Anda di halaman 1dari 132

Workshop Perfilman Tingkat Dasar

MENULIS CERITA
FILM PENDEK
SEBUAH MODUL WORKSHOP
PENULISAN SKENARIO TINGKAT DASAR

Tim Penyusun :
Perdana Kartawiyudha (koordinator)
Baskoro Adi Wuryanto
Damas Cendekia
Melody Muchransyah
Rahabi Mandra

Pusat Pengembangan Perfilman


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2017

1
MENULIS CERITA FILM PENDEK
SEBUAH MODUL WORKSHOP
PENULISAN SKENARIO TINGKAT DASAR

Tim Penyusun :
Perdana Kartawiyudha (koordinator)
Baskoro Adi Wuryanto
Damas Cendekia
Melody Muchransyah
Rahabi Mandra

Desainer Halaman Sampul dan Layout Modul :


Muhammad Abiyoso

Cetakan Pertama Tahun 2017


Cetakan Kedua Tahun 2017

Diterbitkan Oleh :
Pusat Pengembangan Perfilman
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2
Kata Pengantar

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga kami
selaku penyelenggara Peningkatan Kompetensi Workshop
Sinematografi, Penyutradaraan, dan Penulisan Skenario dapat
menyelesaikan modul dengan baik dan sesuai dengan rencana
yang dijadwalkan. Kegiatan workshop ini merupakan pelatihan
tingkat dasar yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan
Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap
komunitas film.

Modul ini merupakan acuan dalam proses belajar mengajar yang


disusun oleh ahli yang berpengalaman di bidangnya masing-
masing dan diharapkan dengan modul ini tujuan pembelajaran
baik aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan akan terpenuhi
sesuai dengan tujuan pembelajaran workshop sinematografi,
penyutradaraan, dan penulisan skenario.

Kami menyadari bahwa modul ini masih terdapat kekurangan dan


kelemahannya, baik pada isi, bahasa, maupun penyajian. Kami
akan terus memperbaiki isi modul, sesuai perkembangan.
Semoga modul ini bermanfaat khususnya bagi peserta sehingga
peserta dapat mengimplementasikan materi ajar dengan
melakukan pengembangan workshop sinematografi,
penyutradaraan, dan penulisan skenario.

Jakarta, Maret 2017

Dr. Maman Wijaya M.Pd

Kapusbang Film

3
Daftar Isi

BAB 1: Pengenalan Film 6


a) Film, Sinema, Movie, Moving Pictures 6
b) Kekuatan Film Sekarang Ini 8
c) Tahapan Kerja dalam Film 9
d) Film Independen 20
e) Sikap Pembuat Film sebagai Individu maupun
Bagian dalam Tim 22

BAB 2: Memahami Cerita dan Mengolah Ide 28


a) Apa itu Cerita? 28
b) Bagaimana mengolah ide? 30
c) Mengamati Berita 32
d) Dokumenter Sejarah 33
e) Artikel Lama Koran 34
f) Menyatukan Kedua Hal Jadi Satu 35
g) Sesuatu yang Wajar Dikurangi Sesuatu 36
h) Apa Jadinya Jika? 36

BAB 3: Logline, Statement, dan Tema 40


a) Formulasi Logline 40
b) Statement 47
c) Tema 50

BAB 4: Karakter 53
a) Pengertian Karakter 54
b) Tipe Karakter 55
c) Character Brakdown 56
d) Three Dimensional Character 63

4
BAB 5: Struktur 3 Babak 69

BAB 6: Plot 82
a) Konsep Plot 82
b) Chekhov’s Gun Theory 84

BAB 7: Menulis Sinopsis yang menarik 91

BAB 8: Format Penulisan Treatment 96

BAB 9: Format Penulisan Skenario 101


a) Isi 102
b) Halaman depan 107
c) Pengemasan 108

BAB 10: Bahasa Visual 111

BAB 11: Dialog 116


a) Pertimbangan dalam menulis dialog 117
b) Dialog, Narasi, dan Monolog 119
c) Dialog vs Dialek 119
d) Karekteristik Dialog yang baik untuk film 120

Daftar Pustaka 124

Profil Penyusun Modul Penulisan Skenario Kemendikbud 126


a) Baskoro Adi 126
b) Damas Cendekia 127
c) Melody Muchransyah 128
d) Perdana Kartawiyudha (Koordinator) 129
e) Rahabi Mandra 130

5
BAB 1

oleh Rahabi Mandra

Nama Mata Ajar : Pengenalan Film


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
mengenai perbedaan istilah dalam film,
kekuatan film sekarang ini, tahapan kerja
dalam film dan sikap yang semestinya
dimilik pembuat film baik sebagai individu
maupun bagian dari tim, termasuk penulis
skenario
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta memahami tahapan
dalam kerja dalam film dan sikap yang
harus dimiliki sebagai seorang penulis
skenario
Kompetensi Dasar : Tahapan kerja dalam film dan sikap
pembuat film
Indikator : Peserta mampu memahami tahapan kerja
dalam film dan sikap yang dimiliki pembuat
film

a. Film, sinema, movie, moving pictures

Kata “film” sudah ada sejak sekitar tahun 1600-an—bahasa


Inggris lama—yaitu filmen, artinya lapisan, atau kulit, atau
membran. Baru pada tahun 1845 mencuat teknologi fotografi,
dan makna film menjadi lapisan gel kimia yang dipakai pada plat
fotografi. Tahun 1895, pita seluloid untuk merekam gambar

6
disebut film (lapisan berikut kertasnya).Baru pada tahun 1920,
para penggiat perekam gambar merasa bahwa gambar bergerak
yang mereka buat bukan lagi sekadar rekaman, melainkan suatu
bentuk karya, suatu ciptaan seni. Maka makna film bergeser,
cukup jauh, dari sekadar lapisan, menjadi suatu bentuk seni.

Sebuah film, pada dasarnya adalah serangkaian gambar diam


yang jika ditampilkan bergantian secara berkesinambungan,
menciptakan ilusi gerak. Ilusi optik ini disebut juga fenomena phi.
Penyebabnya adalah kinerja mata dan otak manusia yang
disebut persistence of vision, menyimpan persepsi imaji yang
dilihat sebelumnya dan membawanya ke imaji berikut. Contoh
mudah menjelaskan ini adalah dengan menggunakan mainan
thaumatrope. Satu sisi adalah sangkar kosong, sisi lain adalah
seekor burung. Bila mainan itu diputar dan kedua imaji tersebut
dipertontonkan pada mata secara bergantian secara
berkesinambungan secara cepat, maka akan tercipta ilusi bahwa
burung ada di dalam sangkar.

Ini adalah dasar dari film


atau gambar bergerak. Dari
dasar ini maka secara
etimologi muncul istilah
moving pictures (gambar
bergerak), yang lalu
dipendekkan menjadi movie
sebagai istilah tidak baku.

Istilah sinema berasal dari bahasa Perancis cinéma, yang


merupakan kependekan dari cinématographe, istilah yang
dilontarkan penciptanya, Lumiere bersaudara.Asal kata ini
berasal dari bahasa Yunani κίνημα (kinima), yang berarti

7
gerakan, dari kata kerja κινώ (kino), yang berarti gerak.

Istilah-istilah ini perlahan mengalami pergeseran makna.Sinema


sering dimaknai sebagai industri film atau sebagai seni
pembuatan film. Makna sinema yang beredar sekarang
cenderung ke arah pembuatan film sebagai karya, sebuah bentuk
seni untuk menyimulasikan pengalaman-pengalaman dan
mengomunikasikan ide, cerita, persepsi, perasaan, keindahan,
atau atmosfer dengan menggunakan rangkaian gambar bergerak
yang sudah terekam atau terprogram, termasuk di dalamnya
rangsangan-rangsangan sensori lainnya.

Di luar negeri, makna movie, moving pictures, atau motion


pictures, sebenarnya tidak lebih dari tontonan yang mengarah ke
hiburan.Sementara istilah film atau sinema sering dimaknai lebih
dari sekadar tontonan; lebih mengarah ke seni dan karya.Film-
film “serius” untuk festival jarang memberi label movie pada karya
mereka.Mereka lebih memilih istilah film.

Dalam bahasa Indonesia kita hanya menggunakan istilah film


saja (atau pelem) untuk mendefinisikan gambar bergerak, baik itu
tontonan yang menghibur, atau karya seni.Hanya sedikit
kalangan pendidikan dan penggiat film yang memilih
menggunakan kata sinema.

b. Kekuatan film sekarang ini

Proses pembuatan film berpijak pada ranah seni dan ranah


industri. Sebuah film dibuat dengan merekam gambar dari
kejadian aktual menggunakan kamera gambar bergerak; dengan
merekam gambar-gambar, coretan, model-model miniatur,

8
menggunakan teknik animasi tradisional; menggunakan teknik
CGI (computer-generated imagery) dan animasi komputer; atau
dengan mengombinasikan sebagian atau semua teknik ini serta
penggunaan efek visual lainnya.

Film adalah artefak budaya yang dibuat oleh budaya tertentu.


Film merefleksikan budaya tersebut, sekaligus
mempengaruhinya. Film “Ada Apa Dengan Cinta” merupakan
refleksi dari cara hidup anak SMA pada suatu masa, tentang
seorang siswi supel dan kisah cintanya dengan siswa pendiam
yang suka menyendiri. Siswa ini suka baca buku “Aku” karya
Chairil Anwar, dan setelah film ditayangkan, berbondong-
bondonglah para penonton mencari buku itu dan membacanya.
Film menjadi cerminan cara hidup suatu masyarakat, sekaligus
mempengaruhinya.

Dengan memahami hal ini, maka film bisa dianggap sebagai


bentuk seni yang penting, sumber hiburan yang populer, dan
medium yang sangat kuat untuk mendidik—atau mendoktrin—
masyarakat. Basis visual dan audio dalam film memberinya
kekuatan komunikasi secara universal, karena pada dasarnya
semua manusia berkomunikasi dengan melihat dan mendengar.
Beberapa film telah menjadi populer di seluruh dunia dengan
menggunakan terjemahan suara atau teks, menjadi bahasa
pemirsa yang dituju.

c. Tahapan kerja dalam film

Pembuatan film memiliki lima tahapan besar:


1. Development (Pengembangan) — tahap pertama ketika
ide-ide untuk film dibuat, hak cipta terhadap novel atau

9
pertunjukan dibeli, serta ketika skenario dibuat. Pencarian
dana dilakukan pada tahap ini dan diselesaikan.
2. Pra-produksi — persiapan untuk syuting dilakukan di
tahap ini. Kru dan pemain ditentukan, lokasi syuting dipilih
dan dikunci, semua set dibangun.
3. Produksi — semua elemen-elemen mentah (gambar,
suara, efek visual) dari film direkam selama proses
syuting
4. Pasca-produksi — Gambar, suara, efek visual, dan
semua elemen yang sudah direkam diedit dan
dimatangkan di tahap ini.
5. Distribusi — Hasil akhir film didistribusikan dan
ditayangkan di bioskop, festival, atau tempat-tempat
penayangan lainnya.

Development
Pada tahap ini, produser dari proyek film memilih cerita, bisa
datang dari buku, pertunjukan teater, dari film lain, dari kisah
nyata, video game, komik, novel grafik, ide original, dan lain-lain.
Setelah menentukan tema atau mengembangkan pesan yang
ingin disampaikan, produser bekerja dengan penulis skenario
untuk menyiapkan sinopsis. Selanjutnya, mereka membuat
outline atau kerangka untuk menjabarkan cerita menjadi adegan-
adegan dan fokus pada pembentukan struktur dramatik. Salah
satu cara lain (yang biasa dilakukan di animasi) untuk
mengembangkan sinopsis menjadi skenario adalah melalui
pembuatan treatment, biasanya 25-30 halaman berisi deskripsi
cerita, mood, dan karakter. Biasanya hanya sedikit sekali dialog
dan pengarahan adegan, dan berisi gambar-gambar untuk
mempermudah visualisasi adegan-adegan penting.

Selanjutnya, seorang penulis skenario menulis skenario selama

10
beberapa bulan. Penulis skenario bisa melakukan rewrite
beberapa kali untuk mengembangkan dramatisasi, kejelasan
tulisan, struktur, karakter, dialog, dan keseluruhan style cerita.
Kadang-kadang produser melewati proses perbaikan yang
dilakukan penulis skenario, dan memasukkan skenario yang
sudah dimiliki ke dalam proses script coverage;produser
membawa skenario kepada investor, studio, production house
lain, dan pihak-pihak terkait yang berminat untuk menilai (dan
memperbaiki) skenario tersebut. Produser akan memiliki catatan-
catatan menyeluruh terhadap skenario, untuk kemudian bisa
diperbaiki oleh penulis skenario, script doctor, atau oleh penulis
skenario lain.

Distributor film sudah bisa dihubungi pada tahap ini, agar mereka
bisa menilai di pasar seperti apa film ini bisa dijual, dan menilai
potensi suksesnya film ini secara finansial. Distributor-distributor
Hollywood mengadopsi pendekatan bisnis yang keras dan
menganggap penting faktor-faktor seperti genre film, target
penonton, kesuksesan film-film yang mirip yang pernah dibuat
sebelumnya, aktor-aktor yang bisa muncul di film, serta
sutradara-sutradara potensial. Semua faktor ini dapat memberi
gambaran sebuah film dapat memiliki sekian calon penonton.
Tidak semua film meraih keuntungan dari penayangan di bioskop
saja, jadi perusahaan-perusahaan film akan mempertimbangkan
kemungkinan pemasukan lain lewat penjualan DVD, penayangan
di televisi, serta bentuk distribusi lain.

Produser dan penulis skenario mempersiapkan proposal film,


atau treatment, dan mempresentasikannya pada calon pendana.
Mereka juga mempresentasikan film pada aktor dan sutradara
untuk “mengikat” mereka pada proyek ini.Ada juga proyek yang
sudah melibatkan sutradara sejak tahap pembuatan cerita.

11
Tahap pencarian dana dan dukungan ini tidak mudah. Banyak
proyek yang gagal melewati tahap ini. Bila presentasi berhasil,
film menerima “lampu hijau,” artinya proyek tersebut sudah dapat
dukungan finansial: dari production house atau studio besar,
investor independen, atau kumpulan/asosiasi/penggiat film.

Setelah semua pihak bertemu dan kesepakatan disetujui, film


berlanjut ke tahap pra-produksi. Sampai titik ini, sebuah film
sudah seharusnya memiliki strategi pemasaran dan target
penonton yang jelas.

Tahap development untuk film-film animasi berbeda sedikit,


karena biasanya sutradara yang mengembangkan dan
mempresentasikan cerita kepada produser eksekutif berdasarkan
storyboard yang masih kasar.Untuk animasi, jarang sekali
ditemukan skenario penuh pada tahap ini.Jika film animasi dapat
lampu hijau untuk tahap selanjutnya, maka penulis skenario baru
dilibatkan untuk mempersiapkan skenario.

Pra-Produksi
Pada tahap pra-produksi, setiap langkah konkrit dalam membuat
film benar-benar didesain dan direncanakan dengan matang.
Perusahaan didirikan dan kantor produksi dibangun. Konsep film
dibayangkan dan diprevisualisasikan oleh sutradara, dan bisa
dibuatkan storyboard dengan bantuan ilustrator dan storyboard
artist.Anggaran produksi dibuat untuk memperkirakan biaya
pengeluaran. Untuk produksi besar, biasanya akan
memperhitungkan asuransi untuk perlindungan terhadap
kecelakaan.

Di tahap ini, produser juga mempekerjakan kru. Kebutuhan cerita

12
dan biaya akan menentukan jumlah dan jenis kru yang terlibat
selama pembuatan film. Banyak sekali film terkenal hollywood
yang mempekerjakan ratusan kru plus pemain, sementara film
independen beranggaran rendah memiliki delapan kru saja (atau
bahkan kurang).

Berikut beberapa posisi kru yang biasa hadir dalam sebuah


produksi:
Storyboard artist: membuat gambar-gambar untuk membantu
sutradara dan desainer produksi mengomunikasikan ide mereka
kepada tim produksi.

Sutradara: tanggung jawab terbesarnya adalah penceritaan,


keputusan-keputusan kreatif, dan kualitas akting yang ada dalam
film.

Asisten sutradara (astrada): tugas umumnya adalah mengelola


jadwal syuting dan logistik produksi, di antara banyaknya tugas
yang lain. Ada berbagai macam astrada, dan masing-masing
memiliki tanggung jawab yang berbeda, sesuai pembagian tugas
secara khusus.

Manajer produksi: mengelola anggaran produksi dan jadwal


produksi. Manajer produksi juga bisa memberikan laporan—atas
nama produser, perusahaan atau rumah produksi—kepada para
eksekutif dan pemodal.

Manajer lokasi: menemukan dan mengelola lokasi-lokasi syuting.


Lokasi syuting bisa di dalam sebuah studio dengan lingkungan
yang bisa dikontrol, atau langsung di lokasi, misalnya pasar,
gunung, atau laut.

13
Desainer produksi: menciptakan konsep visual film, bekerja sama
dengan penata artistik.

Penata artistik: mengelola departemen artistik, yaitu membangun


atau menata set.

Desainer kostum: membuat dan mengelola pakaian untuk semua


karakter dalam film.

Penata rambut dan make up: bekerja sama dengan desainer


kostum untuk menciptakan tampilan tertentu untuk sebuah
karakter.

Casting director: menemukan aktor yang tepat untuk mengisi


peran-peran dalam skenario. Untuk ini biasanya seorang casting
director akan melakukan audisi.

Koreografer: membuat dan mengoordinasikan gerak dan tari—


biasanya untuk film musikal. Bisa juga ditemukan kredit
koreografer laga (fight choreographer) untuk film action/laga.

Director of photography (DoP/DP): adalah seseorang yang


memimpin dan menjaga kualitas fotografi dari keseluruhan film,
termasuk di dalamnya kualitas gambar, pencahayaan, dan gerak
kamera.

Sound recordist: adalah seorang kepala departemen suara


selama tahap produksi, bertanggungjawab merekam dan
melakukan mixing suara di set—biasanya dialog dan efek suara
direkam dalam mono, dan ambiens dalam stereo. Mereka
bekerja dengan operator boom.

14
Sound designer: menciptakan konsep aural dalam film. Dalam
beberapa produksi, seorang sound designer kadang disebut
sebagai director of audiography.

Music Composer: menciptakan musik untuk film (biasanya baru


dimulai pada tahap pasca produksi).

Produksi
Dalam tahap produksi, pengambilan gambar, suara, dan elemen
mentah lainnya dilakukan. Kru akan lebih banyak dipekerjakan di
sini, seperti property master, script continuity report/script
supervisor, asisten sutradara, fotografer still, on location editor,
dan sebagainya. Ini hanya sebagian peran yang biasa muncul
dalam pembuatan film; sebuah rumah produksi memiliki
kebebasan untuk mengombinasikan, menyatukan, atau memilah
peran-peran para kru sesuai dengan kebutuhan produksi.

Bayangkan suatu hari syuting dimulai. Biasanya kita akan melihat


kru tiba di set/lokasi sesuai dengan call time yang ditetapkan.
Para kru di Indonesia biasa menyebutnya kolingan (calling-
an).Para aktor biasanya punya waktu kolingan yang berbeda.
Konstruksi set, penataan set, dan penataan cahaya biasanya
memakan wa
ktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari, sehingga biasanya
dilakukan jauh sebelum syuting dimulai.

Grip (tim yang bertanggung jawab dalam mengoperasikan alat


pendukung kamera seperti crane, dolly, stabilizer, dan
sebagainya), gaffer (chief lighting) dan tim lighting, dan kru
desain produksi biasanya akan mengerjakan satu langkah di
depan departemen kamera dan suara; agar efisien, mereka akan
mempersiapkan scene berikutnya sementara departemen lain

15
melakukan perekaman.

Pada saat kru mempersiapkan alat-alat, para pemeran akan


dipakaikan kostum dan didandani oleh departemen kostum, tata
rambut dan make-up. Para pemeran melatih script dan blocking
(posisi pemain dalam kaitannya dengan posisi kamera) bersama
sutradara. Tim kamera dan suara akan ikut berlatih bersama
mereka sambil melakukan penyesuaian. Pada akhirnya, adegan
akan direkam, kemungkinan besar berulan-ulang, sebanyak yang
dibutuhkan sutradara. Pada umumnya, berikut adalah prosedur
yang biasa terjadi pada saat pengambilan gambar:

Asisten sutradara akan menyerukan “set clear!” atau “stand by!”


atau “picture is up!” untuk memberitahu semua orang bahwa
pengambilan gambar akan dilakukan, dilanjutkan dengan “tenang
semua!” atau “quiet, everyone!” Setelah semua kru siap untuk
merekam, astrada akan menyerukan “sound” atau “roll sound”
(jika perekaman melibatkan suara), dan sound recordist akan
merekam suara sambil menyerukan “sound speed,” “sound roll,”
atau “roll” saja. Clapper (orang yang memegang clap di depan
kamera), akan menyebutkan nomor scene, nomor shot, dan
nomor take. Astrada lanjut memanggil “kamera” dan dijawab
“speed!” oleh operator kamera persis setelah kamera mulai
merekam. Kamera operator juga bisa mengganti jawaban itu
dengan perintah “mark it!” kepada clapper. Clapper segera
menutup clap dan mencari posisi aman agar tidak terekam. Jika
adegan melibatkan figuran/extras dan akting pada background,
astrada akan memberi kode pada mereka “background action!”
Terakhir adalah sutradara (atau kadang-kadang astrada, jika
dibutuhkan) yang memerintahkan “action!” kepada pemeran
utama.

16
Sebuah take akan selesai ketika sutradara menyerukan “cut!”
dan kamera serta suara akan berhenti merekam. Seorang script
continuity report/script supervisor akan mencatat segala hal yang
bersangkutan dengan kesinambungan adegan, sementara tim
suara dan kamera akan membuat catatan teknis tentang take
tersebut di lembaran laporan masing-masing. Jika sutradara
memutuskan melakukan take lagi, maka seluruh proses akan
diulang. Setelah puas, kru akan bergeser ke posisi atau “setup”
kamera berikutnya dan merekam lagi, terus saja sampai scene
tersebut tercakup semua. Setelah syuting scene tersebut selesai,
astrada akan menyerukan “bungkus” atau “wrap” atau “moving
on” atau “next scene.” Setiap kru yang bersangkutan akan
membereskan scene tersebut dan pindah ke scene berikutnya,
atau selesai.

Pada akhirnya, sutradara akan mengesahkan jadwal syuting hari


berikutnya, dan laporan progres harian (daily progress report)
akan dikirim ke rumah produksi. Di dalam laporan ini termasuk
juga laporan continuity, suara, dan tim kamera. Setiap kru dan
pemain akan menerima call sheet yang akan memberitahukan
mereka kapan dan di mana mereka harus berada pada esok
harinya. Setelah itu, sutradara, produser, kepala departemen,
dan kadang-kadang pemain, bisa berkumpul bersama dan
menyaksikan footage (bahan rekam, disebut juga dailies) yang
diambil pada hari itu, dan mengulas hasil kerja mereka.

Jam kerja dalam satu hari syuting berkisar antara 14 sampai 18


jam, berbarengan terus dalam satu lokasi. Bentuk kerja seperti ini
biasanya membangun semangat dan solidaritas setiap orang
yang terlibat di dalamnya. Maka ketika syuting selesai, biasanya
rumah produksi akan mengadakan wrap party, untuk
berterimakasih pada kru dan pemain atas usaha mereka.

17
Untuk produksi live-action (adegan nyata, bukan adegan berbasis
CGI), salah satu tantangannya adalah menyelaraskan jadwal
kerja dari pemain utama dan para kru, karena pada setiap scene
yang akan direkam, mereka dituntut hadir di waktu dan tempat
yang sama. Film animasi memiliki alur kerja yang berbeda; para
pengisi suara bisa merekam suara mereka di studio rekam pada
waktu yang berbeda dan baru bertemu satu sama lain pada saat
penayangan perdana; pembuat gerak rambut dan pembuat
tekstur kulit pada suatu karakter bisa tidak bertemu sama sekali.

Pasca-produksi
Pada tahap ini, materi mentah syuting “dimasak” kembali oleh
editor.Bayangkan sebuah dapur dan seorang koki, bahan
masakan terbaik sudah dipetik, tinggal diracik hingga matang.
Editor memilah shot dan membangun lagi adegan-adegan. Tidak
menutup kemungkinan bahwa struktur penceritaan yang ada di
skenario bisa berubah total setelah masuk ruang editing. Adegan
di menit 60 bisa saja dipindahkan ke awal film, dan adegan
ending bisa diletakkan di tengah-tengah, dan sangat
memungkinkan menjadikan film itu memiliki struktur yang lebih
baik.

Desain suara juga dilakukan di tahap ini. Dialog-dialog diedit dan


dikembangkan kualitasnya; musik dan lagu dibuat dan
diaransemen (jika film tersebut memiliki konsep memakai music
score); efek suara didesain dan direkam, termasuk di dalamnya
penambahan suara langkah, suara pintu, suara ledakan, suara
nafas, dan lain sebagainya. Penambahan suara ini bisa dibuat
kembali di dalam studio, dikenal dengan istilah foley, atau bisa
membeli atau memanfaatkan suara yang sudah ada di sound
library.

18
Lalu visual efek berbasis komputer grafik juga dilakukan di tahap
ini, seperti menambahkan efek darah, pecahan kaca pada mobil,
menggeser posisi bulan, menambah awan dan pepohonan pada
sebuah scene pemandangan, memperbanyak jumlah manusia
pada stadion, dan lain sebagainya. Setelah semua gambar
lengkap, film akan diwarnai kembali oleh colorist sesuai dengan
look yang diharapkan. Warna antar shot diselaraskan (karena
biasanya shot satu dan shot lain memiliki komposisi warna yang
beda, atau sering disebut belang). Biasanya film-film horor akan
memanfaatkan warna-warna dingin, sementara film drama
romantis akan menggunakan warna-warna hangat.

Akhirnya, ketika semua elemen visual selesai dimasak, dan


semua elemen suara selesai dibuat, maka semuanya akan
disatukan, dan film selesai dibuat.

Distribusi
Distribusi adalah tahap akhir.Di industri film di luar ada peran
distributor yang bekerja mendistribusikan film.Di Indonesia,
biasanya produser sendiri yang melakukan distribusi.Film yang
sudah dibuat dirilis ke bioskop, ke festival, atau bisa juga
langsung ke konsumen melalui media DVD, VCD, Blu-ray, atau
unduh langsung dari provider media digital. Film akan diduplikasi
sesuai kebutuhan (ke pita film atau ke harddrive) dan
didistribusikan ke bioskop untuk ditayangkan. Produser atau
distributor akan mempublikasikan poster, flyer, press kit, trailer
film, dan materi pemasaran lainnya untuk mempromosikan film.
Tidak menutup kemungkinan bagi produser atau distributor untuk
merilis materi mentah film kepada kalangan tertutup (pers dan
wartawan) ditambah rekaman dokumentasi di balik layar, untuk
memperkuat promosi.

19
Distributor film biasanya merilis film dengan mengadakan launch
party, premiere beserta red-carpet, press release, wawancara
dengan wartawan, preview bersama pers, dan penayangan pada
festival film. Banyak film yang berpromosi menggunakan website
tersendiri, terpisah dari website milik production house atau milik
distributor. Untuk film-film skala besar, pemain dan kru penting
biasanya dikontrak untuk berpartisipasi mempromosikan film
melalui tur. Mereka diminta hadir ke festival dan penayangan
perdana, diwawancara oleh televisi, radio, jurnalis cetak dan
online. Film tertentu mungkin saja melakukan tur lebih dari satu
kali, untuk memunculkan kembali permintaan pasar terhadap film
tersebut selama jangka waktu tayang berlangsung.

Urutan penayangan biasanya memiliki pola tertentu. Awalnya


sebuah film akan ditayangkan di bioskop-bioskop terpilih, atau
apabila gaungnya sudah terdengar luas, bisa langsung
ditayangkan secara luas dan bersamaan di seluruh bioskop.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah penayangan, film
biasanya dirilis ke segmen pasar yang berbeda melalui rental
film, retail (DVD, blu-ray), pay-per-view, in-flight entertainment,
televisi kabel, satelit, atau televisi lokal dan nasional (free-to-air).
Hak distribusi juga bisa diperjualbelikan dengan distributor luar
negeri untuk mencakup pasar internasional. Distributor dan
rumah produksi akan berbagi keuntungan.

d. Film independen

Bila semua hal di atas rasanya terlalu rumit, mungkin bisa dimulai
dengan membuat film independen. Pembuatan film independen,
atau independent filmmaking, adalah proses pembuatan film

20
yang tidak menggunakan pakem-pakem mainstream di atas.
Karena keterbatasan atau kebutuhan tertentu, pembuat film
memutuskan untuk memproduksi dengan caranya sendiri. Hal ini
bisa dilakukan mengingat perkembangan teknologi yang ada
sekarang memungkinkan seseorang untuk syuting dan mengedit
film mereka sendiri, merekam dan mengedit suara, membuat
musik, dan mematangkan film menggunakan komputer rumah.

Walau proses produksi sudah demikian mudah dicapai, masih


ada tahap-tahap yang tetap memiliki tantangan tersendiri bila
tidak menyesuaikan dengan sistem yang ada, di antaranya
adalah tahap pencarian modal, distribusi, dan pemasaran. Dulu,
para pembuat film independen mengandalkan tahapan ini pada
festival film (seperti Sundance, Venice, Berlin, Cannes, dan
Toronto) agar film mereka dilirik dan bisa dijual ke distributor dan
produser. Sekarang ini internet sudah memberikan jalan bagi
pembuat film independen untuk mendistribusikan film mereka
menggunakan platform-platform dengan biaya murah atau tanpa
biaya sama sekali. Pembuat film skala besar, pembuat film
independen, studio besar, rumah produksi kecil, semua berbaur
di sana. Semua pihak punya kesempatan yang sama untuk
menjual atau menayangkan film mereka. Tidak menutup
kemungkinan pada sebuah platform penayangan kita bisa
melihat satu film layar lebar berbiaya besar dari California
bersanding dengan satu film independen berbiaya murah dari
Tegal.

Dengan distribusi film melalui internet, pembuat film independen


yang tidak memiliki akses kepada distributor, kini memiliki
kemampuan untuk meraih penonton global.

21
e. Sikap pembuat film sebagai individu dan sebagai bagian
dalam tim

Orang-orang biasanya plin-plan, angin-anginan, dan sulit


diprediksi jika sudah berhadapan dengan situasi yang genting
sebagaimana biasa terjadi di set syuting. Seorang sutradara
harus bisa menjaga emosi dan kondisinya walaupun pemodal
bersila tangan di belakang monitor meminta ini itu, produser
meminta scene tambahan karena dirasa penting untuk penjualan,
dan aktor yang tidak mau memakai kostum karena ia rasa tidak
sesuai perannya. Seorang sutradara (dan produser) yang baik
harus bisa berkepala dingin dan menentukan langkah terbaik
untuk mendekati kru, aktor, dan pemodal agar bisa mencapai visi
yang diinginkan dalam film itu.

Ini bukan hal yang mudah.Mau tidak mau harus diakui bahwa
seorang sutradara harus bisa memanipulasi, atau dalam istilah
yang lebih positif, mampu bernegosiasi.Keahlian yang harus
dimiliki untuk menguasai kemampuan ini sebenarnya bukan
kepekaan terhadap estetika, tetapi keahlian berkomunikasi
secara efektif bahkan pada saat situasi buruk.Seorang sutradara
yang baik harus pintar berbicara, namun lebih penting lagi harus
pandai mendengarkan.

Kemampuan mendengarkan wajib dimiliki untuk pekerjaan


apapun yang menuntut adanya komunikasi, termasuk
berjualan.Sutradara menjual konsep, menjual ide.Penjualan
adalah mendengarkan. Penjual yang hebat tidak hanya
mendengarkan kata-kata; ia mendengarkan momen-momen
diam, bahasa tubuh, hal-hal yang tidak diucapkan, bunyi gesekan
tangan, ketukan kaki, gemeretak gigi. Seorang sutradara harus
bisa mendengarkan agar memahami apa yang sebenarnya

22
diinginkan produser dan pemodal. Lalu ia harus mengerti apa
yang harus dikatakan dan bagaimana cara menyampaikan
keinginan itu.

Hal ini tidak hanya berlaku pada sutradara atau


produser.Seorang penulis skenario, desainer produksi, director of
photography, editor, penata musik, dan posisi-posisi penting
lainnya juga dituntut memiliki keahlian berkomunikasi. Karena
pada dasarnya pembuatan film adalah kerja sama tim.

Berikut adalah beberapa pedoman yang bisa dipertimbangkan


ketika kita mengambil peran dalam sebuah produksi, di tahap
apapun:
1. Gunakan intuisi. Ketika mempekerjakan kru atau memilih
proyek ini atau itu dari investor ini atau itu, lakukan riset
sebelumnya.Setelah itu, pertimbangkan dengan matang, dan
dengarkan diri sendiri. Jika rasanya tidak tepat atau tidak cocok,
cari yang lain. Setelah memahami seluk-beluk film, kita akan
memahami bahwa beberapa keputusan tidak bisa diambil hanya
dengan logika saja. Kadang-kadang menggunakan intuisi lebih
bermanfaat pada akhirnya. Lebih baik menunggu investor yang
tepat dua bulan lagi ketimbang bekerja sama dengan investor
yang salah dan harus terima nasib untuk waktu yang lama.

2. Pilih orang yang memiliki keahlian/perspektif yang berbeda.


Semua orang terlahir dengan bakat dan keahlian yang berbeda-
beda; pandai di satu hal, buruk di hal lain. Jika kita bekerja
dengan orang yang memiliki perspektif berbeda, suatu masalah
dapat langsung dilihat dari berbagai sudut pandang, dan bisa
diselesaikan melalui banyak pilihan. Keberadaan orang-orang
dengan keahlian yang berbeda di dalam tim juga akan
memperkuat tim tersebut. Semakin banyak keahlian, semakin

23
banyak senjata untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.

3. Tetap kalem, tetap adem. Jika sedang ada di tengah-tengah


meeting dan suasana memanas, mundur selangkah dari
perdebatan dan biarkan diskusi berlangsung supaya kita bisa
merasakan apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa situasi
memanas. Yang penting adalah semua permasalahan harus
terlihat dengan jelas agar bisa dipadamkan, dan hal ini hanya
bisa dilakukan dengan kepala dingin.

4. Jangan bawa-bawa perasaan. Perasaan memang baik adanya


dibawa-bawa dalam berpacaran, tapi tidak demikian halnya
dalam bekerja.Kalau ada yang membuat kesal, biarkan lewat,
tunggu rasa kesal berlalu, kemudian segera bergerak dan
menyelesaikan masalah secara obyektif. Diingat saja bahwa
kebanyakan orang melakukan sesuatu tidak ditujukan kepada
orang lain, tetapi untuk kemaslahatan diri sendiri.

5. Perkuat pasukan. Masalah-masalah akan datang dan tidak


bisa dihindari. Harus dihadapi. Ketimbang menegur tim, coba cari
cara untuk memperkuat mereka. Jika mereka melakukan sesuatu
yang tidak kita sukai, coba pikirkan apa yang sebenarnya kita
inginkan dari mereka; lalu beri mereka tugas yang kita tahu
mereka akan bisa selesaikan. Ketika tugas selesai dikerjakan,
jangan lupa untuk memuji dan berterimakasih.Kadang-kadang
orang lupa kekuatan apresiasi dan terima kasih.

6. Beri pertanyaan. Ketika suatu permasalahan muncul dan kita


ingin membuka pembicaraan dengan kru, mulai dengan
pertanyaan.Pertanyaan yang dilontarkan jangan bersifat
menuduh, dan biarkan mereka membawa kita pada akar
permasalahan.Jangan bergerak berdasarkan asumsi sampai

24
semua masalah terang benderang.

7. Memahami perbedaan karakter setiap orang. Kita harus bisa


menyesuaikan diri dengan rekan kerja kita, agar tugas bisa
segera selesai.Ada beberapa orang yang perlu tuntunan dan
arahan lebih.Ada beberapa orang yang cukup dijelaskan dengan
kata-kata.Ada beberapa orang yang perlu didorong dan diberi
motivasi.Ada juga yang sangat sensitif dan jika didiamkan malah
dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik.Ada yang
tidak bisa menjelaskan dengan baik, sehingga membutuhkan
waktu.Kita harus bisa merespon pada setiap orang dengan cara-
cara yang pada akhirnya membuat aktivitas jadi produktif.

8. Tetapkan target yang realistis. Tidak ada orang yang suka


kegagalan. Jika kita membuat keputusan yang mempengaruhi
tim, buat agar mereka juga merasa dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tersebut. Coba untuk membuat target bersama-sama,
atau menentukan target dan menanyakan pada tim apakah target
tersebut dapat dilaksanakan. Libatkan mereka ke dalam strategi
kita supaya mereka merasa menjadi bagian dari rencana
kita.Ketika target sudah ditentukan, jalani dengan penuh
keyakinan sampai tujuan. Sedikit saja keraguan muncul dari kita,
maka semangat tim pasti langsung goyah.

9. Jujur dan baik hati. Tidak ada kata yang lebih tepat daripada
kata-kata klise dalam pelajaran moral ini.Kebaikan hati dan
kejujuran seringkali tidak lagi dianggap sekarang ini. Belakangan
ini pendekatan yang lebih keras, seperti suara lantang,menjadi
penuntut, dan tanpa kompromi, nampaknya adalah cara yang
efektif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari seseorang.
Belum tentu. Orang-orang akan merespon kejujuran dan
kebaikan hati dengan cara yang positif. Melatih cara berbicara

25
kepada tim dengan keterbukaan dan perhatian akan
mendapatkan hasil yang lebih produktif, bahkan dalam situasi
yang buruk sekali pun.

10. Tanya apa yang dibutuhkan oleh tim. Pada saat melakukan
wawancara, coba untuk tanyakan kepada calon kru atau pemain
apa kira-kira yang dibutuhkannya agar pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik. Dengan menanyakan pertanyaan ini
akan menunjukkan bahwa kita peduli dan ingin tahu betul potensi
yang mereka miliki. Dengan demikian, setelah mereka
menyatakan hal-hal yang dapat membangkitkan semangat
mereka untuk bekerja, mereka juga akan terdorong untuk
melakukan yang terbaik untuk proyek kita.

26
27
BAB 2

Oleh Baskoro Adi dan Rahabi Mandra

Nama Mata Ajar : Memahami Cerita dan Mengolah Ide


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
memahami cerita dan mengolah ide-ide
menarik untuk film melalui bermacam
macam strategi yang ada
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta memahami cerita dan
mengolah ide untuk film
Kompetensi Dasar : Memahami cerita dan mengolah ide untuk
film
Indikator : Peserta mampu memahami cerita dan
mengolah ide yang menarik untuk film

a. Apa itu cerita?

Cerita adalah sebuah laporan, fiksi maupun nyata, baik tertulis


maupun verbal tentang sebuah rangkaian kejadian yang saling
berhubungan.

Mengapa cerita yang baik itu penting?

Perhatikan keadaan berikut :

28
(1)
Anda sedang tiduran di kamar, kemudian ibu anda msuk ke dalam
kamar dan ngomel, “Kamu jangan ngerokok, jangan narkoba, jangan
nakal, jangan pulang malam!” Kemudian ibu Anda keluar.

dan

(2)
Ibu anda masuk ke kamar saat anda sedang tiduran. Beliau duduk
dan bercerita, “Kamu ingat teman Papa, Om Anton? Beliau
meninggal karena kanker paru-paru. Kamu jangan merokok ya?”.

Dari kedua keadaan di atas, keadaan nomor 1, sang Ibu


menggunakan daftar untuk menasehati anaknya. Sementara
keadaan nomor 2, sang Ibu menggunakan cerita. Keadaan
nomor 2 jelas lebih mengena kepada pendengar.

Banyak pesan disampaikan melalui cerita.Kisah supaya tidak


durhaka kepada orang tua, disampaikan melalui kisah Malin
Kundang.Kisah supaya baik dengan saudara, disampaikan
melalui kisah Cinderella dan Bawang Merah Bawang Putih.

Bahkan banyak firman Tuhan disampaikan melalui cerita.

Kembali ke pertanyaan di atas: Mengapa cerita yang baik itu


penting? Karena cerita yang baik akan mampu memanipulasi
emosi.

Selalu ingat, kebanyakan keputusan yang dibuat oleh manusia,


lebih banyak dipengaruhi oleh emosi daripada logika. Pengguna
Apple, sadar bahwa dengan harga yang lebih rendah, mereka

29
bisa membeli komputer dengan spesifikasi lebih baik, namun
mereka tetap membeli komputer Apple yang harganya lebih
tinggi. Keputusan yang dibuat berdasarkan emosi.

Seorang wanita bisa memilih seorang pria yang sudah jelas-jelas


menyakitinya, sementara ada pria yang lebih baik
tersedia.Keputusan yang dibuat juga berdasarkan emosi.Apakah
banyak manusia seperti itu? BUANYAK. Bahkan mungkin Anda
salah satunya.

Begitu Anda bisa membuat cerita yang baik, Anda akan nyaris
bisa menjual apapun.

b. Bagaimana mengolah ide?

Coba tanyakan ke penulis sukses/ternama, apa kiranya


pertanyaan yang umumnya selalu mereka dapatkan. Biasanya
mereka akan menjawab, “Dapat ide dari mana sih?”

Kita sebagai penggiat dunia kreatif pasti pernah merasakan kok


kepala ini tidak bekerja ya, tidak ada ide muncul. Banyak penulis-
penulis yang baru memulai sudah punya ketakutan duluan —
takut kehabisan ide.Ya, banyak dari kita bisa mengerti keadaan
ini.Untuk menghilangkan kekuatiran ini, ada baiknya kita
menganggap ide seperti… kelinci deh.Kita pelihara saja dua, dan
kalau kita bisa memelihara dan mengelolanya, tidak lama
kemudian kita sudah punya selusin.

Beberapa orang memang bisa menulis dengan cepat, namun


coba perhatikan saja – secepat-cepatnya orang menulis, penulis
novel setidaknya menulis hanya satu dalam setahun, sementara

30
penulis skenario layar lebar hanya dua hingga tiga tiap
tahunnya.Jadi dalam setahun sebenarnya kita hanya butuh
antara satu-tiga ide cerita yang bagus.

Sebenarnya cara terbaik untuk muncul dengan ide bagus itu


adalah dengan memperhatikan hidup.Setiap penulis selalu
“diberi” ide cerita setiap harinya, yang diantarkan oleh
hidup.Persoalannya, tidak semua penulis menerimanya.Hanya
penulis-penulis yang benar-benar memperhatikan hidup,
memperhatikan kejadian sekitar, menjadikannya pengalaman,
dan mengolahnya sedemikian rupa, baru bisa dikatakan
“mendapatkan” ide cerita. Ini sama seperti peluang. Setiap hari
peluang hilir-mudik dalam hidup kita, namun jika kita tidak
menyadarinya, menangkapnya, maka peluang akan pergi begitu
saja.

Kuncinya adalah harus siap sedia ketika ide datang.Ini bukan


berarti hanya sekadar siap dengan pulpen dan kertas.Ini berarti
juga siap secara mental untuk memperhatikan dan mengenali
informasi yang selalu lalu-lalang dan menyentuh pikiran kita, bisa
menjadi ide yang bermanfaat. Kapan terjadinya? Kapan saja –
ketika kita lihat ada iklan menarik di billboard, ketika seorang
teman tiba-tiba nyeletuk ide bagus, ketika di suatu hari ada
masalah datang ke kita, atau ketika kita baru saja melewati
rintangan berat dalam hidup kita – semua itu bisa diolah-alihkan
hingga menjadi dasar dari cerita kita berikutnya, jika kita memang
merasa demikian.

Dari dulu sampai sekarang, orang-orang besar dengan ide besar


selalu mengutarakan rahasia mereka kepada kita: selalu bawa
catatan dan pulpen. Pikiran kita hanya mampu menampung
informasi baru dan menjaganya tetap segar selama tiga menit.

31
Kalau tidak diabadikan di dalam catatan, kita bisa kehilangan
sebuah ide selama-lamanya.

Andaikan kita sudah mencoba memelototi hidup, mencari ide ke


segala penjuru, namun rasanya ide genius itu tidak kunjung
muncul, lantas bagaimana?Masih ada beberapa cara untuk
membimbing diri kita sendiri agar kita terdorong ke ide-ide itu.

c. Mengamati Berita

Sesekali kadang kita mendengar sebuah berita dari internet,


radio, atau televisi, dan kita mendapatkan sebuah konsep
menarik untuk dijadikan awal cerita. Yang kita tangkap dari berita
memang bukan cerita utuh yang lantas kita ambil dan kita
tuliskan ulang.Biasanya hanya berupa konsep pemikiran, atau
bibit cerita.Misalnya kita mendengar kisah tentang anak luar
biasa yang bisa menyembuhkan penyakit apapun dengan
mencelupkan tangannya ke minuman pasien dengan sebuah
batu.Bibit cerita bisa diambil dari anak luar biasa itu, dari batu,
dari pasien yang berkebutuhan, dari celupan tangan, atau dari
ide menyembuhkan segala penyakit.

Lantas salah satu ide itu bisa kita bawa kepada jenis cerita atau
genre yang tengah menarik perhatian kita. Misalnya kita sedang
ingin membuat horor – kita ambil ide batu dari berita tadi, dan kita
bayangkan hantu-hantu yang bisa saja muncul dari batu tersebut,
dan bahwa setiap pasien yang meminumnya akan dihantui. Atau
misalnya kita sedang ingin membuat cerita romantis – kita
bayangkan anak luar biasa yang dibutuhkan banyak orang ini
sedang jatuh cinta dengan, misalnya, seorang anak pasien.Atau
misalnya kita ingin membuat science fiction – kita bayangkan

32
batu itu datangnya dari kelainan mineral di bumi ini, yang setelah
ditelusuri, datangnya dari serpihan meteor yang baru terjadi
belakangan ini.

Maka ketika kita mendengar sesuatu yang terjadi di sekitar kita,


coba saja dihubung-hubungkan dengan jenis cerita yang sedang
kita kembangkan.

LATIHAN
1. Baca sebuah berita dari media apapun.
2. Pilih sebuah jenis atau genre cerita.
3. Coba hubungkan keduanya, lalu tuliskan menjadi sebuah ide.

d. Dokumenter Sejarah

Nah, di titik ini kita sadar bahwa sejarah itu penting. Penulis-
penulis berpengalaman akan mengakui bahwa dokumenter
sejarah itu sarat dengan ide cerita. Sejarah bisa bercerita tentang
apa saja sebenarnya, hanya saja cerita-cerita itu adalah cerita
terpilih yang karena kekuatan ceritanya maka tak lekang oleh
waktu. Banyak sekali konsep di dalam sejarah yang bisa
diselami, diambil, dan dikembangkan.

Dalam sejarah, kita punya perang, pemimpin-pemimpin politik


dan perangainya, kita punya kehidupan, kematian, persatuan,
adu kekuatan, cinta, dan yang paling penting, di dalamnya selalu
ada konflik. Buku-buku dan film-film favorit kita kebanyakan
terinspirasi oleh sejarah, baik secara nyata atau secara semu,
dan kadang kita tidak menyadarinya.Sebagai contoh, serial
Game of Thrones itu didasari pada sejarah Wars of the Roses di
Inggris pada abad ke-15.Dua kubu yang sangat kuat, York dan

33
Lancaster (diubah jadi Stark dan Lannister) bertempur demi
kekuasaan. Film Gladiator dan King’s Speech secara nyata
mengambil dari sejarah dan menceritakannya kembali.

LATIHAN
1. Coba tonton sebuah dokumenter sejarah dan perhatikan
semua elemen di dalamnya. Catat karakternya dan catat
konfliknya.
2. Coba kita alihkan dan kembangkan elemen yang sudah
tercatat ke dalam sebuah cerita.

e. Artikel Lama Koran

Kita bisa menemukan banyak sekali narasi kreatif pada koran-


koran lama. Ini bukan hanya karena isi pada artikel itu, tapi juga
kare

34
karena gaya penulisan di masa lalu juga sangat berbeda dengan
sekarang. Selain itu, hal-hal yang terjadi dan dipercaya di masa
lalu sangat mungkin berubah dan menjadi berbeda dari keadaan
sekarang, sehingga “memaksa” kita untuk menggunakan cara
berpikir yang berbeda juga agar bisa menerapkannya ke dalam
cerita kita.

Sebagai contoh, andaikata kita besar di tahun 1990-an di


Jakarta, pada saat itu era internet belum benar-benar menyatu
dengan masyarakat. Lalu kita lihat artikel tentang sahabat pena,
ketika seseorang bertukar surat dengan orang lain di lain kota
atau negara. Lalu kita melihat sebuah artikel tentang temuan
telepon seluler terbaru, dan kita lihat opini orang-orang terhadap
hijab yang belum sepopuler sekarang.Ada nilai-nilai yang
dipandang berbeda di saat itu dibandingkan sekarang, dan ini
yang membuatnya menjadi menarik.

f. Menyatukan Kedua Hal Jadi Satu

Biasanya salah satu cara mudah membuat ide cerita yang


menarik adalah dengan menyatukan dua elemen yang biasanya
tidak bisa disatukan.Seperti contoh, pada tahun 2012 ada yang
menyatukan konsep sejarah Abraham Lincoln dengan mitos
vampir. Abraham Lincoln, menurut film tersebut, adalah vampir.
Kita juga bisa menyatukan dua karakter yang berseberangan ke
dalam sebuah film.Cerita bisa bergulir dengan sendirinya karena
kedua karakter tersebut otomatis menghasilkan konflik.

35
g. Sesuatu Yang Wajar Dikurangi Sesuatu

Bayangkan sesuatu yang penting hilang dari sebuah konsep


yang kita cukup kenal baik.Bayangkan main golf tanpa stik
golf.Bayangkan berbohong tanpa ada konsekuensi.Bayangkan
bisnis tanpa pertukaran nilai.Bayangkan pacaran dengan jiwa
tanpa raga.Bayangkan bumi tanpa manusia.Bayangkan sebuah
negara tanpa presiden.

Setelah membuang satu elemen dari sebuah konsep, biasanya


pikiran kita bisa mengarah pada ide cerita yang baru.

h. Apa Jadinya Jika

Metode Apa Jadinya Jika atau What If? ini cukup populer di
kalangan penulis dan penggiat kreatif. Hanya dengan
mempertanyakan apa jadinya jika dunia ini dikuasai oleh mesin
dan mesin tersebut menggunakan manusia sebagai sumber
energi, maka jadilah film The Matrix. Contoh lain: apa jadinya jika
seseorang jatuh cinta dengan orang lain yang hidup di rentang
waktu yang berbeda. Contoh lain lagi: apa jadinya jika ada orang
yang bisa menemukan mesin waktu.

Bayangkan hidup keseharian kita.Apa jadinya jika sesuatu yang


fantastis hadir dalam hidup kita?Maksudnya tidak melulu harus
fantasi atau fiksi ilmiah, bisa juga tentang pergerakan sosial yang
belum pernah dicoba di sejarah dunia kita.Apa jadinya jika
seorang laki-laki jatuh cinta pada operating system?Apa jadinya
jika ada seseorang yang begitu terlatih hingga bisa
menghancurkan satu pleton grup militer, atau seluruh keluarga
mafia?

36
Kita bisa juga membayangkan apa jadinya jika konsep
berbohong tidak pernah ada dalam kemanusiaan, atau apa
jadinya jika manusia tidak pernah menemukan listrik. Kita juga
bisa membayangkan apa jadinya jika seorang pemimpin
memimpin satu dunia seutuhnya. Rasa takut dalam
membayangkan “apa jadinya jika” akan memunculkan sebuah
cerita horor yang menarik. Mengandaikan konsep hidup yang
berbeda dari yang seharusnya bisa menghadirkan cerita yang
menarik dan tidak terpikirkan oleh banyak orang.

Anda juga bisa mencoba berada di keramaian, dan


memperhatikan orang lain. Bayangkan orang yang Anda
perhatikan tersebut punya kisah.

Ide juga bisa berasal dari pengalaman diri sendiri atau orang lain.

Tak jarang ide juga berasal dari alam bawah sadar.Saat Anda
bermimpi, Anda dalam keadaan setengah sadar, Anda dalam
pengaruh obat.

Tambahkan formulasi “What if” dalam hal yang observasi


tersebut.

Contoh:

Anda berada di halte bis, kemudian ada seorang gadis yang


menarik perhatian Anda. Dia menggunakan sepatu boots,
memakai jins, jaket kulit, dandanan gothic, tato.

Kemudian, percikkan pertanyaan-pertanyaan “what if (bagaimana


jika)”.

37
- What if she’s an alien?
- Bagaimana jika dia adalah pembunuh berantai?
- Bagaimana jika dia adalah seorang relawan dengan 40
adik asuh?
- Bagaimana jika dia hafal Al Qur’an?
- What if she’s a super hero who fight crimes during our
sleep?
- What if ....
- Bagaimana jika ....

LATIHAN
Sekarang perhatikan orang di depan anda. Percikkan
pertanyaan-pertanyaan “what if?”

Jangan takut ide Anda akan mirip dengan ide yang sudah ada.
Blake Snyder, seorang penulis buku penulisan skenario,
menyebutkan “Give me the same thing, only different”.

Ide dasar Cinderella dan Bawang Merah Bawang Putih sama.


Tidak mungkin mereka saling contek pada masa itu, mengingat
kesulitan geografis dan teknologis. Jadi kedua penulis cerita
tersebut memang mendapat inspirasi yang sama.

Ide memang disediakan alam, tinggal bagaimana kita


menangkapnya.Penulis adalah spons, dan jadi perantara dari
alam untuk menuangkannya menjadi tulisan.

38
39
BAB 3

Oleh Baskoro Adi dan Perdana Kartawiyudha

Nama Mata Ajar : Logline, Statement, dan Tema


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
membentuk ide yang dimiliki sehingga
menjadi logline, statement, dan tema yang
solid
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta membentuk logline,
statement, dan tema yang solid untuk cerita
film pendek berdasarkan ide yang dimiliki
Kompetensi Dasar : Membentuk ide menjadi logline, statement,
dan tema yang solid
Indikator : Peserta dapat membentuk logline,
statement, dan tema secara tepat dan
menarik

a. Formulasi Logline

Apa itu logline? Logline adalah intisari dari cerita.

40
Karena berupa intisari, maka logline harus singkat.
Jika sebuah skenario di-analogikan sebagai tubuh manusia,
LOGLINE adalah tulangnya.Jika tulang kuat, maka tubuh menjadi
kuat. Jika logline kuat, skenario yang dihasilkan juga akan kuat.

Tak jarang, membuat logline hanya singkat ini bisa


menghabiskan waktu berhari-hari.Jika Anda ingin menjadi penulis
naskah profesional, buat minimal 50 logline setiap minggu.

Perhatikan kalimat berikut:

Saya makan bakso

Apakah kalimat tersebut merupakan cerita yang baik?

Tidak. Karena cerita yang baik harus:


- Mengandung konflik
- Ada pertaruhan
- Ada kekuatan emosi
- Karakter yang menarik

Modifikasi kalimat tersebut menjadi kalimat baru, yang


mengandung cerita menarik, misalkan:

Member JKT48 yang tiga hari belum makan, saat mau makan
bakso, di tengah jalan ada Godzila.

Dalam kalimat tersebut terkandung:


- Karakter menarik
- Kekuatan emosi bagi (bagi para wota)
- Konflik besar oleh karakter lemah
- Pertaruhan, tiga hari tidak makan, sehingga jika tidak

41
makan akan fatal.

Formulasi dasar Logline adalah:

somebody wants something real bad, but having a hard time


while having it

jadi dalam logline, harus ada:


- karakter
- konflik yang harus mengandung stake
- goal

Ingat, logline harus singkat.Berlatihlah membuat logline dengan


kurang dari 25 kata.Apakah itu hanya berlaku untuk film pendek
saja? Tentu tidak. Perhatikan Logline berikut:

Leonidas, Raja Sparta, memimpin 300 orang pejuang untuk


melawan 100.000 tentara Persia untuk mempertahankan
negerinya.

Logline di atas terdiri dari 15 kata, yang dikembangkan menjadi


film berdurasi 2 jam.

Rumus logline:

LOGLINE = (KARAKTER + GOAL) x KONFLIK

Ingat rumus dasar matematika?

LOGLINE = (1.000.000.000.000 + 1.000.000.000.000.000.000) x 0

LOGLINE = 0

42
Jadi sehebat apapun karakter Anda, sebesar apapun Goal
karakter Anda, jika tidak ada konflik, maka tidak ada cerita. Cerita
adalah bagaimana seorang karakter berusaha mendapatkan
tujuannya, sementara ia dihalangi oleh sesuatu. Kita akan
melihat perjuangan seseorang.

Logline adalah merumuskannya dalam sebuah kalimat.

Latihan
Tuliskan 5 judul film favoritmu, dan tuliskan logline-nya!

No Judul Logline

Jika sudah paham dengan konsep logline, berikut beberapa hal


yang harus diperhatikan supaya logline Anda tidak terjebak
menjadi sesuatu yang klise atau terlalu biasa.

1. Hindari kata yang terlalu general

Saat membuat logline, hindari menyebutkan “seorang pemuda”,


“seorang wanita”, “seorang gadis”.Tapi cobalah menggunakan
kata yang lebih spesifik.Ini yang bisa membuat logline Anda lebih
kuat.

43
Sebagai contoh, pada film My Name is Khan, jika dirumuskan
logline-nya, bisa dituliskan sebagai berikut:

(1)
Seorang penderita autisme Muslim pasca 9/11, berusaha
menemui Presiden Amerika untuk menyatakan bahwa orang
Muslim bukan Teroris.

Bayangkan jika penulisan logline-nya sebagai berikut:

(2)
Seorang pemuda berusaha menemui Presiden Amerika untuk
menyatakan Muslim bukan teroris.

Logline dengan nomor (1), dapat menimbulkan empati bagi calon


penonton. Sementara jika ada yang pitching kepada saya Logline
nomor (2), reaksi saya pribadi adalah:
- Iseng amat pemuda itu?
- Ya, Presiden Amerika sudah sering mendengar statement
itu
- Oke, jadi pemuda ini akan menulis surat, menunggu
audiensi, dan akhirnya bertemu presiden dan menyatakan
itu. So what?

2. Logline Anda harus sudah menjanjikan sesuatu

Jika Anda ingin membuat skenario horror, logline Anda harus


sudah bisa membuat orang takut.

Jika ingin membuat skenario komedi, Logline Anda harus sudah


bisa membuat orang tertawa.

44
Sekali lagi, dengan pilihan kata yang tepat, logline Anda bisa
berpengaruh besar.

Logline Efek

Seorang pria akan berangkat kerja, Logline sampah, terlalu


namun dikejar Anjing general. Then what?

Perampok berdarah dingin ingin Logline action


beraksi, namun dikejar pitbull

Perampok berdarah dingin ingin Logline horror


beraksi, namun dikejar cerberus

Pembunuh berdarah dingin ingin Logline komedi


beraksi, namun dikejar pudel

Tiap logline di atas, hanya berbeda satu kata.Perbanyak


referensi untuk membuat logline.

3. Buat goal yang besar, tapi bisa dikendalikan oleh


karakter utama.

Penonton suka melihat kemenangan besar, dimana seorang


tokoh yang dianggap lemah, akhirnya bisa melakukan sesuatu
yang besar.

Kisah The Lord of the Rings misalkan,

45
Seorang Hobbit yang berusaha menyelamatkan Middle Earth
dengan menemukan cincin yang mengendalikan cincin-cincin
lain di sana.

Kisah Lord of the Rings menjadi menarik, karena bagaimana


seorang hobbit yang kecil dan lemah, berusaha menyelamatkan
realm-nya. Kisah ini akan kurang menarik jika tokoh utamanya
adalah Dwarf, Elf, atau Treant yang lebih perkasa. Penonton
ingin melihat sebuah perjuangan besar yang dilakukan oleh
karakter utama.

Tapi hindarkan juga konflik yang terlalu besar, dimana karakter


utama memperjuangkan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan
oleh karakter utama.

Contoh:

Seorang siswa SD yang ingin menghentikan kiamat.

Contoh logline tersebut terlalu besar, dan tidak masuk akal.

LATIHAN

Buat 5 Karakter yang menarik, Goal yang besar, dan Obstacle


yang sulit.

No Character Goal (s) Obstacle


1
2
3
4
5

46
Sudah? Sekarang tukar masing-masing hubungan character –
goal – obstacle. Kamu punya lebih dari 10 Logline sekarang!

Basic action adalah usaha yang dilakukan protagonis untuk


mencapai tujuannya.Semakin besar tujuan karakter utama, maka
basic action yang harus diambil juga harus besar.

Dalam film My Name is Khan (2010), sang tokoh utama, Rizwan


Khan (Shah Rukh Khan), ingin membuktikan bahwa muslim
bukanlah teroris. Karena ia tidak memiliki cukup kekuatan, maka
ia harus menemui Presiden Amerika untuk berkata bahwa “My
name is Khan, and I’m not a terrorist”. Usaha Khan menjelajah
Amerika untuk bertemu Presiden Amerika inilah yang disebut
dengan basic action.

Sementara dalam film Finding Nemo (2003), sang tokoh utama,


Marlin, seekor ikan badut, yang harus menjelajah Samudera
Pasifik untuk menemukan anaknya, Nemo. Usaha Marlin
menjelajah Samudera Pasifik inilah yang disebut dengan basic
action.

Latihan
Sekarang, berdasarkan logline yang telah kamu buat pada
latihan sebelumnya, sebutkan basic action dari karakter utama
film tersebut!

b. Statement

Statement adalah sikap pembuat cerita terhadap topik atau kasus


yang diangkat.Biasanya topik atau kasus ini sudah terwujud
dalam logline.Cara pencerita menyikapi kasus yang tertuang

47
dalam logline inilah yang disebut statement.Beberapa orang
menyebut statement ini dengan istilah pesan moral (moral of the
story).

Berbeda dengan director’s statement yang umumnya berisi


penjabaran latar belakang dan alasan sutradara terlibat dalam
suatu film, statement dalam pembuatan cerita ini ditulis lebih
singkat, padat, dan jelas dalam menyampaikan sikap pembuat
cerita terhadap topik yang disampaikan. Umumnya statement
dalam cerita ini hanya ditulis dalam satu kalimat saja. Contoh
kalimat statement adalah sebagai berikut:
a. cinta datang di saat ketika kita membuka diri
b. kebahagiaan dimulai dari diri sendiri
c. nikmati hidup selagi bisa

Bandingkan dengan kalimat logline seperti “seorang mahasiswa


yang sudah tak tahan ingin buang air di toilet tapi semua toilet
yang ada di kampus terpakai”. Kalimat statement cenderung lebih
mendalam, filosofis, dan menunjukkan sikap, tetapi memang
tidak terlalu jelas menjelaskan ceritanya seperti apa. Berbeda
dengan kalimat logline yang secara jelas menggambarkan cerita
dalam film, terutama dari segi karakter dan konflik yang
dihadapinya.

Ketika menonton film, kita bisa menangkap apalogline film


tersebut dengan menonton sepertiga awal film. Sedangkan untuk
memahami statement dari suatu film, penonton perlu menonton
film hingga selesai.

Bagi beberapa pembuat film,statement atau yang lebih umum


disebut pesan moral ini adalah sesuatu yang berusaha dihindari
dalam mendesain cerita.Hadirnya statement atau pesan

48
moraldianggap hanya membuat cerita terkesan menggurui
penonton ke arah normatif.Padahal inti dari dibuatnya statement
atau pesan moral ini adalah menunjukkan sikap pembuat film.
Apapun itu.Bahkan ketika pembuat film inginmenunjukkan
ketidakberpihakannya terhadap suatu kasus, itu juga bisa
dianggap pencerita sudah menentukan sikapnya.

Bagi pencerita tingkat tinggi, mereka seringkali sudah sangat


mahir mengolah cerita sehingga mereka bisa langsung bercerita
dengan sangat baik tanpa terlebih dahulu merancang logline dan
statement, bahkan perlu melewati tahapan sinopsis ataupun
treatment.Beberapa dari mereka tidak sadar bahwa tanpa
memformulasikan logline dan statement, dua unsur tersebut
sudah langsung terwujud dengan kuat dalam karya
mereka.Hanya saja tidak semua dari kita mempunyai bakat dan
kemampuan sehebat itu.

Apalagi ketika dalam proses belajar, statement dan logline


penting untuk dirancang sejak awal. Bukan dengan niatan
menggurui penonton, tetapi keberadaan statement sesederhana
menjadi titik yang ingin dicapai dalam proses bercerita. Dengan
titik tuju yang jelas, pencerita bisa meminimalisasi kemungkinan
tersesat di tengah jalan.Bahwa nanti di tengah jalan titik tujunya
perlu berubah, bisa saja dilakukan. Artinya harus tetap ada titik
lain yang dituju. Dengan demikian bisa mengurangi kemungkinan
penulis tersesat di tengah proses menulis dan tak tahu harus ke
mana.

Lebih jauh lagi, logline yang persis sama, bisa disikapi berbeda
oleh pembuat cerita yang berbeda. Ada yang bersikap bijak, ada
yang bersikap sinis, ada yang apatis, ada yang penuh amarah,
dan lain sebagainya. Inilah hal yang bisa dimainkan dalam

49
merancang statement.Sebagai pencerita, kita bisa memasang
topeng yang berbeda dalam menyikapi suatu
permasalahan.Statement yang baik juga tidak harus bijak.Kita
bisa membuat orang belajar sesuatu dengan memperlihatkan
kondisi yang tidak selalu positif. Akhiran yang ironi atau bahkan
tragis pun dapat membuat penonton belajar sesuatu dari cerita
yang ada, misalnya:
a. bahagiakan diri sendiri, baru bisa membahagiakan orang
lain
b. Tuhan tak pernah tidur, demikian juga iblis
c. sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akhirnya
tercium juga

Kejelian dan keberanian menentukan statement, akan


menentukan kesan yang penonton tangkap setelah menonton
film. Kesan ini bisa menjadi bahan pemikiran atau bahkan
inspirasi bagi mereka dalam memandang suatu permasalahan
maupun menjalani hidup.Tidak hanya itu, kesan yang
dimunculkan dari statement, bisa membuat penonton juga sadar
bahwa orang yang berbeda bisa menyikapi suatu permasalahan
dengan cara yang berbeda pula.Dan itu tidak apa-apa.

c. Tema

Tema adalah satu kata (atau 2 kata majemuk) yang menjelaskan


film Anda. Bisa juga berarti pesan dari film Anda.

Film The Conjuring (2013) adalah film horor dengan tema


keluarga. Dalam film tersebut, digambarkan bagaimana jahatnya
Bathsheba, sebuah roh jahat yang berumur ratusan tahun, kalah
oleh kekuatan keluarga.

50
Saat Carolyn Perron, sang Ibu dalam kisah itu kerasukan arwah
Bathsheba, bukan kekuatan air suci yang menghentikannya
membunuh keluarganya. Tapi Lorraine Warren, sang paranormal,
memegang kepala Carolyn, dan mengingatkan kembali betapa
berartinya keluarga bagi Carolyn. Akhirnya Carolyn bisa
mendapatkan kekuatan kembali, dan mengeluarkan Bathsheba
dari dalam tubuhnya.

Contoh lain adalah film Up (2013), yang mengangkat tema


petualangan. Dalam film itu, Carl Frederiksen berusaha
mengabulkan permintaan terakhir istrinya, yaitu memindahkan
rumahnya ke Paradise Falls.

Carl menikah dengan Ellie, karena keduanya menyukai


petualangan.Carl dan Ellie, menganggap pernikahan mereka
adalah sebuah petualangan.Mereka mencatat semua perjalan
kehidupan pernikahan mereka dalam sebuah adventure book.

Usaha Carl memindahkan rumah tidak berjalan mulus. Saat ia


putus asa akan usahanya yang akan kandas, ia membuka
kembali adventure book. Di sana ia menemukan kembali
semangat hidup, saat menemukan tulisan Ellie, “and now, find
your new adventure!”.

LATIHAN

Sekarang, lihat kembali logline yang telah kamu buat kemudian


sebutkan temanya!

51
52
BAB 4

Oleh Melody Muchransyah

Nama Mata Ajar : Karakter


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
mengembangkan karakter yang menarik
berdasarkan cerita yang
dimiliki
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta mengembangkan
karakter yang menarik berdasarkan ide
yang dimiliki
Kompetensi Dasar : Mengembangkan karakter yang
menarik
Indikator : Peserta mengembangkan karakter
yang menarik

Masih ingat tiga komponen dalam sebuah logline? Ya, logline


yang baik akan memaparkan mengenai seorang karakter yang
menginginkan sesuatu namun mengalami kesulitan untuk
mendapatkannya. Oleh karenanya, sebelum menuliskan skenario
untuk filmmu, kamu harus mengetahui tiga hal berikut ini:
(1) Siapa tokohmu?
(2) Apa yang ia inginkan?
(3) Apa yang menghalanginya dari mewujudkan
keinginannya tersebut?

53
Di dalam bab ini, kita akan berfokus untuk merumuskan
mengenai hal terpenting yang ada di dalam skenariomu kelak:
karakter. Di sini kita akan membahas mengenai pengertian
karakter, tipe-tipe karakter, character breakdown, 3-Dimensional
Character, Character Arc, dan juga melakukan latihan untuk
membentuk karakter yang baik untuk skenario yang akan kamu
tulis.

a. Pengertian Karakter

Menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi


Elektronik”(2008), karakter adalah “tabiat; sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain; watak.” Di dalam bukunya “Screenplay: The
Foundations of Screenwriting” (2005), Syd Field menuliskan
bahwa karakter adalah dasar internal yang penting dari sebuah
skenario.Karakter adalah landasan utama, bagikan jantung, jiwa,
dan sistem saraf dari skenario. Sebelum kamu dapat
menempatkan satu kata di atas kertas, kamu harus mengenal
karakter yang akan kamu buat.

Hal yang paling mudah yang dapat kita lakukan dalam


menciptakan karakter adalah dengan mengamati sekeliling kita.
Saya sendiri seringkali menulis cerita dan skenario berdasarkan
tokoh-tokoh yang ada di kehidupan saya sehari-hari: mulai dari
adik saya, orang tua saya, teman-teman saya, hingga ke diri
saya sendiri! Hal ini disebabkan karena membuat karakter harus
dilakukan dengan seksama: kita ingin membuat karakter yang
‘hidup’. Proses menghidupkan karakter berarti memberikan
dimensi pada karakter tersebut sehingga segala hal yang terkait
dengan karakter tersebut menjadi konsisten dan penonton dapat

54
percaya bahwa karakter yang kita ciptakan dapat hidup di
tengah-tengah mereka. Inilah mengapa menjadi penting untuk
mengamati orang-orang di sekeliling kita: bagaimana mereka
berbicara, bagaimana mereka bertindak, apa yang menjadi
masalah di dalam kehidupan mereka, serta interaksi mereka
terhadap lingkungan mereka sehari-hari.

b. Tipe Karakter

Ada beberapa versi mengenai tipe karakter.Namun yang


terpenting untuk diingat adalah membagi karakter kita menjadi
karakter utama dan karakter pendukung. Berikut adalah
beberapa tipe karakter:

a. Protagonis
Protagonis disebut juga sebagai the pivotal character
(karakter yang penting) karena protagonis memang
merupakan karakter terpenting dalam sebuah cerita.
Protagonis merupakan karakter utama dalam cerita yang
akan memimpin jalannya cerita. Protagonislah yang
menciptakan konflik dan membuat cerita mengalir.
Protagonis harus tahu apa yang ia mau (want). Tanpa
protagonis, cerita akan terasa janggal, nyatanya tidak
akan ada cerita. Dalam menginginkan sesuatu, protagonis
harus memiliki hasrat yang kuat dalam mengabulkan
keinginnya sehingga dalam perjalanan untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan, ia akan menyerang
atau diserang (Egri, 1960). Contohnya, karakter Don Vito
Corleone adalah protagonis di dalam film The Godfather
(Coppola, 1972) yang merupakan seorang bos mafia
terkemuka.

55
b. Antagonis
Karakter pendukung yang menentang atau melawan
karakter utama akan menjadi penentang atau antagonis.
Antagonis adalah karakter yang akan merusak usaha
protagonis dan akan menekan keadaan protagonist
dengan segala kekuatan yang ia punya. Egri (1960)
menyatakan bahwa tokoh protagonis dan antagonis harus
menjadi lawan yang memiliki kekuatan yang sama, agar
terjadi perlawanan yang seimbang. Karena fungsinya
yang penting dalam cerita, penulis skenario terlebih
dahulu harus mengenal karakter-karakter yang akan
ditulis dengan sepenuhnya. Karakter-karakter inilah yang
nanti akan mengendalikan cerita. Di dalam film Silence of
the Lambs (Demme, 1991), karakter antagonisnya adalah
Dr. Hannibal Lecter.

Selain kedua tipe karakter di atas, Set & Sidharta (2003)


menyebutkan beberapa tipe karakter pendukung lain seperti
Karakter Sidekick yang bertugas membantu karakter protagonis,
Karakter Kontagonis yang bertugas membantu karakter
antagonis, dan Karakter Skeptis yang paling tidak peduli dengan
aktivitas yang dilakukan oleh karakter protagonis.

c. Character Breakdown

Sebelum menulis skenario, penulis biasanya membuat daftar


karakteristik dari karakter-karakter yang akan muncul di dalam
cerita. Ini yang disebut dengan Character Breakdown. Formatnya
bisa bermacam-macam, namun biasanya ditulis dengan format
standar sebagai berikut: Nama (Umur/Jenis Kelamin) yang diikut

56
dengan deskripsi karakter. Nama karakter adalah hal terpenting,
sebab ia memberitahu siapa yang sedang berada di dalam
sebuah scene di skenario kita kelak, baik dengan dialog atau
tidak. Yang perlu diingat adalah untuk selalu konsisten dengan
nama yang dipilih. Jangan menamai seseorang Justin di scene 1,
lalu memanggil dia Pak Bieber di scene 10, walaupun namanya
adalah Pak Justin Bieber.Apabila terdapat flashback di dalam
skenario kita, di mana karakter kita muncul dalam sosok yang
lebih muda, maka kita harus menuliskan karakter tersebut
sebagai karakter yang berbeda dengan karakter utama kita.
Contoh: Taylor Swift (22/P) berbeda dengan Taylor Swift Remaja
(15/P).

Johnson (2015) menuliskan hal-hal penting yang biasa ia


jabarkan di saat menulis mengenai karakter:

1. Nama?
2. Penampilan fisik?
3. Backstory (latar belakang cerita karakter sebelum
ceritanya di film dimulai)?
4. Keadaannya saat ini (pekerjaan, pemasukan, lokasi
geografis, kondisi tempat tinggal, orang-orang yang
penting di kehidupannya)?
5. Pandangan terhadap dunia?
6. Sikap?
7. Opini?
8. Nilai-nilai yang dipegang?
9. Kepercayaan?
10. Kelemahan-kelemahannya?

Contoh Character Breakdown di dalam film The Hunger Games


(Ross, 2012) bisa kita lihat di tabel di bawah ini :

57
- Katniss Everdeen (16/P) adalah karakter utama
protagonis yang berasal dari Distrik 12, sebuah distrik
pertambangan batu bara yang merupakan distrik paling
miskin dan paling padat penduduknya di negara Panem.
Katniss menjadi seorang sukarelawan untuk
menggantikan adiknya, Primrose Everdeen, setelah dia
terpilih di hari pemungutan, hari di mana satu anak laki-laki
dan satu anak perempuan berumur 12 hingga 18 tahun dari
setiap distrik dipilih untuk bertarung sampai mati dalam
pertarungan mematikan bernama The Hunger Games. Dia
menggunakan pengetahuannya soal berburu dan
memanah untuk bertahan hidup, dan dia bersama Peeta
menjadi pemenang setelah menentang upaya Capitol untuk
memaksa seseorang untuk membunuh yang lain.

- Peeta Mellark (16/L) adalah peserta laki-laki dari Distrik


12, bersama Primrose Everdeen (yang selanjutnya
digantikan oleh kakaknya, Katniss Everdeen) untuk
berpartisipasi dalam Hunger Games ke-74. Dia adalah
putra seorang tukang roti, sangat pemalu tapi percaya diri,
dan ia mengatakan dalam wawancara sebelum Hunger
Games ke-74 dimulai bahwa ia telah jatuh cinta pada
Katniss sejak hari pertama dia melihatnya. Hubungannya
dengan Katniss tumbuh sepanjang cerita.

- Gale Hawthorne (18/L) adalah seorang remaja berumur 18


tahun dan merupakan teman berburu sekaligus teman
terdekat Katniss Everdeen. Ayahnya tewas dalam ledakan
tambang, sehingga ia terpaksa menjadi tulang punggung
keluarga bagi ibu dan adik-adiknya.

58
- Presiden Coriolanus Snow (76/L) adalah
karakter antagonis utama yang merupakan penguasa
otokratis di Capitol dan semua distrik di Panem. Meskipun
kelihatan santai, terbukti kalau dia itu seorang psikopat dan
sangat sadis.

Tabel 3.1 Character Breakdown di film The Hunger Games

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai


karakter yang ada di dalam skenario film yang akan kita tulis, kita
bisa saja menambahkan detail-detail mengenai perjalanan hidup
serta pandangan karakter tersebut. Di dalam sebuah workshop
penulisan skenario yang saya ikuti beberapa tahun yang lalu,
Tom Abrams, seorang penulis skenario kenamaan di Hollywood,
membagikan daftar pertanyaan berikut yang bisa kamu gunakan
untuk mengenal karaktermu lebih jauh lagi:

Pertanyaan-pertanyaan mengenai Karakter

● Apa pendapat dia mengenai ayahnya? Apa yang dia suka


dan benci dari ayahnya? Bagaimana pengaruh ayah atas
dirinya?
● Bagaimana dengan ibunya? Apa pendapat dia atas
ibunya? Apa yang dia suka dan benci dari ibunya?
Menurut dia, bagaimana pengaruh ibu atas dirinya?
● Saudara laki-lakinya? Saudara perempuannya? Apa yang
dia suka dari mereka? Mengapa? Apa yang tidak dia suka
dari mereka?

59
● Cara disiplin seperti apakah yang diterapkan padanya di
rumah? Keras? Luwes?
● Apakah dia overprotected (dilindungi secara berlebihan –
oleh keluarganya, orangtuanya)? Apakah dia pernah
merasa ditolak atau diterima semasa kecilnya?
● Apa status ekonomi keluarganya? Apakah ada situasi-
situasi yang tidak menguntungkan atau tidak
menyenangkan?
● Apakah ada perceraian, penyakit, alcoholism, dll (dalam
kehidupannya)?
● Pengaruh agama apa yang ada dalam keluarganya?
Bagaimana pendapatnya tentang agama itu sendiri?
● Apakah dia cerdas, pandai atau lambat (dalam berpikir)?
● Bagaimana prestasinya di sekolah? Apa tingkatan terakhir
pendidikannya? Apa pendapatnya mengenai dirinya
sendiri? Pandai? Cerdas? Kurang terpelajar? Bagaimana
latar belakang pendidikan dan kecerdasannya bisa terlihat
dari cara bicaranya, kosa katanya dan pelafalan kata-
katanya?
● Apakah dia menyukai sekolah? Guru-gurunya? Teman-
teman sekolahnya? Apa (kegiatan sekolah) yang paling
menarik untuknya, di mana dia suka melibatkan diri?
Bagaimana pandangan politiknya?
● Apa pekerjaannya / nafkahnya? Apa pendapatnya
mengenai profesinya sendiri? Sebagai “pekerjaan”?
Sebagai “karir”? Apa yang dia suka dan tidak suka
mengenai pekerjaannya?
● Apakah dia senang berpergian (travel)? Ke mana?
Mengapa? Apa yang dia temukan di sana dan apa yang
masih dia ingat (mengenai perjalanannya, atau hal-hal
yang dia temukan di sana)?
● Apa kekecewaan terbesar dalam hidupnya?

60
● Kejadian apakah, politik atau sosial – nasional atau
internasional, yang pernah dia alami, yang paling
meninggalkan kesan yang dalam untuknya?
● Bagaimana kelakuannya? Pahlawan seperti apakah yang
dia puja? Tokoh seperti apakah yang dia benci?
● SIapa teman-temannya? Para kekasihnya? Apa tipe
pasangan hidup idealnya? Apa yang dia cari dari
pasangan hidupnya? Apa pandangannya dan
perasaannya mengenai sex?
● Kelompok dan kegiatan sosial seperti apakah yang dia
ikuti? Peran apakah (di masyarakat) yang dia ingin lakoni?
Peran apakah yang sebenarnya ia lakoni, biasanya?
● Apa hobby dan kesenangannya? Apa yang ia lakukan
untuk bersenang-senang?
● Seperti apakah rumahnya? Seleranya? Pakaiannya?
Perabotannya? Rambutnya? Berewok? Kumis? Make-
up? Bagaimana dia tercermin dalam penampilannya?
Bagaimana caranya berpakaian? Gayanya? Kualitasnya?
● Siapa sahabatnya? Bagaimana mereka berhubungan /
bertemu? Mengapa dan bagaimana dia memutuskan
untuk bersahabat (dengan orang ini)?
● Peran apa yang dia lakoni di rumah? Peran apa yang
sebenarnya ingin dia lakoni?
● Apakah dia mempunyai anak-anak? Bagaimana
perasaannya mengenai perannya sebagai orangtua?
Bagaimana pendapatnya mengenai anak-anaknya?
Bagaimana ambisinya (mengenai anak-anaknya)?
Bagaimana hubungan anak-anaknya dengan dia?
● Bagaimana cara dia menangai situasi-situasi sulit?
Dengan bertahan? Dengan agresif? Dengan mengelak?
● Apakah dia “minum”? Atau ‘ngobat’? Apakah dia merasa
dirinya paling benar? Apakah dia seorang pendendam?

61
Apakah dia suka merasionalisasi kesalahannya?
Bagaimana caranya menerima musibah dan kegagalan?
Apakah dia menikmati penderitaan? Apakah dia
menikmati penderitaan orang lain? Apakah dia seorang
yang manipulatif? Apakah dia suka melepas
tanggungjawabnya?
● Bagaimana imajinasinya? Apakah dia sering melamun
dan berangan-angan? Apakah dia sering merasa
khawatir? Apakah dia ‘hidup di masa lalu’?
● Apakah dia biasa berpandangan negative terhadap hal-hal
yang baru? Curiga? Menyerang? Takut? Bersemangat?
Apa yang sering ia ejek? Hal-hal apa yang menurutnya
bodoh? Bagaimana selera humornya? Apakah ia
menyadari dirinya sendiri? Kekurangan-kekurangannya?
Kebiasaan-kebiasaannya yang unik dan aneh? Apakah
dia mampu melihat sisi ironis dari dirinya sendiri?
● Apa yang paling dia inginkan? Hal apa yang amat dia
perlukan? Bahkan secara kompulsif? Apa yang rela ia
lakukan atau korbankan untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan?
● Seberapa besar keinginannya untuk mencapai hal yang
menjadi tujuan hidupnya? Bagaimana cara dia untuk
mengejar cita-citanya tersebut?
● Apakah dia tinggi? Pendek? Berapa beratnya?
Bagaimana perasaannya mengenai ukuran badannya,
berat badannya? Bagaimana postur tubuhnya?
Bagaimana caranya berjalan? Apakah dia ingin
menunjukan bahwa dirinya adalah seorang yang lebih
muda, lebih tua, lebih penting? Apakah dia ingin dilihat
orang, atau malah menjadi sosok yang tidak terlihat?
● Apa yang menjadi kebiasaan tindak tanduknya secara
fisik? Bugar? Lemah? Teratur? Serampangan? Apakah

62
dia bersemangat atau lamban?
● Bagaimana dengan suaranya? Lengkingan suranya?
Kekuatan suaranya? Kecepatan dan irama bicaranya?
Lafalnya? Aksennya?
● Apakah kamu menyukainya? Membencinya? Mengapa
kamu perlu menulis tentang dia? Mengapa orang lain
perlu mengenalnya?

Tabel 3.2 Pertanyaan-pertanyaan mengenai Karakter


(Sumber: Tom Abrams)

Yang perlu diingat, di saat menciptakan tokoh-tokoh yang akan


berperan di dalam skenario kita, kita dapat menggunakan rumus
yang dinamakan dengan The Clash of Characters atau tabrakan
karakteristik antar karakter. Yang dapat kita lakukan adalah
menciptakan karakter-karakter dengan karakteristik yang saling
bertolak belakang sehingga di saat mereka bertemu, perbedaan
mereka akan menjadi potensi terciptanya konflik. Contohnya saja
di film The Fault in Our Stars (Boone, 2014), karakter Hazel yang
depresif bertemu dengan Augustus yang ceria dan selalu
menentang kehidupan. Setelah melewati konflik di awal
pertemuan mereka, kedua tokoh ini menemukan kualitas satu
sama lain yang tidak mereka miliki di diri mereka yang akhirnya
membuat mereka jatuh cinta. Namun perbedaan inilah yang
akhirnya membuat kualitas cinta mereka terus-menerus diuji di
sepanjang film.

d. 3-Dimensional Character

Untuk dapat menciptakan karakter yang ‘hidup’, kita harus bisa

63
menciptakan karakter yang memiliki tiga dimensi. Seperti setiap
objek di dunia ini yang memiliki tiga dimensi: tinggi (y), panjang
(x), dan lebar (z); manusia pun memiliki unsur tambahan tiga
dimensi: fisiologi, psikologi, dan sosiologi. Tanpa pengetahuan
atas tiga dimensi ini, penulis skenario tidak dapat menilai karakter
manusia pada umumnya (Egri, 1960). Mari kita lihat masing-
masing dari ketiga dimensi tersebut :

a. Fisiologi
Dimensi yang pertama adalah fisiologi. Aspek fisiologi
dapat dilihat berdasarkan keadaan fisik karakter.
Keadaan fisik setiap orang dapat mempengaruhi cara
pandang seseorang. Si buta, si tuli, si cantik, si tinggi, si
pendek, memandang segala hal berbeda dari yang
lainnya. Seseorang yang sedang sakit, akan melihat
kesehatan adalah kebutuhan yang paling penting,
sedangkan orang tanpa gangguan kesehatan akan
meremehkan kesehatan, itupun jika ia memikirkannya.
Penampilan fisik seseorang dianggap dapat
menggambarkan warna dari hidup seseorang.Penampilan
fisik mempengaruhi manusia tanpa henti dalam
pengembangan mental yang berfungsi sebagai dasar
kepribadian inferiority (rendah diri) dan superiority
(sombong). Inilah hal yang paling jelas dari set pertama
dimensi seseorang. Berikut adalah aspek-aspek yang
termasuk kedalam fisiologi:

1.) Jenis kelamin;


2.) Umur;
3.) Tinggi badan dan berat badan;
4.) Warna mata, kulit, rambut;
5.) Postur tubuh;

64
6.) Penampilan: berpenampilan menarik, kelebihan atau
kekurangan berat badan, bersih, bentuk kepala,
wajah, dan anggota tubuh lainnya;
7.) Kekurangan fisik: Abnormal, tanda lahir, penyakit;
8.) Keturunan.

b. Sosiologi
Sosiologi adalah hal kedua dari tiga dimensi karakter yang
harus dipelajari. Orang-orang yang terlahir di lingkungan
pinggiran kota yang kotor, akan memiliki pola pikir dan
reaksi yang berbeda dibanding orang-orang yang terlahir
dari lingkungan yang serba bersih dan teratur. Secara
sederhana, sosiologi menganalisa karakter seseorang
melalui lingkungan tempat ia lahir dan dibesarkan, juga
bagaimana orang-orang di sekitarnya memperlakukannya.
Unsur yang termasuk kedalam dimensi sosiologi adalah:
1.) Kelas sosial: Bawah, menengah, atas.
2.) Pekerjaan: Jenis pekerjaan, jam kerja, penghasilan,
kondisi pekerjaan, serikat atau tidak berserikat,
perilaku di organisasi, kecocokan dengan pekerjan.
3.) Pendidikan: jumlah biaya pendidikan, jenis sekolah,
nilai, pelajaran favorit, pelajaran yang dibenci, bakat.
4.) Kehidupan di rumah: orang tua yang masih hidup,
kekuasaan, yatim piatu, orang tua berpisah atau
bercerai, kebiasaan orang tua, pengembangan
mental orang tua, kejahatan orang tua, pengabaian,
status perkawinan.
5.) Agama
6.) Ras, kebangsaan
7.) Posisi di komunitas: Pemimpin diantara teman,
berkelompok, berolahraga
8.) Keanggotaan secara politik

65
9.) Kesenangan, hobi: buku, koran, majalah.

c. Psikologi
Psikologi adalah hasil dari gabungan dua dimensi yang
lain, fisiologi dan sosiologi. Kombinasi ini melahirkan
ambisi dalam hidup, rasa frustasi, watak, tingkah laku,
dan kepribadian. Yang termasuk kedalam aspek psikologi
adalah:
1.) Kehidupan seksual, standar moral.
2.) Alasan personal, ambisi.
3.) Frustrasi, kekecewaan.
4.) Watak: koleris, easygoing, pesimistis, optimistis.
5.) Perilaku terhadap hidup: pengunduran diri, militan,
pengalah.
6.) Complexes: Obesesi, kekangan, takhyul, fobia.
7.) Extrovert, introvert, ambivert.
8.) Kemampuan: bahasa, talenta.
9.) Kualitas: imajinasi, penilaian, selera.
10.) IQ

LATIHAN

Setelah mengetahui tahap-tahap menciptakan karakter, mari


kita melakukan latihan berikut ini:

1.) Carilah satu orang temanmu yang belum kamu kenal


sebelumnya. Tanpa bertanya, cobalah amati temanmu itu
dan jabarkan ia ke dalam Character Breakdown. Jabarkan
segala sesuatu mengenai dirinya sedetail mungkin.
Setelah selesai, cocokkan jawabanmu dengan
menanyakannya kepada temanmu itu.

66
2.) Buatlah kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Pergilah
bersama-sama ke suatu tempat umum, bisa kedai kopi,
perpustakaan, atau pusat perbelanjaan. Duduklah dan
pilihlah seseorang yang bisa kalian amati bersama-sama.
Buatlah Character Breakdown secara individual dan
buatlah sebuah logline berdasarkan karakter tersebut.
Setelah selesai, bandingkan dan diskusikan hasilnya
dengan teman-teman kalian.
3.) Tontonlah sebuah film dan buatlah Character Breakdown
untuk setiap karakternya. Tentukan tipe masing-masing
karakter, lihat apakah pembentukan karakter di dalam film
tersebut menimbulkan The Clash of Characters, dan
tentukan ending yang terjadi berdasarkan character arc
dan tercapainya need atau want dari sang karakter
protagonis.
4.) Buatlah Character Breakdown untuk protagonis pada
skenario film pendekmu. Tentukan karakteristiknya
berdasarkan 3-Dimensional Character. Buatlah karakter
antagonis yang berpotensi menimbulkan The Clash of
Characters.

67
68
BAB 5

Oleh Perdana Kartawiyudha

Nama Mata Ajar : Struktur 3 Babak


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
menyusun bangunan cerita
menggunakan struktur 3 babak
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta dalam
mengembangkan cerita dengan
struktur cerita 3 babak
Kompetensi Dasar : Mengembangkan cerita menggunakan
struktur 3 babak yang menarik
Indikator : Dapat menerapkan teori struktur 3
babak ke dalam cerita

Struktur 3 babak sebenarnya telah diperkenalkan Aristoteles,


pada jaman Yunani Kuno.Konsep ini secara turun-temurun
digunakan dan terbukti sukses dalam berbagai macam bentuk
penceritaan.Belakangan konsep ini disempurnakan dalam
konteks cerita film oleh Syd Field dalam bukunya Screenplay.

Disebut struktur karena menjadi kerangka dasar yang


menentukan seperti apa bangunan ceritanya nantinya. Tiga
babak dalam struktur ini terdiri dari babak 1 yang berisi
perkenalan (beginning), babak 2 berisi perkembangan konflik
(middle), dan babak 3 berisi resolusi (end).Antar babak
dipisahkan oleh tiang-tiang penyangga cerita yang disebut Plot

69
Point (PP) atau disebut juga Key Turning Point (KTP) yang
menjadi penanda posisi karakter dalam mencapai tujuannya.

Dengan menggunakan struktur 3 babak, kita bisa mendapatkan


kerangka cerita yang solid, terarah, sekaligus dramatik sebelum
masuk hal-hal detil seperti plot, adegan atau dialog.

Pada bab ini kita akan membahas lebih jauh mengenai struktur 3
babak dan bagaimana penerapannya dalam film pendek.

Babak 1

Babak 1 secara umum berisi perkenalan karakter, beserta


problematika yang hadir dan kemudian berkembang pada babak-
babak berikutnya. Berikut adalah hal-hal yang mestinya terwujud
dalam Babak 1 antara lain:

1. Karakter dalam Eksposisi Awal (Status Quo)


Pada bagian ini protagonis ditampilkan dalam
kesehariannya.Ketika membicarakan kesehariannya, tidak
kemudian diartikan bahwa kita hanya menampilkan

70
kejadian rutinitas yang tampak membosankan seperti
bangun pagi, sarapan, berangkat kerja, dan
seterusnya.Kita bisa memilih bagian yang menarik dan
dramatik dari keseharian karakter kita untuk memulai
cerita. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mendesain
karakter kita seutuh mungkin sejak awal, sehingga kita
bisa mudah mengidentifikasi rutinitas karakter seperti apa
yang menarik untuk ditampilkan kepada penonton.

Jika karakter kita adalah seorang pencuri, kita bisa


gambarkan keseharian dia berusaha untuk lolos
menjalankan aksi pencuriannya. Contoh lain adalah jika
protagonis kita adalah seorang penjual makanan di
pinggir jalan, kita bisa tampilkan usahanya menarik
pejalan kaki untuk mampir dan membeli dagangannya,
atau bisa jadi rutinitasnya adalah dikejar-kejar Satpol PP.

Pengenalan awal ini bertujuan untuk membuat penonton


mengenal siapa protagonis kita dan kesehariannya,
sebelum problem baru datang dan berkembang menjadi
cerita dalam film ini. Pada saatnya problem datang,
penonton bisa berharap untuk karakter bisa kembali pada
kondisi tanpa gangguannya (status quo) atau bahkan
lebih baik lagi dari itu.Konsekuensi dari ini, penonton jad
lebih terikat dan peduli pada karakter sehingga mereka
merasa perlu untuk terlibat dalam perjalanan karakter di
sepanjang film.

Meski demikian, penulis perlu berhati-hati untuk tidak


memberikan informasi yang terlalu banyak pada bagian ini
karena penonton butuh sesegera mungkin diperkenalkan
pada problem utama.Eksposisi awal yang terlalu panjang

71
membuat penoton bosan. Pengenalan karakter bisa terus
dilanjutkan seiring berkembangnya cerita, jadi tidak perlu
semua ditumpuk di depan.

Tidak pernah ada ukuran baku untuk berapa seharusnya


bagian ini dalam suatu cerita. Justru di sinilah
seninya.Penulis harus dapat menakar dengan baik
apakah pengenalan ini sudah cukup membuat penonton
merasa terikat dengan karakter utamanya tanpa membuat
penonton merasa bosan menontonnya.

2. Inciting Incident (point of attack)


Pada bagian ini, untuk pertama kalinya karakter mendapat
“serangan”, baik secara fisik, emosional, ataupun
gabungan keduanya. Serangan fisik bisa berbentuk
gangguan dari karakter lain atau situasi alam, sedangkan
serangan emosional bisa berupa kebosanan, kerinduan,
kecemasan, dan lain sebagainya.

Jangan bayangkan inciting incident ini selalu hal negatif


yang mengganggu rutinitas karakter.Dia bisa berwujud
sesuatu yang seolah positif seperti bertemu dengan idola,
bertemu dengan benda pengabul harapan, atau sekadar
menemukan dompet ketika lagi butuh-butuhnya uang.
Ketika karakter menindaklanjuti inciting incident yang
seolah-olah positif ini, dalam perkembangan ceritanya
akan memunculkan konsekuensi-konsekuensi yang tak
terbayangkan sebelumnya yang kemudian jadi konflik
dalam cerita ini.

Inciting incident yang baik biasanya memang harus


mendesak protagonis untuk sesegera mungkin bereaksi

72
dan beraksi. Serangan ini mestinya sesuatu yang baru
bagi karakter, tidak dengan mudah dihindari atau
diselesaikan, sehingga memiliki urgensi untuk segera
ditindaklanjuti. Karakter sebenarnya punya alasan untuk
tidak menindaklanjutinya dan tetap bertahan dalam status
quo, tapi dorongan inciting incident ini harus sebegitu
besarnya sehingga membuatnya harus bertekad
menghadapi apapun risiko yang ada di depannya. Kalau
tidak, tidak akan jadi cerita.

3. Protagonis bertemu konflik utama

Pada saat mendapat “serangan” dalam inciting incident


yang memaksanya bereaksi, karakter pun dihadapkan
pada ancaman atau hambatan yang bertubrukan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Halangan ini bisa sudah ada
sejak awal lalu menyusul keinginan (sebagai reaksi atas
hambatan tersebut), atau sebaliknya, bisa juga keinginan
hadir sejak awal dan dalam proses mewujudkannya,
muncul halangan.

Ketika tujuan karakter diganggu oleh suatu atau beberapa


halangan (obstacle), disitulah muncul konflik. Cerita film
yang baik, mestinya bisa dipahami dengan jelas benturan
konfliknya sehingga penonton bisa secepatnya terikat
dengan film untuk menyaksikan bagaimana karakter
bersusah payah mengatasi konfik tersebut.

Hambatan bisa terukur tingkat kesulitannya sejak awal


tetapi bisa juga mengelabuhi karakter seperti efek gunung
es.Artinya, hambatan tipe gunung es, adalah tipe
hambatan pada awalnya terlihat kecil dan mudah

73
ditaklukkan. Realitanya, ketika protagonis benar-benar
sudah bertekad menaklukkannya, ternyata hambatan ini
lebih besar dan berbahaya. Ketika karakter
menyadarinya, biasanya sudah terlambat untuk memutar
kembali karena dia sadar pada titik itu risiko untuk kembali
sudah begitu besar. Karakter tak punya pilihan lain selain
menghadapinya.

Halangan bisa berbagai bentuk dan tak jarang lebih dari


satu jenis. Berikut adalah kemungkinannya:
a. Karakter lain (antagonis)
b. Setting (ruang dan waktu)
c. Sistem
d. Nasib/Takdir
e. Diri sendiri

4. Nuansa film (genre)


Nuansa dalam film sangat menentukan emosi seperti apa
yang muncul dalam diri penonton selama menonton film
ini. Apakah berwujud ketakutan, kecemasan, suka cita,
atau duka lara? Rasa yang mampu diidentifikasi dengan
jelas pada awal film membuat penonton secara sadar
ataupun tidak bisa menentukan genre dari film ini, apakah
drama, horror, komedi, atau genre yang lain. Dengan
genre yang lebih jelas, selanjutnya penonton bisa
membuat ekspektasi akan dibawa kemana rasa dan cerita
film ini kemudian. Ekspektasi inilah yang sebaiknya terus
dijaga konsistensinya disepanjang film. Meski demikian,
penulis pun bisa saja membelokkan genre, memainkan
ekspektasi penonton menjadi kejutan-kejutan yang tampil
di tengah ataupun akhir film.

74
Plot Point 1 atau Key Turning Point 1
Babak 1 dan Babak 2 biasanya dipisahkan oleh Plot Point 1 atau
disebut juga Turning Point 1. Ini adalah titik di mana karakter,
setelah menyadari tujuan yang ingin diwujudkan dan problem
yang dihadapi, akhirnya memutuskan untuk berusaha untuk
mendapatkan apa yang dinginkan dalam cerita ini. Let’s do this!

Ini menjadi titik awal di mana karakter menjalani “petualangan


baru” dalam hidupnya, dimulai dari babak 2.

Babak 2

Begitu karakter memutuskan untuk mewujudkan apa yang


diinginkan dalam cerita ini, dia masuk ke babak 2. Babak yang
dalam porsi dramatiknya punya porsi paling besar dibandingkan
dengan babak 1 ataupun babak 2. Ini adalah babak yang paling
ditunggu-tunggu oleh penonton karena pertama kali karakter kita
harus menghadapi petualangan baru di “dunia baru”, sehingga di
samping dia harus berhadapan dengan ancaman yang sering
datang dari luar, dirinya pun harus dengan cepat beradaptasi
dengan dunia baru ini. Proses jatuh bangun karakter yang seolah
menjadi “fish out of the water” ini yang menarik diikuti oleh
penonton. Untuk itu, dibutuhkan kejelian pencerita untuk menjaga
daya tarik cerita di sepanjang babak ini.

Seringkali pada babak ini karakter baru menyadari bahaya yang


sebenarnya dihadapinya dalam usaha mewujudkan tujuannya
tersebut.Halangan yang samar-samar terlihat atau mungkin
seolah terlihat jelas pada babak 1, kini menampakkan wujud
aslinya yang lebih menantang untuk ditaklukkan.Bisa jadi, efek
dimino atau efek bola salju terjadi pada babak ini, dimana

75
problem yang seolah kecil kemudian seiring berjalannya waktu
semakin membesar dan tak terbendung. Karakter kita juga bisa
mengalami salah paham, salah perhitungan, salah jalan, salah
ambil keputusan, yang membuat situasi makin runyam dan
seolah makin jauh dari tujuannya.

Kompleksitas masalah terus bergulir dan berkembang dalam


babak ini.Semakin karakter kita tenggelam atau terlena dalam
problem yang dihadapi, semakin penonton merasa ingin terus
mengikuti jalan hidupnya.

Plot Point 2 atau Key Turning Point 2


Babak 2 dan Babak 3 biasanya dipisahkan oleh Plotpoint 2 atau
Key Turning Point 2.Titik ini sering disebut juga “the lowest point”
karena menggambarkan secara dramatik titik terendah bagi
karakter kita dalam mewujudkan tujuannya.The lowest point
ditulis dalam tanda kutip karena biasanya, plot point 2 atau Key
Turning Point 2 merupakan kebalikan dari ending. Biasanya, ya.

Untuk tujuan dramatika cerita, biasanya apabila ending cerita


digambarkan karakter berhasil mendapatkan tujuannya, maka
Plot Point 2 digambarkan karakter seolah-olah gagal total dalam
mencapai tujuannya. Begitu juga sebaliknya, jika di akhir cerita
karakter digambarkan gagal mendapatkan tujuannya, makan plot
point 2 ini karakter seolah-oleh berada di puncak keberhasilan
dalam mencapai tujuannya.

Dalam konteks film panjang, titik ini bisa terbaca jelas, tapi dalm
film pendek, dengan pertimbangan durasi, seringkali tidak
diterapkan secara ketat. Dalam beberapa kasus film pendek, plot
point 2 ini digambarkan paralel dengan ending-nya. Kalau
ending-nya karakter gagal mencapai tujuannya, demikian juga

76
yang tergambar pada plot point 2. Semua kembali pada strategi
penceritaan penulis dalam menyajikan cerita kepada penonton.

Babak 3

Setelah karakter “babak belur” ataupun terlena pada babak dua


hingga sampai titik terendah (atau tertinggi) pada plot point 2, kita
tiba pada pertarungan terakhir. Dalam video game, ini adalah
momen di mana karakter bertemu dengan sang raja iblis karena
seluruh halangan berhasil ditaklukkan. Ini bisa dianggap seperti
putaran final yang paling menentukan berhasil atau gagalnya
karakter mewujudkan tujuannya.

Karena putaran final atau sudah berhadapan dengan raja iblis,


hambatan yang dihadapi karakter juga makin besar dan makin
berbahaya.Apa yang dipertaruhkannya jika gagal pun makin
besar.Di titik ini, karakter sudah sangat tidak mungkin untuk
mundur dari pertarungan karena risiko untuk mundur dari
pertarungan pun tak kalah besarnya dengan terus berjuang.Titik
puncak pertarungan ini disebut klimaks.Sepanjang perjalanan
cerita, penonton menunggu hadirnya momen yang dipercaya
paling seru ini.

Di babak 3 ini, semua problem yang diperkenalkan dan


berkembang pada babak-babak sebelumnya harus terselesaikan.
Penyelesaiannya ini bisa berbagai macam bentunya, tapi pada
prinsipnya menjawab apakah tujuan yang yang sejak awal
berusaha diwujudkan karakter, pada akhirnya berhasil atau gagal
tercapai.Wujud berhasil kegagalan dan keberhasilannya pun bisa
bermacam-macam. Bisa sesederhana karakter berhasil atau
gagal dalam pertarungan terakhirnya di klikmaks.

77
Momen setelah klimaks ini secara dramatik cerita biasanya
cenderung menurun drastis karena sudah tidak ada lagi konflik.
Momen ini berisi bagaimana karakter menyikapi keberhasilan dan
kegagalannya dalam mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh
karena itu, mestinya bagian ini tidak terlalu lama untuk
mengindari kebosanan penonton.

Di level yang lebih lanjut, pencerita bisa membuat Babak 3 lebih


kompleks dengan membuat karakter mendapati pelajaran hidup
setelah melewati berbagai halangan sepanjang cerita. Pelajaran
hidup ini membuat karakter sadar apa yang sebenarnya dia
butuhkan, atau di Bab Karakter di sebut need. Dengan adanya
pelajaran hidup ini, tak peduli berhasil ataupun gagal karakter
dalam mendapatkan apa yang diinginkan, karakter bisa
mendapat kesempatan berubah menjadi orang yang lebih baik.

Meski demikian, beberapa cerita yang karakternya telah


memahami apa yang menjadi neednya, dia bisa kemudian acuh
dan tetap fokus pada apa yang menjadi keinginannya sejak awal.
Karena suatu alasan yang bisa dipahami penonton, protagonis
ditampilkan mengabaikan pelajaran hidup atau apa yang
dibutuhkannya untuk menjadi orang yang lebih. Dalam hal ini,
tidak ada benar salah. Ini semua tergantung pencerita, akan
membawa cerita ini kemana dan pada akhirnya ingin
menyampaikan apa kepada penonton.

Bahkan ketika pencerita dengan sadar membiarkan karakter


menutup cerita tanpa mendapat jawaban apakah karakter
berhasil atau gagal mendapatkan apa yang diperjuangkannya
sepanjang cerita, boleh-boleh saja. Yang penting pencerita sadar
konsekuensi dari pilihannya mengakhiri cerita karena inilah yang
kesimpulan yang dibawa penonton pulang setelah menonton

78
filmnya. Tidak hanya kesimpulan seperti apa yang cerita ini,
tetapi pelajaran hidup apa yang mereka dapatkan dari film
tersebut.

LATIHAN
Uraikan ceritamu berdasarkan struktur 3 babak yang telah
dijelaskan di atas!

BABAK 1 (deskripsikan dalam 1 paragraf apa yang terjadi dengan


protagonis pada babak ini):
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
__________________

Plot Point 1 (deskripsikan dalam 1 kalimat adegan apa yang


menunjukkan protagonis berkomitmen dengan tujuannya dan siap
masuk ke Babak 2):
________________________________________________
_____________________

BABAK 2 (deskripsikan dalam 2 paragraf apa yang terjadi dengan


protagonis pada babak ini):
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________

79
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________

Plot Point 2 (deskripsikan dalam 1 kalimat adegan apa yang


menunjukkan protagonis mengalami titik terendah/kegagalan atau
tertinggi/kesuksesan dalam cerita ini sebelum kembali berjuang di
Babak 3):
________________________________________________
_____________________

BABAK 3 (deskripsikan dalam 1 paragraf apa yang terjadi dengan


protagonist pada babak ini):
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
________________________________________________
__________________

80
81
BAB 6

Oleh Perdana Kartawiyudha

Nama Mata Ajar : Plot


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
menyusun plot yang menarik untuk
cerita masing-masing
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta mengembangkan
cerita dengan plot yang menarik
Kompetensi Dasar : Mengembangkan cerita menggunakan
plot yang menarik
Indikator : Dapat menerapkan teori tentang plot ke
dalam cerita

a. Konsep Plot

Plot dalam film fiksi adalah serangkaian peristiwa yang dipilih


untuk ditampilkan dan kemudian dirangkai dengan hubungan
sebab akibat sehingga membentuk cerita.

Kehidupan manusia memang berjalan secara kronologis tetapi


dalam bercerita kita tidak selalu menampilkannya
demikian.Contoh yang paling sering adalah hadirnya flashback,
yang membuat peristiwa seolah berjalan mundur sesaat untuk
kemudian memberikan dorongan untuk perkembangan cerita ke
depannya.Atau bisa juga kita tampilkan bagian paling dramatik
dalam cerita di awal film, baru kemudian dirunut mengapa

82
karakter bisa sampai ke titik tersebut. Berbagai strategi
penyusunan plot bisa dipakai untuk mencapai kesan tertentu bagi
penonton.

Di sini dibutuhkan kejelian pencerita dalam memilih dan


merangkai perisitwa yang dianggap relevan untuk dimasukkan ke
dalam cerita. Karena tidak semua detil perisitwa harus
ditampilkan dalam film. Misalnya realitanya orang bangun tidur,
lalu mandi, lalu sarapan, lalu masuk ke garasi untuk mengendarai
kendaraan menuju tempat aktifitas.Tapi bisa jadi dalam cerita
semua peristiwa itu tidak penting ditampilkan satu persatu.Bisa
saja kita langsung begitu karakter bangun tidur, melajukan mobil,
dan tiba di tempat aktivitas. Peristiwa yang tidak relevan untuk
kebutuhan cerita tidak perlu dimasukkan karena hanya akan
mengganggu dramatik. Untuk mengukurnya, selalu tanya pada
diri sendiri “kalau adegan atau aksi ini saya hilangkan, apa
pengaruhnya ke cerita?”.Jika jawabannya tidak ada, berarti
adegan atau aksi tersebut memang harus dibuang.

Dalam menyusun rangkaian plot pun kita semestinya menjaga


eskalasi dramatik cerita.Kalau kita lihat grafik pada Bab
sebelumnya, kita bisa lihat cerita yang baik, semakin jauh cerita
berjalan, intensitas dramatiknya makin naik, secara grafik pun
makin naik.Artinya problem yang dihadapi karakter kita makin
rumit dan kompleks, sehingga membutuhkan usaha lebih dari
yang sebelumnya, bahkan yang karakter bisa bayangkan dia
punya lakukan.Jika pertama karakter bertemu dengan prajurit,
maka berikutnya dia berhadapan dengan jendral, dan akhirnya
bertemu dengan raja.Dengan demikian, penonton pun turut
bersama dengan karakter secara emosional menghadapi
problematika yang semakin sulit, tapi dari sudut pandang
penonton, makin seru untuk disaksikan.

83
b. Chekhov’s Gun Theory

Teori ini muncul dari seorang tokoh drama panggung Anthony


Chekhov. Dia menggambarkan suatu adegan dalam suatu
pertunjukan panggung di mana karakter mengeluarkan sebuah
pistol dan meletakkannya di suatu laci pada awal cerita,
kemudian dalam perkembangkan cerita, ketika salah satu
karakter dalam kondisi terancam, dia meraih pistol yang ada di
laci dan menggunakannya.

Dalam konsep ini, apa yang dipersipkan di awal, harus


terjelaskan di akhir cerita. Hal penting yang seolah tiba-tiba
muncul di akhir cerita, harus sudah diperkenalkan (meski dengan
sangat halus) di awal cerita. Tanpa salah satunya, penonton
akan merasa ada yang janggal dan dampaknya penonton
merasa ada bagian dari cerita yang belum tuntas. Bayangkan
saja jika ada tokoh dalam kasus di atas yang tiba-tiba
mengeluarkan pistol dan menyimpannya dalam laci tapi dalam
perkembangan cerita tak lagi dibahas tentang pistol tersebut,
penonton akan menunggu-nunggu apa fungsi adegan pistol di
awal.

Sudah menjadi sifat dasar penonton untuk menganggap


informasi apapun yang ditampilkan kepada meraka sebagai hal
yang penting. Jika ada hal yang seolah penting tapi kemudian
tidak dibahas tuntas dalam film, penonton akan menunggu-
nunggu dan ketika cerita selesai tak juga dibahas, penonton akan
mengganggap cerita tersebut tidak tuntas. Hal yang sama ketika
tiba-tiba saja ada tokoh dalam kasus di atas ketika berada dalam
kondisi terdesak tiba-tiba membuka laci dan mengeluarkan pistol.
“Kok dia tahu kalau di situ ada pistol?”

84
Penonton bisa merasa dikelabuhi karena apa yang ditampilkan
seolah kebetulan semata atau adanya campur tangan tuhan
(Deux-ex Machina). Meski dalam kehidupan nyata kita sering
menemukan kebetulan-kebetulan dan tanpa bisa dielaskan akal
mengalami keajaiban dari penguasa semesta, tetapi dalam cerita
fiksi, kebetulan-kebetulan atau pertolongan Tuhan semacam ini
sulit diterima nalar penonton.

Kebetulan atau pertolongan Tuhan dalam cerita fiksi dianggap


sebagai kegagalan pembuat cerita dalam membangun logika
cerita. Dalam konteks cerita di atas, penonton merasa perlu
untuk diperlihatkan bahwa karakter dalam cerita tersebut sudah
mengetahui bahwa dilacinya terdapat pistol sehingga ketika dia
terdesak dan membutuhkannya dia sadar atas apa yang sudah
diketahuinya. Meski demikian, aturan ini jadi tidak sepenuhnya
berlaku ketika kebetulan dan pertolongan Tuhan ini memang
sejak awal didesain menjadi inti dari cerita tersebut.

Prinsip menyimpan pistol dan memakai pistol di atas


berkembangkan dalam dunia penceritaan, termasuk dalam film,
dengan nama PLANTING OF INFORMATION dan PAY OFF.
Tidak hanya soal pistol atau properti, tapi bisa berbagai elemen
filmis seperti karakter, setting, kostum, musik, dan lain-lain.
Tujuannya tetap sama, untuk menjaga logika dunia penceritaan
dalam pikiran penonton. Pembuat cerita perlu sadar bahwa
penonton menganggap penting berbagai elemen yang ada di
cerita sehingga apa yang sudah diperkenalkan di awal, harus
terjelaskan kemudian. Begitu juga sebaliknya, apayang muncul di
akhir, harus sudah diperkenalkan sebelumnya. Logika seperti ini
yang berlaku dalam pikiran penonton ketika menikmati suatu film.

85
Planting of Information
Berisi karakter, aksi, kostum, properti, musik, atau elemen filmis
lainnya yang dimunculkan pada adegan tertentu dalam cerita
yang seolah-olah hanya diganakan untuk keperluan adegan
tersebut, tapi ternyata juga punya fungsi penting untuk adegan-
adegan berikutnya.

Planting of information ini harus ditampilkan dengan cermat agar


kehadirannya tidak mengganggu dramatik dan logika pada
adegan tersebut. Kalau tujuannya memberikan efek kejutan
(surpise) pada akhir cerita, kehadirannya jadi sangat penting
untuk membuat penonton tidak merasa dikelabuhi atas surprise
tersebut.

Kejutan atau surprise atau adalah titik dimana ketika mereka


menyadari apa yang mereka duga atau ekspektasikan ternyata
salah. Nah, kalau penonton tidak dipersiapkan untuk menduga
atau berekspektasi tertentu meski secara halus, maka kejutannya
bisa jadi gagal.Begitu juga ketika informasi yang ditanamkan di
awal terlalu jelas arahannya, dan penonton berhasil menduga
arah kejutannya, maka pada waktunya, tidak lagi jadi kejutan.
Oleh karena itu, kemunculan planting of information ini memang
harus hati-hati dan cermat sehingga penonton tidak bisa
menebak kejutan seperti apa yang akan muncul.

Dengan adanya planting of information, alih-alih merasa


dikelabuhi, penonton akan lebih merasa dirinya tidak cukup
cermat membaca dan mengartikan tanda-tanda yang sudah coba
ditampilkan di awal cerita.

Pay-Off
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penonton akan selalu

86
menganggap informasi yang ditampilkan dihadapan mereka
sebagai informasi yang penting. Informasi yang sudah ditanam di
awal cerita (planting of information), harus dituai dalam
perkembangan cerita, yang disebut dengan pay off. Ketika
penonton diberikan pay off tanpa adanya planting of information,
penonton aan merasa dirinya dikelabuhi oleh pembuat ceritanya.

Sebaliknya, ketika penonton diberikan planting of information


tanpa adanya pay off, penonton merasa ceritanya belum tuntas
karena ada “teka-teki” yang tak terjelaskan. Ketika film usai,
penonton masih akan merasa adahal yang mengganjal, ada teka-
teki yang belum terpecahkan. Kecuali kalau memang ini adalah
tujuan dari film tersebut dibuat, hal ini akan sangat mengganggu
penonton dalam menikmati film yang ditontonnya.

LATIHAN

Buatlah poin-poin adegan atau aksi dari deskripsi yang sudah


kamu buat pada latihan struktur 3 babak sebelumnya! Masing-
masing poin, cukup 1 kalimat saja.

Babak 1
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________

87
c.
________________________________________________
____________________
dst

Plot Point 1 :
________________________________________________
___________

Babak 2
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________
c.
________________________________________________
____________________
d.
________________________________________________
____________________
e.
________________________________________________
____________________
dst

Plot Point 2 :

88
________________________________________________
___________

Babak 3
a.
________________________________________________
____________________
b.
________________________________________________
____________________
c.
________________________________________________
____________________
dst

89
90
BAB 7

Oleh Baskoro Adi dan Perdana Kartawiyudha

Nama Mata Ajar : Menulis Sinopsis yang Menarik


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
cara menulis sinopsis yang menarik
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta dalam
mengembangkan ide menjadi sinopsis
Kompetensi Dasar : Mengembangkan ide menjadi sinopsis
yang menarik
Indikato : Dapat mengembangkan ide menjadi
sinopsis yang menarik

Sinopsis adalah sebuah ringkasan sebuah cerita, yang


menjelaskan poin-poin utama dalam cerita.

Sinopsis dipergunakan untuk dua hal:

1. Sinopsis sebagai proses development


Sinopsis ini harus menjelaskan cerita secara utuh, dari awal
hingga akhir. Dengan adanya keutuhan cerita ini, seluruh pihak
yang terlibat dalam film dapat mengerti jalan cerita secara utuh,
sehingga dapat memberikan masukan dalam proses
development.

91
2. Sinopsis sebagai alat menjual film
Sinopsis ini dapat menggunakan cliffhanger di akhir, misalkan:
“apakah karakter utama dapat mencapai tujuannya?”Tujuan dari
synopsis ini adalah membuat calon penonton menjadi tertarik
untuk menonton film yang kita buat.

Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk


mengembangkan sinopsis:
1. Selalu awali paragraf pertama dari synopsis Anda
dengan: nama tokoh (who), pekerjaan atau tugas (what),
dimana ia tinggal (where), waktu (when), dan apa yang ia
perjuangankan (why).
a. Selalu gunakan all-caps untuk kemunculan tokoh
pertama kali. Sesudahnya, dapat menggunakan
ejaan nama sebagaimana biasa.
b. Karakter yang harus masuk dalam sinopsis
adalah: protagonis, antagonis, dan love interest.
Tokoh lain yang tidak berperan dalam plot, bisa
dikesampingkan.
2. Tuliskan babak 1, dalam kurang dari 2 paragraf. Dalam 2
paragraf ini sudah harus merangkum seluruh karakter dan
konflik yang terjadi.
3. Tuliskan babak 2, dalam kurang dari 4 paragraf. Dalam 4
paragraf ini, menjelaskan usaha protagonis dalam
mencapai tujuannya, outcome dari usaha pertamanya,
hingga konflik terbesar yang membawa cerita menuju
klimaks.

4. Tuliskan babak 3, dalam kurang dari 2 paragraf. Dalam 2


paragraf terakhir ini, sudah merangkum hasil dari klimaks
cerita, dan menggambarkan keadaan sesudah karakter
utama melakukan usahanya.

92
Yang harus dihindari dalam menulis sinopsis:
1. Menuliskan terlalu banyak tokoh atau kejadian
2. Menuliskan terlalu banyak twist dalam cerita
3. Terlalu banyak detail dalam synopsis. Ingat, synopsis
yang baik adalah synopsis yang singkat namun mengena.
Karena pembaca synopsis, misalkan produser, atau
sutradara, ingin mengetahui isi ceritanya dari awal hingga
akhir secara cepat. Mereka tidak punya cukup banyak
waktu membaca sinopsis yang terlalu bertele-tele.
4. Menuliskan editorial yang tidak perlu. Seperti:
“FLASHBACK TO...”

Tips 1: MORE WHITE SPACE, PLEASE!


Agar pembaca lebih nyaman membaca sinopsis, treatment
ataupun skenario, batasi tiap paragraf tidak lebih dari 5 baris.
Antar paragraf pisahkan dengan 1 spasi.Hal ini mengurangi efek
kelelahan mata dalam membaca tulisan kita.Mungkin tidak ada
bedanya ketika hanya 1-2 halaman. Ketika lebih dari itu, akan
terasa perbedaannya.

LATIHAN
Sebelum menuliskan sinopsis, isi checklist berikut sesuai dengan
cerita yang sedang Anda tulis:

1. LOGLINE:
2. GOAL(S):
3. STAKE:
4. OBSTACLE/ CONFLICT:
5. TEMA:
6. BASIC ACTION:
7. PROTAGONIS:
8. ANTAGONIS:

93
9. PLOT:
a. Babak 1
b. Plot Point 1
c. Babak 2
d. Plot point 2
e. Babak 3

Sesudah mengisi checklist yang ada di atas, coba tuliskan


synopsis cerita Anda, dengan kurang dari 100 kata!

Tips 2: MENULIS SINOPSIS SECARA DRAMATIK


Ketika pembaca membaca synopsis Anda, buatlah mereka bisa
dengan cepat merasakan genre dari cerita Anda.Kalau Anda
membuat sinopsis komedi, usahakan pembaca bisa tertawa
ketika membaca sinopsis tersebut.Demikian juga ketika genrenya
horor, komedi, atau yang lainnya. Buatlah pembaca tidak hanya
tahu ceritanya apa, tetapi juga bisa merasakan seperti apa emosi
dalam cerita tersebut hanya dengan membaca sinopsisnya.

Anda bisa mengambil contoh cara penulisan novel ataupun


cerpen untuk keperluan penulisan sinopsis ini. Tidak masalah
kalau harus di titik tertentu harus mendetilkan pada adegan
tertentu atau dialog tertentu untuk mengangkat mood pembaca
pada saat membacanya, asalkan jangan kemudian terlena jadi
berpanjang-panjang di keseluruhan bagian karena itu sudah
masuk ke wilayah treatment ataupun skenario.

LATIHAN
Jika kamu sudah puas dengan sinopsis seratus kata,
kembangkan lagi sinopsis itu menjadi lebih detail.

94
95
BAB 8

Oleh Perdana Kartawiyudha

Nama Mata Ajar : Format Penulisan Treatment


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar cara
mengembangkan cerita dalam format
treatment
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta dalam
mengembangkan cerita menjadi treatment
Kompetensi Dasar : Mengembangkan cerita menjadi treatment
Indikator : Dapat mengembangkan cerita dalam format
Treatment

Setelah tahap sinopsis, cerita kemudian diurutkan berdasarkan


apa yang nantinya penonton akan lihat dan dengar di sepanjang
film. Inilah yang dimaksud tahap penulisan TREATMENT. Cara
penulisan treatment harus sudah diurutkan berdasarkan
bagaimana nantinya penonton menonton film tersebut. Biasanya
treatment ini lebih detil daripada sinopsis karena sudah
menjelaskan adegan per adegan dalam film.

Ada beberapa metode dalam menulis treatment, tapi yang paling


popular digunakan, salah satunya adalah dengan pembagian
cerita berdasarkan scene. Dalam motode ini, cerita dalam
treatment dipecah berdasarkan adegan atau scene.Adegan atau
scene adalah peristiwa yang terjadi dalam 1 ruang dan waktu.
Beda ruang, beda scene. Beda waktu, beda scene. Beda ruang

96
dan waktu, beda scene.

Untuk itu setiap scene selalu di mulai dengan kepala scene


(scene heading) atau disebut juga slugline.Scene heading berisi
ruang (interior atau eksterior dan tempat spesifiknya) dan waktu
terjadinya suatu adegan.Di bawah scene heading, dijelaskan
secara deskriptif peristiwa dalam adegan tersebut.

Scene heading ini diurutkan berdasarkan apa yang nantinya


penoton akan lihat dan dengar ketika menonton film. Jika filmnya
didesain tidak ditampilkan secara kronologis, demikian pula yang
tersusun dalam treatment ini.Slugline ditulis menggunakan huruf
kapital semua dengan format sebagai berikut:

NOMOR SCENE (TITIK) INT/EXT (TITIK) KETERANGAN


TEMPAT (GARIS TENGAH) KETERANGAN WAKTU

Contoh:

1. INT. LORONG SEKOLAH – MALAM

NADIA (16), mengenakan baju ospek, berjalan perlahan


memasuki lorong di lantai 2 sekolah yang gelap dengan
membawa sebatang lilin.Suasana sepi membuatnya
dapat mendengar jelas gonggongan anjing di
kejauhan.Pandangan Nadia tertuju pada sebuah pintu di
ujung lorong yang tak terawat dan ditutup palang
kayu.Cahaya bulan menembus jendela kaca di sepanjang
lorong.

97
2. E/I. PARKIRAN SEKOLAH – MALAM

MAURA (17), LAURENT (17), ROBBY (17), dan SHEILA


(17) becanda di depan mobil yang diparkir di halaman
sekolah yang kosong dan gelap. Mereka masih
menggunakan saragam sekolah.Pandangan mereka
tertuju pada Nadia yang sedang berjalan melintasi lorong
di lantai 2 lorong sekolah yang terlihat dari parkiran
sekolah.

Mereka menertawakan Nadia yang tampak ketakutan di


atas sana. Maura beberapa kali melihat jam tangannya
yang hampir menunjukkan pukul 12. Dia menatap Nadia
di kejauhan dengan sambil tersenyum sinis.

3. EXT. JALANAN. MALAM

Di jalanan yang sepi, BOY (18) melajukan motor trailnya


dengan kencang. Dia membonceng FIRA (25) yang sibuk
menelepon seseorang tapi tak kunjung ada jawaban.Pada
layar HP Fira terlihat tulisan “NADIA”. Boy dan Fira
tampak gusar. Fira melihat jam lalu meminta Boy
mempercepat laju motornya.

INT/EXT atau EXT/INT digunakan untuk peristiwa yang


melibatkan setting interior dan eksterior sekaligus misalnya
obrolan antara polisi di luar mobil dan pengendara yang berada
di dalam mobil, atau seorang karakter yang mengintai seseorang
di dalam supermarket dari luar supermarket.

Seberapa detil deskripsi di bawah slugline? Seperlunya. Kalau


memang elemen tersebut tidak wajib seperti itu, misalnya

98
kostum, detil ruang, detil fisik, dll, maka tidak perlu dijelaskan
secara detil. Biarkan sutradara dan tim kreatif lainnya berkreasi.
Tapi jika tanpa detil itu akan mengganggu jalannya cerita, maka
harus dijelaskasn secara detil. Contohnya dalam cerita
pembunuhan dimana saksi hanya bisa memberi petunjuk sosok
pembunuhnya menggunakan jaket merah, maka deskripsi
karakter menggunakan jaket merah jadi sangat penting untuk
ditulis.

Dalam treatment, dialog masih belum dijelaskan secara rinci,


tetapi cukup dituliskan inti dari percakapan tersebut, misalnya
“mereka berkenalan”. Apa yang mereka ucapkan dalam
berkenalan, baru akan ditulis secara detil pada tahap penulisan
skenario kemudian.

LATIHAN

Buatlah treatment dari ceritamu dengan berdasarkan latihan plot.


Bayangkan urutan adegannya seperti apa yang nantinya akan
penonton lihat dan dengar ketika menonton filmnya.

99
100
BAB 9

Oleh Damas Cendekia

Nama Mata Ajar : Format Skenario


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
cara mengembangkan cerita dalam
format skenario
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta menerapkan
format skenario
Kompetensi Dasar : Menerapkan format skenario untuk
cerita yang dimiliki
Indikator : Dapat menerapkan teori tentang format
skenario untuk cerita yang dimiliki

Skenario tidak bertujuan untuk diterbitkan, melainkan menjadi


naskah kerja bagi produser, sutradara, aktor dan pihak-pihak lain
yang terkait dalam proses pembuatan film. Seperti blue-print
pada arsitektur, dapat dikatakan bahwa skenario merupakan
blue-print bagi pembuatan film. Skenario dinilai bukan dari
kualitas sastranya, tetapi lebih kepada kemampuan skenario
tersebut secara efektif memberikan deskripsi visual untuk dilihat
serta dialog untuk didengar.

Pengelompokan adegan film dibagi dalam satuan scene.Scene


ditentukan oleh peralihan tempat dan atau perubahan

101
waktu.Dengan demikian apabila tempat, waktu, atau kedua-
duanya berubah, maka berubah pula scene-nya.Format skenario
yang berdasarkan pengelompokan scene dinamakan skenario
format master scene (master-scene screenplay).

Format master scene memberi gambaran mengenai


tempat dan waktu berlangsungnya cerita. Pemilihan
tempat dan waktu didasarkan pada pertimbangan akan
kepentingannya terhadap cerita, artistik maupun dramatik.
Dalam cara penulisan skenario tentu ada variasi-variasi,
meskipun hanya variasi kecil, tetapi penting untuk
mengikuti aturan yang secara umum telah diterima.
Penulisan dengan format yang tidak lazim bisa jadi malah
membingungkan pihak lain yang membacanya.

a. Isi

Berikut adalah aturan-aturan dalam format penulis skenario yang


perlu diikuti.

102
1. Nomor Scene.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,
penetapan scene ditentukan oleh perubahan tempat,
perubahan waktu atau perubahan keduanya.Tidak
menjadi soal suatu scene panjang atau pendek,
secara prinsip jika berubah tempat, waktu atau
berubah keduanya, berubah pula scene-nya, dan
setiap kali scene berubah maka selalu diawali
penomoran baru.Nomor scene dituliskan secara
berurut mulai nomor 1, 2, 3, 4, 5, … dan seterusnya.

2. Scene Heading.
Tuliskan EXT. yang mengindikasikan lokasi luar
ruangan (exterior) atau INT. untuk lokasi di dalam
ruangan (interior), diikuti dengan indikasi tempat dan
waktu.Scene heading secara keseluruhan dituliskan
dengan huruf kapital.

3. Nama Karakter.
Setiap pertama kali muncul, nama karakter dituliskan
dengan huruf besar. Untuk selanjutnya nama tokoh
dituliskan seperti biasanya, yaitu huruf kecil setelah
didahului dengan huruf besar.

4. Deskripsi Visual.
Deskripsi visual adalah rata kiri sejajar dengan
EXT/INT pada scene heading.Perlu ditekankan bahwa
penulisan deskripsi visual tidak dianjurkan untuk
menggunakan kata-kata yang puitis dan ambigu,
karena skenario bukanlah karya sastra. Deskripsi
visual hanya berisi apa yang nantinya akan tampak
pada layar film seperti tata letak benda-benda dalam

103
ruangan, atau gerakan-gerakan dan aksi yang
dilakukan oleh karakter.

Kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan


deskripsi visual adalah menuliskan isi pikiran atau
lamunan seorang karakter.

Contoh:
Nirmala menangis karena teringat pada suaminya
yang baru saja tiada.

Kalimat dalam adegan tersebut sama sekali tidak


visual. Untuk menampilkan informasi yang sama,
betapa Nirmala sedang bersedih karena teringat pada
suaminya yang baru saja tiada, tentunya harus
menggunakan adegan yang lebih spesifik.

Contoh:
Nirmala menangis saat mendekap kemeja biru
berlengan panjang milik suaminya.

5. Petunjuk Suara.
Apabila dalam deskripsi visual terdapat deskripsi
suara, misalnya TELPON BERDERING, BEL PINTU
BERBUNYI atau MUSIK, maka secara keseluruhan
dituliskan dalam huruf besar.

104
6. Pengucap Dialog.
Nama karakter pengucap dialog dituliskan
dengan huruf besar.

7. Isi Dialog.
Isi dialog ditulis di bawah nama pengucap dialog.
Selalu rata kiri dan bukan rata kanan.

8. Continued.
Apabila dialog seorang karakter terputus oleh
deskripsi visual, lalu kembali pada dialog karakter
tersebut, maka untuk menandai bahwa dialog
tersebut merupakan kelanjutannya, dituliskan

105
(CONTINUED) atau biasa disingkat (CONT’D),
menggunakan huruf kapital dan dalam tanda kurung.

9. Parenthetical.
Parenthetical directions (petunjuk pengucapan)
memperlihatkan cara pengucapan dialog.
Parenthetical dituliskan di antara nama karakter dan
isi dialog, secara keseluruhan selalu dituliskan
dengan huruf kecil dan dalam tanda kurung.

10. Off Screen.


Apabila ada dialog yang diucapkan, tetapi karakter
tidak terlihat pada di layar, dituliskan (O.S.) yang
merupakan singkatan Off Screen atau (V.O.) yang
adalah singkatan dari Voice Over. Ditulis di belakang
nama tokoh yang mengucapkannya. Selalu dalam
huruf besar dan dalam tanda kurung.Contoh di atas
adalah off screen, ketika karakter yang mengucapkan
dialog tidak nampak di layar, meski secara
penceritaan karakter tersebut ada dalam adegan
atau scene itu.Sementara untuk voice over, biasanya
tidak berada dalam sebuah adegan, terutama untuk
menceritakan latar belakang.

106
11. Selesai.
Apabila skenario telah selesai, maka langsung
tuliskan kata ‘selesai’, dalam huruf besar dan di
tengah-tengah baris setelah akhir deskripsi scene
terakhir.

Saat ini kemajuan teknologi telah mempermudah penulis


skenario yang tidak perlu lagi mengatur margin dan spasi
dalam proses penulis skenario, karena sudah ada
software yang khusus diciptakan untuk menulis skenario.
Nama software yang dimaksud adalah Final Draft, dan
sebuah software lain bernama Celtx.

b. Halaman Depan

Dalam penulisan cover (title page) ada kelonggaran


aturan dan ditemukan banyak variasi. Meskipun demikian,
ada sedikit prinsip yang harus dipahami.

107
Judul film secara keseluruhan dituliskan dalam huruf
besar, dan di tengah-tengah baris. Boleh dicetak
tebal, diberi garis bawah atau diberi tanda petik.
Seringnya judul ditulis dengan ukuran huruf yang lebih
besar.

Juga ditempatkan di tengah-tengah baris, tuliskan


“Skenario Oleh” atau “Cerita dan Skenario Oleh” dan
secara keseluruhan dituliskan dalam huruf kecil,
tentunya setelah dimulai dengan huruf besar.
Kemudian tuliskan nama penulisnya, menggunakan
huruf kecil setelah diawali dengan huruf besar.

Di bawah penulis skenario, dituliskan draft 1 jika


sebuah skenario merupakan draft pertama. Skenario
pasti direvisi, bahkan tidak hanya sekali seperti yang
lazim terjadi.Tuliskan juga tanggal ketika sebuah draft
selesai ditulis. Terakhir adalah nama perusahaan
yang akan memproduksi. Halaman depan ini harus
dalam satu halaman penuh.

c. Pengemasan

Skenario yang telah ditulis tidak perlu dijilid.Cukup dicetak


dan dirangkum dengan penjepit kertas (binder clips) atau
gunakan pelubang kertas dengan pengancing (fasteners)
dari logam atau plastik yang gampang dicopot.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, naskah
skenario nantinya akan diperbanyak. Tapi saat ini, lagi-
lagi kemajuan teknologi telah mempermudah penulis yang
kini tidak perlu mencetak skenario dengan hanya
mengirimkannya saja melalui email.

108
LATIHAN

Buatkan skenario berdasarkan treatment yang telah kamu


buat.

109
110
BAB 10

Oleh Perdana Kartawiyudha dan Rahabi Mandra

Nama Mata Ajar : Deskripsi Visual


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
cara menulis deskripsi visual yang tepat
dalam skenario
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta menggunakan
deskripsi visual yang tepat dalam skenario
Kompetensi Dasar : Menggunakan deskripsi visual yang tepat
dalam skenario
Indikator : Dapat menggunakan deskripsi visual yang
tepat dalam skenario

Cara penulisan deskripsi dalam cerita film, sedikit berbeda


dengan penulisan deskripsi tulisan naratif pada umumnya.Ketika
menulis cerita film, terutama pada tahap treatment dan skenario,
penulis harus sadar bahwa tulisannya tidak dinikmati langsung
oleh penonton.Yang membaca tulisannya adalah kru dan
pemain, bukan penonton.Dengan demikian, kebutuhan
penulisannya pun berbeda.

Dalam penulisan novel atau cerpen, pembaca bisa dibuai dengan


khayalan yang begitu liar lewat untaian kata dalam cerita.Tulisan-
tulisan yang menembus ruang dan waktu, yang membahas isi
pikiran dan perasaan, yang mendeskripsikan bagaimana sesuatu
terjadi, mungkin sekali tertuang dengan indah dalam novel dan

111
cerpen.Ketika membicarakan konteks film, penulis kemudian
perlu sadar bahwa ada keterbatasan-keterbatasan yang
membuatnya harus menata ulang cara mendeskripsikan
sesuatu.Di sinilah kemudian muncul istilah bahasa visual, dimana
deskripsi yang diutamakan adalah deskripsi visual.

Film secara umum merupakan medium audio-visual, dimana


fenomenanya hanya bisa ditangkap oleh pendengaran dan
penglihatan saja.Memang dalam perkembangan teknologi sudah
ditemukan teknologi putar film yang juga merangsang penciuman
dan peraba, tapi teknologi ini masih belum umum digunakan.
Yang masih secara masif digunakan adalah teknologi audio
visual saja. Artinya, pesan-pesan yang tidak bisa secara
langsung ditangkap oleh mata dan telinga penonton, akan sulit
ditangkap dan dimengerti oleh penonton.

Teknologi audio visual ini tidak hanya terbatas dalam hal


pemutaran fim, tetapi juga dalam proses pembuatannya, yaitu
perekaman gambar dan suara. Meski terus dikembangkan
teknologi yang mampu merekam penciuman dan peraba, namun
teknologi yang diterapkan secara masif saat ini adalah teknologi
perekaman gambar dan suara saja. Artinya pesan-pesan yang
tidak bisa direkam secara audio ataupun visual, akan sulit untuk
sampai ke penonton.

Contoh:

Brenda membuka jendela dan mencium bau


bangkai tikus.

Atau

112
Johan mencicipi kue pemberian Nenek Asih yang
mengandung campuran kayu manis dan kapulaga.

Dua kalimat di atas sepintas menarik tetapi sebanarnya akan sulit


untuk diwujudkan dalam bentuk film. Bau bangkai tikus dan
mencicipi kue yang mengandung campuran kayu manis dan
kapulaga bukanlah bahasa visual. Sulit sekali teknologi yang ada
untuk merekam gambar atau suara ini.Yang mungkin dilakukan
dalam contoh yang pertama adalah menampilkan karakter yang
menutup hidungnya kemudian kita perlihatkan tikus yang telah
mati tak jauh dari karakter kita. Untuk contoh kedua yang
mungkin dilakukan misalnya adalah menggunakan dialog antara
Johan dan Nenek Asih tentang apa bahan untuk membuat kue
tersebut.

Lebih jauh dari itu, ada deskripsi-deskripsinya yang memang tak


mungkin dijangkau oleh panca indera sekalipun karena
tempatnya ada dalam pikiran ataupun perasaan.

Misalnya:
Dia sulit menghapus kenangan yang begitu pahit yang terjadi
pada saat anak seusianya sedang sibuk bermain boneka.

Atau
Wajahnya semburat jingga mendapati uang yang didapatnya hari
ini termasuk besar untuk ukuran akhir pekan.

Dua contoh diatas bisa jadi sangat informatif dan dramatik, tetapi
sangat sulit untuk diwujudkan dalam bahasa audio visual.

Kalimat di atas harus diubah menjadi kalimat yang


memungkinkan secara langsung ditampilkan secara audio

113
ataupun visual.Tak ada gambar yang bisa mewakili kalimat di
atas.Yang mungkin dilakukan dilakukan adalah mewujudkannya
dalam bentuk dialog (atau monolog). Kedua kalimat di atas bisa
saja sebenarnya untuk diwujudkan jadi film tapi akan butuh
pemikiran bahkan diskusi lebih lanjut sehingga menjadi lebih
konkrit dalam bahasa audio visual.

Pemikiran dan diskusi seperti ini tentu jadi sangat tidak efektif
karena menciderai salah satu fungsi skenario sebagai buku
panduan semua kru dan pemain dalam proses membuat film.
Mestinya buku panduan ini jelas untuk dipahami siapapun
pembacanya tanpa perlu intepretasi atau diskusi lebih lanjut
tentang seperti apa gambar dan suaranya.

Oleh karena itu, jadi sangat penting bagi penulis skenario untuk
bisa menerapkan bahasa visual ini dalam proses pembuatan
skenario

LATIHAN

Baca lagi skenariomu dan pastikan semua deskripsi


menggunakan bahasa visual dengan baik.

114
115
BAB 11

Oleh Damas Cendekia

Nama Mata Ajar : Dialog


Deskripsi Singkat : Melalui materi ini peserta akan belajar
cara menulis dialog yang tepat dalam
skenario
Standar Kompetensi : Kemampuan peserta menggunakan
dialog dalam skenario dengan tepat
Kompetensi Dasar : Menggunakan dialog dalam cerita
dengan tepat
Indikator : Dapat menerapkan teori tentang dialog
dalam skenario dengan tepat

Film adalah bahasa visual.Dengan demikian, dari sudut pandang


penulisan skenario, film menggunakan unsur gambar sebagai
sarana utama untuk menyampaikan infomasi.Unsur suara,
terutama dialog, adalah sarana penunjang.

Dialog baru digunakan ketika:


1. Gambar sudah tidak sanggup menjelaskan.
2. Gambar tidak efektif dan efisien.
3. Dialog sebagai kebutuhan realitas.

Akan tetapi, meski sebagai sarana penunjang, dialog menjadi


penting karena berhubungan erat dengan plot dan karakterisasi.

116
a. Dialog sebagai Percakapan

Dialog pada dasarnya adalah percakapan. Karakter yang


diciptakan dalam sebuah film, agar tampak real, saling berbicara
antara satu dengan lainnya.Mereka harus berbicara seperti orang
sebenarnya.

Dialog harus mampu memberi kesan spontan, tetapi juga seperti


diwajibkan untuk dapat menghilangkan pengulangan percakapan
yang sesungguhnya. Selain itu, karakter dalam sebuah film juga
tidak harus berdialog, kecuali jika memang ada hal yang
dikemukakannya. Hanya kalimat-kalimat yang berarti sajalah
yang perlu diucapkan oleh karakter.

Dengan demikian, dialog dalam film yang merupakan fiksi, tidak


begitu saja dapat dikatakan sebagai percakapan. Dialog dalam
film adalah ilusi percakapan. Percakapan itu acak, berulang-
ulang atau bahkan terkadang tidak penting.Sementara dialog
sengaja diciptakan untuk melayani sejumlah fungsi.

Fungsi-fungsi Dialog
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dialog memiliki
kepentingan terhadap beberapa elemen lain dalam cerita, yakni
plot dan karakterisasi. Selain itu meski hanya sarana penunjang,
dialog juga punya sejumlah fungsi penting.

Menggiring Plot
Selain menjelaskan plot secara detail, dialog juga dapat
menggambarkan konflik yang terus berlangsung dengan
menunjukkan akibat dari konflik tersebut terhadap karakter dan
apa yang akan karakter lakukan kemudian.

117
Mengungkapkan Karakter
Cara karakter berbicara seperti diksi, dialek dan pemilihan kata
dapat menjelaskan dari mana ia berasal, setinggi apa
pendidikannya, dan sebagainya. Dialog juga dapat membantu
penonton untuk lebih mengenal karakter lebih jauh dan
membedakannya dengan kerakter lain.

Ciptakan dialog yang berbeda-beda untuk setiap


karakter.Dengan pilihan kata yang tepat, bisa juga dengan
menampilkan daerah asal, strata sosial, pendidikan dan cara
berpikir pada setiap karakter.

Misalnya, ada karakter yang berbicara dengan kalimat tidak


lengkap, karakter lainnya berbicara dengan kalimat lengkap,
beberapa menggunakan kosakata masa kini, beberapa lagi
menggunakan istilah di bidang keahliannya; tentunya dengan
batasan yang sesuai dengan cerita yang dimunculkan.

Menyediakan Informasi
Ketika gambar tidak sanggup untuk menyampaikan sebuah
informasi penting, maka dialog harus digunakan agar penonton
dapat menyerap semua yang mereka butuhkan untuk dapat terus
mengikuti cerita.

Menciptakan Suasana
Terutama dalam film-film dengan genre komedi yang
membutuhkan humor, kalimat lucu, lawakan dan candaan
antarkarakter yang hanya bisa dicapai dengan penggunaan
dialog. Penonton akan merespon dengan tawa, sehingga
suasana yang lucu pun terbangun.

118
c. Dialog, Narasi dan Monolog

Secara sederhana, dialog adalah percakapan antara dua orang


atau lebih.Sementara narasi dan monolog memiliki kesamaan,
yakni merupakan kata-kata yang diucapkan oleh hanya seorang
karakter. Perbedaannya terletak pada pengadeganan dan
fungsinya; narasi lebih kepada suara seorang karakter yang
terdengar ketika karakter tersebut tidak dalam adegan sedang
berbicara dan biasanya berfungsi untuk menyampaikan latar
belakang cerita, sedangkan monolog adalah suara nyata yang
nampak dalam sebuah adegan waktu karakter tersebut berbicara
sendiri dan biasanya memiliki fungsi sebagai pengungkapan
pikiran.

Perlu diingat, penggunaan ketiga elemen tersebut – terutama


narasi dan monolog - harus dipilih dan ditimbang dengan
seksama. Sebagai bentuk fiksi yang nilai terluhurnya ada dalam
penggunaan bahasa gambar, narasi baru boleh dipakai ketika
latar belakang cerita memang sangat diperlukan. Monolog
bahkan lebih harus dipikirkan lagi kapan harus menggunakannya,
karena dalam film seorang karakter yang berbicara sendiri
dengan suara yang terdengar jelas bisa mengesankan sesuatu
yang tidak real. Monolog baru bisa dipakai untuk beberapa
kasus, misalnya jika dalam sebuah film terdapat karakter tidak
waras yang sering berbicara sendiri.

d. Dialog vs Dialek

Dalam hubungannya dengan karakterisasi, dialog hampir pasti


berubah bentuk menjadi dialek. Dialek merupakan variasi bahasa
yang karakteristiknya terbedakan oleh satu wilayah tertentu

119
dengan wilayah lainnya, komunitas atau grup, dan biasanya tidak
sama dalam hal gaya dan pengucapannya. Sehingga jelas
bahwa setiap orang pada dasarnya berbicara dalam dialeknya
masing-masing.

Riset adalah hal yang mutlak dalam menciptakan dialek.Setelah


mempelajari dialek suatu daerah untuk beberapa waktu, bisa saja
menciptakan dialek sendiri menurut kreasi sendiri.Ketika
menggunakan dialek, jangan mengubah ejaan secara
radikal.Ciptakan dialek melalui pemilihan kata dan bentuk kalimat
yang unik.

Misalnya saja pada kulo dan njenengan, tidaklah cukup untuk


menunjukkan dialek seorang karakter Jawa. Tetapi juga
memerlukan beberapa unsur lain dalam dialek Jawa yang
lainnya, seperti tata bahasanya, bentuk kalimat dan juga pilihan
kata dalam dialek tersebut. Contoh lain, ada karakter yang
menggunakan kata ‘daripada’ ketika membandingkan dua hal
yang berbeda, sedangkan karakter lain memakai kata
‘ketimbang’untuk maksud yang sama.

e. Karakteristik Dialog yang Baik

Karena dialog merupakan ilusi percakapan yang memiliki


sejumlah fungsi, maka sebuah dialog dapat dikatakan sebagai
dialog yang baik jika sanggup menjalani fungsi-fungsinya.

Berasal dari Karakter


Salah satu fungsi dialog adalah untuk mengungkapkan karakter.
Tidak hanya sekadar bagaimana karakter berbicara, tapi juga
dapat menunjukkan dari mana karakter tersebut berasal, apa

120
yang karakter itu pikirkan, yang penting dan tidak penting
baginya, dan lebih jauhnya lagi, filosofi hidupnya.

Sederhana
Dalam film, dialog harus segera dimengerti oleh penonton dalam
sekali dengar. Berbeda dengan pembaca novel misalnya, yang
dapat mengulang atau membalik halaman tempat di mana ada
dialog yang sulit dimengerti, penonton film – terutama saat
menonton film di bioskop, lupakan teknologi DVD atau
semacamnya yang memiliki fasilitas rewind – harus mampu
menyerap makna dialog sebelum plot terus bergerak maju.

Dialog yang baik biasanya ringkas, dalam kalimat-kalimat


pendek, dan menggunakan kata-kata yang sama sekali tidak
rumit. Tapi tentunya hal itu tidak berlaku bagi karakter pujangga
yang selalu berpuisi atau ahli kimia yang sedang menjelaskan
temuannya di depan para akademisi.

Bergerak Maju
Sebagai penggiring plot, dialog yang baik dianjurkan untuk ikut
serta dalam membantu dramatisasi cerita yang terus bergerak ke
depan. Dimulai dari pertanyaan-pertanyaan yang kemudian
disusul oleh jawaban, tensi dan emosi yang semakin meninggi,
atau terkuaknya sebuah misteri.

Ekonomis
Berhubungan dengan durasi film yang membatasi waktu
bercerita, dan bahasa visual yang merupakan nilai paling luhur
dalam film, dialog yang baik tidak mengulangi apa yang sudah
nampak dalam gambar. Contoh paling sederhana, karakter yang
membuka tudung saji dan mengambil piring lalu duduk sudah
tidak perlu lagi berkata kalau ia ingin makan.

121
LATIHAN

Buatlah dialog untuk adegan seorang mekanik sebuah bengkel


mobil di Jakarta yang sedang menjelaskan kerusakan mesin
kepada pemiliknya yang merupakan seorang pemuda dari
kampung halaman Anda.

122
123
Daftar Pustaka

Aguado, Ken, and Douglas Eboch. The Hollywood Pitching Bible, 2013.
Akers, William. 2008. Your Screenplay Sucks!. California: Michael
Wiese Productions.
Armantono. Dasar-dasar Penulisan Skenario. Jakarta: FFTV-IKJ, 2002.
Aronsson, Linda. The 21st Century Screenplay. Crows Nest: Allen &
Unwin, 2010.
Bordwell, David, and Kristin Thompson. Film Art: An Introduction,
6th ed. New York: Mc-Graww Hill, 2003.
Bowles, S., Mangravite, R. & Zorn, P. 2006. The Screenwriter’s Manual.
New Jersey, USA: Pearson Education.
Buck Houghton, What a Producer Does – The Art of Moviemaking.New
York, 1991.
Corrigan, Timothy and Patricia White, The Film Experience: An
Introduction, 2nd edition (New York: Bedford/St. Martins, 2008).
Cooper, Dona. Writing Great Screenplay For Film and TV. New York:
Prentice Hall, 1994.
Corrigan, Timothy, Short Guide to Writing about Film, 8th edition (New
York:Longman, 2011).
Cowgill, Linda J. Writing Short Film: Structure and Content for
Screenwriters. Hollywood: Lone Eagle, 1997.
Dancyger, Ken & Rush, Jeff. 2013. Alternative Scriptwriting: Beyond the
Hollywood Formula (5 Ed.). Focal Press.
Egri, Lajos. 1960. The Art of Dramatic Writing. New York, NY:
Touchstone.
Field, Syd. 2005. Screenplay: The Foundations of Screenwriting. New
York, NY: Delta.
Hauge, Michael. 2006. Selling your Screenplay in 60 Seconds.
California: Michael Wiese Productions.
Hayward, Susan, Cinema Studies: The Key Concepts, 3rd edition (New
York and London: Routledge, 2006).
Howard, D. & and Mabley, E.. 1993. The tools of Screenwriting: A
writer's guide to the crafts and elements of a screenplay. New York:

124
St. Martin's Griffin.
Gomery, Douglas and Clara Pafort-Overduin, Movie History: A Survey,
2nd edition (New York and London: Routledge, 2011).
McKee, R. 1997.Story: Substance, structure, style and the principles of
screenwriting. New York: Harper Collins.
Monaco, James, How to Read a Film: Movies, Media, and Beyond, 4th
edition (New York, Oxford University Press, 2009).
Nichols, Bill, Engaging Cinema: An Introduction to Film Studies (New
York: W. W.Norton & Company, 2010).
Novakovich, Josip. Fiction Writers’s Workshop. Cincinnati: Story Press,
1995
Saroengallo, Tino, Dongeng Sebuah Produksi Film. Diktat Produksi.
Jakarta: FFTV-IKJ, 2002.
Set, Sony & Sidharta, Sita. 2003. Menjadi penulis skenario profesional:
tip & trik cara menulis skenario, mempelajari format skenario
standar profesional, contoh-contoh skenario. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Snyder, B. 2005.Save The Cat! The Last Book on Screenwriting You'll
Ever Need. Studio City, CA: Michael Wiese Productions.
Truby, John. 2007. The Anatomy of Story. New York: Faber and Faber
Inc.
Zeem, Keaton; Ruth, Derek; & Schilf, Michael. 2012. Encyclopedia of
Screenwriting. The Script Lab.

Sumber lain:
http://filmschoolonline.com/sample_lessons/sample_lesson_format.htm
http://www.storysense.com/format/dialogue.htm
http://www.bluecatscreenplay.com/articles/the-heart-and-soul-of-
screenwriting-writing-good-dialogue-and-description/
http://reelauthors.com/screenplay-coverage/how-to-write-great-
dialogue.php
http://thescriptlab.com/screenwriting-101/screenplay/five-plot-point-
breakdowns#

125
Profil Penyusun Modul

Baskoro Adi
Baskoro Adi adalah penulis skenario
profesional untuk film, TV, dan video
online. Film layar lebar yang terakhir
ditayangkan di bioskop Bulan Terbelah
di Langit Amerika (2015) mendapat
nominasi penulis skenario terbaik di
ajang Box Office. Dia juga aktif menjadi
pengajar di sejumlah institusi
pendidikan. Tahun 2012 ia menulis
skenario film bioskop berjudul Hi5teria
yang diterpilih diputar di Puchon
International Fantastic Film Festival. Saat ini Baskoro menjadi
Sekretaris dan Pemegang Jabatan Ketua Harian di Asosiasi
Penulis Skenario Film Layar Lebar (PILAR). Baskoro bisa
dikontak di superadibas@gmail.com

126
Damas Cendekia
Damas Cendekia adalah penulis
skenario dan pengajar di Jurusan Film
Institut Kesenian Jakarta.Ia banyak
menulis FTV dan sitkom di sejumlah
televisi nasional.Karya film layar
lebarnya adalah Kita versus Korupsi;
Rumah Perkara (2012) dan Sagarmatha
(2013). Saat ini tengah melanjutkan
studinya di Program Pascasarjana
Institut Kesenian Jakarta. Damas bisa
dikontak di d.cendekia@gmail.com

127
Melody Muchransyah

Melody Muchransyah adalah Deputy


Head of Film Program di Bina Nusantara
University International. Mulai menulis
skenario secara profesional semenjak
SMA, ia memulai karirnya dalam
mengajar penulisan skenario dengan
bergabung bersama Serunya
Scriptwriting semenjak kuliah S1 di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Di tahun 2011 ia terpilih menjadi Fulbright
Foreign Language Teaching Assistant di School of Advanced
International Studies (SAIS), Johns Hopkins University,
Washington, D.C., Amerika Serikat. Setelah lulus dengan
predikat Cum Laude dari program S2 di FISIP Universitas
Indonesia dengan beasiswa penuh dari British Council, ia banyak
melakukan penelitian di tahap nasional maupun internasional.
Pada tahun 2015, ia menerima American Institute for Indonesian
Studies (AIFIS) Henry Luce Foundation Grants for Indonesian
Researchers dan BINUS University International Internal
Research Grant untuk risetnya yang berjudul “Using Film as a
Social Marketing Strategy to Improve Acceptance of Antiretroviral
Therapy (ART) Among HIV-Infected Prisoners in Indonesia”. Ia
dapat dihubungi melalui email di aprimadita@binus.edu

128
Perdana Kartawiyudha (Koordinator)

Perdana Kartawiyudha adalah direktur dari


Serunya, sebuah perusahaan film yang
bergerak di bidang pelatihan, konsultasi,
dan manajemen praktisi film, khususnya
film sejak tahun 2007.Tahun 2014,
Serunya mendapat nominasi Apresiasi
Film Indonesia untuk kategori institusi
pendidikan.Lulusan skenario film (S1) dan
Creative & Media Enterprise (S2) dari IKJ
ini juga mengajar skenario di sejumlah universitas di Jakarta.

Perdana mendapat kesempatan studi banding skenario di


Prancis dari Pusat Kebudayaan Prancis di Indonesia tahun 2009
dan pada tahun berikutnya studi banding film di Inggris dari
British Council Indonesia dan London. Saat itu, Perdana juga
dinobatkan sebagai juara nasional International Young Screen
Entrepreneur dan mewakili Indonesia berkompetisi dalam skala
internasional.Tahun 2012 Perdana terlibat dalam penulisan
skenario film bioskop berjudul Cinta Tapi Beda dan pada tahun
berikutnya mendapat nominasi penulis skenario film terbaik di FFI
2013.Perdana pernah dipercaya menjadi Ketua Asosiasi Penulis
Layar Lebar (PILAR) tahun 2013-2014. Perdana bisa dikontak di
perdana.kartawiyudha@gmail.com

129
Rahabi Mandra
Tahun 2008, Rahabi Mandra lulus dari
fakultas film dan televisi Institut Kesenian
Jakarta, mayor penyutradaraan. Tahun
2013, ia menyutradarai dan menulis film
layar lebar pertamanya, “2014 - Siapa di
Atas Presiden?”. Semenjak itu, ia banyak
menulis untuk layar lebar, di antaranya
“Merry Riana, Mimpi Sejuta Dollar,” “Air
Mata Surga,” “Turis Romantis,” “Hijab,”
“Night Bus,” dan membantu memperbaiki
dan menjadi kawan konsultasi untuk
pembuatan skenario-skenario layar lebar.

Tahun 2014, Rahabi melanjutkan pendidikannya di Institut


Kesenian Jakarta, Program Magister Seni Urban dan Industri
Budaya. Tahun 2015, ia mendirikan rumah produksi “Night Bus
Pictures” bersama teman-temannya. Pada tahun yang sama, ia
menjadi ketua program studi departemen film di SAE Indonesia.
Aktivitasnya kini adalah mengajar dan terus memproduksi film
sebagai penulis skenario dan sutradara. Rahabi bisa dikontak di
rahabi@gmail.com

130
131

Anda mungkin juga menyukai