PENDAHULUAN
Di zaman modern ini, film merupakan salah satu hiburan yang saat ini
masih ditunggu dan dikagumi oleh masyarakat. Tayangan yang pertama kali di
memang mencintai film. Lain halnya dengan tayangan televisi, masyarakat tidak
perlu pergi ke bioskop untuk menonton sinema atau hiburan yang mereka inginkan,
hanya dengan memiliki televisi mereka telah ditunjukan dengan tontonan yang
banyak.
membuat cerita dan menentukan tujuan pembuatan film itu sendiri. Sebagai hiburan,
menyampaikan moral tertentu agar nantinya pembuatan film terfokus sesuai dan
terarah. Dibalik kemegahan dan keseruan film terdapat orang-orang dibelakang dan
didepan layar yang terus bekerja untuk membuat film menjadi layak untuk ditonton
kamera, tata artistik, pengarah lampu, make up artist hingga pembantu umum.
mengalami pasang surut tiada henti (Imanjaya & Ekky, 2011). Adapun genre-genre
tersebut diantaranya yaitu thriller, comedy, action, adventure, animation, biography,
crime, documentary, drama, family, history, musical, mystery, romance, dan horror.
film bergenre horor. Munculnya film bergenre horor salah satunya dilatarbelakangi
Sekian banyak genre yang diproduksi, genre horor yang paling banyak
digemari oleh masyarakat Indonesia. Genre ini juga sudah banyak dinikmati sejak
tahun 1970-an dengan jumlah produksi film mencapai 22 judul, bahkan pada tahun
1980-an merupakan masa emas film horor Indonesia dengan jumlah produksi film
didproduksi hanya mencapai 35 judul. Sementara dari tahun 1998 – 2008, film horor
yang diproduksi berjumlah 74 judul, dari total produksi 281 film. (wordpress.com)
bermunculan di televisi dan menjadi booming, seperti pemburu hantu, uka-uka dan
dunia lain. Saat pertelevisian mulai menguasai dunia horror, Jose Poernomo dan Rizal
Mantovani mengambil sudut yang berbeda. Mereka justru memproduksi film horror
yang berjudul Jelangkung (2001). Film ini sukses meraih 1,5 juta penonton di seluruh
Indonesia. Film horor ini berhasil menyaingi kesuksesan film Petualangan Sherina
pada tahun 2000 karya Riri Riza pada masa itu (IDN News, 2018).
Film horor dapat memacu adrenalin seseorang. Kekuatan karakter film horor
tentulah tidak terlepas dari banyak faktor-faktor yang mendukung untuk memperkuat
karakter tokoh antagonis, psikopat dan karakter mengerikan yang lainnya. Kemudian
dari nuansa yang menyeramkan, mulai dari setting tempat yang umumnya identik
dengan tempat-tempat sepi dan gelap, lalu sound effect yang menegangkan dan
mengejutkan, serta make up para pemainnya yang dibuat semirip mungkin dengan
Make up sendiri menjadi sesuatu yang penting dan tak terpisahkan dalam
pembuatan film horor. Sehingga, para penata rias harus membuat efek yang sesuai
dengan karakter horor yang diinginkan dibagian wajah atau ditubuh sang pemain
menjadi seperti bentuk yang ingin ditampilkan, dengan demikian penonton dapat
membutuhkan skill khusus. Kendati demikian, pembuatan tata rias atau make up
horror tersebut tidaklah mudah dan sesederhana seperti yang dilihat di layar. Hal
tersebut memerlukan keterampilan dan keahlian yang tinggi pada para perias make up
horor di balik layar. Para perias harus memahami dan mendalami cara membuat dan
membentuk make up karakter pada perfilman horror, mulai dari yang sederhana
Menurut Halim (2013 :11) Character make up atau make up karakter adalah
suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal
umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang
dipernakannya. Make up karakter merupakan jenis make up yang biasa digunakan
untuk televisi dan film. Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangpesatnya dunia
pertelevisian Indoesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami
perkembangan yang signifikan.
Adapun jenis make up yang biasa digunakan untuk televisi dan perfilman
dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu, corrective make up adalah suatu tata
rias yang diterapkan untuk menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan demi
mendapatkan kesempurnaan wajah. Lalu ada style make up adalah suatu tata rias yang
dibuat dengan daya khayal atau imajinasi seseorang untuk menciptakan suatu tokoh
sehingga menghasilkan suatu karya dalam bentuk rias wajah,. Dan yang terakhir
adalah character make up yaitu suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah
penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai
dengan keinginan tokoh yang diperankan. (Halim Paningkiran, 2013 : 10) Ketiganya
golongan tersebut saling berkaitan dan berperan penting dalam terbentuknya film
Make up televisi dan perfilman pada dasarnya terdiri atas dua jenis, yaitu
make up karakter dua dimensi dan make up karakter tiga dimensi. Make up karakter
dua dimensi adalah make up yang mengubah bentuk wajah penampilan seseorang dari
hal umur, suku, bangsa dengan cara dioleskan atau disapukan baik secara keseluruhan
maupun hanya sebagian sehingga hanya bisa dilihat dari bagian depan saja. Make up
dua dimensi ini mengandalkan kekuatan pegecatan (painting) dari gelap terangnya
warna (blending). Make up karakter tiga dimensi adalah make up yang mengubah
wajah atau bentuk seseorang sacara keseluruhan atau sebagian dengan menggunakan
bahan tambahan seperti anti-shine gel, latex glue for skin, fake blood, adhesive gum
Effect (SFX). Teknik tersebut bisa membuat efek yang dimunculkan tubuh karena
suatu kejadian, menggunakan metode seni tata rias. Misalnya luka lebam, luka tusuk,
ada Prosthetic Make up yaitu seni tata rias yang menggunakan atau menambahkan
prosthetic (bagian tubuh palsu) untuk memodifikasi bagian tubuh. Keberadaan SFX
harus tahu kapan seseorang perlu di make up dan kapan ia harus menerapkan
corrective make up, character make up, atau style make up.
perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-
2019, serta mengenalisa perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan
untuk make up karakter pada perfilman horor secara lebih mendalam dan terperinci.
2000-2019
3. Perlunya seorang penata rias dalam mendalami cara membuat dan membentuk
alat pendukung dalam pembuatan make up karakter serta bahan dan kosmetik.
dan kosmetik make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun
2000-2019.
Secara teoritis, penelitian ini menjadi bahan studi dan pengembangan konsep
keilmuan Tata Rias Fantas Universitas Negri Jakarta serta mengumpulkan secara
Negeri Jakarta mengembangkan mata kuliah Tata Rias Fantasi khususnya pada
perkembangan alat, bahan, dan kosmetik, serta menjadi masukan para perias
Indonesia
2.1.1.1 Analisis
dan Rifka Julianti, analisis adalah pengurai suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antara bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti yang keseluruhan (Sugiyono: 1997: 56).
yang erat dengan proses pengolahan data. Dalam proses penelitian, analisa
merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan dilakukan. Pada awal tahapan,
proses penarikan hipotesa awal yang nantinya berfungsi sebagai praduga awal
8
9
Jika berbicara tentang make up, tidak akan pernah ada habisnya. Make up
sudah menjadi “baju” sehari – hari bagi kaum hawa, bahkan belakangan kaum adam
dalam keyword Google search, kata make up yang banyak bermunculan mewakili
tampilan rias jaman modern seperti sekarang. Banyak yang lebih penasaran dengan
make up tutorial, make up ala Korea, make up natural hingga produk make up. Ini
menandakan, perkembangan tren make up dari tahun ke tahun sangatlah pesat seakan
menjadi rival tren fashion. Menurut harfiah make up berarti tata rias atau tata cara
menggunakan kosmetik. Tata rias wajah atau make up sebenarnya memiliki banyak
10
cabang. Tidak selalu identik dengan tampilan riasan wajah sehari – hari. Ilmu make
Tata rias wajah adalah suatu kegiatan yang menggabungkan unsur-unsur seni
kelebihan dan menutupi kekurangan yang terdapat pada wajah seseorang. Semakin
berkembangnya zaman, saat ini rias wajah bukan hanya digunakan untuk kebutuhan
mempercantik diri namun dapat juga digunakan untuk memperburuk atau menuakan
wajah seseorang dan kerap digunakan dalam suatu pertunjukan baik diatas panggung,
digunakan untuk make up panggung, televisi dan film dapat digolongkan menjadi 3,
yaitu:
1) Corrective make up atau rias wajah korektif adalah suatu riasan yang
2) Style make up atau rias wajah fantasi, adalah suatu tata rias yang dibuat
dengan daya khayal atau imajinasi seseorang untuk menciptakan suatu tokoh
3) Character make up atau rias wajah karakter, adalah suatu tata rias yang
wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diterapkan.
11
wajahnya menerupai peran yang akan ditampilkan. Seorang penata rias harus dapat
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam merias wajah karakter yaitu,
tersebut, (Nini Thowok, 2015:15). Seorang penata rias harus memiliki desain
mengenaik tokoh yang akan diperankan oleh pemain sehingga panduan tata rias
wajah karakter dibedakan menjadi dua, yaitu rias wajah karakter dua dimensi dan rias
Tata rias wajah karakter dua dimensi adalah rias wajah yang mengubah bentuk
wajah seseorang dalam hal umut, suku, dan bangsa dengan cara dioleskan atau
disapukan baik secara menyeluruh maupun hanya sebagian sehingga hanya bisa
adalah make up yang dilaukan dengan teknik pengecatan yang meliputi lima bagian
pokok pada wajah yaitu, dahi, mata, hidung, pipi, dan rahang wajah. Kekurangan dari
make up karakter dua dimensi adalah make up ini tidak dapat memberi perubahan
secara jelas.
Perubahan yang dihasilkan hanya berupa garis bayangan pada bagian wajah
Namun, kelebihan dari make up karakter dua dimensi ini adalah kosmetik yang
digunakan mudah didapat dan harganya pun cenderung lebih murah. Karakter yang
bisa dibuat dengan menggunakan make up karakter dua dimensi adalah tokoh
wayang, hewan, efek kumis, efek jenggot, hantu, tokoh usia tua, dan efek lebam.
Dibawah ini terdapat contoh make up karakter dua dimensi karakter tua dan make up
Make up karakter tiga dimensi adalah make up yang dapat mengubah bentuk
tambahan yang langsung dioleskan atau ditempelkan pada bagian wajah, sehingga
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, (Halim Paningkiran, 2013:94). Make up
karakter tiga dimensi merupakan make up yang memiliki gradasi berupa lekukan-
lekukan yang dapat diraba. Make up yang dihasilkan pada make up karakter dua
dimensi. Terdapat bahan-bahan yang biasa digunakan pada make up karakter tiga
Penata rias harus lebih mengenal dan mengetahui berebagai fungsi dari bahan
yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kesalahan yang terjadi
pada hasil make up atau untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada kulit
seperti iritasi. Pada dasarnya, make up karakter dua dimensi dan make up karakter
Tabel 2.1. Perbedaan Make Up Karakter Dua Dimensi dan Tiga Dimensi
tiga dimensi. Pengaplikasian bahan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau
secara langsung pada bagian tubuh tertentu yang akan diberikan efek tiga dimensi,
terlebih dahulu kemudian ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diberikan efek
tiga dimensi. Berikut adalah contoh make up karakter horor 3 dimensi yang
perubahan yang cukup terlihat dalam bentuk hasil make up maupun alat, bahan, dan
kosmetik yang digunakan. Dibawah ini adalah perbandingan make up karakter horor
Suzzana jaman dulu dan sekarang. Terlihat bahwa terdapat perbedaan antara hasil
hari. Sama hal nya dengan alat yang digunakan pada make up karakter, alat berfungsi
sebagai benda untuk membantu mengaplikasikan kosmetik atau bahan yang akan
dilakukan pada suatu objek. Sedangkan bahan adalah zat atau benda yang dari mana
Alat dan bahan pada make up karakter merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan karna saling berkaitan. Alat dan bahan yang biasa digunakan dalam make
up karakter yaitu:
17
2. Beauty Untuk
blender mengaplikasikan
foundation.
Maka dari itu, sangat penting seorang make up artist memiliki alat dan bahan
yang lengkap untuk melakukan proses make up karakter yang akan dibuat agar
mempermudah pekerjaan.
diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut,
bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi,
didefinisikan sebagai berikut : “Kosmetik adalah sediaam atau paduan bahan yang
siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
daya Tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
menyembuhkan suatu penyakit” (Dewi Muliyawan & Neti Suriana 2013 : XIV)
mengenal kosmetik berdasarkan naluri alaminya yang senantiasa ingin tampil cantik,
dan tumbuhan pada awalnya menjadi pilihan kaum wanita untuk mempercantik
penampilannya.
Ada banyak cerita seputar sejarah kosmetik dan wanita. Konon, manusia
mulai mengenal manfaat, warna-warni pada hewan dan tumbuhan bisa memberikan
efek positif bagi kecantikan, berawal dari coba-coba dan karena ketidaksengajaan.
Misalnya, perona pipi (pemerah pipi) pertama kali ditemukan karena kebetulan.
sehingga mengenai daerah pipi. Tumbuhan anggur yang mengenai pipi tersebut
tersebut justru membuat si wanita terlihat cantik. Sejak saat itu, orang-orang mulai
berusaha untuk membuat kedua pipi kanan kiri tersapu warna lembut dari bahan-
Cleopatra secara rutin berendam dalam bak berisi cairan susu. Rutinitas itu
dimaksudkan untuk menjaga kulit tubuhnya agar tetap halus, mulus, dan berkilau.
Sementara itu, di China para selir kaisar memerahi bibirnya dengan cara menekan
bibir mereka dengan kelopak bunga berwarna merah, agar bibir tetap terlihat merah
dan menarik.
untuk merawat dan mempercantik diri. Upaya meramu berbagai bahan alam untuk
merawat dan mempercantik diri tersebut merupakan salah satu cikal bakal
menetapkan dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai strategi terbaik untuk
menjaga kesehatan dan kecantikan. Pada masa yang sama, tercatat nama-nama ahli
ilmu pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastic, dermalogi,
mulai dipelajari secara khusus dan terpisah dari ilmu kedokteran, sehingga kemudian
Dalam skala industry, kosmetik mulai mendapat perhatian penuh dan digarap
secara besar-besaran pada abad ke-20. Teknologi kosmetik yang semakin maju,
melahirkan berbagai varian produk kosmetik baru dengan manfaat dan fungsi yang
antara kosmetik dan obat yang kemudian dikenal dengan nama kosmetik medic
(cosmeceuticals).
Selain itu, sekarang juga mengenal berbagai profesi dari beberapa disiplin
Ahli bedah plastic, dokter gigi, dan ahli kulit dari disiplin ilmu jedokteran.
Ahli biologi dan fisiologi kulit dari disiplin ilmu biologi. Mempelajari
didalamnya.
ilmu dan keterampilan manusia. Ke depan, fungsi kosmetik akan terus berkembang.
Tidak hanya untuk merias diri, akan tetapi juga sebagai produk perawatan tubuh.
Kosmetik tidak hanya dibutuhkan pada sehari-hari saja, tapi digunakan juga
untuk kegiatan lainnya seperti proses shooting, acara tertentu, dll. Kosmetik yang
Tabel 2.3. Kosmetik Dasar Yang Digunakan Pada Make up Karakter Horor
pori-pori.
menyamarkan kekurangan.
23
natural.
bagian mata.
Selain kosmetik yang biasa digunakan pada make up karakter horor, terdapat
pula beberapa kosmetik tambahan yang biasa digunakan dalam proses make up
Tabel 2.4 Kosmetik tambahan yang digunakan Pada Make up Karakter Horor
Terdapat dua jenis body painting yang biasa digunakan dalam make up karakter
yaitu, water based dan oil based. Body painting water based merupakan jenis body
painting yang berbahan dasar air. Cara penggunaannya adalah dengan menggunakan
air yang disemprotkan dengan menggunakan water sprayer atau dengan cara
membasahi kuas yang akan digunakan dengan air. Bentuk dari bodypainting ini
biasanya berbentuk padat, dan apabila diaplikasikan akan sedikit terasa basah namun
lambat laun akan mengering. Karena berbahan dasar air, body painting ini mudah
sekali luntur jika terkena air atau keringat, sehingga bodypainting ini lebih baik
Sedangkan body painting oil based merupakan jenis body painting yang
memiliki banyak kadar minyak. Bentuk dari body painting ini biasanya sejenis krim
seperti foundation. Body painting ini memiliki warna yang lebih terang dan
mengkilat. Namun, body painting ini mudah sekali bergeser apabila terkena gesekan.
Oleh karena itu harus dibantu dengan menggunakan bedak tabur berwarna putih,
25
sehingga tidak mudah bergeser atau hilang. Karena sifatnya lebih lebih tahan
dibandingkan dengan jenis water based, body painting ini cocok digunakan pada
acara diluar.
Film horor adalah film yang berusaha untuk memancing emosi berupa
ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur ceritanya sering melibatkan tema-
tema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja
di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop
lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan
masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain
Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady,
Desy Ratnasari.
Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun
untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi
karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin menurun pada tahun 90-an yang
membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang
dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara
sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut.
Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film
Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh
26
bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada
anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil
membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian
komersil.
Setelah itu mu ncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-
beda yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan
tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk
waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang
yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema
serupa yang dengan film Petualangan Sherina (diperankan oleh Derbi Romero,
Sherina Munaf), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk
Jelangkung), dan juga romance remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in
Love. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh
Nia Dinata.
Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film non-komersil yang
yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet.
Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di
Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-
film Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga
ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain
27
itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta
Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun.
samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas,
Genre film horor telah hadir sejak masa film awal diakhir abad ke-19. Tercatat
Georges Melies, seorang pelopor film fiksi ilmiah pertama di dunia membuat sebuah
film yang berjudul “Le Manoir Du Diable” pada akhir tahun 1896. Kemudian ada
F.W. Murnau dari Jerman dengan film yang berjudul “Nosferatu” di film ini terdapat
sosok vampire pertama yang muncul di film pada tahun 1922. Selanjutnya, tokoh-
tokoh seperti mumi, drakula, monster, manusia srigala dan sebagainya mulai menjadi
2010).
Di Indonesia, genre horor telah hadir sejak dulu. Berbeda dengan masyarakat
Eropa dan Amerika yang cenderung lebih rasional. Masyarakat Indonesia sangat
dekat dengan dunia supranatural. Latar belakang kemunculan genre ini di Indonesia
supranatural, tahayul, dan cerita-cerita hantu menjadi bagian yang tak terpisahkan
dalam kehidupan masyarakatnya, maka sangatlah masuk akal apabila genre ini sukses
dan disukai. Ada dua film yang sering disebut sebagai film horor Indonesia pertama
yaitu tercatat film yang berjudul “Tengkorak Hidoep” (1941) karya Tan Tjoei Hock
28
dan film “Lisa” karya M. Shariefuddin yang diproduksi tahun 1971 yang menjadi
peletak genre horor di Indonesia. Menurut Adi Wicaksono dan Nurruddin Asyhadie
(2006:2) adanya perbedaan penentuan film horor pertama Indonesia itu tampaknya
terjadi karena definisi horor yang dipakai berbeda. Film “Tengkorak Hidoep”
menampilkan sebuah horror of the demonic, monster yang bangkit dari kubur dan
ingin membalas dendam. Film “Lisa” merupakan sebuah horror of the personality,
yang menampilkan seorang ibu tiri yang meminta seseorang untuk membunuh anak
tirinya. Apabila kita mengambil film Lisa sebagai film horor pertama, maka sejarah
film horor Indonesia dimulai oleh horror of personality. Sedangkan apabila kita
nenerima film Tengkorak Hidoep sebagai film horor pertama, maka sejarah film
horor Indonesia dipelopori oleh film yang berjenis horror of the demonic atau horor
Sebagai sebuah genre, film horor memiliki beberapa konvensi atau formula
yang mencakup seting ruang dan waktu, tokoh, dan aluryang harus dipenuhi. Will
a. Tokoh utama biasanya adalah korban yang mengalami terror atau tokoh
pembawa bencana.
rumah sakit. Dekor waktu didominasi malam hari atau suasana gelap.
29
h. Teknologi sering menjadi salah satu pemicu masalah. Kearifan lokal dan
Memasuki tahun 2000an, film horor Indonesia memasuki era baru. Generasi
sineas baru yang muncul sebagian besar tidak memiliki ikatan langsung dengan
lulusan sekolah film luar negri yang sebelumnya lebih banyak kerja dibidang
periklanan dan pembuatan video clip atau film documenter. Film Jelangkung (2001)
karya Rizal Mantovani dan Jose Purnomo langsung mencuat memberi sentuhan yang
berbeda dengan mengandalkan kekuatannya dalam fotografi, editing, dan suara. Film
Januari 2002 film Jelangkung ditonton lebih dari 748.003 orang di wilayah
penghargaan terpuji untuk efek khusus. Edna C. Pattisina dari harian Kompas bahkan
2007), bahwa film ini mencapai rekor 1,5 juta penonton. Masih di jurnal yang sama
kita dapat melihat data film-film horor yang diproduksi dan diedarkan tahun 2006-
2007 yang mampu mendapatkan penonton lebih dari 500 ribu orang. Maka tidak
30
heran jika dari sisi komersial film-film horor ini menjadi andalan bagi para produser
dengan cepat. Film Jelangkung (2001), Kafir (2002), Titik Hitam (2002), The Soul
(2003), Ada Hantu di Sekolah (2004), Bangsal 13 (2004), Missing (2005), Rumah
Pondok Indah (2006), Mirror (2006), Kuntilanak (2006), Pocong 2 (2006), Hantu
Jeruk Purut (2006), Bangku Kosong (2006), Terowongan Casablanca (2007), dan
Tali Pocong Perawan (2008) adalah film-film horor Indonesia yang termasuk dalam
barisan film terlaris pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Seperti halnya film
Jelangkung, film-film horor era baru yang “memikat” penonton Indonesia ini tidak
lagi tergantung pada legenda-legenda tradisional, seperti Nyi Roro Kidul atau Nyi
Blorong.
perkotaan yang sebelumnya tak pernah disentuh oleh film horor Indonesia.
Indonesia. Film Jelangkung ini juga dipengaruhi film-film J-Horror (Horor Jepang)
Nakata di tahun 1997. Melalui film Jelangkung ini pula istilah legenda urban mulai
urban yang diangkat dalam film Jelangkung adalah legenda kota berhantu yaitu
angker batu, sebuah rumah sakit tua di Jakarta yang memiliki sosok berhantu yang
kemudian menjadi salah satu sosok yang paling diminati dalam perfilman horor
Indonesia yaitu, suster ngesot. Setelah itu kata urban lagend langsung ditangkap oleh
para produser film Indonesia dan “naluri bisnis” mereka ternyata tidak salah. Pada
31
tahun 2006, 4 dari 6 film yang sukses menarik penonton lebih dari 700 ribu penonton
adalah film horor hantu dan semuanya mengangkat tema legenda urban: Rumah
Pondok Indah (2006), Kuntilanak (2006), Hantu Jeruk Purut (2006), dan Hantu
Selain tema urban lagend, film-film horor Indonesia banyak didominasi oleh
dua sosok hantu yang menarik minat penonton Indonesia. Hal itu terlihat dari judul-
judul film yang sebagian besar mengeksploitasi dua hantu tersebut yaitu, hantu
pocong dan kuntilanak. Di antara dua jenis hantu tersebut, kuntilanak telah dikenal
lebih luas dan menjadi sosok hantu yang paling sering muncul di film-film horor
berambut panjang, berbaju putih panjang dan raut muka putih pucat dengan mata
merah. Sosok kuntilanak ini bahkan sudah tercatat sebagai salah satu hantu khas
melayu yang menghantui penduduk Indonesia dan Malaysia dengan nama yang
sedikit berbeda yaitu Pontianak. Di Thailand ada beberapa film horor yang juga
pocong adalah hantu orang mati yang hidup kembali dengan masih mengenakan kain
kafan yang membungkus mayatnya. Jenis hantu ini sebelumnya telah dapat dilihat
dalam beberapa adegan film horor era Suzzana, tetapi masih sebagai hantu “pemeran
pembantu” dan biasanya tidak lepas dari dekor tanah kuburan yang menjadi “tempat
tinggalnya”. Sejak Rudi Soedjarwo membuat film berjudul Pocong (2006), yang
diikuti dengan munculnya film Pocong 2 (2006), dan Pocong 3 (2007), maka dengan
itu sosok pocong menjadi salah satu hantu yang paling banyak muncul dalam film-
film horor Indonesia. Sebut saja, Pocong vs Kuntilanak (2009), Tali Pocong Perawan
32
(2008), 40 Hari Pembalasan Hantu Pocong (2008), The Real Pocong (2009), Sumpah
Pocong di Sekolah (2008), Susuk Pocong (2009) dan Pocong Kamar sebelah (2009).
Hingga tahun 2009, film-film yang menampilkan hantu jenis ini masih terus
diproduksi. Genre film memiliki dinamika yang terus menerus berkembang sesuai
bercampur dengan genre lain untuk memenuhi hal tersebut. Karl Heider dalam
bahwa film horor Indonesia pada masa orde baru tidak bisa dilepaskan dari tiga hal,
yaitu komedi, seks, dan religi. Ketiganya menjadi formula ampuh yang membuat
film-film horor Indonesia disukai banyak penonton. Tampaknya formula itu masih
digunakan dibeberapa film horor yang sekarang, hanya saja untuk tema religi sedikit
“mistik” atau “klenik” memang masih banyak dijumpai. Biasanya film-film tersebut
untuk menegaskan pada penonton bahwa manusia yang menentang Tuhan akan
bernasib buruk dan mendapatkan siksa, baik saat masih hidup maupun saat mereka
sudah mati. Misalnya, kisah “mayat berbelatung” dan “tangisan arwah”. Biasanya
masalah yang terjadi akan selesai ketika seorang tokoh agama, kyai atau ustad sudah
datang bersama rangkaian doa dan tasbih dalam genggamannya. Sosok kyai ini masih
bisa dijumpai dalam beberapa film horor Indonesia di awal tahun 2000, yaitu Kafir
dan Peti Mati. Hanya saja setelah itu, nuansa religi tidak lagi dieksploitasi dalam
film-film horor Indonesia yang sekarang. Berbeda dengan nuansa religi, komodi dan
seks ternyata masih menjadi andala film horor Indonesia saat ini. Sejalan dengan
munculnya film-film Indonesia bertema komedi, maka ada pula film-film komedi
33
yang mengangkat cerita hantu: Ada Hantu di Sekolah (2005), Film Horor (2006), dan
mengeksploitasi tubuh perempuan dan seks dapat ditemukan dalam film Tiren (2008),
Indonesia. Film horor hantu Indonesia seharusnya bisa menjadi kekuatan dalam dunia
potensi kuat film Indonesia. Kritikus film Eric Sasono dalam artikelnya yang berjudul
produser dan sineas Indonesia dalam proses kreatifnya. Melihat film horor diminati
penonton, maka produser dan sineas Indonesia saling latah membuat film horor juga.
Menurut Sasono film horor adalah film yang bergenre paing kuat yang dapat
ekonomi yang dominan, film-film horor di Indonesia tidak dibuat dengan sungguh-
sungguh. Biaya yang sedikit, estetika yang kacau, jalan cerita yang tidak masuk akal
menjadi buah dari rangkaian kemalasan tersebut. Pada akhirnya menurut Sasono, hal
itu akan menjatuhkan film Indonesia khususnya genre horor kedalam jurang
Karis Singgih Angga Permana (2015) dengan judul penelitian “Analisis Genre
Film Horor Indonesia Dalam Film Jelangkung (2001)”. Penelitian ini merupakan
analisis genre film horor Indonesia da lam film Jelangkung (2001). Dalam penelitian
34
ini, peneliti mengidentifikasi karakteristik genre film Jelangkung (2001) sebagai film
dasar genre atau repertoire of elements, untuk melihat bagaimana karakteristik film
Jelangkung (2001) sebagai film ber-genre horor. Repertoire of elements yang akan
Horor Indonesia Tahun 1981-1991”. Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan
pada tahun 1971, dan kedua, bagaimanakah perkembangan film horor Indonesia
tahun 1981-1991. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
primer dan sekunder. Selanjutnya melakukan uji validitas sumber dengan kritik intern
dan ekstern yang berguna untuk menyeleksi sumber menjadi fakta. Tujuan penelitian
ini yaitu menjelaskan latarbelakang munculnya film horor Indonesia pada 1971 dan
penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat simpulan sebagai berikut: Pertama,
film horor Indonesia muncul pada tahun 1971 yang dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor, yakni budaya mistik yang kental dalam masyarakat, kebebasan berkarya,
keterpengaruhan baik film horor dunia maupun dalam negeri pada masa
keemasan pada tahun 1981-1991 dengan hadirnya 84 judul film horor, namun hanya
film-film horor Suzzanna yang mendapatkan apresiasi baik dari penonton. Masa
35
masyarakat Indonesia, figur artis Suzzanna dan alur cerita. Pada tahun 1991 film
horor mengalami kemunduran karena cerita film horor Indonesia bersifat statis,
mistik.
Gelatin Crystal Gel Dan Wax Pada Rias Karakter”. Penelitian ini merupakan
gelatin crystal gel dan wax . Variable terikat, yaitu 1) hasil penerapan pembuatan
efek luka bakar antara bahan kosmetik gelatin crystal gel dengan wak-lilin dilihat
waktu pengerjaan, tingkat ketertarikan observer, dan 2). Respon terhadap hasil efek
luka bakar yang meliputi warna, elastisitas, tekstur, daya tahan, daya lekat,
kesesuaian dengan desain luka bakar, dan kilau hasil riasan. Variabel kontrol yaitu
model, perias, waktu pengerjaan dan teknik pengerjaan. Uji perbandingan hasil
penerapan antara gelatin crystal gel dan wax pada pembuatan efek luka bakar, dan
respon terhadap hasil efek luka bakar dianalisis dengan menggunakan T-test
independent dengan program SPSS. Hasil uji statistik T-test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil pembuatan efek luka bakar antara menggunakan gelatin
crystal gel dan wax. Derajat kebebasan sebesar 0,05dan signifikannya sebesar 0,000
pada perfilman yang menimbulkan perkembangan pula make up karakter horor yang
meliputi alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan. Selain itu ada pula perbedaan
hasil akhir make up karakter pembuatan efek luka bakar menggunakan bahan crystal
gel dan wax sebagai bahan tambahan pada make up karakter horor.
ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur ceritaya sering melibatkan tema-
tema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang
Tak lepas dari itu, film horor sangat didukung dengan beberapa aspek
tambahan agar filmnya lebih terasa menegangkan seperti lighting, sound, tempat,
kostum dan yang tak kalah penting yaitu make up karakter yang digunakan pada
pemain film horor tersebut. Make up karakter pada perfilman horor digunakan untuk
mengubah bentuk wajah atau menambahkan riasan pada seorang pemain agar sesuai
dengan tokoh yang ingin dimainkan. Make up karakter dibuat untuk menimbulkan
dan kosmetik yang digunakan dalam merias wajah tokoh pemain dalam perfilman
adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang
METODOLOGI PENELITIAN
informan yaitu, make up artist, artist, sutradara, dan crew yang terlibat dalam
Jakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan terhitung dari bulan September
Metode penelitian ini adalah suatu cara yang ditempuh untuk menemukan,
yang meliputi antara lain: prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu
penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data yang diperoleh dan
untuk menguji hipotesis tertentu tapi hanya menggambarkan apa adanya suatu gejala,
variable, atau keadaan. Menurut Bogdan dan Biklen (1992:21-22) dalam Rahmat
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan, dan atau
perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau
organisasi
37
38
tertentu dalam suatu settings konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang
utuh, komprehensif, dan holistic. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa
penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian. Salah satu alasan
kemudian peneliti akan membuat kesimpulan dari berbagai hasil wawancara dan data
yang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi focus dalam penelitian ini
anatara tahun 2000 – 2019. Sub fokus penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Bahan dan Kosmetik yang digunakan pada make up karakter pada perfilman
horor.
Menurut Sutopo (2006:56-57), sumber data adalah tempat data yang diperoleh
sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang
diperlukan. Berbagai sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber
2. 1 orang sutradara
Sumber data utama dari penelitian ini yaitu informan dalam pengumpulan
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan
adalah peneliti itu sendiri, atau orang lain yang membantu peneliti meliputi
yang diteliti, kesiapan peneliti terhadap yang diteliti, kesiapan peneliti terhadap
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social yang diamati dengan
pertanyaan untuk make up artist, sutradara, dan crew film. Agar penelitian ini terarah,
peneliti terlebih dahulu menyusun pertanyaan yang selanjutnya dijadikan acuan untuk
dalam penelitian ini, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data.
a) Wawancara
sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan informan atau
oleh dua pihak yaitu pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak
penelitian.
b) Observasi
terhadap gejala dan fenomena yang diselidiki (Mukhtar: 2013: 100). Pengamatan
2000-2019.
43
c) Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data dengan mencatat
peristiwa, atau kejadian dalam situasi social yang sangat berguna dalam penelitian
Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah menggunakan metode
Menurut Miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alus kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang saling jalin
menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum dan sesudah
44
pengumpulan data dalam bentuk sejajar yang membangun wawasan umum yang
Verifikasi/ Penarikan
Kesimpulan
Reduksi Data
1. Pengumpulan data
studi pustaka.
2. Reduksi data
akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data atau proses transformasi
ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap
melalui ringkasan, dan menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas.
3. Penyajian data
bagian tertentu dari penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam
bentuk narasi deskriptif, tabel, dan gambar. Hal ini dilakukan agar lebih
dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data. Ini
adalah pendapat atau pandangan peneliti atas temuan dari suatu wawancara
ulang proses reduksi data dan penyajian data untuk memastikan tidak ada
kesalahan yang telah dilakukan. Setelah tahap ini dilakukan, maka peneliti
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
pengujian kreadibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Sehingga triangulasi dapat dikelompokan
kedalam tiga jenis yakni, triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
1. Triangulasi Sumber
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif (Mukhtar: 2013: 138). Data yang diperoleh dari
narasumber pertama dicek kembali apakah ada perbedaan dalam penulisan yang
2. Triangulasi Teori
Triangulasi dengan teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta tertentu tidak
dapat diperiksa kepercayaannya hanya dengan satu teori. Artinya, fakta yang
diperoleh dalam penelitian ini harus dapat di konfirmasi dengan dua teori atau
lebih.(Mukhtar:2013:1)
47