SKRIPSI
Oleh
Rizki Rivaldi
NIM 150110401018
hubungan kamera dengan objek yang akan diambil. Aspek framing yang
digunakan meliputi aspec ratio, offscreen dan onscreen, camera angle, type of
shot, camera movement dan composition (Bordwell dan Thompson., 2008:162).
Melalui unsur sinematografi tersebut, maka sebuah film dapat ditangkap makna
visualnya. Film tanpa suara masih dapat dipahami, tetapi jika film tanpa gambar
tentunya tidak bisa dikatakan sebuah film. Hasil gambar yang ditampilkan di
sebuah film merupakan hasil dari penggunaan teknik sinematografi yang telah
dikonsep oleh sutradara dan seorang DOP (director of photography).
Belakangan ini film yang paling banyak diminati oleh masyarakat salah
satunya adalah film bergenre horor. Dapat dilihat dari banyaknya film-film horor
yang tayang di bioskop-bioskop tanah air, jam tayangnya yang sering kali
bersamaan, serta satu film yang terus berkelanjutan hingga beberapa chapter. Film
horor pada dasarnya menyuguhkan suasana yang menakutkan atau menyeramkan
sehingga membuat penonton merinding. Alur cerita film horor umumnya
sederhana, yakni bagaimana usaha manusia untuk melawan kekuatan jahat yang
berhubungan dengan dimensi supranatural atau sesuatu hal yang mistis.
Film horor biasanya memiliki setting gelap dan dukungan musik yang
mencekam dengan menggunakan karakter antagonis yang bisa berwujud manusia,
makhluk gaib, monster, hingga makhluk asing lainnya. Film horor juga diidentik
dengan munculnya sosok-sosok mengerikan berupa hantu atau setan yang dapat
membuat penonton menjerit ketakutan. Sosok mengerikan tersebut dapat
berwujud manusia yang berubah menjadi mahkluk aneh setelah melewati masa
kematian, seperti zombie, mumi dan arwah yang bergentayangan. Setiap film
horor memiliki bentuknya sendiri untuk menggambarkan mahkluk-mahkluk yang
membangkitkan perasaan gugup dan dingin. Film horor menciptakan suasana
menakutkan dengan memberi efek suara, kilatan cahaya, warna atau special effect
yang dapat membuat suasana mencekam (Trianto, 2013). Beberapa contoh film
horor di Indonesia yang terkenal belakangan ini dan telah mencapai lebih dari satu
juta penonton diantaranya: film Pengabdi Setan, Danur, Jailangkung, Asih dan
Sebelum Iblis Menjemput. (https://soo.gd/idntimes diakses 12 November 2019).
3
Midnight Xtreme. Jalan cerita hingga level horor yang disajikan menjadi tolak
ukur utama film berdurasi 110 menit ini. Sebagai sutradara, Timo Tjahjanto
merasa bangga dan tersanjung karena film ini mampu memberikan sensasi horor
yang dapat dinikmati oleh penonton. Aspek framing pada film ini menjadi salah
satu faktor penting dalam meningkatkan kesan horor.
Penelitian ini berfokus pada sinematografi yaitu aspek framing pada film
“Sebelum Iblis Menjemput”. Peneliti ingin mengungkapkan bahwa aspek framing
dalam pembuatan film dapat menimbulkan kesan horror. Dari latar belakang di
atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Aspek
Framing dalam Meningkatkan Kesan Horor pada Film Sebelum Iblis
Menjemput”.
panning, tilting, whip pan, crabing, tracking, arcing, whip pan dengan
menggunakan teknik handheld membuat kesan horor dalam film semakin terasa
nyata. Kesamaan penelitian Muhammad Fikri dengan penelitian yang akan
dianalisis oleh penulis, yaitu film yang digunakan sama-sama bergenre horor,
penggunaan metode yang sama yaitu analisis deskriptif kualitatif dan teori
sinematografi sebagai teori utama. Perbedaan antara penelitian Muhammad Fikri
Masruri dengan penelitian yang akan diteliti adalah teori yang digunakan
Muhammad Fikri berfokus pada durasi shot dan pergerakan kamera pada film La
Casa Muda, sementara penelitian yang diteliti oleh penulis lebih berfokus pada
aspek framing (type of shot, camera movement, camera angle, composition) pada
film horor yang berjudul Sebelum Iblis Menjemput.
Penelitian kedua dilakukan Jwala Candra Gita Kosala (2018), skripsi,
program studi Televisi dan Film, fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni
Indonesia dengan judul Analisis Teknik Pergerakan Kamera pada Film Bergenre
Action Fast And Furious 7. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
peranan teknik pergerakan kamera yang digunakan dalam film action Fast and
Furious 7 berdasarkan analisis type of shot (ukuran gambar), camera angle (sudut
pengambilan gambar) dan camera movement (gerakan kamera). Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan data
purposive sampling.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adegan action pada film action Fast
and Furious 7 yang dilakukan dengan teknik pergerakan kamera merupakan
gabungan dari bagian shot-shot yang terangkai, maka pada setiap pergerakan
kamera mempunyai peranan yang beragam. Full shot dan long shot dominan
digunakan untuk menerangkan lingkungan sekitar dalam situasi dramatis dan
tegang, sehingga penonton dapat memahami dan ikut terbawa untuk merasakan
ketegangan yang terjadi pada adegan action kejar-kejaran mobil maupun adegan
kecelakaan. Full shot dan long shot dalam pergerakan kamera juga mendominasi
suasana dramatis yang menunjukkan situasi tertekan atau lemah pada sebuah
adegan action di sebuah lorong dan pada situasi tersebut angle kamera
menggunakan high angle. Hal ini terdapat pada teknik pergerakan kamera crane
8
shot dan zooming. Selain itu, ukuran gambar yang cenderung luas seperti long
shot dan full shot juga untuk menunjukkan kesan keagungan, kegagahan, dan
menegaskan kekuatan, bertujuan untuk membuat daya pesona tentang mobil yang
super mewah kepada penonton. Teknik pergerakan kamera tilt dan crabbing justru
cenderung dimotivasi dari ukuran gambar yang dekat karena pada ukuran gambar
tersebut memungkinkan penonton untuk melihat subjek secara lebih jelas,
misalnya pada adegan action pertarungan. Penonton dapat menikmati secara jelas
detail-detail seperti pukulan atau tendangan yang dilakukan pemain saat
bertarung. Penelitian Jwala Candra menggunakan teori penelitian yang sama
dengan teori penelitian yang akan dianalisis oleh penulis, yaitu teori yang
berfokus pada aspek framing. Metode yang digunakan juga sama yaitu
menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Perbedaan penelitian Jwala Candra
dengan penelitian ini yaitu objek yang digunakan. Penelitian Jwala Candra Gita
Kosala objek yang digunakan merupakan film bergenre action Fast and Furious 7,
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis meruapakan film bergenre horor
yang berjudul Sebelum Iblis Menjemput.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Dwi Aranda Welly Prayogi (2018), skripsi,
program studi Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember
dengan judul Aspek Framing dan Durasi Shot Dalam Membangun Realitas Visual
pada Film Horor The Blair Witch Project. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana posisi framing dan durasi shot dapat membangun realitas
visual pada film The Blair Witch Project. Jenis penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek framing dan durasi shot pada
film The Blair Witch Project mampu membangun sebuah realitas visual cerita
legenda penyihir Blair yang sebenarnya adalah seorang karakter rekaan dan
sengaja diciptakan oleh sang penulis cerita dan sutradara dari film The Blair Witch
Project. Kesan nyata dalam adegan yang terdapat pada film tersebut diwujudkan
dengan digunakannya teknik handheld camera dalam pengambilan rekaman
kejadian. Penggunaan teknik handheld camera dalam menimbulkan kesan nyata
dalam sebuah adegan juga didukung oleh unsur sinematografi yaitu framing dan
9
durasi gambar/shot. Aspek framing yang diteliti meliputi type of shot, camera
movement dan sudut kamera atau camera angle, peneliti menemukan bahwa ada
tiga sudut kamera yang digunakan dalam film The Blair Witch Project yaitu eye
level, low angle, dan high angle, peneliti juga menemukan bahwa terdapat tujuh
tipe shot yang dapat ditemukan pada film tersebut yaitu extreme long shot, long
shot, medium long shot, medium shot, medium close-up, close-up, serta extreme
long close-up. Film ini juga menggunakan teknik long take yang durasinya sama
dengan durasi sesungguhnya. Aspek inilah yang menjadi salah satu dari aspek-
aspek dalam membangun sebuah realitas visual dalam sebuah film selain setting
lokasi serta ketiadaan aktor profesional yang memerankan tokoh-tokoh di dalam
film tersebut. Kesamaan penelitian Dwi Aranda Welly dengan penelitian yang
akan dianalisis oleh penulis, yaitu film yang digunakan sama-sama bergenre
horor, penggunaan metode yang sama yaitu analisis deskriptif kualitatif dan teori
sinematografi sebagai teori utama. Sedangkan perbedaannya yaitu teori
sinematografi yang digunakan Dwi Aranda Welly berfokus pada framing (type of
shot, camera movement, camera angle) dan durasi shot dalam membangun
realitas visual, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan hanya berfokus
hanya pada aspek framing (type of shot, camera movement, camera angle,
composition) dalam meningkatkan kesan horor.
non manusia yang berwujud fisik menyenangkan. Pelaku teror bisa berwujud
manusia, mahluk gaib, monster, hingga mahluk asing.
Menurut Derry (dalam Rusdiarti 1977: 97), film genre horor terbagi menjadi
tiga subgenre, yaitu horror of personality (horor psikologis), horror of
armageddon (horor bencana), dan horror of the demonic (horor hantu).
a. Horror of personality atau horor psikologis adalah horor yang tidak memakai
tokoh-tokoh mitos, seperi vampir, iblis dan monster sebagai tokoh utamanya.
Horor jenis ini memakai tokoh-tokoh manusia biasa yang tampak normal.
Tetapi di akhir cerita mereka memperlihatkan sisi “iblis” atau “monster” yang
biasanya merupakan orang-orang sakit jiwa atau terasingkan secara sosial. Film
Psycho merupakan salah satu film yang menggunakan jenis horor psikopat
“sejati”. Di dalam film Psycho adegan paling mencekam adalah pada saat
pembunuhan yang terjadi di dalam kamar mandi shower. Adegan pembunuhan
dengan cipratan darah yang menimbulkan kengerian, kemudian menjadi
inspirasi bagi jenis film horor Slasher yang mengeksploitasi adegan kekerasan
yang melibatkan senjata tajam, seperti pisau, alat pemecah es, kampak, sabit
rumput, gergaji mesin, dan sebagainya. Pada perkembangan film di Amerika,
film horor jenis ini dapat di lihat pada film The Texas Chainsaw Massacre dan
Halloween.
b. Horror of the Armageddon atau horor bencana adalah horor yang menceritakan
tentang hari akhir dunia atau hari kiamat. Horor bencana menceritakan
kehancuran dunia bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti peristiwa alam
(tabrakan meteor, tsunami, atau ledakan gunung berapi), serangan mahluk
asing, serangan binatang, atau kombinasi semua faktor. Film The Birds (1963)
karya Alfred Hitchcock adalah salah satu film klasik yang masuk dalam jenis
horor bencana. Kemudian di ikuti dengan film yang berjudul The Fly, The
Alien, The Thing, Alligator dan lainnya. Kata “Armageddon” (nama tempat
pertempuran terakhir antara kejahatan melawan kebaikan menjelang hari
kiamat dalam naskah Injil). Kata tersebut menggambarkan pertempuran yang
bersifat mutlak, mitis, dan berdampak pada kejiwaan yang besar karena
manusia dihadapkan pada proses kehancuran yang cepat dan mengerikan. Rasa
12
2.2.3 Sinematografi
Sinematografi adalah ilmu atau seni fotografi gerak gambar dengan
merekam cahaya atau radiasi elektromagnetik lain, baik secara elektronik melalui
sebuah sensor gambar, atau kimiawi dengan cara bahan peka cahaya seperti stok
film. Kata “sinematografi” diciptakan dari kata yunani κίνημα (kinema), yang
berarti “gerakan” dan γράφειν (graphein) yang berarti “untuk merekam”, bersama-
sama berarti “gerak rekaman”. Kata yang digunakan untuk merujuk pada seni,
prose, atau pekerjaan film-film, tetapi kemudian maknanya terbatas pada
“fotografi film” (Spencer, 1973).
Menurut Bordwell Thompson (2008) sinematografi adalah tindakan
menangkap gambar fotografi dalam ruang melalui penggunaan sejumlah elemen
dikontrol. Ini termasuk kualitas stok film, manipulasi lensa kamera, framing, skala
dan gerakan. Sinemtografi adalah fungsi dari hubungan antara lensa kamera dan
sumber cahaya, panjang fokus lensa, posisi kamera dan kapasitas untuk gerak.
Menurut Suharijadi (2005:1), sinematografi adalah kata serapan dari bahasa
inggris Chinematography yang berasal dari bahasa latin kinema “gambar”.
Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas
tentang teknik mengambil gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat
mengemban cerita). Sinematografi dapat diartikan sebagai kegiatan menulis yang
13
2.2.4 Framing
Framing adalah hubungan kamera dengan obyek yang akan diambil, seperti
batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera, dan
seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diambil
gambarnya oleh kamera (Pratista 2008:89).
1. Type of Shot
14
Ukuran framing lebih merujuk pada seberapa besar ukuran obyek mengisi
komposisi ruang frame camera (Widagdo dan Gora S, 2004). Menurut Pratista
(2008:104), adapun dimensi jarak kamera terhadap objek atau type of shot dapat
dikelompokkan menjadi tujuh (dari jarak yang paling jauh), antara lain:
a. Extreme Long Shot (ELS)
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya.
Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik Extreme Long Shot
umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau
panorama yang luas.
b. Long Shot (LS)
Pada jarak long shot, tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar
belakang masih dominan. Long shot sering kali digunakan sebagai establishing
shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih
dekat.
c. Medium Long Shot (MLS)
Pada jarak medium long shot, tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai
ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang.
d. Medium Shot (MS)
Medium shot memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Gestur
serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam
frame.
e. Medium Close-up (MCU)
Pada jarak medium close up, tubuh manusia diperlihatkan dari dada ke atas.
Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi
dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium
close-up.
f. Close-up (CU)
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil
lainnya. Teknik close up mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas
serta gsetur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog
yang lebih intim.
15
2. Camera Angle
Camera Angle adalah sudut pandang kamera terhadap objek yang berada di
dalam frame. Camera Angle merupakan teknik pengambilan gambar dari sudut
pandang tertentu untuk mengambil gambar pada sebuah adegan. Sudut
pengambilan gambar menempatkan kamera pada sudut tertentu untuk menangkap
suatu objek. Penggunaan camera angle yang baik dapat mempertinggi visualisasi
dramatik dari cerita. Pemilihan penggunaan camera angle secara serabutan dapat
merusak atau membingungkan (Mascelli, 1987:6) Secara umum camera angle
dibagi menjadi tiga yaitu High Angle, Eye Level dan Low Angle. Berikut
pengertiannya menurut Thompson (2009:40) :
a. High Angle
High angle adalah segala macam shot yang diambil dengan mengarahkan
kamera ke bawah untuk menangkap subjek, sehingga objek terlihat terekspose
dari bagian atas. High angle tidak harus berarti bahwa kamera diletakkan di
tempat yang sangat tinggi. Bahkan mungkin letak kamera berada di bawah
level mata juru kamera, tapi arah lensanya menunduk ke bawah, menangkap
16
sebuah objek kecil, maka shot tersebut sudah dalam high angle. Dari sisi
psikologis, angle ini memberikan kesan tertekan, hina.
b. Eye Level
Eye level yaitu pengambilan gambar objek sejajar dengan lensa kamera.
kamera diposisikan untuk mengamati objek, tindakan, atau peristiwa dari
ketinggian yang sama sebagai mana objek ada atau dimana aksi terjadi. Eye
level dapat disebut juga sebagai angle yang netral. Teknik ini akan
menghasilkan kesan kedudukan yang sama antar pemain, sejajar (sederajat).
c. Low Angle
Low angle adalah setiap shot kamera yang diarahkan ke atas untuk menangkap
objek. Low angle harus digunakan kalau perlu untuk merangsang rasa kagum
atau kewibawaan, meningkatkan ketinggian atau kecepatan subjek,
menempatkan pemain atau objek-objek berlatar belakang langit, dan
mengintensifkan dampak dramatik.
3. Camera Movement
Menurut Pratista (2008:108), pergerakan kamera tentu mempengaruhi sudut,
kemiringan, ketinggian, serta jarak yang berubah-ubah. Pergerakan kamera
berfungsi untuk mengikuti pergerakan seorang karakter serta obyek. Pergerakan
kamera sering digunakan untuk menggambarkan situasi dan suasana sebuah lokasi
atau panorama. Menurut Semedhi (2011:58) pergerakan kamera dibagi menjadi
dua macam yaitu, pergerakan kamera statis dan pergerakan kamera dinamis :
a. Pergerakan kamera statis.
Pergerakan kamera statis adalah pergerakan kamera tanpa menggeser kamera
dari tempatnya. Dengan menggunakan penopang atau alat bantu kedudukan
kamera menjadi lebih stabil. Pergerakan kamera statis terdiri dari :
1) Panning
Meneurut Leo (1998:62), melakukan Pan artinya kamera bergerak
menyamping ecara mendatar horizontal atau tetap pada tempatnya tetapi
menoleh kearah kiri atau kekanan. Menurut Pratista (2010:109), pan
merupakan istilah dari kata panorama, istilah panorama digunakan karena
17
b. Pergerakan Dinamis
Pergerakan kamera dinamis adalah pergerakan kamera dengan cara
menggeser kamera dari tempatnya atau dengan cara menggeser kedudukan
kamera. Pergerakan kamera dinamis tanpa menggunakan penopang,
pergerakan kamera menjadi lebih lincah dan dapat bergerak secara dinamis.
Pergerakan dinamis terdiri dari :
1) Following
Menurut Leo (1998:66), following merupakan pergerakan kamera
mengikuti obyek yang bergerak.
a) Tujuan mekanik
1. Agar obyek tetap berada pada frame gambar untuk memperlihatkan
reaksi atau informasi secara detail.
2. Untuk memperlihatkan aktifitas obyek pada suatu lingkungan atau
hubungannya dengan obyek-obyek yang lain dalam gambar.
b) Tujuan artistik
1. Untuk menghubungkan obyek dengan lingkungannya.
2. Untuk menghindari transisi.
3. Untuk menghindari perubahan titik pandang.
4. Agar kontinuitas dapat dipertahankan dengan baik.
19
2) Track-in
Menurut Leo (1998:64), track-in artinya kamera digerakkan mendekati
suatu obyek sehingga dapat meningkatkan titik pusat perhatian penonton.
a) Tujuan mekanik
1. Untuk memperlihatkan action dengan detail.
2. Untuk menghindari subjek yang tidak perlu didalam gambar.
3. Untuk mengkomposisikan kembali gambar setelah terjadi
perubahan. tempat kedudukan subyek ataupun subyek yang keluar
dari frame.
4. Untuk memperkuat subyek yang menuju ke kamera.
b) Tujuan artistik
1. Untuk menciptakan efek subyektif.
2. Untuk meningkatkan suasana tegang (tension).
3. Untuk mengikuti subyek yang mulai lemah dominasinya (subyek
menjauhi kamera).
4. Untuk mengalihkan perhatian penonton.
5. Untuk memusatkan titik perhatian.
6. Untuk memperlihatkan informasi baru pada gambar.
7. Untuk memperlihatkan subyek yang penting.
3) Track-out
Menurut Leo (1998:65), melakukan track-out adalah kamera menjauhi
subyek atau obyek atau kamera mundur dari subyek atau obyek, sehingga
dapat dapat mempengaruhi kekuatan titik perhatian atau juga mengurangi
ketegangan.
a) Tujuan mekanik
1. Untuk memperluas sudut pandang.
2. Untuk memperlihatkan lebih banyak dari subyek.
3. Untuk memperlihatkan action yang lebih luas.
4. Untuk memperlihatkan informasi baru.
5. Untuk memperlihatkan masuknya subyek yang baru kedalam
gambar.
20
4. Composition
Komposisi adalah suatu cara untuk meletakkan objek gambar di dalam layar
sehingga gambar tampak menarik, menonjol dan bisa mendukung alur cerita.
Dengan komposisi yang baik, kita akan mendapatkan gambar yang lebih
“hidup” dan bisa mengarahkan perhatian penonton kepada objek tertentu di
dalam gambar (Samedhi, 2011: 43-44). Komposisi gambar pada dasarnya
dikelompokkan ke dalam tiga teori dasar, antara lain:
1) Intersection of Thirds (Rule of Thirds)
Intersection of Thirds atau teori sepertiga layar ini menempatkan perhatian
pada satu titik pusat suatu gambar atau sering disebut dengan istilah points
of interest. Cara menentukan points of interest di dalam aturan teori
sepertiga layar adalah sebagai berikut.
a. Bagi layar menjadi tiga baik secara vertikal maupun horizontal, dan
buatlah garis imaginer yang membagi layar menjadi tiga bagian.
Pertemuan antara garis-garis imaginer itulah terletak titik perhatian.
b. Upayakan objek yang ingin ditonjolkan berada di dua titik, bahkan
kalau menyinggung tiga titik menjadi lebih baik.
c. Tidak terpaku dengan teori yang ada, karena masih banyak teori points
of interest lainnya yang mengarahkan untuk menemukan cara untuk
menonjolkan objek di layar.
2) Golden Mean Area
Golden Mean Area adalah cara membuat komposisi yang baik, khusunya
untuk pengambilan gambar besar atau close up. Cara menentukan area
utama titik perhatian adalah membagi layar menjadi dua bagian secara
mendatar dan bagian tersebut menjadi tiga bagian, khususnya dibagian
atasnya, sehingga tergambarlah bagian diatas setengah layar dan dibawah
sepertiga layar.
3) Diagonal Depth
Diagonal Depth atau teori kedalaman gambar akibat komponen diagonal
adalah salah satu panduan untuk pengambilang gambar long shot. Diagonal
depth mensyaratkan setiap mengambil gambar long shot hendaknya
22
Film Horor
Sinematografi
Framing
Kesan Horor
data primer dan sumber data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumber yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan
data sekunder adalah sumber data kedua setelah sumber data primer (Bungin,
2015:48).
berperan, dimana dalam menganalisis film Sebelum Iblis Menjemput, peneliti tidak
terlibat secara langsung terhadap kejadian yang dialami oleh objek, melainkan
dilakukan dengan cara mencermati tiap shot adegan yang terjadi pada film Sebelum
Iblis Menjemput dengan mengamati tiap framing yang berfokus pada type of shot,
camera angle, camera movement, composition. Pengamatan dilakukan dengan
menonton film Sebelum Iblis Menjemput secara terus-menerus untuk mendapatkan
data yang valid. Hasil pengamatan yang dilakukan dicatat secara struktur dan
melakukan analisis lanjutan menggunakan analisis yang telah ditentukan.
Observasi itu sendiri merupakan suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan
diteliti. Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman
gambar (Sutopo, 2006:75).
3.4.3 Dokumentasi
Menurut Djam’an Satori (2011: 149), studi dokumentasi yaitu mengumpulkan
dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah
secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan
pembuktian suatu kejadian.
Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh pada saat
pelaksanaan penelitian dan untuk memperkuat hasil penelitian. Menurut Sugiono
(2013), dokumentasi dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang. Selain itu, menurut Hasanuni Saleh (dalam Sopianah, 2010:10), teknik
dokumentasi dapat dilakukan dengan cara memfoto maupun merekam data yang
27
terkait dengan penelitian. Pada penelitian ini, dokumentasi yang diambil berupa
gambar yang didapatkan dari hasil screen capture (menggunakan software snipping
tool) pada film Sebelum Iblis Menjemput.
b. Sajian Data
Setelah proses reduksi data, selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk
screen capture adegan yang dianggap memiliki kesan horor. Screen capture tersebut
selanjutnya akan dianalisis berdasarkan aspek framing yang berfokus pada type of
shot, camera angle, camera movement, composition.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bordwell, D., & Thompson, K. 2008. Film Art: An Introduction. New York:
McGraw-Hill
Derry, Charles. 1977. Dark Dreams: A Psychological History of the Modern
Horror Film. Ohio: A.S. Barnes Noble.
Jwala Candra Gita Kosala, J. Candra. 2018. Analisis Teknik Pergerakan Kamera
pada Film Bergenre Action Fast And Furious 7. Surakarta: Institut Seni
Indonesia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2016. Film
https://kbbi.web.id/film. Diakses tanggal 14 November 2019.
Leo, Alimin. 1998. Tata Fotografi Televisi I. Jakarta : Institut Kesenian Jakarta.
Zoebazary, Ilham. 2010. Kamus Istilah Televisi dan Film. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.