Anda di halaman 1dari 5

1

ANALISIS SINEMATOGRAFI proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya,


PERGERAKAN KAMERA SHAKE PADA dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau
ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik,
FILM DOKUMENTER TUMIRAN dan/atau lainnya.Marcel Danesi(2010:134) menjelaskan film
adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang
Pendahuluan mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam
Rulli Bagus Pratama, Dwi Haryanto, kehidupan nyata.
dan Muhammad Zamroni Pratista (2008: 4) menjelaskan ada tiga jenis film, yaitu :
dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Film fiksi memuat
Program Studi Televisi dan Film, Fakultas Ilmu
struktur naratif (cerita) yang clear atau jelas, sementara film
Budaya, Universitas Jember dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur
Jln. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto, Jember 68121 naratif (cerita). Film eksperimental yang memiliki konsep
E-mail: rullibagusp8@gmail.com formalism (abstrak). Himawan Prastisa menerangkan bahwa
film dokumenter memiliki alur yang realism (nyata). Film
ABSTRAK dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian,
tidak ada rekayasa di dalamnya. Film dokumenter hanya
Tumiran : salah satu film dokumenter terbaik di merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Film
Indonesia (2014) adalah sebuah film yang memiliki dokumenter tidak memiliki plot hanya mempunyai struktur
keunikan. Memiliki penggabungan model berbagai jenis yang umumnya berdasarkan tema atau argumen darisineas
teknik pembuatan film dokumenter. Teknik sinematografi atau kreatornya. Film dokumenter umumnya mempunyai
yang ditampilkan sangat baik dan mudah dipahami struktur yang sederhana dengan tujuan memudahkan
walaupun terlihat tidak teratur karena shake atau penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta
berguncang. Berdasarkan hal yang dianggap menarik yang ditunjukan. Film dokumenter biasanya digunakan
tersebut, maka penelitian ini dilakukan guna mengetahui untuk tujuan informasi atau berita, pendidikan, biografi,
peran shake atau guncangan dalam menvisualisasikan film pengetahuan,ekonomi, sosial, politik (propaganda), dan lain
Tumiran. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian sebagainya.
kualitatif studi kasus dengan penjelasan deskriptif. Hasil Penyajian fakta pada film dokumenter dapat
analisis ditemukan peran shake terhadap emosi film sangat menggunakan berbagai metode atau cara. Film dokumenter
baik dan mudah dipahami. dapat merekam langsung saat kejadian atau peristiwa
tersebut terjadi (live). Proses produksi film dokumenter jenis
ini dapat dibuat dalam waktuyang singkat, hingga berbulan-
Kata Kunci : Film, Tumiran, Teknik Sinematografi, bulan, serta bertahun-tahun lamanya. (Pratista, 2008: 5).
Teknik shake. Pada tahun 2014 tercipta salah satu film dokumenter
berjudul Tumiran. Film Tumiran meraih tiga penghargaan
ABSTRAK antara lain Festival Film Dokumenter (FFD) sebagai film
Tumiran: one of the best documentary films in dokumenter terbaik dengan durasi panjang tahun 2014,
Indonesia (2014) is a film that have unique. Combines Apresiasi Film Indonesia (AFI) sebagai film dokumenter
models of various techniques to make this documentary film. terbaik kategori umum tahun 2014, dan Denpasar Film
The cinematographic technique displayed is very good and Festifal sebagai film dokumenter terbaik tahun 2014. Selain
easy to understand even though it looks irregular because of itu film ini juga ditayangkan pada akhir 2015 di Frankfurt
the shake. Based on what is considered interesting to be Book Festival di German dan di Indofilm Cafe, Nijmegen,
studied, this research was conducted to determine the role of Belanda (Kurniawan, wawancara 4 Februari 2014).
shake in visualizing Tumiran films. This research uses a Film Tumiran adalah film dokumenter biografi potret
qualitative type of case study with descriptive explanations. bergaya performatif. Biografi potret adalah jenis film
The results of the analysis found that the role of the shake on dokumenter yang lebih berkaitan dengan sosok seseorang.
film emotions was very well and easy to understand. Sosok yang diangkat menjadi tema utama biasanya
seseorang tertentu yang memiliki keunikan atau aspek yang
menarik. Film dokumenter jenis ini memperlihatkan sisi
Kata Kunci : Film, Tumiran, Cinematography, Shake human interest dari seseorang. Plot yang diambil biasanya
Technique adalah peristiwa penting dan krusial dari pemeran utama.
Isinya bisa berupa simpati, krtitik pedas, sanjungan, atau
Undang-Undang 8/1992 menjelaskan pengertian film bahkan pemikiran sang tokoh (Ayawaila : 2009),
adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media Vicky Hendri Kurniawan sebagai kreator film Tumiran
komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas menjelaskan film ini bercerita tentang seorang lelaki yang
sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, memiliki garis keturunan lurus dengan pelaku awal ritual
piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi Keboan di Banyuwangi. Tumiran adalah salah satu dari
lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui pelaku ritual Keboan. Ritual Keboan adalah bagian dari
2

budaya dan kesenian di Kabupaten Banyuwangi yang sangat data dilakukan dengan cara observasi tak berperanserta dan
unik dan menarik. Ritual Keboan adalah salah satu ritual studi pustaka.
yang masih dapat bertahan di era modern. Perjuangan dan Penelitian ini menggunakan data primer berupa film
pengorbanan yang sangat besar Tumiran berikan untuk tetap Tumiran dan teori shake blain brown. Sedangkan data
melestarikan ritual Keboan. Tumiran merupakan cerminan sekunder diperoleh dari jurnal, penelitian terdahulu, buku
dari masyarakat Indonesia yang hingga saat ini masih referensi, dan internet. Data yang telah terkumpul akan
menjunjung tinggi nilai dari sebuah tradisi. Potret perjuangan direduksi kemudian disajikan dalam bentuk screencapture
Tumiran dapat menjadi cerminan tentang seberapa besar adegan, potongan secene dan deskripsi untuk menjelaskan
seseorang dapat menghargai sebuah warisan budaya yang pembahasan. Setelah melakukan pembahasan akan ditarik
telah diberkan oleh leluhur. kesimpulan yang kemudian akan diverifikasi dengan cara
Tumiran telah menjadi pelaku ritual Keboan sejak masa membaca kembali data, teori dan pembahasan terhadap
remaja. Sejak 22 tahun yang lalu Tumiran merantau untuk objek penelitian.
menjadi nelayan tradisional di Lombok. Penghasilan yang
tidak menentu membuat kehidupan Tumiran penuh dengan
permasalahan ekonomi. Dengan berbagai hambatan dan Pembahasan
permasalahan yang ada, Tumiran yang telah berusia 63
tahun selalu berupaya untuk melewati semua itu agar tetap Visual yang ingin dihasilkan dari konsep shake adalah
dapat pulang kampung untuk menjadi pelaku ritual Keboan gambar yang tampak kasar dan buru-buru. Tingkat kasarnya
pada setiap tahunnya (Kurniawan, wawancara 14 Februari gambar yang dihasilkan oleh gerakan shake beragam dari
2014). satu film dengan film lainnya. Penggunaan shake adalah
Film merupakan suatu media yang terbentuk dari dua pilihan sineas yang memiliki tujuan spesifik, sebab visual
unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif gambarnya akan memunculkan kesan berbeda dari yang lain.
film merupakan unsur cerita yang membentuk film, bisa Blaine Brown dalam bukunya cinematography theory
dikatakan ini merupakan konten dari film. Unsur ini and practice menjelaskan bahwa shake memiliki kesan
berisikan ide besar cerita, alur cerita, karakterisasi, plot, dan ketergesa-gesaan dan energi yang tidak dapat ditiru dengan
lain sebagainya. Unsur sinematik merupakan aspek-aspek cara lain. Bagi penonton, shake dapat memberikan kesan
teknis dalam produksi sebuah film. Unsur sinematik terbagi realitas yang kuat seperti kerja kamera di reportase berita dan
menjadi empat elemen pokok, yaitu: Mise en scène, editing, dokumenter investigasi. Ketidakpastian gerakan shake dapat
suara,dan sinematografi. (Pratista, 2008:1). membawa rasa takut.
Mise en scène adalah semua hal yang ada di depan Film Tumiran memiliki 340 dari 391 gerakan shake
kamera. Mise en scène memiliki empat unsur pokok yaitu dengan persentase 87%. Beberapa gerakan non-shake sebatas
tata cahaya, kostum atau make-up, setting atau latar, serta shot pemandangan alam, transisi, dan hal-hal sederhana.
acting dan pergerakan pemain. Editing adalah transisi sebuah Dominasi Shake pada film ini memiliki peran yang sangat
gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya, pewarnaan gambar, besar.
dan sebagainya. Sedangkan suara adalah segala hal dalam Film Tumiran merupakan film dokumenter potret
film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. bergaya performatif. Tokoh utamanya adalah Tumiran
Sinematografi merupakan perlakuan pengambil gambar sebagai orang yang berjuang melestarikan kebudayaan lokal.
terhadap kamera serta hubungan kamera dengan obyek yang Film ini menunjukan realitas kehidupan.
diambil. (Pratista, 2008:1). Konstruksi awal film adalah mengenalkan para
Sinematografi adalah perlakuan kreator terhadap kamera tokohnya. Scene ini meunjukan visualisasi kesederhanaan
dan stok shot filmnya. Kreator tidak sekedar merekam kehidupan suami istri nelayan. Penggunaan anggle eye level
sebuah action semata namun juga mengontrol dan mengatur menunjukan kesetaraan realiti kehidupan dan framing antara
keseluruhan adegan tersebut diambil seperti sudut, lama Full Shot, Knee Shot, dan Medium Shot lebih condong
pengambilan, jarak, ketinggian, dan sebagainya (Pratista, menunjukan aktifitas keseharian dari Tumiran dan keluarga.
2008: 89). Penambahan move cam berupa follow dan pan right
memberikan konstruksi dan pemahaman pada penonton
keadaan lingkungan sekitar Tumiran.
Metode

Subjek penelitian ini adalah film Tumiran karya Vicky


Hendi Kurniawan yang diproduksi pada tahun 2014 ketika
menyelesaikan tugas akhir S1. Sedangkan yang menjadi
objek penelitian adalah tokoh Tumiran. Penelitian dilakukan
delapan bulan mulai bulan Maret 2019 hingga Desember
2019. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif
kualitatif dengan hasil analisis induktif. Teknik pengumpulan
3

Gambar 1. Keakraban Nelayan Menyambut Temannya Yang


Datang
Film Tumiran 2014 (1:26)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)

Shake pada awal film ini memberikan kesan


tersendiri. Penonton seperti melihat langsung di kehidupan
nyata tanpa adanya perencanaan. Emosi kesederhanaan
secara perlahan dimasukan untuk mengenalkan film ini.
Tahapan selanjutnya adalah membangun karakter Gambar 3. Tumiran berkomunikasi dengan pembeli perahu
dari tokoh yang dikenalkan beserta kehidupannya. Scene ini Film Tumiran 2014 (18:16)
menunjukan kesederhanaan kehidupan perkampungan (doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)
nelayan. Kehidupan perkampungan yang damai dan rukun. Penggunaan eye level digunakan untuk konstruksi
netral pada scene ini. Low angle digunakan untuk calon
pembeli sehingga memberi kesan berkuasa. Frame sempit
berupa close up dan medium close up digunakan untuk
menunjukan ekspresi. Shake pada scene ini memberi kesan
bahwasannya semua adegan dilakukan tanpa rencana dan
subjek yang direkam tidak merasa ada kamera.
Karena tidak menemukan titik sepakat pada penjualan
perahu. Akhirnya Tumiran berusaha mencari pinjaman. Pada
scene ini menunjukan kesungguhan Tumiran dalam berusaha
mengikuti ritual keboan. Kesungguhan inilah yang menjadi
Gambar 2. Anak kecil bermain dipantai unsur naritif terpenting dalam cerita film dokumenter ini.
Film Tumiran 2014 (8:20)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)

Pengambilan gambar menggunakan sudut


pengambilan gambar high anggle menunjukan kesan
dramatik dan objek memiliki status sosial yang rendah.
Penambahan medium shot dan full shot memberikan ruang
bagi penonton untuk melihat lingkungan sekitar objek. Shake
pada shot ini menambah kesan dramatik. Konstrusi
pengenalan karakter sudah terbangun. Penonton memahami
kesederhanaan kehidupan keluarga Tumiran. Gambar 4. Tumiran berkomunikasi dengan pegawai koperasi
Tumiran merupakan penduduk asli Banyuwangi Film Tumiran 2014 (18:13)
yang merantau di Lombok. Tumiran memiliki garis (doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)
keturunan lurus dengan pelaku awal ritual Keboan di
Banyuwangi. Peran Tumiran sebagai keturunan pelaku ritual High Anggle memberikan kesan subjek teraniaya
keboan serta trance apabila tidak mengikuti membuatnya dan kecil. Pada scene Tumiran meminjam uang, high angle
berteguh hati untuk hadir dalam acara tersebut. mampu memberi kesan mendalam dari kesulitan keluarga
Ekonomi sulit menjadi konflik utama dalam film Tumiran. Penggunaan frame sempit menunjukan ekspresi
ini. Penghasilan Tumiran sebagai nelayan yang tidak dari subjek. Shake pada scene ini memberikan kesan film
menentu. Cuaca yang tidak bersahabat menambah kesulitan documenter tanpa perencanaan.
ekonomi keluarga saat acara keboan. Budaya Keboan merupakan tradisi turun-temurun di
Perjuangan Tumiran dalam mengikuti keboan menjadi Kabupaten Banyuwangi. Salah satu ajang wisata yang selalu
jalan cerita dalam film documenter ini. Tumiran berencana menjadi tontonan bagi turis local maupun manca negara.
menjual perahunya sampai mencari pinjaman demi Film Tumiran memberi visual seakan-akan penonton melihat
mengikuti ritual keboan. secara langsung acara budaya ini.
Tumiran berusaha keras untuk bisa mengikuti upacara Film Tumiran berfokus pada Tumiran sebagai salah
keboan. Tumiran berencana menjual perahunya. Padahal satu pelestari budaya keboan di tanah kelahirannya. Sineas
perahu itu merupakan alat utama mata pencahariaannya. menunjukan visualisasi keboan kepada penonton. Scene ini
Rangkaian scene di atas menunjukan kesungguhan usaha menunjukan awal pengenalan magis kepada penonton.
Tumiran. Namun pada akhirnya tidak ditemukan titik harga
yang disepakati.
4

Gambar 5. Warga menggendong Tumiran yang kesurupan Gambar 7. Rohimah berusaha menyadarkan Tumiran
Film Tumiran 2014 (31:20) Film Tumiran 2014 (39:49)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019) (doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni
2019)
Pengambilan gambar di awali dengan frame full
shot dengan maksud penonton melihat keadaan sekitar. Shot dengan frame extreme close up, close up, dan
Selanjutnya frame berubah lebih mendalam ke arah medium medium close up fokus pada ekspresi dan detail objek yang
shot dan close up untuk menunjkan keadaan lebih spesifik. ingin ditunjukan sineas kepada penonton. Sedangkan frame
Pengambilan gambar sebagian besar dengan sudut high yang lebih luas seperti medium shot dan full shot lebih
anggle memberikan kesan kesederhanaan. Pergerkan kamera menunjukan dengan keadaan sekitar.
follow sehingga visual terlihat dinamis. Shake pada shot ini Pengambilan dengan sudut eye level memberi kesan
menambahkan kesan dramatis. Penonton disajikan netral. Pergerakan yang didominasi follow mengajak kita
pengenalan unsur magis pada budaya keboan. Sineas mengikuti keadaan pemeran utama. Sedangkan pergerakan
mengarahkan objektifitas penonton lebih kepada budaya kamera lainnya menunjukan situasi kondisi disana. Shake
keboan. pada bagian ini memberi visual pada penonton seakan-akan
Keboan merupakan budaya yang memiliki keunikan menyaksikan langsung acara tersebut lewat mata kamera
tersendiri. Pelaku ritual keboan akan mengalami trance sineas. Kamera berguncang namun penonton tetap bisa
sehingga melakukan hal-hal diluar kewajaran manusia. melihat acara dan pemeran utama dengan baik. Hal inilah
Mereka akan berlaku layaknya kerbau. Keunikan inilah yang yang melatar belakangi penambahan shake pada scene ini.
nantinya akan ditunjukan pada film ini. Film dokumenter atau non-fiksi merupakan film
Tahapan selanjutnya adalah menunjukan pada yang merekam kejadian nyata. Film yang dibuat tanpa
penonton detail dari keboan. Sineas menyajikan visual perencanaan. Namun subjektivitas atau sudut pandang sineas
berupa atraksi utama keboan. Tumiran tanpa sadar sangat mempengaruhi unsur naratif film.
berkubang, berlarian, dan memakan barang tidak lazim. Film dokumenter mampu memberikan ilmu,
pengalaman, serta mengajak penonton memiliki subjektifitas
seperti sineas. Ilmu dan pengalaman berupa paparan
informasi dari audio visual yang dibuat sineas. Ajakan pada
penonton berupa cara pandang sineas dalam meyampaikan
film.
Shake pada film Tumiran memberikan kesan
bahwasannya film ini nyata, tanpa perencanaan, dan
dokumentasi secara langsung. Faktanya film ini
membutuhkan kajian terlebih dahulu. Pemeran memang asli
namun perlu penambahan arahan.
Gambar 6. Mulut Tumiran
Film Tumiran 2014 (38:25)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan ada tiga aspek yang mewakili teori pergerakan
kamera shake pada film dokumenter Tumiran karya Vicky
Hendry Kurniawan. Tiga aspek tersebut mampu membuat
penonton terbawa konflik perasaan sekaligus mengetahui
kekayaan budaya.
Shake mampu menambah emosi untuk penonton.
Pergerakannya yang terlihat kacau karena guncangan
membuat penonton merasakan bahwasannya film ini sebatas
merekam keaadaan yang terjadi tanpa perencanaan. Pasalnya
gerakannya terkesan berantakan.
5

Shake selanjutnya memberikan kesan keadaan yang Semedhy, Bambang. 2011. Sinematografi-Videografi ;
dirasakan sineas. Penonton dapat melihat keadaan seperti Suatu Pengantar. Bogor : Ghalia Indonesia.
yang sineas lihat. Penonton disuguhkan keindahan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
kebudayaan keboan beserta atraksi didalamnya. dan R&D. Bandung: Afabeta
Aspek terakhir, shake digunakan untuk membentuk Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013.Metode Penelitian
ciri khas dari film dokumenter. Shake digunakan pada Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
hampir keseluruhan film. Total 340 dari 391 atau 87% Widagdo, Bayu & Gora, Winastwan. 2007. Bikin Film
gerakan shake. Memberikan kesan bahwasannya film ini Indie itu Mudah. Bandung: CV. ANDI OFFSET.
benar-benar realism.
Pengambilan sudut pandang kamera yang baik
membuat penonton memahami emosi dari film. Ukuran
visual atau frame gambar memberikan visual yang spesifik
pada objek. Serta pergerakan kamera memberikan visual
yang diinginkan penonton.
Setelah penulis melakukan penelitian dan analisis
secara mendalam terhadap teknik shake pada film Tumiran.
Peneliti menemukan masih banyak aspek yang
mempengaruhi emosi penonton seperti editing, mise-en-
scene, continuity, maupun komposisi. Bagi peneliti
selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan aspek dengan
objek film yang sama ataupun film yang berbeda misalnya
peran anggle dalam menggambarkan Tumiran. Diharapkan
penelitian ini mampu menjadi referensi, manfaat, dan
inspirasi pada penelitian selanjutnya.

Daftar Pustaka
Ayawaila, G. R. 2009. Dokumenter Dari Ide Sampai
Produksi. Jakarta: Fakultas Film Dan Televisi, IKJ.
Baskin, Askurifai. 2009. Jurnalistik Televisi Teori dan
Praktik. Bandung:Simbiosa Rekatama Media.
Brown, Blain, Cinematography Theory and Practice,
Oxford, Focal Press, 2002. Widagdo, M. Bayu dan
Winastwan Gora S, Bikin Sendiri Film Kamu,
Yogyakarta: PD Anindya, 2004.
Bungin Burhan, 2004. Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta :PT Rajagrafindo Persada.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami semiotika
Media. Yogyakarta:Jalasutra.
Darmin, Sudarwan, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif:
Rancangan Metodologi, Presentasi, dan Publikasi
Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti
Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan, Dan
Humaniora. Bandung : Pustaka Setia.
Javadalasta Panca. 2011. Lima Hari Mahir Bikin Film.
Jakarta : Mumtaz Media.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Lexy J. Moleong. 2005. metodologi penelitian kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis
Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode
Baru. Jakarta: UIP
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta:
Homerian Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai