MENULIS CERITA
FILM PENDEK
SEBUAH MODUL WORKSHOP
PENULISAN SKENARIO TINGKAT DASAR
Tim Penyusun :
Perdana Kartawiyudha (koordinator)
Baskoro Adi Wuryanto
Damas Cendekia
Melody Muchransyah
Rahabi Mandra
1
MENULIS CERITA FILM PENDEK
SEBUAH MODUL WORKSHOP
PENULISAN SKENARIO TINGKAT DASAR
Tim Penyusun :
Perdana Kartawiyudha (koordinator)
Baskoro Adi Wuryanto
Damas Cendekia
Melody Muchransyah
Rahabi Mandra
Diterbitkan Oleh :
Pusat Pengembangan Perfilman
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2
Kata Pengantar
Kapusbang Film
3
Daftar Isi
BAB 4: Karakter 53
a) Pengertian Karakter 54
b) Tipe Karakter 55
c) Character Brakdown 56
d) Three Dimensional Character 63
4
BAB 5: Struktur 3 Babak 69
BAB 6: Plot 82
a) Konsep Plot 82
b) Chekhov’s Gun Theory 84
5
BAB 1
6
disebut film (lapisan berikut kertasnya).Baru pada tahun 1920,
para penggiat perekam gambar merasa bahwa gambar bergerak
yang mereka buat bukan lagi sekadar rekaman, melainkan suatu
bentuk karya, suatu ciptaan seni. Maka makna film bergeser,
cukup jauh, dari sekadar lapisan, menjadi suatu bentuk seni.
7
gerakan, dari kata kerja κινώ (kino), yang berarti gerak.
8
menggunakan teknik animasi tradisional; menggunakan teknik
CGI (computer-generated imagery) dan animasi komputer; atau
dengan mengombinasikan sebagian atau semua teknik ini serta
penggunaan efek visual lainnya.
9
pertunjukan dibeli, serta ketika skenario dibuat. Pencarian
dana dilakukan pada tahap ini dan diselesaikan.
2. Pra-produksi — persiapan untuk syuting dilakukan di
tahap ini. Kru dan pemain ditentukan, lokasi syuting dipilih
dan dikunci, semua set dibangun.
3. Produksi — semua elemen-elemen mentah (gambar,
suara, efek visual) dari film direkam selama proses
syuting
4. Pasca-produksi — Gambar, suara, efek visual, dan
semua elemen yang sudah direkam diedit dan
dimatangkan di tahap ini.
5. Distribusi — Hasil akhir film didistribusikan dan
ditayangkan di bioskop, festival, atau tempat-tempat
penayangan lainnya.
Development
Pada tahap ini, produser dari proyek film memilih cerita, bisa
datang dari buku, pertunjukan teater, dari film lain, dari kisah
nyata, video game, komik, novel grafik, ide original, dan lain-lain.
Setelah menentukan tema atau mengembangkan pesan yang
ingin disampaikan, produser bekerja dengan penulis skenario
untuk menyiapkan sinopsis. Selanjutnya, mereka membuat
outline atau kerangka untuk menjabarkan cerita menjadi adegan-
adegan dan fokus pada pembentukan struktur dramatik. Salah
satu cara lain (yang biasa dilakukan di animasi) untuk
mengembangkan sinopsis menjadi skenario adalah melalui
pembuatan treatment, biasanya 25-30 halaman berisi deskripsi
cerita, mood, dan karakter. Biasanya hanya sedikit sekali dialog
dan pengarahan adegan, dan berisi gambar-gambar untuk
mempermudah visualisasi adegan-adegan penting.
10
beberapa bulan. Penulis skenario bisa melakukan rewrite
beberapa kali untuk mengembangkan dramatisasi, kejelasan
tulisan, struktur, karakter, dialog, dan keseluruhan style cerita.
Kadang-kadang produser melewati proses perbaikan yang
dilakukan penulis skenario, dan memasukkan skenario yang
sudah dimiliki ke dalam proses script coverage;produser
membawa skenario kepada investor, studio, production house
lain, dan pihak-pihak terkait yang berminat untuk menilai (dan
memperbaiki) skenario tersebut. Produser akan memiliki catatan-
catatan menyeluruh terhadap skenario, untuk kemudian bisa
diperbaiki oleh penulis skenario, script doctor, atau oleh penulis
skenario lain.
Distributor film sudah bisa dihubungi pada tahap ini, agar mereka
bisa menilai di pasar seperti apa film ini bisa dijual, dan menilai
potensi suksesnya film ini secara finansial. Distributor-distributor
Hollywood mengadopsi pendekatan bisnis yang keras dan
menganggap penting faktor-faktor seperti genre film, target
penonton, kesuksesan film-film yang mirip yang pernah dibuat
sebelumnya, aktor-aktor yang bisa muncul di film, serta
sutradara-sutradara potensial. Semua faktor ini dapat memberi
gambaran sebuah film dapat memiliki sekian calon penonton.
Tidak semua film meraih keuntungan dari penayangan di bioskop
saja, jadi perusahaan-perusahaan film akan mempertimbangkan
kemungkinan pemasukan lain lewat penjualan DVD, penayangan
di televisi, serta bentuk distribusi lain.
11
Tahap pencarian dana dan dukungan ini tidak mudah. Banyak
proyek yang gagal melewati tahap ini. Bila presentasi berhasil,
film menerima “lampu hijau,” artinya proyek tersebut sudah dapat
dukungan finansial: dari production house atau studio besar,
investor independen, atau kumpulan/asosiasi/penggiat film.
Pra-Produksi
Pada tahap pra-produksi, setiap langkah konkrit dalam membuat
film benar-benar didesain dan direncanakan dengan matang.
Perusahaan didirikan dan kantor produksi dibangun. Konsep film
dibayangkan dan diprevisualisasikan oleh sutradara, dan bisa
dibuatkan storyboard dengan bantuan ilustrator dan storyboard
artist.Anggaran produksi dibuat untuk memperkirakan biaya
pengeluaran. Untuk produksi besar, biasanya akan
memperhitungkan asuransi untuk perlindungan terhadap
kecelakaan.
12
dan biaya akan menentukan jumlah dan jenis kru yang terlibat
selama pembuatan film. Banyak sekali film terkenal hollywood
yang mempekerjakan ratusan kru plus pemain, sementara film
independen beranggaran rendah memiliki delapan kru saja (atau
bahkan kurang).
13
Desainer produksi: menciptakan konsep visual film, bekerja sama
dengan penata artistik.
14
Sound designer: menciptakan konsep aural dalam film. Dalam
beberapa produksi, seorang sound designer kadang disebut
sebagai director of audiography.
Produksi
Dalam tahap produksi, pengambilan gambar, suara, dan elemen
mentah lainnya dilakukan. Kru akan lebih banyak dipekerjakan di
sini, seperti property master, script continuity report/script
supervisor, asisten sutradara, fotografer still, on location editor,
dan sebagainya. Ini hanya sebagian peran yang biasa muncul
dalam pembuatan film; sebuah rumah produksi memiliki
kebebasan untuk mengombinasikan, menyatukan, atau memilah
peran-peran para kru sesuai dengan kebutuhan produksi.
15
melakukan perekaman.
16
Sebuah take akan selesai ketika sutradara menyerukan “cut!”
dan kamera serta suara akan berhenti merekam. Seorang script
continuity report/script supervisor akan mencatat segala hal yang
bersangkutan dengan kesinambungan adegan, sementara tim
suara dan kamera akan membuat catatan teknis tentang take
tersebut di lembaran laporan masing-masing. Jika sutradara
memutuskan melakukan take lagi, maka seluruh proses akan
diulang. Setelah puas, kru akan bergeser ke posisi atau “setup”
kamera berikutnya dan merekam lagi, terus saja sampai scene
tersebut tercakup semua. Setelah syuting scene tersebut selesai,
astrada akan menyerukan “bungkus” atau “wrap” atau “moving
on” atau “next scene.” Setiap kru yang bersangkutan akan
membereskan scene tersebut dan pindah ke scene berikutnya,
atau selesai.
17
Untuk produksi live-action (adegan nyata, bukan adegan berbasis
CGI), salah satu tantangannya adalah menyelaraskan jadwal
kerja dari pemain utama dan para kru, karena pada setiap scene
yang akan direkam, mereka dituntut hadir di waktu dan tempat
yang sama. Film animasi memiliki alur kerja yang berbeda; para
pengisi suara bisa merekam suara mereka di studio rekam pada
waktu yang berbeda dan baru bertemu satu sama lain pada saat
penayangan perdana; pembuat gerak rambut dan pembuat
tekstur kulit pada suatu karakter bisa tidak bertemu sama sekali.
Pasca-produksi
Pada tahap ini, materi mentah syuting “dimasak” kembali oleh
editor.Bayangkan sebuah dapur dan seorang koki, bahan
masakan terbaik sudah dipetik, tinggal diracik hingga matang.
Editor memilah shot dan membangun lagi adegan-adegan. Tidak
menutup kemungkinan bahwa struktur penceritaan yang ada di
skenario bisa berubah total setelah masuk ruang editing. Adegan
di menit 60 bisa saja dipindahkan ke awal film, dan adegan
ending bisa diletakkan di tengah-tengah, dan sangat
memungkinkan menjadikan film itu memiliki struktur yang lebih
baik.
18
Lalu visual efek berbasis komputer grafik juga dilakukan di tahap
ini, seperti menambahkan efek darah, pecahan kaca pada mobil,
menggeser posisi bulan, menambah awan dan pepohonan pada
sebuah scene pemandangan, memperbanyak jumlah manusia
pada stadion, dan lain sebagainya. Setelah semua gambar
lengkap, film akan diwarnai kembali oleh colorist sesuai dengan
look yang diharapkan. Warna antar shot diselaraskan (karena
biasanya shot satu dan shot lain memiliki komposisi warna yang
beda, atau sering disebut belang). Biasanya film-film horor akan
memanfaatkan warna-warna dingin, sementara film drama
romantis akan menggunakan warna-warna hangat.
Distribusi
Distribusi adalah tahap akhir.Di industri film di luar ada peran
distributor yang bekerja mendistribusikan film.Di Indonesia,
biasanya produser sendiri yang melakukan distribusi.Film yang
sudah dibuat dirilis ke bioskop, ke festival, atau bisa juga
langsung ke konsumen melalui media DVD, VCD, Blu-ray, atau
unduh langsung dari provider media digital. Film akan diduplikasi
sesuai kebutuhan (ke pita film atau ke harddrive) dan
didistribusikan ke bioskop untuk ditayangkan. Produser atau
distributor akan mempublikasikan poster, flyer, press kit, trailer
film, dan materi pemasaran lainnya untuk mempromosikan film.
Tidak menutup kemungkinan bagi produser atau distributor untuk
merilis materi mentah film kepada kalangan tertutup (pers dan
wartawan) ditambah rekaman dokumentasi di balik layar, untuk
memperkuat promosi.
19
Distributor film biasanya merilis film dengan mengadakan launch
party, premiere beserta red-carpet, press release, wawancara
dengan wartawan, preview bersama pers, dan penayangan pada
festival film. Banyak film yang berpromosi menggunakan website
tersendiri, terpisah dari website milik production house atau milik
distributor. Untuk film-film skala besar, pemain dan kru penting
biasanya dikontrak untuk berpartisipasi mempromosikan film
melalui tur. Mereka diminta hadir ke festival dan penayangan
perdana, diwawancara oleh televisi, radio, jurnalis cetak dan
online. Film tertentu mungkin saja melakukan tur lebih dari satu
kali, untuk memunculkan kembali permintaan pasar terhadap film
tersebut selama jangka waktu tayang berlangsung.
d. Film independen
Bila semua hal di atas rasanya terlalu rumit, mungkin bisa dimulai
dengan membuat film independen. Pembuatan film independen,
atau independent filmmaking, adalah proses pembuatan film
20
yang tidak menggunakan pakem-pakem mainstream di atas.
Karena keterbatasan atau kebutuhan tertentu, pembuat film
memutuskan untuk memproduksi dengan caranya sendiri. Hal ini
bisa dilakukan mengingat perkembangan teknologi yang ada
sekarang memungkinkan seseorang untuk syuting dan mengedit
film mereka sendiri, merekam dan mengedit suara, membuat
musik, dan mematangkan film menggunakan komputer rumah.
21
e. Sikap pembuat film sebagai individu dan sebagai bagian
dalam tim
Ini bukan hal yang mudah.Mau tidak mau harus diakui bahwa
seorang sutradara harus bisa memanipulasi, atau dalam istilah
yang lebih positif, mampu bernegosiasi.Keahlian yang harus
dimiliki untuk menguasai kemampuan ini sebenarnya bukan
kepekaan terhadap estetika, tetapi keahlian berkomunikasi
secara efektif bahkan pada saat situasi buruk.Seorang sutradara
yang baik harus pintar berbicara, namun lebih penting lagi harus
pandai mendengarkan.
22
diinginkan produser dan pemodal. Lalu ia harus mengerti apa
yang harus dikatakan dan bagaimana cara menyampaikan
keinginan itu.
23
banyak senjata untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.
24
semua masalah terang benderang.
9. Jujur dan baik hati. Tidak ada kata yang lebih tepat daripada
kata-kata klise dalam pelajaran moral ini.Kebaikan hati dan
kejujuran seringkali tidak lagi dianggap sekarang ini. Belakangan
ini pendekatan yang lebih keras, seperti suara lantang,menjadi
penuntut, dan tanpa kompromi, nampaknya adalah cara yang
efektif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari seseorang.
Belum tentu. Orang-orang akan merespon kejujuran dan
kebaikan hati dengan cara yang positif. Melatih cara berbicara
25
kepada tim dengan keterbukaan dan perhatian akan
mendapatkan hasil yang lebih produktif, bahkan dalam situasi
yang buruk sekali pun.
10. Tanya apa yang dibutuhkan oleh tim. Pada saat melakukan
wawancara, coba untuk tanyakan kepada calon kru atau pemain
apa kira-kira yang dibutuhkannya agar pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik. Dengan menanyakan pertanyaan ini
akan menunjukkan bahwa kita peduli dan ingin tahu betul potensi
yang mereka miliki. Dengan demikian, setelah mereka
menyatakan hal-hal yang dapat membangkitkan semangat
mereka untuk bekerja, mereka juga akan terdorong untuk
melakukan yang terbaik untuk proyek kita.
26
27
BAB 2
28
(1)
Anda sedang tiduran di kamar, kemudian ibu anda msuk ke dalam
kamar dan ngomel, “Kamu jangan ngerokok, jangan narkoba, jangan
nakal, jangan pulang malam!” Kemudian ibu Anda keluar.
dan
(2)
Ibu anda masuk ke kamar saat anda sedang tiduran. Beliau duduk
dan bercerita, “Kamu ingat teman Papa, Om Anton? Beliau
meninggal karena kanker paru-paru. Kamu jangan merokok ya?”.
29
bisa membeli komputer dengan spesifikasi lebih baik, namun
mereka tetap membeli komputer Apple yang harganya lebih
tinggi. Keputusan yang dibuat berdasarkan emosi.
Begitu Anda bisa membuat cerita yang baik, Anda akan nyaris
bisa menjual apapun.
30
penulis skenario layar lebar hanya dua hingga tiga tiap
tahunnya.Jadi dalam setahun sebenarnya kita hanya butuh
antara satu-tiga ide cerita yang bagus.
31
Kalau tidak diabadikan di dalam catatan, kita bisa kehilangan
sebuah ide selama-lamanya.
c. Mengamati Berita
Lantas salah satu ide itu bisa kita bawa kepada jenis cerita atau
genre yang tengah menarik perhatian kita. Misalnya kita sedang
ingin membuat horor – kita ambil ide batu dari berita tadi, dan kita
bayangkan hantu-hantu yang bisa saja muncul dari batu tersebut,
dan bahwa setiap pasien yang meminumnya akan dihantui. Atau
misalnya kita sedang ingin membuat cerita romantis – kita
bayangkan anak luar biasa yang dibutuhkan banyak orang ini
sedang jatuh cinta dengan, misalnya, seorang anak pasien.Atau
misalnya kita ingin membuat science fiction – kita bayangkan
32
batu itu datangnya dari kelainan mineral di bumi ini, yang setelah
ditelusuri, datangnya dari serpihan meteor yang baru terjadi
belakangan ini.
LATIHAN
1. Baca sebuah berita dari media apapun.
2. Pilih sebuah jenis atau genre cerita.
3. Coba hubungkan keduanya, lalu tuliskan menjadi sebuah ide.
d. Dokumenter Sejarah
Nah, di titik ini kita sadar bahwa sejarah itu penting. Penulis-
penulis berpengalaman akan mengakui bahwa dokumenter
sejarah itu sarat dengan ide cerita. Sejarah bisa bercerita tentang
apa saja sebenarnya, hanya saja cerita-cerita itu adalah cerita
terpilih yang karena kekuatan ceritanya maka tak lekang oleh
waktu. Banyak sekali konsep di dalam sejarah yang bisa
diselami, diambil, dan dikembangkan.
33
Lancaster (diubah jadi Stark dan Lannister) bertempur demi
kekuasaan. Film Gladiator dan King’s Speech secara nyata
mengambil dari sejarah dan menceritakannya kembali.
LATIHAN
1. Coba tonton sebuah dokumenter sejarah dan perhatikan
semua elemen di dalamnya. Catat karakternya dan catat
konfliknya.
2. Coba kita alihkan dan kembangkan elemen yang sudah
tercatat ke dalam sebuah cerita.
34
karena gaya penulisan di masa lalu juga sangat berbeda dengan
sekarang. Selain itu, hal-hal yang terjadi dan dipercaya di masa
lalu sangat mungkin berubah dan menjadi berbeda dari keadaan
sekarang, sehingga “memaksa” kita untuk menggunakan cara
berpikir yang berbeda juga agar bisa menerapkannya ke dalam
cerita kita.
35
g. Sesuatu Yang Wajar Dikurangi Sesuatu
Metode Apa Jadinya Jika atau What If? ini cukup populer di
kalangan penulis dan penggiat kreatif. Hanya dengan
mempertanyakan apa jadinya jika dunia ini dikuasai oleh mesin
dan mesin tersebut menggunakan manusia sebagai sumber
energi, maka jadilah film The Matrix. Contoh lain: apa jadinya jika
seseorang jatuh cinta dengan orang lain yang hidup di rentang
waktu yang berbeda. Contoh lain lagi: apa jadinya jika ada orang
yang bisa menemukan mesin waktu.
36
Kita bisa juga membayangkan apa jadinya jika konsep
berbohong tidak pernah ada dalam kemanusiaan, atau apa
jadinya jika manusia tidak pernah menemukan listrik. Kita juga
bisa membayangkan apa jadinya jika seorang pemimpin
memimpin satu dunia seutuhnya. Rasa takut dalam
membayangkan “apa jadinya jika” akan memunculkan sebuah
cerita horor yang menarik. Mengandaikan konsep hidup yang
berbeda dari yang seharusnya bisa menghadirkan cerita yang
menarik dan tidak terpikirkan oleh banyak orang.
Ide juga bisa berasal dari pengalaman diri sendiri atau orang lain.
Tak jarang ide juga berasal dari alam bawah sadar.Saat Anda
bermimpi, Anda dalam keadaan setengah sadar, Anda dalam
pengaruh obat.
Contoh:
37
- What if she’s an alien?
- Bagaimana jika dia adalah pembunuh berantai?
- Bagaimana jika dia adalah seorang relawan dengan 40
adik asuh?
- Bagaimana jika dia hafal Al Qur’an?
- What if she’s a super hero who fight crimes during our
sleep?
- What if ....
- Bagaimana jika ....
LATIHAN
Sekarang perhatikan orang di depan anda. Percikkan
pertanyaan-pertanyaan “what if?”
Jangan takut ide Anda akan mirip dengan ide yang sudah ada.
Blake Snyder, seorang penulis buku penulisan skenario,
menyebutkan “Give me the same thing, only different”.
38
39
BAB 3
a. Formulasi Logline
40
Karena berupa intisari, maka logline harus singkat.
Jika sebuah skenario di-analogikan sebagai tubuh manusia,
LOGLINE adalah tulangnya.Jika tulang kuat, maka tubuh menjadi
kuat. Jika logline kuat, skenario yang dihasilkan juga akan kuat.
Member JKT48 yang tiga hari belum makan, saat mau makan
bakso, di tengah jalan ada Godzila.
41
makan akan fatal.
Rumus logline:
LOGLINE = 0
42
Jadi sehebat apapun karakter Anda, sebesar apapun Goal
karakter Anda, jika tidak ada konflik, maka tidak ada cerita. Cerita
adalah bagaimana seorang karakter berusaha mendapatkan
tujuannya, sementara ia dihalangi oleh sesuatu. Kita akan
melihat perjuangan seseorang.
Latihan
Tuliskan 5 judul film favoritmu, dan tuliskan logline-nya!
No Judul Logline
43
Sebagai contoh, pada film My Name is Khan, jika dirumuskan
logline-nya, bisa dituliskan sebagai berikut:
(1)
Seorang penderita autisme Muslim pasca 9/11, berusaha
menemui Presiden Amerika untuk menyatakan bahwa orang
Muslim bukan Teroris.
(2)
Seorang pemuda berusaha menemui Presiden Amerika untuk
menyatakan Muslim bukan teroris.
44
Sekali lagi, dengan pilihan kata yang tepat, logline Anda bisa
berpengaruh besar.
Logline Efek
45
Seorang Hobbit yang berusaha menyelamatkan Middle Earth
dengan menemukan cincin yang mengendalikan cincin-cincin
lain di sana.
Contoh:
LATIHAN
46
Sudah? Sekarang tukar masing-masing hubungan character –
goal – obstacle. Kamu punya lebih dari 10 Logline sekarang!
Latihan
Sekarang, berdasarkan logline yang telah kamu buat pada
latihan sebelumnya, sebutkan basic action dari karakter utama
film tersebut!
b. Statement
47
dalam logline inilah yang disebut statement.Beberapa orang
menyebut statement ini dengan istilah pesan moral (moral of the
story).
48
moraldianggap hanya membuat cerita terkesan menggurui
penonton ke arah normatif.Padahal inti dari dibuatnya statement
atau pesan moral ini adalah menunjukkan sikap pembuat film.
Apapun itu.Bahkan ketika pembuat film inginmenunjukkan
ketidakberpihakannya terhadap suatu kasus, itu juga bisa
dianggap pencerita sudah menentukan sikapnya.
Lebih jauh lagi, logline yang persis sama, bisa disikapi berbeda
oleh pembuat cerita yang berbeda. Ada yang bersikap bijak, ada
yang bersikap sinis, ada yang apatis, ada yang penuh amarah,
dan lain sebagainya. Inilah hal yang bisa dimainkan dalam
49
merancang statement.Sebagai pencerita, kita bisa memasang
topeng yang berbeda dalam menyikapi suatu
permasalahan.Statement yang baik juga tidak harus bijak.Kita
bisa membuat orang belajar sesuatu dengan memperlihatkan
kondisi yang tidak selalu positif. Akhiran yang ironi atau bahkan
tragis pun dapat membuat penonton belajar sesuatu dari cerita
yang ada, misalnya:
a. bahagiakan diri sendiri, baru bisa membahagiakan orang
lain
b. Tuhan tak pernah tidur, demikian juga iblis
c. sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akhirnya
tercium juga
c. Tema
50
Saat Carolyn Perron, sang Ibu dalam kisah itu kerasukan arwah
Bathsheba, bukan kekuatan air suci yang menghentikannya
membunuh keluarganya. Tapi Lorraine Warren, sang paranormal,
memegang kepala Carolyn, dan mengingatkan kembali betapa
berartinya keluarga bagi Carolyn. Akhirnya Carolyn bisa
mendapatkan kekuatan kembali, dan mengeluarkan Bathsheba
dari dalam tubuhnya.
LATIHAN
51
52
BAB 4
53
Di dalam bab ini, kita akan berfokus untuk merumuskan
mengenai hal terpenting yang ada di dalam skenariomu kelak:
karakter. Di sini kita akan membahas mengenai pengertian
karakter, tipe-tipe karakter, character breakdown, 3-Dimensional
Character, Character Arc, dan juga melakukan latihan untuk
membentuk karakter yang baik untuk skenario yang akan kamu
tulis.
a. Pengertian Karakter
54
percaya bahwa karakter yang kita ciptakan dapat hidup di
tengah-tengah mereka. Inilah mengapa menjadi penting untuk
mengamati orang-orang di sekeliling kita: bagaimana mereka
berbicara, bagaimana mereka bertindak, apa yang menjadi
masalah di dalam kehidupan mereka, serta interaksi mereka
terhadap lingkungan mereka sehari-hari.
b. Tipe Karakter
a. Protagonis
Protagonis disebut juga sebagai the pivotal character
(karakter yang penting) karena protagonis memang
merupakan karakter terpenting dalam sebuah cerita.
Protagonis merupakan karakter utama dalam cerita yang
akan memimpin jalannya cerita. Protagonislah yang
menciptakan konflik dan membuat cerita mengalir.
Protagonis harus tahu apa yang ia mau (want). Tanpa
protagonis, cerita akan terasa janggal, nyatanya tidak
akan ada cerita. Dalam menginginkan sesuatu, protagonis
harus memiliki hasrat yang kuat dalam mengabulkan
keinginnya sehingga dalam perjalanan untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan, ia akan menyerang
atau diserang (Egri, 1960). Contohnya, karakter Don Vito
Corleone adalah protagonis di dalam film The Godfather
(Coppola, 1972) yang merupakan seorang bos mafia
terkemuka.
55
b. Antagonis
Karakter pendukung yang menentang atau melawan
karakter utama akan menjadi penentang atau antagonis.
Antagonis adalah karakter yang akan merusak usaha
protagonis dan akan menekan keadaan protagonist
dengan segala kekuatan yang ia punya. Egri (1960)
menyatakan bahwa tokoh protagonis dan antagonis harus
menjadi lawan yang memiliki kekuatan yang sama, agar
terjadi perlawanan yang seimbang. Karena fungsinya
yang penting dalam cerita, penulis skenario terlebih
dahulu harus mengenal karakter-karakter yang akan
ditulis dengan sepenuhnya. Karakter-karakter inilah yang
nanti akan mengendalikan cerita. Di dalam film Silence of
the Lambs (Demme, 1991), karakter antagonisnya adalah
Dr. Hannibal Lecter.
c. Character Breakdown
56
dengan deskripsi karakter. Nama karakter adalah hal terpenting,
sebab ia memberitahu siapa yang sedang berada di dalam
sebuah scene di skenario kita kelak, baik dengan dialog atau
tidak. Yang perlu diingat adalah untuk selalu konsisten dengan
nama yang dipilih. Jangan menamai seseorang Justin di scene 1,
lalu memanggil dia Pak Bieber di scene 10, walaupun namanya
adalah Pak Justin Bieber.Apabila terdapat flashback di dalam
skenario kita, di mana karakter kita muncul dalam sosok yang
lebih muda, maka kita harus menuliskan karakter tersebut
sebagai karakter yang berbeda dengan karakter utama kita.
Contoh: Taylor Swift (22/P) berbeda dengan Taylor Swift Remaja
(15/P).
1. Nama?
2. Penampilan fisik?
3. Backstory (latar belakang cerita karakter sebelum
ceritanya di film dimulai)?
4. Keadaannya saat ini (pekerjaan, pemasukan, lokasi
geografis, kondisi tempat tinggal, orang-orang yang
penting di kehidupannya)?
5. Pandangan terhadap dunia?
6. Sikap?
7. Opini?
8. Nilai-nilai yang dipegang?
9. Kepercayaan?
10. Kelemahan-kelemahannya?
57
- Katniss Everdeen (16/P) adalah karakter utama
protagonis yang berasal dari Distrik 12, sebuah distrik
pertambangan batu bara yang merupakan distrik paling
miskin dan paling padat penduduknya di negara Panem.
Katniss menjadi seorang sukarelawan untuk
menggantikan adiknya, Primrose Everdeen, setelah dia
terpilih di hari pemungutan, hari di mana satu anak laki-laki
dan satu anak perempuan berumur 12 hingga 18 tahun dari
setiap distrik dipilih untuk bertarung sampai mati dalam
pertarungan mematikan bernama The Hunger Games. Dia
menggunakan pengetahuannya soal berburu dan
memanah untuk bertahan hidup, dan dia bersama Peeta
menjadi pemenang setelah menentang upaya Capitol untuk
memaksa seseorang untuk membunuh yang lain.
58
- Presiden Coriolanus Snow (76/L) adalah
karakter antagonis utama yang merupakan penguasa
otokratis di Capitol dan semua distrik di Panem. Meskipun
kelihatan santai, terbukti kalau dia itu seorang psikopat dan
sangat sadis.
59
● Cara disiplin seperti apakah yang diterapkan padanya di
rumah? Keras? Luwes?
● Apakah dia overprotected (dilindungi secara berlebihan –
oleh keluarganya, orangtuanya)? Apakah dia pernah
merasa ditolak atau diterima semasa kecilnya?
● Apa status ekonomi keluarganya? Apakah ada situasi-
situasi yang tidak menguntungkan atau tidak
menyenangkan?
● Apakah ada perceraian, penyakit, alcoholism, dll (dalam
kehidupannya)?
● Pengaruh agama apa yang ada dalam keluarganya?
Bagaimana pendapatnya tentang agama itu sendiri?
● Apakah dia cerdas, pandai atau lambat (dalam berpikir)?
● Bagaimana prestasinya di sekolah? Apa tingkatan terakhir
pendidikannya? Apa pendapatnya mengenai dirinya
sendiri? Pandai? Cerdas? Kurang terpelajar? Bagaimana
latar belakang pendidikan dan kecerdasannya bisa terlihat
dari cara bicaranya, kosa katanya dan pelafalan kata-
katanya?
● Apakah dia menyukai sekolah? Guru-gurunya? Teman-
teman sekolahnya? Apa (kegiatan sekolah) yang paling
menarik untuknya, di mana dia suka melibatkan diri?
Bagaimana pandangan politiknya?
● Apa pekerjaannya / nafkahnya? Apa pendapatnya
mengenai profesinya sendiri? Sebagai “pekerjaan”?
Sebagai “karir”? Apa yang dia suka dan tidak suka
mengenai pekerjaannya?
● Apakah dia senang berpergian (travel)? Ke mana?
Mengapa? Apa yang dia temukan di sana dan apa yang
masih dia ingat (mengenai perjalanannya, atau hal-hal
yang dia temukan di sana)?
● Apa kekecewaan terbesar dalam hidupnya?
60
● Kejadian apakah, politik atau sosial – nasional atau
internasional, yang pernah dia alami, yang paling
meninggalkan kesan yang dalam untuknya?
● Bagaimana kelakuannya? Pahlawan seperti apakah yang
dia puja? Tokoh seperti apakah yang dia benci?
● SIapa teman-temannya? Para kekasihnya? Apa tipe
pasangan hidup idealnya? Apa yang dia cari dari
pasangan hidupnya? Apa pandangannya dan
perasaannya mengenai sex?
● Kelompok dan kegiatan sosial seperti apakah yang dia
ikuti? Peran apakah (di masyarakat) yang dia ingin lakoni?
Peran apakah yang sebenarnya ia lakoni, biasanya?
● Apa hobby dan kesenangannya? Apa yang ia lakukan
untuk bersenang-senang?
● Seperti apakah rumahnya? Seleranya? Pakaiannya?
Perabotannya? Rambutnya? Berewok? Kumis? Make-
up? Bagaimana dia tercermin dalam penampilannya?
Bagaimana caranya berpakaian? Gayanya? Kualitasnya?
● Siapa sahabatnya? Bagaimana mereka berhubungan /
bertemu? Mengapa dan bagaimana dia memutuskan
untuk bersahabat (dengan orang ini)?
● Peran apa yang dia lakoni di rumah? Peran apa yang
sebenarnya ingin dia lakoni?
● Apakah dia mempunyai anak-anak? Bagaimana
perasaannya mengenai perannya sebagai orangtua?
Bagaimana pendapatnya mengenai anak-anaknya?
Bagaimana ambisinya (mengenai anak-anaknya)?
Bagaimana hubungan anak-anaknya dengan dia?
● Bagaimana cara dia menangai situasi-situasi sulit?
Dengan bertahan? Dengan agresif? Dengan mengelak?
● Apakah dia “minum”? Atau ‘ngobat’? Apakah dia merasa
dirinya paling benar? Apakah dia seorang pendendam?
61
Apakah dia suka merasionalisasi kesalahannya?
Bagaimana caranya menerima musibah dan kegagalan?
Apakah dia menikmati penderitaan? Apakah dia
menikmati penderitaan orang lain? Apakah dia seorang
yang manipulatif? Apakah dia suka melepas
tanggungjawabnya?
● Bagaimana imajinasinya? Apakah dia sering melamun
dan berangan-angan? Apakah dia sering merasa
khawatir? Apakah dia ‘hidup di masa lalu’?
● Apakah dia biasa berpandangan negative terhadap hal-hal
yang baru? Curiga? Menyerang? Takut? Bersemangat?
Apa yang sering ia ejek? Hal-hal apa yang menurutnya
bodoh? Bagaimana selera humornya? Apakah ia
menyadari dirinya sendiri? Kekurangan-kekurangannya?
Kebiasaan-kebiasaannya yang unik dan aneh? Apakah
dia mampu melihat sisi ironis dari dirinya sendiri?
● Apa yang paling dia inginkan? Hal apa yang amat dia
perlukan? Bahkan secara kompulsif? Apa yang rela ia
lakukan atau korbankan untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan?
● Seberapa besar keinginannya untuk mencapai hal yang
menjadi tujuan hidupnya? Bagaimana cara dia untuk
mengejar cita-citanya tersebut?
● Apakah dia tinggi? Pendek? Berapa beratnya?
Bagaimana perasaannya mengenai ukuran badannya,
berat badannya? Bagaimana postur tubuhnya?
Bagaimana caranya berjalan? Apakah dia ingin
menunjukan bahwa dirinya adalah seorang yang lebih
muda, lebih tua, lebih penting? Apakah dia ingin dilihat
orang, atau malah menjadi sosok yang tidak terlihat?
● Apa yang menjadi kebiasaan tindak tanduknya secara
fisik? Bugar? Lemah? Teratur? Serampangan? Apakah
62
dia bersemangat atau lamban?
● Bagaimana dengan suaranya? Lengkingan suranya?
Kekuatan suaranya? Kecepatan dan irama bicaranya?
Lafalnya? Aksennya?
● Apakah kamu menyukainya? Membencinya? Mengapa
kamu perlu menulis tentang dia? Mengapa orang lain
perlu mengenalnya?
d. 3-Dimensional Character
63
menciptakan karakter yang memiliki tiga dimensi. Seperti setiap
objek di dunia ini yang memiliki tiga dimensi: tinggi (y), panjang
(x), dan lebar (z); manusia pun memiliki unsur tambahan tiga
dimensi: fisiologi, psikologi, dan sosiologi. Tanpa pengetahuan
atas tiga dimensi ini, penulis skenario tidak dapat menilai karakter
manusia pada umumnya (Egri, 1960). Mari kita lihat masing-
masing dari ketiga dimensi tersebut :
a. Fisiologi
Dimensi yang pertama adalah fisiologi. Aspek fisiologi
dapat dilihat berdasarkan keadaan fisik karakter.
Keadaan fisik setiap orang dapat mempengaruhi cara
pandang seseorang. Si buta, si tuli, si cantik, si tinggi, si
pendek, memandang segala hal berbeda dari yang
lainnya. Seseorang yang sedang sakit, akan melihat
kesehatan adalah kebutuhan yang paling penting,
sedangkan orang tanpa gangguan kesehatan akan
meremehkan kesehatan, itupun jika ia memikirkannya.
Penampilan fisik seseorang dianggap dapat
menggambarkan warna dari hidup seseorang.Penampilan
fisik mempengaruhi manusia tanpa henti dalam
pengembangan mental yang berfungsi sebagai dasar
kepribadian inferiority (rendah diri) dan superiority
(sombong). Inilah hal yang paling jelas dari set pertama
dimensi seseorang. Berikut adalah aspek-aspek yang
termasuk kedalam fisiologi:
64
6.) Penampilan: berpenampilan menarik, kelebihan atau
kekurangan berat badan, bersih, bentuk kepala,
wajah, dan anggota tubuh lainnya;
7.) Kekurangan fisik: Abnormal, tanda lahir, penyakit;
8.) Keturunan.
b. Sosiologi
Sosiologi adalah hal kedua dari tiga dimensi karakter yang
harus dipelajari. Orang-orang yang terlahir di lingkungan
pinggiran kota yang kotor, akan memiliki pola pikir dan
reaksi yang berbeda dibanding orang-orang yang terlahir
dari lingkungan yang serba bersih dan teratur. Secara
sederhana, sosiologi menganalisa karakter seseorang
melalui lingkungan tempat ia lahir dan dibesarkan, juga
bagaimana orang-orang di sekitarnya memperlakukannya.
Unsur yang termasuk kedalam dimensi sosiologi adalah:
1.) Kelas sosial: Bawah, menengah, atas.
2.) Pekerjaan: Jenis pekerjaan, jam kerja, penghasilan,
kondisi pekerjaan, serikat atau tidak berserikat,
perilaku di organisasi, kecocokan dengan pekerjan.
3.) Pendidikan: jumlah biaya pendidikan, jenis sekolah,
nilai, pelajaran favorit, pelajaran yang dibenci, bakat.
4.) Kehidupan di rumah: orang tua yang masih hidup,
kekuasaan, yatim piatu, orang tua berpisah atau
bercerai, kebiasaan orang tua, pengembangan
mental orang tua, kejahatan orang tua, pengabaian,
status perkawinan.
5.) Agama
6.) Ras, kebangsaan
7.) Posisi di komunitas: Pemimpin diantara teman,
berkelompok, berolahraga
8.) Keanggotaan secara politik
65
9.) Kesenangan, hobi: buku, koran, majalah.
c. Psikologi
Psikologi adalah hasil dari gabungan dua dimensi yang
lain, fisiologi dan sosiologi. Kombinasi ini melahirkan
ambisi dalam hidup, rasa frustasi, watak, tingkah laku,
dan kepribadian. Yang termasuk kedalam aspek psikologi
adalah:
1.) Kehidupan seksual, standar moral.
2.) Alasan personal, ambisi.
3.) Frustrasi, kekecewaan.
4.) Watak: koleris, easygoing, pesimistis, optimistis.
5.) Perilaku terhadap hidup: pengunduran diri, militan,
pengalah.
6.) Complexes: Obesesi, kekangan, takhyul, fobia.
7.) Extrovert, introvert, ambivert.
8.) Kemampuan: bahasa, talenta.
9.) Kualitas: imajinasi, penilaian, selera.
10.) IQ
LATIHAN
66
2.) Buatlah kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Pergilah
bersama-sama ke suatu tempat umum, bisa kedai kopi,
perpustakaan, atau pusat perbelanjaan. Duduklah dan
pilihlah seseorang yang bisa kalian amati bersama-sama.
Buatlah Character Breakdown secara individual dan
buatlah sebuah logline berdasarkan karakter tersebut.
Setelah selesai, bandingkan dan diskusikan hasilnya
dengan teman-teman kalian.
3.) Tontonlah sebuah film dan buatlah Character Breakdown
untuk setiap karakternya. Tentukan tipe masing-masing
karakter, lihat apakah pembentukan karakter di dalam film
tersebut menimbulkan The Clash of Characters, dan
tentukan ending yang terjadi berdasarkan character arc
dan tercapainya need atau want dari sang karakter
protagonis.
4.) Buatlah Character Breakdown untuk protagonis pada
skenario film pendekmu. Tentukan karakteristiknya
berdasarkan 3-Dimensional Character. Buatlah karakter
antagonis yang berpotensi menimbulkan The Clash of
Characters.
67
68
BAB 5
69
Point (PP) atau disebut juga Key Turning Point (KTP) yang
menjadi penanda posisi karakter dalam mencapai tujuannya.
Pada bab ini kita akan membahas lebih jauh mengenai struktur 3
babak dan bagaimana penerapannya dalam film pendek.
Babak 1
70
kejadian rutinitas yang tampak membosankan seperti
bangun pagi, sarapan, berangkat kerja, dan
seterusnya.Kita bisa memilih bagian yang menarik dan
dramatik dari keseharian karakter kita untuk memulai
cerita. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mendesain
karakter kita seutuh mungkin sejak awal, sehingga kita
bisa mudah mengidentifikasi rutinitas karakter seperti apa
yang menarik untuk ditampilkan kepada penonton.
71
membuat penoton bosan. Pengenalan karakter bisa terus
dilanjutkan seiring berkembangnya cerita, jadi tidak perlu
semua ditumpuk di depan.
72
dan beraksi. Serangan ini mestinya sesuatu yang baru
bagi karakter, tidak dengan mudah dihindari atau
diselesaikan, sehingga memiliki urgensi untuk segera
ditindaklanjuti. Karakter sebenarnya punya alasan untuk
tidak menindaklanjutinya dan tetap bertahan dalam status
quo, tapi dorongan inciting incident ini harus sebegitu
besarnya sehingga membuatnya harus bertekad
menghadapi apapun risiko yang ada di depannya. Kalau
tidak, tidak akan jadi cerita.
73
ditaklukkan. Realitanya, ketika protagonis benar-benar
sudah bertekad menaklukkannya, ternyata hambatan ini
lebih besar dan berbahaya. Ketika karakter
menyadarinya, biasanya sudah terlambat untuk memutar
kembali karena dia sadar pada titik itu risiko untuk kembali
sudah begitu besar. Karakter tak punya pilihan lain selain
menghadapinya.
74
Plot Point 1 atau Key Turning Point 1
Babak 1 dan Babak 2 biasanya dipisahkan oleh Plot Point 1 atau
disebut juga Turning Point 1. Ini adalah titik di mana karakter,
setelah menyadari tujuan yang ingin diwujudkan dan problem
yang dihadapi, akhirnya memutuskan untuk berusaha untuk
mendapatkan apa yang dinginkan dalam cerita ini. Let’s do this!
Babak 2
75
problem yang seolah kecil kemudian seiring berjalannya waktu
semakin membesar dan tak terbendung. Karakter kita juga bisa
mengalami salah paham, salah perhitungan, salah jalan, salah
ambil keputusan, yang membuat situasi makin runyam dan
seolah makin jauh dari tujuannya.
Dalam konteks film panjang, titik ini bisa terbaca jelas, tapi dalm
film pendek, dengan pertimbangan durasi, seringkali tidak
diterapkan secara ketat. Dalam beberapa kasus film pendek, plot
point 2 ini digambarkan paralel dengan ending-nya. Kalau
ending-nya karakter gagal mencapai tujuannya, demikian juga
76
yang tergambar pada plot point 2. Semua kembali pada strategi
penceritaan penulis dalam menyajikan cerita kepada penonton.
Babak 3
77
Momen setelah klimaks ini secara dramatik cerita biasanya
cenderung menurun drastis karena sudah tidak ada lagi konflik.
Momen ini berisi bagaimana karakter menyikapi keberhasilan dan
kegagalannya dalam mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh
karena itu, mestinya bagian ini tidak terlalu lama untuk
mengindari kebosanan penonton.
78
filmnya. Tidak hanya kesimpulan seperti apa yang cerita ini,
tetapi pelajaran hidup apa yang mereka dapatkan dari film
tersebut.
LATIHAN
Uraikan ceritamu berdasarkan struktur 3 babak yang telah
dijelaskan di atas!
79
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________
80
81
BAB 6
a. Konsep Plot
82
karakter bisa sampai ke titik tersebut. Berbagai strategi
penyusunan plot bisa dipakai untuk mencapai kesan tertentu bagi
penonton.
83
b. Chekhov’s Gun Theory
84
Penonton bisa merasa dikelabuhi karena apa yang ditampilkan
seolah kebetulan semata atau adanya campur tangan tuhan
(Deux-ex Machina). Meski dalam kehidupan nyata kita sering
menemukan kebetulan-kebetulan dan tanpa bisa dielaskan akal
mengalami keajaiban dari penguasa semesta, tetapi dalam cerita
fiksi, kebetulan-kebetulan atau pertolongan Tuhan semacam ini
sulit diterima nalar penonton.
85
Planting of Information
Berisi karakter, aksi, kostum, properti, musik, atau elemen filmis
lainnya yang dimunculkan pada adegan tertentu dalam cerita
yang seolah-olah hanya diganakan untuk keperluan adegan
tersebut, tapi ternyata juga punya fungsi penting untuk adegan-
adegan berikutnya.
Pay-Off
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penonton akan selalu
86
menganggap informasi yang ditampilkan dihadapan mereka
sebagai informasi yang penting. Informasi yang sudah ditanam di
awal cerita (planting of information), harus dituai dalam
perkembangan cerita, yang disebut dengan pay off. Ketika
penonton diberikan pay off tanpa adanya planting of information,
penonton aan merasa dirinya dikelabuhi oleh pembuat ceritanya.
LATIHAN
Babak 1
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________
87
c.
________________________________________________
____________________
dst
Plot Point 1 :
________________________________________________
___________
Babak 2
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________
c.
________________________________________________
____________________
d.
________________________________________________
____________________
e.
________________________________________________
____________________
dst
Plot Point 2 :
88
________________________________________________
___________
Babak 3
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________
c.
________________________________________________
____________________
dst
89
90
BAB 7
91
2. Sinopsis sebagai alat menjual film
Sinopsis ini dapat menggunakan cliffhanger di akhir, misalkan:
“apakah karakter utama dapat mencapai tujuannya?”Tujuan dari
synopsis ini adalah membuat calon penonton menjadi tertarik
untuk menonton film yang kita buat.
92
Yang harus dihindari dalam menulis sinopsis:
1. Menuliskan terlalu banyak tokoh atau kejadian
2. Menuliskan terlalu banyak twist dalam cerita
3. Terlalu banyak detail dalam synopsis. Ingat, synopsis
yang baik adalah synopsis yang singkat namun mengena.
Karena pembaca synopsis, misalkan produser, atau
sutradara, ingin mengetahui isi ceritanya dari awal hingga
akhir secara cepat. Mereka tidak punya cukup banyak
waktu membaca sinopsis yang terlalu bertele-tele.
4. Menuliskan editorial yang tidak perlu. Seperti:
“FLASHBACK TO...”
LATIHAN
Sebelum menuliskan sinopsis, isi checklist berikut sesuai dengan
cerita yang sedang Anda tulis:
1. LOGLINE:
2. GOAL(S):
3. STAKE:
4. OBSTACLE/ CONFLICT:
5. TEMA:
6. BASIC ACTION:
7. PROTAGONIS:
8. ANTAGONIS:
93
9. PLOT:
a. Babak 1
b. Plot Point 1
c. Babak 2
d. Plot point 2
e. Babak 3
LATIHAN
Jika kamu sudah puas dengan sinopsis seratus kata,
kembangkan lagi sinopsis itu menjadi lebih detail.
94
95
BAB 8
96
dan waktu, beda scene.
Contoh:
97
2. E/I. PARKIRAN SEKOLAH – MALAM
98
kostum, detil ruang, detil fisik, dll, maka tidak perlu dijelaskan
secara detil. Biarkan sutradara dan tim kreatif lainnya berkreasi.
Tapi jika tanpa detil itu akan mengganggu jalannya cerita, maka
harus dijelaskasn secara detil. Contohnya dalam cerita
pembunuhan dimana saksi hanya bisa memberi petunjuk sosok
pembunuhnya menggunakan jaket merah, maka deskripsi
karakter menggunakan jaket merah jadi sangat penting untuk
ditulis.
LATIHAN
99
100
BAB 9
101
waktu.Dengan demikian apabila tempat, waktu, atau kedua-
duanya berubah, maka berubah pula scene-nya.Format skenario
yang berdasarkan pengelompokan scene dinamakan skenario
format master scene (master-scene screenplay).
a. Isi
102
1. Nomor Scene.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,
penetapan scene ditentukan oleh perubahan tempat,
perubahan waktu atau perubahan keduanya.Tidak
menjadi soal suatu scene panjang atau pendek,
secara prinsip jika berubah tempat, waktu atau
berubah keduanya, berubah pula scene-nya, dan
setiap kali scene berubah maka selalu diawali
penomoran baru.Nomor scene dituliskan secara
berurut mulai nomor 1, 2, 3, 4, 5, … dan seterusnya.
2. Scene Heading.
Tuliskan EXT. yang mengindikasikan lokasi luar
ruangan (exterior) atau INT. untuk lokasi di dalam
ruangan (interior), diikuti dengan indikasi tempat dan
waktu.Scene heading secara keseluruhan dituliskan
dengan huruf kapital.
3. Nama Karakter.
Setiap pertama kali muncul, nama karakter dituliskan
dengan huruf besar. Untuk selanjutnya nama tokoh
dituliskan seperti biasanya, yaitu huruf kecil setelah
didahului dengan huruf besar.
4. Deskripsi Visual.
Deskripsi visual adalah rata kiri sejajar dengan
EXT/INT pada scene heading.Perlu ditekankan bahwa
penulisan deskripsi visual tidak dianjurkan untuk
menggunakan kata-kata yang puitis dan ambigu,
karena skenario bukanlah karya sastra. Deskripsi
visual hanya berisi apa yang nantinya akan tampak
pada layar film seperti tata letak benda-benda dalam
103
ruangan, atau gerakan-gerakan dan aksi yang
dilakukan oleh karakter.
Contoh:
Nirmala menangis karena teringat pada suaminya
yang baru saja tiada.
Contoh:
Nirmala menangis saat mendekap kemeja biru
berlengan panjang milik suaminya.
5. Petunjuk Suara.
Apabila dalam deskripsi visual terdapat deskripsi
suara, misalnya TELPON BERDERING, BEL PINTU
BERBUNYI atau MUSIK, maka secara keseluruhan
dituliskan dalam huruf besar.
104
6. Pengucap Dialog.
Nama karakter pengucap dialog dituliskan
dengan huruf besar.
7. Isi Dialog.
Isi dialog ditulis di bawah nama pengucap dialog.
Selalu rata kiri dan bukan rata kanan.
8. Continued.
Apabila dialog seorang karakter terputus oleh
deskripsi visual, lalu kembali pada dialog karakter
tersebut, maka untuk menandai bahwa dialog
tersebut merupakan kelanjutannya, dituliskan
105
(CONTINUED) atau biasa disingkat (CONT’D),
menggunakan huruf kapital dan dalam tanda kurung.
9. Parenthetical.
Parenthetical directions (petunjuk pengucapan)
memperlihatkan cara pengucapan dialog.
Parenthetical dituliskan di antara nama karakter dan
isi dialog, secara keseluruhan selalu dituliskan
dengan huruf kecil dan dalam tanda kurung.
106
11. Selesai.
Apabila skenario telah selesai, maka langsung
tuliskan kata ‘selesai’, dalam huruf besar dan di
tengah-tengah baris setelah akhir deskripsi scene
terakhir.
b. Halaman Depan
107
Judul film secara keseluruhan dituliskan dalam huruf
besar, dan di tengah-tengah baris. Boleh dicetak
tebal, diberi garis bawah atau diberi tanda petik.
Seringnya judul ditulis dengan ukuran huruf yang lebih
besar.
c. Pengemasan
108
LATIHAN
109
110
BAB 10
111
cerpen.Ketika membicarakan konteks film, penulis kemudian
perlu sadar bahwa ada keterbatasan-keterbatasan yang
membuatnya harus menata ulang cara mendeskripsikan
sesuatu.Di sinilah kemudian muncul istilah bahasa visual, dimana
deskripsi yang diutamakan adalah deskripsi visual.
Contoh:
Atau
112
Johan mencicipi kue pemberian Nenek Asih yang
mengandung campuran kayu manis dan kapulaga.
Misalnya:
Dia sulit menghapus kenangan yang begitu pahit yang terjadi
pada saat anak seusianya sedang sibuk bermain boneka.
Atau
Wajahnya semburat jingga mendapati uang yang didapatnya hari
ini termasuk besar untuk ukuran akhir pekan.
Dua contoh diatas bisa jadi sangat informatif dan dramatik, tetapi
sangat sulit untuk diwujudkan dalam bahasa audio visual.
113
ataupun visual.Tak ada gambar yang bisa mewakili kalimat di
atas.Yang mungkin dilakukan dilakukan adalah mewujudkannya
dalam bentuk dialog (atau monolog). Kedua kalimat di atas bisa
saja sebenarnya untuk diwujudkan jadi film tapi akan butuh
pemikiran bahkan diskusi lebih lanjut sehingga menjadi lebih
konkrit dalam bahasa audio visual.
Pemikiran dan diskusi seperti ini tentu jadi sangat tidak efektif
karena menciderai salah satu fungsi skenario sebagai buku
panduan semua kru dan pemain dalam proses membuat film.
Mestinya buku panduan ini jelas untuk dipahami siapapun
pembacanya tanpa perlu intepretasi atau diskusi lebih lanjut
tentang seperti apa gambar dan suaranya.
Oleh karena itu, jadi sangat penting bagi penulis skenario untuk
bisa menerapkan bahasa visual ini dalam proses pembuatan
skenario
LATIHAN
114
115
BAB 11
116
a. Dialog sebagai Percakapan
Fungsi-fungsi Dialog
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dialog memiliki
kepentingan terhadap beberapa elemen lain dalam cerita, yakni
plot dan karakterisasi. Selain itu meski hanya sarana penunjang,
dialog juga punya sejumlah fungsi penting.
Menggiring Plot
Selain menjelaskan plot secara detail, dialog juga dapat
menggambarkan konflik yang terus berlangsung dengan
menunjukkan akibat dari konflik tersebut terhadap karakter dan
apa yang akan karakter lakukan kemudian.
117
Mengungkapkan Karakter
Cara karakter berbicara seperti diksi, dialek dan pemilihan kata
dapat menjelaskan dari mana ia berasal, setinggi apa
pendidikannya, dan sebagainya. Dialog juga dapat membantu
penonton untuk lebih mengenal karakter lebih jauh dan
membedakannya dengan kerakter lain.
Menyediakan Informasi
Ketika gambar tidak sanggup untuk menyampaikan sebuah
informasi penting, maka dialog harus digunakan agar penonton
dapat menyerap semua yang mereka butuhkan untuk dapat terus
mengikuti cerita.
Menciptakan Suasana
Terutama dalam film-film dengan genre komedi yang
membutuhkan humor, kalimat lucu, lawakan dan candaan
antarkarakter yang hanya bisa dicapai dengan penggunaan
dialog. Penonton akan merespon dengan tawa, sehingga
suasana yang lucu pun terbangun.
118
c. Dialog, Narasi dan Monolog
d. Dialog vs Dialek
119
dengan wilayah lainnya, komunitas atau grup, dan biasanya tidak
sama dalam hal gaya dan pengucapannya. Sehingga jelas
bahwa setiap orang pada dasarnya berbicara dalam dialeknya
masing-masing.
120
yang karakter itu pikirkan, yang penting dan tidak penting
baginya, dan lebih jauhnya lagi, filosofi hidupnya.
Sederhana
Dalam film, dialog harus segera dimengerti oleh penonton dalam
sekali dengar. Berbeda dengan pembaca novel misalnya, yang
dapat mengulang atau membalik halaman tempat di mana ada
dialog yang sulit dimengerti, penonton film – terutama saat
menonton film di bioskop, lupakan teknologi DVD atau
semacamnya yang memiliki fasilitas rewind – harus mampu
menyerap makna dialog sebelum plot terus bergerak maju.
Bergerak Maju
Sebagai penggiring plot, dialog yang baik dianjurkan untuk ikut
serta dalam membantu dramatisasi cerita yang terus bergerak ke
depan. Dimulai dari pertanyaan-pertanyaan yang kemudian
disusul oleh jawaban, tensi dan emosi yang semakin meninggi,
atau terkuaknya sebuah misteri.
Ekonomis
Berhubungan dengan durasi film yang membatasi waktu
bercerita, dan bahasa visual yang merupakan nilai paling luhur
dalam film, dialog yang baik tidak mengulangi apa yang sudah
nampak dalam gambar. Contoh paling sederhana, karakter yang
membuka tudung saji dan mengambil piring lalu duduk sudah
tidak perlu lagi berkata kalau ia ingin makan.
121
LATIHAN
122
123
Daftar Pustaka
Aguado, Ken, and Douglas Eboch. The Hollywood Pitching Bible, 2013.
Akers, William. 2008. Your Screenplay Sucks!. California: Michael
Wiese Productions.
Armantono. Dasar-dasar Penulisan Skenario. Jakarta: FFTV-IKJ, 2002.
Aronsson, Linda. The 21st Century Screenplay. Crows Nest: Allen &
Unwin, 2010.
Bordwell, David, and Kristin Thompson. Film Art: An Introduction,
6th ed. New York: Mc-Graww Hill, 2003.
Bowles, S., Mangravite, R. & Zorn, P. 2006. The Screenwriter’s Manual.
New Jersey, USA: Pearson Education.
Buck Houghton, What a Producer Does – The Art of Moviemaking.New
York, 1991.
Corrigan, Timothy and Patricia White, The Film Experience: An
Introduction, 2nd edition (New York: Bedford/St. Martins, 2008).
Cooper, Dona. Writing Great Screenplay For Film and TV. New York:
Prentice Hall, 1994.
Corrigan, Timothy, Short Guide to Writing about Film, 8th edition (New
York:Longman, 2011).
Cowgill, Linda J. Writing Short Film: Structure and Content for
Screenwriters. Hollywood: Lone Eagle, 1997.
Dancyger, Ken & Rush, Jeff. 2013. Alternative Scriptwriting: Beyond the
Hollywood Formula (5 Ed.). Focal Press.
Egri, Lajos. 1960. The Art of Dramatic Writing. New York, NY:
Touchstone.
Field, Syd. 2005. Screenplay: The Foundations of Screenwriting. New
York, NY: Delta.
Hauge, Michael. 2006. Selling your Screenplay in 60 Seconds.
California: Michael Wiese Productions.
Hayward, Susan, Cinema Studies: The Key Concepts, 3rd edition (New
York and London: Routledge, 2006).
Howard, D. & and Mabley, E.. 1993. The tools of Screenwriting: A
writer's guide to the crafts and elements of a screenplay. New York:
124
St. Martin's Griffin.
Gomery, Douglas and Clara Pafort-Overduin, Movie History: A Survey,
2nd edition (New York and London: Routledge, 2011).
McKee, R. 1997.Story: Substance, structure, style and the principles of
screenwriting. New York: Harper Collins.
Monaco, James, How to Read a Film: Movies, Media, and Beyond, 4th
edition (New York, Oxford University Press, 2009).
Nichols, Bill, Engaging Cinema: An Introduction to Film Studies (New
York: W. W.Norton & Company, 2010).
Novakovich, Josip. Fiction Writers’s Workshop. Cincinnati: Story Press,
1995
Saroengallo, Tino, Dongeng Sebuah Produksi Film. Diktat Produksi.
Jakarta: FFTV-IKJ, 2002.
Set, Sony & Sidharta, Sita. 2003. Menjadi penulis skenario profesional:
tip & trik cara menulis skenario, mempelajari format skenario
standar profesional, contoh-contoh skenario. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Snyder, B. 2005.Save The Cat! The Last Book on Screenwriting You'll
Ever Need. Studio City, CA: Michael Wiese Productions.
Truby, John. 2007. The Anatomy of Story. New York: Faber and Faber
Inc.
Zeem, Keaton; Ruth, Derek; & Schilf, Michael. 2012. Encyclopedia of
Screenwriting. The Script Lab.
Sumber lain:
http://filmschoolonline.com/sample_lessons/sample_lesson_format.htm
http://www.storysense.com/format/dialogue.htm
http://www.bluecatscreenplay.com/articles/the-heart-and-soul-of-
screenwriting-writing-good-dialogue-and-description/
http://reelauthors.com/screenplay-coverage/how-to-write-great-
dialogue.php
http://thescriptlab.com/screenwriting-101/screenplay/five-plot-point-
breakdowns#
125
Profil Penyusun Modul
Baskoro Adi
Baskoro Adi adalah penulis skenario
profesional untuk film, TV, dan video
online. Film layar lebar yang terakhir
ditayangkan di bioskop Bulan Terbelah
di Langit Amerika (2015) mendapat
nominasi penulis skenario terbaik di
ajang Box Office. Dia juga aktif menjadi
pengajar di sejumlah institusi
pendidikan. Tahun 2012 ia menulis
skenario film bioskop berjudul Hi5teria
yang diterpilih diputar di Puchon
International Fantastic Film Festival. Saat ini Baskoro menjadi
Sekretaris dan Pemegang Jabatan Ketua Harian di Asosiasi
Penulis Skenario Film Layar Lebar (PILAR). Baskoro bisa
dikontak di superadibas@gmail.com
126
Damas Cendekia
Damas Cendekia adalah penulis
skenario dan pengajar di Jurusan Film
Institut Kesenian Jakarta.Ia banyak
menulis FTV dan sitkom di sejumlah
televisi nasional.Karya film layar
lebarnya adalah Kita versus Korupsi;
Rumah Perkara (2012) dan Sagarmatha
(2013). Saat ini tengah melanjutkan
studinya di Program Pascasarjana
Institut Kesenian Jakarta. Damas bisa
dikontak di d.cendekia@gmail.com
127
Melody Muchransyah
128
Perdana Kartawiyudha (Koordinator)
129
Rahabi Mandra
Tahun 2008, Rahabi Mandra lulus dari
fakultas film dan televisi Institut Kesenian
Jakarta, mayor penyutradaraan. Tahun
2013, ia menyutradarai dan menulis film
layar lebar pertamanya, “2014 - Siapa di
Atas Presiden?”. Semenjak itu, ia banyak
menulis untuk layar lebar, di antaranya
“Merry Riana, Mimpi Sejuta Dollar,” “Air
Mata Surga,” “Turis Romantis,” “Hijab,”
“Night Bus,” dan membantu memperbaiki
dan menjadi kawan konsultasi untuk
pembuatan skenario-skenario layar lebar.
130
131