: Y
83
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant
.155 .123 1.260 .232
)
X .006 .007 .330 .808 .435 .296 .227 .223 .456 2.194
D -.001 .010 -.046 -.112 .913 .198 -.032 -.031 .456 2.194
a Dependent Variable: Y
Collinearity Diagnostics(a)
Variance Proportions
Dimensio Condition
Model n Eigenvalue Index (Constant) X D
1 1 2.471 1.000 .00 .00 .03
2 .529 2.161 .00 .00 .43
3 .000 84.329 1.00 1.00 .54
a Dependent Variable: Y
84
Residuals Statistics(a)
85
Histogram
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Y
Dependent Variable: Y
1.0
0.8
5
4 0.6
3
0.4
0.2
Mean = 4.26E-15
Std. Dev. = 0.926 0.0
0 N = 15 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
-2 -1 0 1 2
Observed Cum Prob
Regression Standardized Residual
86
Scatterplot
Dependent Variable: Y
2
Regression Studentized Residual
1
0
-1
-2
-2 -1 0 1
Regression Standardized Predicted Value
87
LAMPIRAN 3
88
LAMPIRAN 4
Persamaan 1 Persamaan 2
GN = f (PDRB, D) KK = f (PDRB, D)
Tahun Y X D Tahun Y X D
1993 0,23 15,87 0 1993 16,48 15,87 0
1994 0,26 15,99 0 1994 16,49 15,99 0
1995 0,27 16,18 0 1995 16,5 16,18 0
1996 0,26 16,25 0 1996 16,48 16,25 0
1997 0,25 16,39 0 1997 16,48 16,39 0
1998 0,25 16,9 0 1998 16,52 16,9 0
1999 0,26 17,05 0 1999 16,55 17,05 0
2000 0,25 17,08 0 2000 16,53 17,08 0
2001 0,25 17,21 0 2001 16,57 17,21 0
2002 0,27 17,33 0 2002 16,57 17,33 0
2003 0,25 17,34 1 2003 16,63 17,34 1
2004 0,25 17,47 1 2004 16,59 17,47 1
2005 0,28 17,62 1 2005 16,67 17,62 1
2006 0,27 17,86 1 2006 16,66 17,86 1
2007 0,25 17,97 1 2007 16,69 17,97 1