budaya dan kesenian di Kabupaten Banyuwangi yang sangat data dilakukan dengan cara observasi tak berperanserta dan
unik dan menarik. Ritual Keboan adalah salah satu ritual studi pustaka.
yang masih dapat bertahan di era modern. Perjuangan dan Penelitian ini menggunakan data primer berupa film
pengorbanan yang sangat besar Tumiran berikan untuk tetap Tumiran dan teori shake blain brown. Sedangkan data
melestarikan ritual Keboan. Tumiran merupakan cerminan sekunder diperoleh dari jurnal, penelitian terdahulu, buku
dari masyarakat Indonesia yang hingga saat ini masih referensi, dan internet. Data yang telah terkumpul akan
menjunjung tinggi nilai dari sebuah tradisi. Potret perjuangan direduksi kemudian disajikan dalam bentuk screencapture
Tumiran dapat menjadi cerminan tentang seberapa besar adegan, potongan secene dan deskripsi untuk menjelaskan
seseorang dapat menghargai sebuah warisan budaya yang pembahasan. Setelah melakukan pembahasan akan ditarik
telah diberkan oleh leluhur. kesimpulan yang kemudian akan diverifikasi dengan cara
Tumiran telah menjadi pelaku ritual Keboan sejak masa membaca kembali data, teori dan pembahasan terhadap
remaja. Sejak 22 tahun yang lalu Tumiran merantau untuk objek penelitian.
menjadi nelayan tradisional di Lombok. Penghasilan yang
tidak menentu membuat kehidupan Tumiran penuh dengan
permasalahan ekonomi. Dengan berbagai hambatan dan Pembahasan
permasalahan yang ada, Tumiran yang telah berusia 63
tahun selalu berupaya untuk melewati semua itu agar tetap Visual yang ingin dihasilkan dari konsep shake adalah
dapat pulang kampung untuk menjadi pelaku ritual Keboan gambar yang tampak kasar dan buru-buru. Tingkat kasarnya
pada setiap tahunnya (Kurniawan, wawancara 14 Februari gambar yang dihasilkan oleh gerakan shake beragam dari
2014). satu film dengan film lainnya. Penggunaan shake adalah
Film merupakan suatu media yang terbentuk dari dua pilihan sineas yang memiliki tujuan spesifik, sebab visual
unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif gambarnya akan memunculkan kesan berbeda dari yang lain.
film merupakan unsur cerita yang membentuk film, bisa Blaine Brown dalam bukunya cinematography theory
dikatakan ini merupakan konten dari film. Unsur ini and practice menjelaskan bahwa shake memiliki kesan
berisikan ide besar cerita, alur cerita, karakterisasi, plot, dan ketergesa-gesaan dan energi yang tidak dapat ditiru dengan
lain sebagainya. Unsur sinematik merupakan aspek-aspek cara lain. Bagi penonton, shake dapat memberikan kesan
teknis dalam produksi sebuah film. Unsur sinematik terbagi realitas yang kuat seperti kerja kamera di reportase berita dan
menjadi empat elemen pokok, yaitu: Mise en scène, editing, dokumenter investigasi. Ketidakpastian gerakan shake dapat
suara,dan sinematografi. (Pratista, 2008:1). membawa rasa takut.
Mise en scène adalah semua hal yang ada di depan Film Tumiran memiliki 340 dari 391 gerakan shake
kamera. Mise en scène memiliki empat unsur pokok yaitu dengan persentase 87%. Beberapa gerakan non-shake sebatas
tata cahaya, kostum atau make-up, setting atau latar, serta shot pemandangan alam, transisi, dan hal-hal sederhana.
acting dan pergerakan pemain. Editing adalah transisi sebuah Dominasi Shake pada film ini memiliki peran yang sangat
gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya, pewarnaan gambar, besar.
dan sebagainya. Sedangkan suara adalah segala hal dalam Film Tumiran merupakan film dokumenter potret
film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. bergaya performatif. Tokoh utamanya adalah Tumiran
Sinematografi merupakan perlakuan pengambil gambar sebagai orang yang berjuang melestarikan kebudayaan lokal.
terhadap kamera serta hubungan kamera dengan obyek yang Film ini menunjukan realitas kehidupan.
diambil. (Pratista, 2008:1). Konstruksi awal film adalah mengenalkan para
Sinematografi adalah perlakuan kreator terhadap kamera tokohnya. Scene ini meunjukan visualisasi kesederhanaan
dan stok shot filmnya. Kreator tidak sekedar merekam kehidupan suami istri nelayan. Penggunaan anggle eye level
sebuah action semata namun juga mengontrol dan mengatur menunjukan kesetaraan realiti kehidupan dan framing antara
keseluruhan adegan tersebut diambil seperti sudut, lama Full Shot, Knee Shot, dan Medium Shot lebih condong
pengambilan, jarak, ketinggian, dan sebagainya (Pratista, menunjukan aktifitas keseharian dari Tumiran dan keluarga.
2008: 89). Penambahan move cam berupa follow dan pan right
memberikan konstruksi dan pemahaman pada penonton
keadaan lingkungan sekitar Tumiran.
Metode
Gambar 5. Warga menggendong Tumiran yang kesurupan Gambar 7. Rohimah berusaha menyadarkan Tumiran
Film Tumiran 2014 (31:20) Film Tumiran 2014 (39:49)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019) (doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni
2019)
Pengambilan gambar di awali dengan frame full
shot dengan maksud penonton melihat keadaan sekitar. Shot dengan frame extreme close up, close up, dan
Selanjutnya frame berubah lebih mendalam ke arah medium medium close up fokus pada ekspresi dan detail objek yang
shot dan close up untuk menunjkan keadaan lebih spesifik. ingin ditunjukan sineas kepada penonton. Sedangkan frame
Pengambilan gambar sebagian besar dengan sudut high yang lebih luas seperti medium shot dan full shot lebih
anggle memberikan kesan kesederhanaan. Pergerkan kamera menunjukan dengan keadaan sekitar.
follow sehingga visual terlihat dinamis. Shake pada shot ini Pengambilan dengan sudut eye level memberi kesan
menambahkan kesan dramatis. Penonton disajikan netral. Pergerakan yang didominasi follow mengajak kita
pengenalan unsur magis pada budaya keboan. Sineas mengikuti keadaan pemeran utama. Sedangkan pergerakan
mengarahkan objektifitas penonton lebih kepada budaya kamera lainnya menunjukan situasi kondisi disana. Shake
keboan. pada bagian ini memberi visual pada penonton seakan-akan
Keboan merupakan budaya yang memiliki keunikan menyaksikan langsung acara tersebut lewat mata kamera
tersendiri. Pelaku ritual keboan akan mengalami trance sineas. Kamera berguncang namun penonton tetap bisa
sehingga melakukan hal-hal diluar kewajaran manusia. melihat acara dan pemeran utama dengan baik. Hal inilah
Mereka akan berlaku layaknya kerbau. Keunikan inilah yang yang melatar belakangi penambahan shake pada scene ini.
nantinya akan ditunjukan pada film ini. Film dokumenter atau non-fiksi merupakan film
Tahapan selanjutnya adalah menunjukan pada yang merekam kejadian nyata. Film yang dibuat tanpa
penonton detail dari keboan. Sineas menyajikan visual perencanaan. Namun subjektivitas atau sudut pandang sineas
berupa atraksi utama keboan. Tumiran tanpa sadar sangat mempengaruhi unsur naratif film.
berkubang, berlarian, dan memakan barang tidak lazim. Film dokumenter mampu memberikan ilmu,
pengalaman, serta mengajak penonton memiliki subjektifitas
seperti sineas. Ilmu dan pengalaman berupa paparan
informasi dari audio visual yang dibuat sineas. Ajakan pada
penonton berupa cara pandang sineas dalam meyampaikan
film.
Shake pada film Tumiran memberikan kesan
bahwasannya film ini nyata, tanpa perencanaan, dan
dokumentasi secara langsung. Faktanya film ini
membutuhkan kajian terlebih dahulu. Pemeran memang asli
namun perlu penambahan arahan.
Gambar 6. Mulut Tumiran
Film Tumiran 2014 (38:25)
(doc. Screenshot oleh Rulli Bagus Pratama, 14 Juni 2019)
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan ada tiga aspek yang mewakili teori pergerakan
kamera shake pada film dokumenter Tumiran karya Vicky
Hendry Kurniawan. Tiga aspek tersebut mampu membuat
penonton terbawa konflik perasaan sekaligus mengetahui
kekayaan budaya.
Shake mampu menambah emosi untuk penonton.
Pergerakannya yang terlihat kacau karena guncangan
membuat penonton merasakan bahwasannya film ini sebatas
merekam keaadaan yang terjadi tanpa perencanaan. Pasalnya
gerakannya terkesan berantakan.
5
Shake selanjutnya memberikan kesan keadaan yang Semedhy, Bambang. 2011. Sinematografi-Videografi ;
dirasakan sineas. Penonton dapat melihat keadaan seperti Suatu Pengantar. Bogor : Ghalia Indonesia.
yang sineas lihat. Penonton disuguhkan keindahan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
kebudayaan keboan beserta atraksi didalamnya. dan R&D. Bandung: Afabeta
Aspek terakhir, shake digunakan untuk membentuk Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013.Metode Penelitian
ciri khas dari film dokumenter. Shake digunakan pada Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
hampir keseluruhan film. Total 340 dari 391 atau 87% Widagdo, Bayu & Gora, Winastwan. 2007. Bikin Film
gerakan shake. Memberikan kesan bahwasannya film ini Indie itu Mudah. Bandung: CV. ANDI OFFSET.
benar-benar realism.
Pengambilan sudut pandang kamera yang baik
membuat penonton memahami emosi dari film. Ukuran
visual atau frame gambar memberikan visual yang spesifik
pada objek. Serta pergerakan kamera memberikan visual
yang diinginkan penonton.
Setelah penulis melakukan penelitian dan analisis
secara mendalam terhadap teknik shake pada film Tumiran.
Peneliti menemukan masih banyak aspek yang
mempengaruhi emosi penonton seperti editing, mise-en-
scene, continuity, maupun komposisi. Bagi peneliti
selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan aspek dengan
objek film yang sama ataupun film yang berbeda misalnya
peran anggle dalam menggambarkan Tumiran. Diharapkan
penelitian ini mampu menjadi referensi, manfaat, dan
inspirasi pada penelitian selanjutnya.
Daftar Pustaka
Ayawaila, G. R. 2009. Dokumenter Dari Ide Sampai
Produksi. Jakarta: Fakultas Film Dan Televisi, IKJ.
Baskin, Askurifai. 2009. Jurnalistik Televisi Teori dan
Praktik. Bandung:Simbiosa Rekatama Media.
Brown, Blain, Cinematography Theory and Practice,
Oxford, Focal Press, 2002. Widagdo, M. Bayu dan
Winastwan Gora S, Bikin Sendiri Film Kamu,
Yogyakarta: PD Anindya, 2004.
Bungin Burhan, 2004. Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta :PT Rajagrafindo Persada.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami semiotika
Media. Yogyakarta:Jalasutra.
Darmin, Sudarwan, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif:
Rancangan Metodologi, Presentasi, dan Publikasi
Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti
Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan, Dan
Humaniora. Bandung : Pustaka Setia.
Javadalasta Panca. 2011. Lima Hari Mahir Bikin Film.
Jakarta : Mumtaz Media.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Lexy J. Moleong. 2005. metodologi penelitian kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis
Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode
Baru. Jakarta: UIP
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta:
Homerian Pustaka.