Anda di halaman 1dari 84

Modul  

: Tata Kamera  

Koordinator Tim
Bambang Supriadi S.Sn

Tim Penyusun Modul


Bambang Supriadi S.Sn.
Yudha Pratama, S.Sn.

Editor
Mubyar Parangina, S.Sn.

Cetakan  Pertama  Tahun    


 

Diterbitkan  Oleh  :  

Pusat Pengembangan  Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i

DAFTAR INFORMASI VISUAL……………………………………………….iii

PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

Pendahuluan 1
Anatomi Kamera. 3
Kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) 4

Anatomi Kamera DSLR 5

Anatomi Kamera Video 7

Image Sensor ( Sensor Gambar) 9

Peralatan Pendukung Kamera (Camera Support) 13


Lensa & Ruang Ketajaman Gambar (Depth of Field) 16
Lensa 16
Ruang Ketajaman Gambar (Depth of Field) 21
Exposure 26
1. Shutter Speed 30

2. Aperture/Diafragma 31

3. ISO/Sensitifitas image sensor 32

Pembingkaian (framing) 34

Ukuran Bingkai Gambar (Aspect Ratio) 34

Ukuran Gambar (Type of Shot) 36

Sudut Penempatan Kamera (Camera Angle) 38

Pergerakan Kamera ( Camera Movement) 40

Komposisi 42

Tata Cahaya 44
Cahaya Natural & Buatan 44
Suhu Warna 44
Filter 47

Desain Lampu 52

Pengukuran Cahaya 56

3 Point Basic Lighting 58

Kualitas Pencahayaan 61

Pencahayaan Availabe Light 65

Mempersiapkan Peralatan 68
1. Kamera 68
2. Tripod 68
3. Lensa 69

DAFTAR PUSTAKA 73
GLOSARIUM 74
BIODATA PENYUSUN MODUL 78

DAFTAR INFORMASI VISUAL

Ilustrasi 1 : Desain Kamera Canon 5 D Mark III.


Ilustrasi 2 : Desain Kamera Sony EX 3.

Ilustrasi 3. Tabung Plumbicon.

Ilustrasi 4. Kamera video yang menggunakan tabung plumbicon.

Ilustrasi 5. Cahaya,signal elektronik dan beam spliter.

Ilustrasi 6. Proses terjadinya gambar melalui CCD.

Ilustrasi 7. CCD.

Ilustrasi 8. CMOS.
Ilustrasi 9. Kepala Trip0d.

Ilustrasi 10 . Kaki Tripod.

Ilustrasi 11. f/stop pada pergelangan lensa (kiri) dan lubang aperture/diafragma.

Ilustrasi 12. Titik api ke bidang datar (image sensor).

Ilustrasi 13.Lensa2 Prime/Fix (focal length tunggal).

Ilustrasi 14. Lensa Angenieux dengan focal length 28 – 340 mm.

Ilustrasi 15.Perhitungan teknis lensa normal.

Ilustrasi 16.Ukuran dan sudut jangkauan lensa.

Ilustrasi 17. Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan lensa sudut lebar (wide
lens) 24 mm.

Ilustrasi 18.Gambar dihasilkan dengan menggunakan lensa 50 mm.

Ilustrasi 19.Gambar dihasilkan dengan menggunakan lensa 85mm.

Ilustrasi 20. Gambar ini dibuat dengan menggunakan focal length 28 mm.

Ilustrasi 21 . Gambar ini dibuat dengan menggunakan focal length panjang.

Ilustrasi 22. Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan f/2.

Ilustrasi 23. Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan f/16.

Ilustrasi 24.Jarak obyek dan ruang ketajaman gambar yang pendek/sempit.

Ilustrasi 25. Jarak obyek dan ruang ketajaman gambar yang panjang/luas.

Ilustrasi 26. Ukuran image sensor.

Ilustrasi 27.Ruang ketajaman gambar untuk memberikan informasi.

Ilustrasi 28. Ruang ketajaman gambar yang dipilih dengan tujuan mengarahkan
perhatian.

Ilustrasi 29. Rekaman gambar yang kurang pencahyaan atau under exposure.

Ilustrasi 30. Rekaman gambar yang pencahayaan berlebih (over exposure).

Ilustrasi 31. Rekaman gambar yang cukup (normal exposure).

Ilustrasi 32. Wadah air yang diibaratkan sebagai media rekam.

Ilustrasi 33.Wadah air dapat terisi dengan penuh dengan pengaturan volume dan
waktu.

Ilustrasi 34. Gambar tampilan lightmeter pada Kamera DSLR Canon 5D.

Ilustrasi 35.Gambar tampilan indikator lightmeter pada kamera DSLR Canon 5D.

Pendahuluan

i. Latar Belakang

Ruang lingkup modul tata kamera pada tingkat dasar ini meliputi pem-

bekalan materi yang berkaitan dengan sarana teknis yang dipergunakan

untuk menghasilkan rekaman gambar bergerak. Mengenali serta memaha-


mi seluk beluk sarana teknis serta fungsi dari pengoperasiannya merupakan

hal yang mutlak bagi seorang calon sinematografer. Karena dengan perang-

kat itulah ia akan bekerja/berkarya.

Dengan penyusunan modul ini diharapkan peserta memiliki buku pedom-

an, sehingga dapat mempermudah untuk memahami materi yang diberikan

oleh para pengajar selama mengikuti pelatihan. Modul ini akan dipergunakan

pada Workshop Tata Kamera Tingkat Dasar yang akan dilaksanakan pada 15

- 20 Maret 2018.

ii. Deskripsi Singkat

Modul Pelatihan Tata Kamera Tingkat Dasar ini meliputi :

Jumlah Mata Ajar : 5 (Lima)

Jumlah Sub Mata Ajar : 22 (Dua Puluh Dua)

Total Halaman : 82 (Delapan Puluh Dua)

Total Ilustrasi Gambar : 101 (Seratus Satu)

Total Tabel : 7 (Tujuh)

iii. Tujuan Pembelajaran

Setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah untuk mencapai tiga


kategori utama tujuan, pertama pencapaian dalam rana pengetahuan. Melalui
pelatihan/pembelajaran peserta menjadi mengetahui atau lebih mengetahui
tentang sesuatu. Kedua, hal yang berkaitan sikap – nilai. Dengan melalui
pelatihan/pembelajaran peserta menjadi memiliki bekal serta berkeinginan
untuk berbuat sesuatu. Tujuan ketiga adalah melalui pembelajaran/pelatihan
peserta serta mampu melakukan sesuatu, atau yang tergolong dalam rana
keterampilan pada tingkat dasar yang dapat membekali peserta sesuai
dengan Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

iv. Materi Pokok


Materi pokok (di luar praktek) yang akan diberikan dalam Workshop Tata
Kamera Tingkat Dasar ini meliputi :

1. Anatomi Kamera
Materi ini akan membahas mengenai komponen yang terdapat pada
kamera serta fungsinya. Termasuk juga di dalamnya pembahasan
mengenai proses terjadinya gambar, serta beberapa faktor pendukung
terjadinya proses tersebut. Materi ini juga akan dilengkapi dengan sub
pendukung, seperti halnya mengenai ukuran serta karakteristik dari media
rekam (image sensor), penjelasan tentang proses penyimpanan hasil
rekaman gambar serta sub-sub pok lainnya yang terkait dengan proses
perekaman gambar.

2. Lensa & Ruang Ketajaman Gambar (Depth of Field).


Lensa merupakan komponen dari kamera yang penting dalam proses
perekaman gambar. Pada materi pokok ini akan dibahas berbagai
jenis/ukuran lensa (focal length), pengaturan besar kecilnya jumlah
pencahayaan yang dibutuhkan (aperture), serta penjelasan mengenai
karakteristik dari lensa, seperti halnya sudut jangkauan/perspektif, serta
pembahasan mengenai ruang ketajaman gambar (depth of field).

3. Exposure.
Pada materi pokok ini akan dibahas proses bagaimana sebuah gambar
terbentuk, serta penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan
terbentuknya rekaman gambar. Termasuk pembahasan mengenai jumlah
pencahayaan yang dibutuhkan oleh media rekam (image sensor), durasi
pencahayaan yang diatur oleh shutter ,serta kepekaan (ISO) dari image
sensor.

4. Pembingkaian Gambar (Framing).


Pokok-pokok pembahasan yang akan diberikan adalah mengenai ukuran
dari bingkai gambar (aspect ratio), ukuran dari gambar (type of shot),
sudut penempatan kamera (camera angle), pengaturan elemen visual
pada bingkai gambar (komposisi), gerak kamera (camera movement) serta
penjelasan mengenai tujuan dari penggunaan atau pemilihan komponen-
komponen tersebut.

5. Dasar Tata Cahaya.


Pembekalan pada materi utama ini akan akan memberikan penjelasan
tentang pemahaman tentang definisi cahaya, suhu warna serta
kesesuaiannya dengan kualitas rekaman gambar. Sebagai pelengkap dari
materi pokok ini juga akan diberikan penjelasan mengenai penataan letak
(3 point basic lighting) serta pengukuran dari sumber-sumber pencahayaan
(Lighting Ratio).

6. Mempersiapkan Peralatan.
Pada materi pokok ini membahas mengenai persiapan yang dilakukan
dalam mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakan untuk syuting (
Perekaman gambar).

Materi Ajar : Anatomi Kamera.

Kompetensi Dasar : Pembekalan berbagai komponen kamera serta fungsinya.


Indikator : Mengetahui serta memahami.

Kamera merupakan sarana yang berfungsi menghasilkan rekaman gambar,

dengan kata lain alat untuk mereproduksi gambar. Perangkat ini dilengkapi de-

dengan berbagai komponen yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri.

Dengan peralatan tersebut seorang sinematografer bekerja/berkarya. Tentu saja

demi kelancaran serta memperoleh hasil yang baik, seorang sinematografer mem-

butuhkan kesiapan. Salah satu bekal yang sangat mendasar juga sekaligus menja-

di persyaratan utama adalah mengetahui serta memahami fungsi dari berbagai

komponen dari kamera yang akan digunakannya. Dengan mengetahui serta me-

mahami seluk beluk komponen dari peralatan, pada tahap selanjutnya seorang

sinematografer dapat memanfaatkan kemampuan teknis kamera tersebut untuk

melangkah ke tahapan untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan

kreatifitas.

Setiap produsen peralatan kamera membuat produk kamera dengan desain

serta fitur yang berbeda-beda, seperti yang nampak pada ilustrasi 1 dan 2.

Namun, pada dasarnya menggunakan prinsip kerja yang sama, yaitu memanfa-

atkan komponen-komponen yang sama serta sangat berperan dalam proses re-

roduksi gambar. Yaitu, prinsip kerja yang sejak awal dipergunakan oleh para pe-

rintis dalam penemuan di bidang fotografi, yaitu Louis Jaques Mande Daquerre

dan Nicephore Niepce.

Jelasnya, walaupun desain serta fitur dari produk-produk kamera video berbe-

da-beda, namun menggunakan komponen-komponen yang sama. Seperti halnya

penggunaan komponen pengatur jumlah cahaya, yaitu aperture yang merupakan

bagian dari lensa. Komponen berikutnya adalah yang mengatur waktu atau dura-

si pencahayaan, yaitu kecepatan shutter. Kesamaan lainya adalah dalam hal peng-

gunaan media pembentuk gambar yang peka terhadap cahaya, yaitu celluloid

pada era analog, atau sensor gambar (image sensor) yang dipergunakan pada era

digital.
Mengenali serta memahami anatomi serta fitur-fitur pada kamera yang akan

dipergunakan merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan. Sehingga pa-

da saat syuting, seorang sinematografer dapat bekerja dengan rasa aman dan be-

kerja lebih efektif. Konsentrasinya dapat lebih tertuju kepada apa yang harus dia

lakukan tanpa direpotkan lagi dengan hal-hal yang berkaitan dengan peralatan ka-

meranya.

Kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR)

DSLR (Digital Single lens Reflex) adalah kamera yang bekerja dengan sistem

digital mulai dari capture obyek oleh Image Sensor hingga pada penyimpanan ha-

sil rekaman gambar pada memory card. DSLR memanfaatkan cermin untuk meng-

arahkan cahaya dari lensa ke viewfinder.

Secara singkat cara kerjanya, pantulan cahaya dari obyek masuk melewati lensa

lalu menuju cermin pantul yang kemudian memantulkan cahaya tersebut ke

pentaprisma. Pentaprisma mengubah cahaya vertikal ke horizontal dengan

mengarahkan cahaya menuju dua cermin terpisah, lalu masuk ke viewfinder.

Jika kita merekam gambar, maka shutter akan terbuka sehingga cahaya

dari lensa yang sudah diatur jumlahnya melalui diafragma masuk ke sensor

gambar akan diolah oleh komputer (processor) didalam kamera. Processor akan

mengambil informasi yang terekam di sensor, mengubahnya menjadi menjadi

format yang sesuai dengan pilihan, lalu merekamnya ke dalam memory card.

Secara tampilan DSLR umumnya terdapat lebih banyak tombol dibanding

kamera SLR. Karena fasilitas yang dimilikinya dapat dipergunakan baik untuk

menghasilkan rekaman gambar diam (still image) yang dihasilkan melalui fasi-

litas untuk fotografi, serta untuk menghasilkan rekaman gambar bergerak

(moving image) yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas video.

Beberapa fasilitas penting yang terdapt pada kamera DSLR diantaranya, selektor

ISO, White Balance, Menu, Resolusi dan lainnya.


Anatomi Kamera DSLR

Ilustrasi 1 : Desain Kamera Canon 5 D Mark III beserta fiturnya.

Courtesy Canon 5D Manual Operation Book

Berikut penjelasan mengenai beberapa komponen pada kamera Canon 5 D Mark

III yang perlu diketahui :

 Wadah tempat untuk baterai. (p.30)

 Wadah tempat untuk Memory Card. (p31)

 Tombol ini digunakan untuk mencabut Memory Card. (p.33)

 Tombol Power Switch (on/off) digunakan sebagai sakelar untuk


menghidupkan dan mematikan daya kamera. (p.34)

 Lens Mount/Dudukan Lensa digunakan untuk menghubungkan lensa ke


body kamera.

 Tombol Lens Release digunakan untuk melepas lensa. (p.40)


 Lens Mount Index/Tanda Merah pada dudukan lensa digunakan sebagai
acuan untuk memasang atau melepas lensa. Untuk lensa EF, ditandai
warna merah. Sedangkan warna putih untuk lensa EFS. (p.39)

 Mirror/Cermin adalah tempat cahaya masuk melalui lensa dan dipantulkan


dari cermin ini kearah Viewfinder atau jendela bidik. (p.184)

 Tombol Main Dial digunakan untuk merubah dan menyesuaikan pilihan


menu yang telah ditekan seperti Shutter Speed atau ISO. (p.45)

 Tombol Shutter digunakan untuk melepaskan Shutter. Gerakan tombol


Shutter dibagi ke dalam dua tahap: menekan tombol separuh ke bawah
untuk mengaktifkan fungsi AF (Auto Focus), dan menekan sepenuhnya
untuk melepaskan Shutter. (p.44)

 Tombol White Balance digunakan untuk mencari suhu warna yang tepat
ketika melakukan pengambilan gambar sesuai derajat Kelvin yang
diinginkan. (p.167)

 Tombol ISO digunakan untuk menyesuaikan sensitivitas kamera terhadap


cahaya. (p.124)

 Tombol Mode Dial digunakan untuk memilih mode setting menurut fungsi
yang sesuai dengan kebutuhan. (p.24)

 Tombol Menu digunakan untuk menampilkan menu fungsi kamera dan


dapat menyesuaikan pengaturan kamera secara lebih rinci. (p.51)

 View Finder (jendela bidik) digunakan untuk melihat gambar yang ingin
ditangkap. Pengaturan kamera dapat juga ditampilkan dalam viewfinder.

 Tombol Magnify dapat digunakan untuk melihat perbesaran gambar


tampilan yang dihasilkan kamera melalui LCD. (p.249)

 LCD digunakan untuk melihat pengaturan pengambilan gambar, hasil


gambar serta informasi menu, juga dapat melihat perbesaran gambar
tampilan untuk mengecek rinciannya. (p.279)
 Tombol Live View Shooting/Movie Shooting Switch digunakan untuk melihat
gambar yang akan ditampilkan selalu berada didalam LCD dan berfungsi
sebagai tombol shutter untuk perekaman video. (p.197)
 Tombol SET digunakan untuk mengonfirmasi pemilihan. Dalam mode
syuting, fungsi tombol bisa beralih ke tombol ini untuk merekam gambar.
(p.51)

 Tombol Quick Control Dial digunakan untuk berpindah di antara item menu
dan memudahkan dalam pengaturan, tombol ini juga bisa di setup untuk
merubah diafragma bila menggunakan lensa tertentu. (p.46)

 Baut dudukan kamera digunakan untuk memasang kamera ke tripod.

 Mikrofon digunakan untuk menangkap bunyi audio selama perekaman


video. (p.234)

 Tombol Playback digunakan untuk menampilkan gambar yang sudah


diambil. (p.244)

 Tombol Erase digunakan untuk menghapus gambar yang tidak diinginkan.


(p.277)

 Light Sensor adalah lampu sebagai penanda yang akan ini tampak berkedip-
kedip apabila ada transmisi data antara kamera dan kartu memori. (p.279)

 Speaker digunakan untuk mendengarkan audio.

Anatomi Kamera Video

Camera canon C 100 body


- Fix lens 25mm, 35 mm, 50 mm canon lens L series.
- Universal matee box filter 4 X 4.
- 4 X 4 ND FILTER, ND 3, ND 6.
- 4 Memory card untuk camera Canon C 100.

Camera mirrorless Sony Alpha 7 R mark III body EF mount.


- Fix lens 25 mm, 35 mm,50 mm, 85 mm Canon Lens L series
- Lens adaptor Sony to Canon lens ( metabone).
- Matte box + focus puller
- 4 battery camera unuk Sony mirrorless
- 4 SD card extreme min 90 mbps 64 GB
- 4 X 4 ND FILTER, ND 3, ND 6.

Image Sensor ( Sensor Gambar)

Terbentuknya gambar pada video berawal dari proses yang terjadi pada

komponen kamera, yaitu sensor gambar (image sensor). Pada awal vide0 berwar-

na digunakan tabung plumbicon dan saticon sebagai sarana pembentuk gambar.

Setiap kamera saat itu dilengkapi dengan 4 buah tabung, 3 tabung berfungsi

untuk mengolah warna (chrominance), sementara 1 tabung yang mengatur ting-

kat kecerahan gambar (luminance).

Ilustrasi 3. Tabung Plumbicon, Courtesy


http://www.crtsite.com/page4.html

Ukuran tabung-tabung pembentuk gambar tersebut cukup besar 50-60 cm.

Sehingga, ukuran kamera pada saat itupun besar juga memiliki bobot rata-rata

hampir 200 kg.

Ilustrasi 4. Kamera video yang menggunakan


tabung plumbicon.
Courtesy
http://www.kingoftheroad.net/colorTV/TVcams-in-action.html

Pada perkembangan lebih lanjut, yaitu pada awal tahun 1990 an, sarana

pembentuk berbentuk chip yaitu CCD mendominasi hampir seluruh peralatan


kamera video. Ukurannya yang kecil juga berpengaruh terhadap ukuran serta

bentuk kamera. Namun, pada dasarnya prinsip kerja dari CCD (Couple Charge

Device)sama dengan sensor gambar terdahulu. Yaitu, mengubah cahaya menjadi

signal elektronik. Kemudian diteruskan dengan pembentukan signal warna mela-

lui pemisah warna (beam spilter) serta pembentukan signal kecerahan gambar.

Pada proses akhir signal-signal tersebut tergabung.

Ilustrasi 5. Cahaya diubah menjadi


signal elektronik dan dipilah oleh
Beam Spilter.
Courtesy Televison Production Guide

Signal

kecerahan warna merah Signal kecerahan warna hijau

Signal

kecerahan warna biru Gabungan warna (RGB)

Ilustrasi 6. Proses terjadinya gambar melalui CCD. Courtesy Televison Production Guide

Permukaan datar dari CCD terdiri dari ratusan ribu pengindera elektronik atau

photoreceptor yang disebut sebagai pixel yang merupakan elemen terkecil dalam

pembentukan rekaman gambar.


Ilustrasi 7. CCD. Courtesy
http://photographycourse.net/what-is-the-ccd/

Ukuran CCD beragam, 1/4, 1/3, 1/2 dan 2/3 inchi. Semakin besar ukuran CCD se-

makin peka terhadap cahaya, serta resolusi rekaman gambar yang dihasilkanpun

semakin halus/detail. Faktor lain yang juga menentukan kualitas rekaman gam-

bar adalah jumlah sensor gambar. Kamera yang memiliki 3 buah CCD kualitas

rekaman gambar yang dihasilkan lebih baik dari pada yang hanya memiliki sensor

tunggal (single CCD). Pada pertengahan tahun 1990 an, pada umumnya kamera vi-

deo professional menggunakan 3 sensor gambar (3 CCD). Sementara kamera yang

diperuntukan konsumer (non professional) menggunakan Single CCD.

Selain CCD, sensor gambar lain yang dewasa ini banyak digunakan adalah

CMOS (Complementary High Density Metal Oxide Semiconductor). Keduanya memi-

liki kelebihan dan juga kekurangannya. Beberapa hal yang dapat dikaji dari 2 sen-

sor gambar tersebut :

- CMOS kurang sensitive terhadap cahaya. Pada wilayah obyek yang

Intensitas pencahyaannya lemah sangat memungkinkan hasil rekaman

gambar kurang jernih, akibat munculnya noise.

- CCD lebih peka terhadap cahaya, sehingga kejernihan gambar lebih terja-

min.

- CCD membutuhkan enerji lebih banyak dibandingkan CMOS. Sehingga


CMOS menjadi lebih ekonomis serta diminati oleh para produsen peralat-

an kamera.
Ilustrasi 8. CMOS produk Canon.
Courtesy
https://petapixel.com/2016/09/01/canon-sell-cmos-sensors-companies-first-time/

Pada perkembangan terakhir, sensor gambar dibuat dengan ukuran yang lebih

besar. Kamera-kamera digital professional menggunakan single sensor ukuran

yang besar. Hal merubah kriteria penentu kualitas gambar yang sebelumnya

yang mengacu kepada jumlah sensor sebagai penentu kualitas rekaman gam-.

bar, kini tergantikan dengan besarnya ukuran sensor serta jumlah pixelnya.

Peralatan Pendukung Kamera (Camera Support)

Salah satu kelengkapan yang paling umum dari kamera adalah tripod.

Perangkat ini berfungsi sebagai penyangga kamera, sekaligus berfungsi sebagai

alat yang dapat menjaga kestabilan dari kamera, baik pada posisi kamera yang

statis (tanpa gerak), maupun pada pengoperasian kamera yang bergerak, seperti

halnya saat melakukan panning (gerak kamera horizontal), maupun pada peng-

operasian gerak kamera yang vertikal (tilt up/down).

Tentu saja peralatan ini sangat diperlukan, mengingat hasil rekaman gambar

yang dihasilkan kemudian akan ditayangkan baik pada layar televisi, bioskop

yang ukuran gambar akan diproyeksikan dalam ukuran yang besar.


Ilustrasi 9. Kepala Trip0d (Tripod Head). Courtesy Sachtler Brosure

Ukuran tripod cukup beragam, sesuai dengan ukuran serta bobot kamera yang

dipergunakan. Demikian juga dengan kepala tripod (tripod head) yang ukurannya

disesuaikan dengan ukuran dari ball joint, yaitu salah satu bagian yang fungsinya

menghubungkan kaki tripod dengan kepala tripod, berbentuk bundar,terbuat dari

besi yang dapat digerakan secara horizontal (kiri atau kanan). Sementara untuk

mengatur gerakan vertikal, diatur oleh selektor yang ada di kepala tripod (tripod

head).

Untuk kenyaman dalam pengoperasian gerak kamera , baik gerak horisontal

maupun vertikal, kepala tripod dilengkapi dengan pengatur khusus. Misalnya

jika kamera saat digerakan menyamping (kiri atau kanan) dirasakan terlalu berat

atau sebaliknya, maka bisa dilakukan pemilihan yang dianggap sesuai dengan me-

milih selektor2 (angka2) yang tertera pada kepala tripod. Demikian pula penga-

turan untuk gerak kamera vertikal.

Selain itu ada kelengkapan standar lainnya yaitu pengaturan level (water pass)

dari kepala tripod agar kamerapun berada pada posisi sejajar bidang horizontal.

Ilustrasi 10 . Kaki
Tripod. Courtesy
Sachtler Brosure
Tripod pada umumnya dapat diatur ketinggiannya. Namun, untuk posisi

kamera yang rendah biasanya digunakan babypod. Tripod juga dilengkapi dengan

alat untuk menjaga kestabilannya (tidak terpeleset) yaitu spreader atau triangle

yang menahan ujung kaki tripod.

Hal yang harus diperhatikan dari penggunaan tripod ini adalah melakukan

pemeriksaan sebelum alat tersebut digunakan. Seperti apakah selektor pengatur

beban gerak masih berfungsi dengan baik, sebab akan mempengaruhi kemulusan

pergerakan kamera. Demikian pula halnya dengan kondisi pengunci kaki tripod.

Jika pengunci sudah tidak berfungsi dengan baik, bisa mengakibatkan kamera me-

jatuh.

Selain kelengkapan kamera yang digunakan untuk pengoperasian kamera

dalam posisi sumbu kamera yang tetap (permanen) ,juga ada berbagai sarana

pendukung lain yang biasa dipergunakan dalam pengoperasian pergerakan ka-

mera sumbunya bergerak (tidak dalam posisi yang diam). Hal ini akan dibahas

pada materi mengenai pembingkaian (framing) dan pergerakan kamera

Materi Pengajaran : Lensa & Ruang Ketajaman Gambar (Depth of Field)

Kompetesi Dasar : Pembekalan mengenai berbagai komponen lensa, ser-

ta keterkaitanya dengan ruang ketajaman gambar.

Indikator : Mengetahui dan memahami

LENSA

1. Aperture

Lensa merupakan komponen penting dalam proses perekaman gambar. Proses

pembentukan rekaman gambar pada kamera diawali dengan masuknya cahaya

ke dalam lobang yang terdapat pada bagian dalam lensa, atau yang disebut seba-

gai aperture atau diafragma. Besar kecilnya jumlah cahaya yang diperlukan diatur

oleh aperture /diafragma. Satuan yang dipergunakan untuk mengukur jumlah ca-
haya disebut f/stop.

Ilustrasi 11.

f/stop pada pergelangan lensa (kiri) dan lubang aperture/diafragma

Courtesy 35 mm Handbook

Jumlah cahaya yang diukur melalui f/stop tersebut, dipahami dengan perhitungan

yang terbalik. Semakin besar angka yang tertera pada f/stop, semakin kecil jumlah

cahaya yang masuk ke dalam lensa, demikian pula sebaliknya semakin kecil angka

f/stop semakin besar jumlah cahayanya.

2. Focal Length

Hal penting yang perlu diketahui dari lensa adalah ukurannya, atau yang dise-

but dengan focal length dan dalam istilah teknis fotografi disingkat F (huruf ka-

pital). Satuan yang dipergunakan untuk mengukur lensa adalah milimeter (mm).

Contohnya, F 24mm, F 50 mm, F 200 mm dsbnya.

Secara teknis, panjang pendek ukuran lensa (focal length) adalah ukuran jarak

dari titik api lensa ke bidang datar (celluloid pada kamera analog atau image sen-

sor pada kamera digital) dan pengukuran tersebut dilakukan pada saat fokus len-

sa diletakan pada jarak tidak terhingga (infinity).


Ilustrasi 12
Gambar diatas menunjukan focal length lensa 10 mm. Jarak antara titik api lensa ke bidang
datar(image sensor - CCD). Gambar dibawah jaraknya lebih panjang yaitu 20 mm.
Courtesy Televion Production Guide.

3. Jenis Lensa

Sehubungan dengan focal length (ukuran lensa), jenis lensa terbagi dalam :

Prime / Fix Lens, yaitu lensa-lensa yang memiliki satu focal length

(tunggal). Contoh : F 24 mm, F 50 mm dll.

Variable Focal Length atau lensa zoom, yaitu jenis lensa yang memiliki

focal length yang bervariasi. Contoh : F 24-105 mm, F 70-200 mm dll.


Ilustrasi 13.
Lensa2 Prime/Fix produk Ultra Prime (16mm,24mm,32mm,50mm dan 85mm).
Foto koleksi pribadi

Ilustrasi 14.
Lensa Angenieux dengan focal length 28 – 340 mm. Courtesy Engenieux Brosure.

Lensa yang tergolong sebagai prime/fix lens terdiri dari beberapa katagori :

Lensa normal, yaitu lensa yang jangkauan sudutnya mendekati pandangan mata

manusia. Pemahaman lain mengenai lensa normal yang didefiniskan dengan

perhitungan teknis, sebuah lensa disebut norma jika ukuran focal length sama

dengan ukuran diagonal media rekamnya (sensor gambar).

Ilustrasi 15.
Perhitungan teknis lensa normal.
Courtesy35mm Hand Book
Garis a = ukuran focal length

Garis b = ukuran diagonal media rekam (celluloid pada kamera analog atau
image sensor pada kamera digital)

Lensa sudut lebar (wide lens), yaitu lensa-lensa yang focal length nya lebih pendek

serta memiliki sudut jangkauan yang lebih lebih lebar dibandingkan dengan lensa

normal.
Lensa tele , yaitu lensa-lensa yang memiliki focal length lebih panjang serta sudut

jangkauannya lebih sempit dibandingkan dengan lensa normal.

Ilustrasi 16.
Ukuran dan sudut jangkauan lensa. Courtesy Televion Production Guide

Ilustrasi 17.
Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan lensa sudut lebar (wide lens) 24 mm.
Cuplikan dari film Tentang Cinta, produksi PT.Starvison Plus .
Ilustrasi 18.
Gambar dihasilkan dengan menggunakan lensa 50 mm.
Cuplikan dari film Tentang Cinta, produksi PT.Starvison Plus.

Ilustrasi 19.
Gambar dihasilkan dengan menggunakan lensa 85mm.
Cuplikan dari film Tentang Cinta, produksi PT.Starvison Plus.
RUANG KETAJAMAN GAMBAR (DEPTH OF FIELD)

Pada dasarnya ketajaman hasil reproduksi gambar ditentukan oleh beberapa

hal. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan atau pemilihan dari berbagai kom-

ponen yang terdapat pada lensa. Seperti halnya kita menginginkan hasil gambar

yang latar depan sampai dan latar belakang obyek utama terlihat tajam, atau kita

menginginkan hanya obyek utamanya saja yang terlihat tajam (fokus).

Beberapa faktor yang mempengaruhi ruang ketajaman gambar (depth of field)

adalah :

1. Ukuran Lensa (Focal Length)


Lensa yang memiliki focal length pendek akan menghasilkan ruang tajam

(depth of field) yang panjang dibandingkan dengan lensa yang focal

lengthnya panjang.

Ilustrasi 20. Gambar ini dibuat dengan menggunakan focal length 28 mm. Ruang ketajaman
gambar panjang. Courtesy http://www.techradar.com/how-to/photography-video-
capture/cameras/what-is-depth-of-field-how-aperture-focal-length-and-focus-control-sharpness-

Ilustrasi 21 . Gambar ini dibuat dengan menggunakan focal length panjang. Ruang ketajaman
yang dihasilkan pendek/sempit.. Courtesy sama dengan ilustrasi diatas.

2. Pengaturan/pemilihan Diafragma (f/stop).

Pada saat aperture atau diafragma dipilih yang terjadi bukan hanya sedikit

atau banyaknya cahaya yang masuk ,tapi terjadi pula perubahan ketajaman

pada ruang lingkup obyek yang menjadi titik fokus utama. Baik ketajaman

gambar pada latar depan (foreground) depan maupun latar belakangnya

(background).

Semakin besar bukaan diafragma, semakin sempit/pendek ruang ketajaman

gambar yang dihasilkannya. Sebaliknya, semakin kecil diafragma yang dipilih


semakin panjang/luas ruang ketajaman gambar yang dihasilkan.

Ilustrasi 22. Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan f/2.


Latar depan (a) dan latar belakang (c) baur. Ketajaman gambar hanya di posisi b.
Courtesy foto Time Life Photography Library

Ilustrasi 23. Gambar yang dihasilkan dengan menggunakan f/16.


Latar depan (a) sampai latar belakang (c) terlihat tajam.
Courtesy foto Time Life Photography Library

3. Jarak obyek ke lensa.

Jika obyek dekat dengan kamera, maka ruang ketajaman gambar akan

pendek. Sebaliknya ruang ketajaman gambar akan lebih panjang/luas, jika

jarak obyek
ke lensa jauh.
Ilustrasi 24.

Jarak obyek yang dekat ke lensa menghasilkan ruang ketajaman gambar yang pendek/sempit.

Courtesy foto https://petapixel.com/2009/05/23/using-a-shallow-depth-of-field-for-portrait/

Ilustrasi 25.

Jarak obyek yang jauh ke lensa menghasilkan ruang ketajaman gambar yang panjang/luas.

Courtesy https://www.businesslive.co.za/fm/life/art/2017-12-21-photography-mark-lewiss-distinctive-
depth-of-field/

4. Faktor lain yang berpengaruh terhadap ruang ketajaman gambar (depth

of field) adalah ukuran dari image sensor. Semakin besar ukuran image

sensor semakin pendek ruang ketajaman gambarnya, sebaliknya ukuran

image sensor yang kecil akan menghasilkan ruang ketajaman yang pan-

jang (luas).
Ilustrasi 26. Ukuran image sensor.

Courtesy https://cvp.com/support/page/image-sensor-size-comparison/page

Sebagai tambahan, dengan mengetahui seluk beluk serta berbagai cara

yang dapat dilakukan untuk mencapainya, selanjutnya dapat dikembangkan

ke tahapan lebih lanjut. Seperti misalnya pemanfaatan ruang ketajaman gam-

bar bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai situasi yang terdapat

di dalam gambar. Seperti contohnya kita ingin menyampaikan informasi

mengenai suasana di lingkungan tertentu, agar informasi tersebut dapat

tersampaikan, tentu dibutuhkan gambar yang menampilkan detail-detail

gambar yang dapat dilihat dengan jelas.

Demikian pula halnya dengan pemanfaatan untuk kepentingan artisitik,

Untuk menghasilkan gambar-gambar yang bokeh yang trendy akhir-akhir ini.

Ataupun sebagai salah satu cara dalam mengarahkan perhatian viewer (pe-

nonton) ke obyek terpenting yang merupakan hal penting dalam pertunjukan

film.
Ilustrasi 27.

Ruang ketajaman gambar yang dipilih dengan untuk memberikan informasi mengenai
sarana pengamanan wilayah negara. Foto Dokumentasi AURI.

Ilustrasi 28.

Ruang ketajaman gambar yang dipilih dengan tujuan mengarahkan

perhatian. Courtesy http://www.iwinkstudios.com/blog/depth-of-field/

Dengan mengenal berbagai hal yang berhubungan dengan ruang ketajaman,

maka dapat pula ketahui hal apa saja yang harus dilakukan agar rekaman gam-

bar dapat terjaga dengan baik, serta resiko-resiko yang diakibatkannya. Hal yang

riskan harus mendapat perhatian adalah pada saat ruang ketajaman gambar sem-

pit/pendek. Sebab, jika rekaman gambar yang dihasilkan banyak tidak tajam (out

focus) pada saat ditayangkan di bioskop akan menyebabkan ketidaknyaman untuk

penontonnya, sekaligus dapat mengurangi minat penonton serta memunculkan

penilaian yang buruk terhadap kualitas film secara keseluruhan.

Materi Pengajaran : Exposure

Kompetesi Dasar : Pembekalan mengenai proses, serta penjelasan

mengenai faktor-faktor pendukung terbentuknya

gambar pada kamera digital.

Indikator : Mengetahui dan memahami


Exposure.
Pada dasarnya rekaman gambar terbentuk dari proses interaksi diantara ca-

haya dan media rekam yang peka terhadap cahaya. Secara teknis, eksposur (ex-

posure) adalah proses terbentuknya gambar yang ditandai dengan terjadinya

pencahayaan pada media rekam (celluloid ataupun image sensor). Untuk meng-

hasilkan rekaman gambar yang baik, dibutuhkan pengaturan dalam pencahayaa-

nya. Baik pengaturan jumlah maupun waktu pencahayaan serta kesesuaian de-

gan persyaratan yang dibutuhkan oleh media rekam (normal exposed). Jika jumlah

pencahayaan terlalu banyak atau berlebih, maka rekaman gambar yang dihasilkan

tidak memenuhi persyaratan normal exposed, sehingga hasilnya tidak normal,

atau yang disebut dengan istilah over exposed. Demikian pula jika pencahayaan

yang diterima media rekam jumlahnya kurang, maka hasil rekaman gambarnyapun

tidak normal atau under exposed.

Ilustrasi 29. Rekaman gambar yang pencahyaannya kurang atau under exposed

Foto Yudha Pratama


Ilustrasi 30. Rekaman gambar Over Exposed. Foto Yudha Pratama

Ilustrasi 31: Gambar Normal Exposed. Foto Yudha Pratama

Dalam fotografi terdapat analogi yang sering dipergunakan untuk membahas

exposure, yaitu analogi mengenai ember dan air. Media rekam baik celluloid atau

image sensor diibaratkan sebagai wadah. Jumlah pencahayaan diibaratkan seba-

gai volume air, dan durasi pencahayaan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk

pengisian air.

Jika volume air terlalu sedikit dan juga kurang waktu pengisian, maka wadah

tidak terisi penuh. Sesuai dengan analogi, maka hal ini berarti media rekam tidak

mendapatkan pencahayaan yang cukup atau under exposed. Sehingga diperlukan

volume air dan waktu yang lebih untuk mengisi wadah agar dapat terisi penuh.
Ilustrasi 32. Wadah air yang diibaratkan sebagai media rekam

Courtesy Time Life Library of Photography

Namun, jika volume air terlalu banyak, atau waktu untuk menuangkan air ter-

lalu lama. maka air akan meluber ke luar wadah. Hal ini berarti bahwa pencaha-

yaan berlebihan dan media rekampun mendapat waktu pencahyaan yang me-

lampaui batas yang dibutuhkan. Sehingga kualitas rekaman gambar tidak nor-

mal atau disebut dengan istilah over exposed.

Ilustrasi 33.Wadah air dapat terisi dengan penuh dengan pengaturan volume dan waktu
pengisian yang tepat. Courtesy Time Life Library of Photography

Untuk mendapatkan exposure yang normal, media rekam harus mendapatkan

jumlah serta pencahayaan yang memadai. Jika pengaturan diantara kedua hal ter-

sebut memenuhi, maka gambar yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan ex-

posure yang baik (normal).

Untuk menditeksi eksposur yang baik dan normal, beberapa beberapa ka-

mera dilengkapi dengan alat pengukur cahaya (internal lightmeter). Seperti pada

kamera DSLR Canon 5D, dapat dilihat pada bagian atas kamera yang memper-

lihatkan penggunaan fasilitas teknis yang dipilih, seperti White Balance, ISO dll.

Sementara di bagian bawah LCD juga ada indikator mengenai exposure. Jika po-
sisi garis penunjuknya berada di angka 0, berarti pencahayaan pada media rekam

memenuhi persyaratan normal, sehingga hasil gambar yang diperoleh normal ex-

posure.

Ilustrasi 34. Gambar tampilan lightmeter pada Kamera DSLR Canon 5D

courtesy : https://www.engadget.com/2012/04/14/5d-mark-iii-light-leak-incorrect-exposure-
readout/

Ilustrasi 35.Gambar tampilan indikator lightmeter pada kamera DSLR Canon 5D

http://www.kenrockwell.com/canon/7d.htm

Ilustrasi 35. 3 Komponen Exposure

Courtesy https://photographylife.com/what-is-exposure-triangle
Eksposur tercipta dari 3 pengaturan utama yaitu :

1. Shutter Speed – rentang waktu “jendela’ didepan sensor kamera terbuka

2. Aperture – seberapa besar lensa terbuka saat foto diambil

3.ISO – ukuran seberapa sensitif sensor kamera terhadap cahaya.

1. Shutter Speed

Shutter speed adalah kecepatan atau lamanya shutter membuka sehingga

cahaya mengenai sensor. Ketika kita menekan tombol shutter, maka jendela di

depan sensor kamera atau lubang rana akan terbuka lalu tertutup kembali dengan

jarak waktu tertentu. Lama waktu shutter atau rana tersebut terbuka kemudian

tertutup kembali itulah yang dinamakan shutter speed. Selain berpengaruh terha-

dap cahaya, shutter juga berpengaruh pada kecepatan menangkap obyek yang

bergerak.

Shutter speed diukur dalam satuan waktu, dan kamera DSLR pada umum-

nya difasiltasi shutter speed dari 1/4000 detik hingga 30 detik. Pemilihannya da-

pat dipilih secara manual sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.

Ilustrasi 37. Gambar yang dihasilkan dengan berbagai kecepatan shutter

courtesy : https://petapixel.com/2016/06/25/comprehensive-beginners-guide-aperture-shutter-
speed-iso/

2. Aperture/Diafragma

Aperture atau diafragma, adalah besar kecilnya bukaan pada lensa.


Semakin besar bukaan lensa maka semakin banyak cahaya yang masuk kedalam

image sensor. Sedangkan sebaliknya, apabila bukaan pada lensa kecil maka caha-

ya yang masuk akan semakin sedikit. Bila bukaan pada lensa besar, maka angka

diafragmanya akan semakin kecil, (contoh f/2,8) dan sebaliknya, bila semakin

bukaan pada lensa sempit maka angka diafragmanya akan semakin besar, (contoh

f/16).

Aperture merupakan bilah-bilah (biasanya terbuat dari logam) yang terda-

pat di dalam lensa. Bilah-bilah ini dapat bergerak, saling berpotongan dan menu-

tupi sekeliling penampang lensa, sehingga hanya bagian tengah lensa yang dapat

dilewati cahaya.

Ilustrasi 38. Gambar Aperture

courtesy : https://id.aliexpress.com/item/New-Adjustable-Iris-aperture-Iris-diaphragm-1-12mm-10-
Blades-For-Microscope/32296822999.html

Diafragma memiliki beberapa ukuran atau satuan angka. Setiap lensa

mempunyai perbedaan bukaan diafragma masing-masing. Besar kecilnya bukaan

diafragma yang kita pilih menghasilkan foto yang berbeda. Biasanya, ukuran

diafragma dimulai dengan angka 2,8- 4 -  5,6 - 8 - 11 - 16 - 22.

Saat mengatur nilai diafragma (aperture), ingatlah bahwa setiap stop

ditandai dengan nilai f-angka tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut

dari yang besar hingga yang kecil, seperti berikut: 


Ilustrasi 39. Gambar berbagai ukuran bukaan aperture dan hasilnya

courtesy : http://putewshare.blogspot.co.id/2016/11/memahami-aperturediafragma-pada-
kamera.html

3. ISO/Sensitifitas image sensor

ISO merupakan singkatan dari  International Organization for Standardization

, yaitu organisasi internasional yang menentukan standarisasi dalam berbagai

produk industri, termasuk menentukan standardisasi mengenai kepekaan dari

sensor gambar terhadap cahaya. Singkatnya ISO adalah ukuran kepekaan/kesen-

sitifan sensor gambar terhadap cahaya Pada umumnya ISO memiliki angka mulai

dari 50, 100, 200, 250, 320, 400,640, 800,1600, 6400 dan seterusnya. Semakin

besar angka ISO semakin peka sensor gambar terhadap cahaya, sebaliknya angka

ISO yang lebih rendah menandakan sensor gambar kurang peka.

Ilustrasi 40. Gambar hasil dari beberapa angka ISO

courtesy : https://photographylife.com/what-is-iso-in-photography

Memilih dan menentukan ISO menjadi suatu hal yang sangat penting, ser-

Karena setiap ukuran ISO memiliki karakteristik tersendiri, maka pemilihannya

harus sesuai dengan rekaman gambar yang diinginkan. Misalnya jika kita syuting
di pantai siang hari yang pencahayaannya sangat mencukupi, maka pilihan yang

tepat adalah menggunakan ISO rendah. Namun, tidak selamanya kondisi penca-

hayaan yang ditemui di lokasi mencukupi. Sehingga kita harus menaikan ISO ke

angka yang lebih besar, agar hasil rekaman gambar baik (normal exposure).

Hal lain yang juga perlu diketahui selain masalah kepekaan dari ISO adalah ku-

alitas gambar yang dihasilkan. ISO rendah menghasilkan rekaman gambar yang

halus (jernih), sebaliknya dengan ISO yang angkanya lebih besar. Oleh karen itu

perlu dipertimbangkan juga dalam hal menaikan angka ISO, karena jika dinaikan

secara berlebihan akan mengakibatkan munculnya noise. Sehingga gambar

kurang nyaman untuk dilihat karena nampak kotor (tidak jernih).

Ilustrasi 41.

https://www.ideastogo.com/articles-on-innovation/noise-focus-speed-subject-photography-as-a-
metaphor-for-a-picture-perfect-project

Materi Pengajaran : Pembingkaian (Framing)

Kompetesi Dasar : Pembekalan ukuran dari bingkai gambar (Aspect Rati-

o, Ukuran Gambar (Type of Shot), Sudut Penempatan

Kamera (Camera Angle), Gerak Kamera, Komposisi

Indikator : Mengetahui dan memahami

Pembingkaian

Tayangan gambar di film memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan

seni visual lainnya. Dalam fotografi misalnya gambar ditampilkan dengan posisi

horizontal maupun vertikal. Sedangkan gambar pada film juga televisi hanya di-

tampilkan dengan posisi horizontal saja. Kemudian mengenai bentuk pembingkai-

nya, tayangan gambar pada film adalah persegi empat. Sedangkan pada seni lukis
dapat menampilkan bentuk-bentuk yang bervariasi, segitiga, bundar dsbnya.

Dalam pemilihannya, ukuran pembingkaian gambar diatur pada saat awal pro-

ses perekaman gambar, yaitu pemilihan yang dilakukan pada kamera, kemudian

diteruskan pada tahapan penayangannya, baik di layar bioskop, televisi maupun

media tayang lainnya.

Dalam pembingkaian terdapat berbagai komponen selain dari ukuran dari bing-

kai gambar atau yang disebut dengan istilah aspect ratio, juga meliputi ukuran dari

gambar yang disebut type of shot, kemudian sudut penempatan kamera (camera

angle), komposisi serta pergerakan kamera (camera movement).

1. Ukuran Bingkai Gambar (Aspect Ratio)

Aspect Ratio adalah perbandingan antara lebar dan tinggi gambar.

Lebar

Tinggi

Ukuran dari Aspect Ratio

Ilustrasi 43.Standard / TV Ratio 4:3 (1:1.33). Courtesy Kodak Essential Reference Guide For
Fimmaker.
Ilustrasi 44.Wide Screen (Amerika) 1.85 : 1. Courtesy Kodak Essential Reference Guide For
Fimmaker.

Ilustrasi 45. Wide Screen (Eropa) 1.66 : 1 atau sama dengan ratio HDTV 16 : 9.
Courtesy Kodak Essential Reference Guide For Fimmaker.

Ilustrasi 46.

Cinemascope 2.40 : 1. Courtesy Kodak Essential Reference Guide For Fimmaker.

2. Ukuran Gambar (Type of Shot)

Beberapa ukuran gambar yang umum dipergunakan adalah :

Long Shot. Ukuran gambar yang cangkupan arealnya menggambarkan


situasi lingkungan secara keseluruhan.

Ilustrasi 47. Long Shot. Koleksi foto


Rawigwig
Full Shot. Ukuran gambar yang cangkupan arealnya tidak seluas long

shot. Untuk obyek manusia, meliputi seluruh anggota tubuhnya.

Ilustrasi 48.Full Shot. Koleksi foto Rawigwig

Medium Shot. Ukuran gambar dengan obyek manusia meliputi areal

pinggang sampai dengan kepala.

Ilustrasi 49. Medium Shot. Koleksi foto Rawigwig

Medium Close Up. Ukuran gambar dengan obyek manusia, meliputi

areal dari dada sampai dengan kepala.

Ilustrasi 50. Medium Close Up. Koleksi foto Rawigwig

Close Up

Ukuran gambar pada obyek manusia meliputi areal wajah.


Ilustrasi 51.Close Up. Koleksi foto Rawigwig

Big Close Up

Ukuran gambar pada obyek manusia yang menampilkan detail

Ilustrasi 52. Big Close Up. Koleksi foto Rawigwig

3. Sudut Penempatan Kamera (Camera Angle)

Tolak ukur penempatan kamera (camera angle) adalah kesejajaran anta-

ra ketinggian kamera dengan obyek. Beberapa diantaranya adalah :

High Angle, yaitu penempatan kamera lebih tinggi dari pada obyek.
Ilustrasi 53.Suasana Jakarta malam hari. Foto Ndaru Aji Prakoso

Eye Level, penempatan kamera yang tingginya sejajar dengan obyek.

Ilustrasi 54. Eye


Level. Foto : Rawigwig

Low Angle. Penempatan kamera yang lebih rendah dari obyek.

Ilustrasi 55 : Low Angle .Courtesy


https://forums.daybreakgames.com/dcuo/index.php?threads/servers-still-a-mess.273200/

Dutch Angle, sumbu kamera tidak sejajar dengan bidang horisontal.

Ilustrasi 56. Dutch Angle.

Courstesy http://www.gamesradar.com/the-secret-messages-movie-camera-angles

-send-you-without-you-realising/
e. Bird Eye. Penempatan kamera yang tinggi dan seolah merupakan

sudut pandang burung.

Ilustrasi 57. Jakarta tampak atas. Foto : Ndaru Aji Prakoso

Beberapa gambaran tentang sudut penempatan kamera diatas tentu memili-

ki tujuan dalam penggunaannya. Diantaranya adalah sebagai informasi visual yang

menjelaskan situasi geografis dari lingkungan, seperti yang nampak pada ilustrasi

Jakarta malam hari. Selain itu sudut penempatan kamera (camera angle) juga me-

rupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan karak-

ter, seperti halnya penempatan kamera low angle yang dipilih untuk menampilkan

heroiknya tokoh Batman. Ataupun untuk menggambarkan psikologis karakter, se-

perti ilustrasi kamera dengan dutch angle yang menggambarkan perasaan karak-

ter yang dalam keadaan resah/gamang.

4. Pergerakan Kamera ( Camera Movement)

Pergerakan kamera dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

a. Pergerakan yang dilakukan pada sumbu kamera diam.

Adapun yang dimaksud dengan pergerakan pada sumbu diam (statis)

adalah gerak kamera yang dioperasikan dengan posisi kamera yang

diletakan pada penyangganya yang diam (tidak bergerak), misalnya

pada tripod ataupun dilakukan dengan peralatan pendukung kamera

lainnya, seperti dolly, crane, drone dll.

Beberapa gerakan kamera yang umum dilakukan adalah :

Pan, atau gerakan kamera horizontal. Kamera digerakan ke arah


samping kiri ataupun kanan. Tilt, yaitu gerak kamera vertikal, ke atas

(tilt up) dan ke bawah (tilt down).

b. Pergerakan dengan sumbu kamera yang bergerak.

Pada pergerakan ini posisi kamera berpindah dari satu sumbu ke sumbu

lainnya.

Ilustrasi 58. Gerak kamera dengan sumbu yang berpindah-pindah.

Courtesy https://nofilmschool.com/2012/10/diagram-shotlist-and-pocket-block-with-the-shot-
designer-app

Pergerakan kamera yang dilakukan pada cara ini didukung dengan peralatan

khusus, seperti gambaran yang nampak pada ilustrasi dibawah ini.

Ilustrasi 59. Peralatan slider yang dapat menggerakan kamera secara horizontal.

Courtesy www.aviator.com
Ilustrasi 60. Dolly Panther yang dapat menggerakan kamera baik secara horizontal,

maupun vertikal. Courtesy www.pantherdolly.com

Ilustrasi 61. Drone yang dapat menggerakan kamera baik secara horizontal,

maupun vertikal. Courtesy http://www.drones-globe.com/camera-drones/

Berbagai pergerakan kamera baik yang dilakukan dengan cara mengoperasi-

kannya pada sumbu yang statis ataupun berpindah-pindah, pemilihannya atau

pengoperasiannya memiliki tujuan tertentu. Salah satu contohnya adalah perge-

rakan kamera yang dilakukan untuk mengoreksi komposisi pada saat obyek ber-

gerak. Misalnya, melakukan tilt up pada obyek bergerak dari posisi duduk kemu-

dia berdiri. Kemudian pergerakan kamera yang dipilih dengan maksud untuk me-

ngalihkan perhatian dari situasi tertentu ke obyek utama. Misalnya, pada awal

kamera memperlihatkan suasana keramaian pasar nelayan, kemudian kamera

bergerak ke arah samping kiri (pan left) ke salah seorang nelayan yang sedang

menimbang ikan hasil tangkapannya.

Gambaran lain mengenai tujuan dari pergerakan kamera adalah untuk mem-
beri penekanan perhatian penonton terhadap situasi dramatik yang terjadi pa-

da karakter yang ditampilkan. Misalnya untuk menggambarkan ketertekanan

psikologis karakter dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapinya,

dipilih gerakan kamera track in ( gerakan kamera maju ke depan) yang kemudi-

an dipadu dengan pengoperasian lensa zoom out, atau sebaliknya. Dengan per-

paduan antara gerak kamera dengan lensa tersebut akan menghasilkan ukuran

gambar karakter/tokoh yang berangsur menjadi lebih besar ukurannya, disertai

dengan perubahan gambar latar belakang yang bergerak ke arah depan. Intinya

gerak kamera juga merupakan sarana dalam bertutur secara visual.

1. Komposisi

Dalam kamus bahasa Indonesia kata komposisi artinya susunan atau se-

suatu yang dihasilkan dari kata kerja menyusun atau menata. Komposisi dalam

tata kamera dapat diartikan sebagai penyusunan/penataan letak elemen-elemen

visual yang terdapat dalam bingkai kamera (frame).

Rule of third , yaitu pembagian bidang gambar (frame) menjadi 9 bagian. Bidang

horizontal dibagi menjadi dua bagian, demikian pula bidang vertikalnya. Hasil dari

pembagian dua bidang bidang tersebut menghasilkan bidang-bidang kecil yang

berukuran sama. Pada titik perpotongan tersebut elemen-elemen visual diletak-

an.
Ilustrasi 62.Rule of Thirds

Courtesy http://www.elementsofcinema.com/cinematography/composition.html

Head room & Looking room

Hal lain yang berhubungan dengan komposisi, khususunya penataan yang

dilakukan pada obyek manusia adalah head room dan looking room, yaitu

bidang yang disisakan diatas kepala dan ruang pandangnya.

Ilustrasi 63. Pengaturan bidang untuk padangan dan kepala obyek

Courtesy https://newmedia.report/tutorials/video-techniques /

Materi Pengajaran : Tata Cahaya

Kompetesi Dasar : Pembekalan definisi cahaya, suhu warna, pengaturan

suhu warna, filter, pengukuran cahaya & 3 point basic

lighting.

Indikator : Mengetahui dan memahami

Cahaya
Ilustrasi 64: Kodak The Essential Reference Guide For Filmaker

Cahaya, merupakan gelombang radiasi elektro magnetik. Panjang gelombang

elekromagnetik ini diukur dalam satuan yang disebut nanometer.(1 nanometer =

1/1 milyar meter). Tidak semua gelombang elektromagnetik dapat dilihat mata

manusia. Sebagian hanya dapat didengar seperti halnya radio atau dirasakan

panasnya seperti microwave yang digunakan untuk memasak.

Area gelombang radiasi elektromagnetik yang dapat dilihat oleh mata manusia

atau yang disebut cahaya, atau yang juga disebut dengan dengan istilah “Visible

Spectrum” ukuran radiasinya berkisar diantara 400 sampai dengan 700

nanometer.

Cahaya Natural & Buatan

Pencahayaan berasal dari berbagai sumber. Cahaya yang berasal dari alam

seperti matahari, bulan, api disebut sebagai sumber pencahayaan natural (Natural

Light Source). Sedangkan sumber pencahayaan yang dibuat oleh manusia, seperti

lampu jalanan, senter, neon, lampu- lamupu yang dipergunakan untuk syuting

tergolong sebagai sumber pencahayaan buatan (Artificial Light Source).

Peralatan lampu yang dipergunakan untuk shooting didesain dengan 2

suhu warna, yaitu 3200 K dan 5600 K. Walaupun dalam perkembangan saat ini,

beberapa jenis lampu memiliki suhu warna yang sangat bervariasi. Seperti halnya
lampu HMI L Series dan LED Varies Color.

Suhu Warna

Sumber Cahaya Suhu Warna

Korek Api 1.700 K

Lilin 1.850 K

Lampu 40 Watt 2.650 K

Lampu 75 Watt 2.820 K

Lampu 100 Watt 2.900 K

Lampu Studio Tungsten 3.200 K

HMI 5.600 K

Xenon Arc Lamp 6.400 K

Tabel 1.
Matahari terbit dan terbenam 3.000 – 4.500 K
Suhu
warna
Siang hari 5600 K

Setiap Siang hari berawan (tanpa matahari) 9.000 – 10.000 K


sumber
pencahayaan memiliki suhu warna. Satuan yang dipergunakan

untuk suhu warna adalah derajat Kelvin (K). Alat ukur yang dipergunakan untuk

mengukur suhu warna adalah Kelvin Meter atau 3 Color Meter.

Ilustrasi 65. Seconic PRODIGI C-500R Color


Meter (Black)
Courtesy https://www.amazon.com/Sekonic-PRODIGI-C-500R-Color-Meter/dp/B0017KHMGC

Dalam perekaman gambar perlu diperhatikan kesesuaian diantara suhu warna

yang dimiliki sumber pencahayaan yang digunakan dengan suhu warna yang

dipilih pada kamera. Jika tidak, maka warna pada hasil rekaman akan berbeda

dengan warna obyek aslinya.

Ilustrasi 66.Unbalanced color.


Courtesy https://Color_balance#/media/File:Wb_girl_neutral.jpg

Ilustrasi hasil gambar yang warnanya tidak sesuai. Sumber pencahayaan yang

digunakan suhu warnanya 5600 K/Daylight, direkam dengan suhu warna pada

kamera 3200 K/Tungsten. Warna gambar nampak kebiruan (bluish).

Ilustrasi 67.Unbalanced color. Courte https://Color_balance#/media/File:Wb_girl_neutral.jpg

Sumber pencahayaan yang digunakan 3200 K/Tungsten, pilihan suhu warna

pada kamera 5600 K (Daylight).


Gambar nampak
kemerahan (redish).
Ilustrasi 68.Unbalanced color. Courte https://Color_balance#/media/File:Wb_girl_neutral.jpg

Ilustrasi gambar diatas merupakan hasil rekaman gambar yang normal. Sum-

ber pencahayaan yang digunakan sama dengan pilihan suhu warna pada kamera.

Filter

Filter baik yang digunakan untuk kamera maupun lampu, merupakan sarana

yang dapat digunakan untuk penyesuaian suhu warna. Filter-filter ini tergolong

sebagai filter konversi warna (color conversion filters). Filter kamera 85 diguna-

kan untuk mengkonversi suhu warna 5600 K (Daylight) menjadi 3200 K (Tung-

sten). Sebaliknya filter 80 untuk mengkonversi suhu warna 3200 K (Tungsten)

menjadi 5600 K (Daylight).

Ilustrasi 69. Filter 85 & 80. Courtesy Kodak Educational Product

Demikian pula halnya dengan filter yang dipergunakan pada lampu. Filter

Full CTO (Color Temperature Blue), digunakan untuk mengkonversi suhu warna

3200 K (Tungsten) menjadi 5600 K (Daylight). Sebaliknya filter Full CTO (Color

Temperature Orange) mengkonversi suhu warna 5600 K (Daykight) menjadi 3200


K (Tungsten).

Ilustrasi 70. Filter CTB & CTO.Courtesy www.leefilter.com

Filter kamera dan lampu sangat beragam jenisnya. Selain filter-filter yang di-

Atas ada beberapa filter kamera yang perlu juga diketahui, diantaranya adalah

Neutral Density (ND).

Filter ini berfungsi untuk mengurangi intensitas pencahayaan, tanpa disertai de-

ngan perubahan pada suhu warna. Sebagai contoh, jika kita melakukan perekam-

an gambar yang pencahayaannya kuat, sementara bukaan diafragma yang dimiliki

lensa tidak memadai. Misalnya diafragma yang tersedia di kamera adalah f/16, se-

mentara pencahayaan yang ada pada obyek yang akan direkam melebihinya (f/22

atau f/64). Dalam situasi seperti itu, kita memerlukan penggunaan filter ND (Neu-

tral Density).

Ilustrasi 71. Filter Neutral Density. Courtesy Rudolf Hanke Filter Faszination

Pada dasarnya penggunaan filter pada lensa meyerap jumlah cahaya. Filter-

filter yang memiliki kepekataan yang lebih, akan mengurangi pencahayaan yang

diterima lensa. Filter ND termasuk salah satu filter yang memiliki kepekatan yang

penggunaannya membutuhkan kompensasi, yaitu penambahan jumlah cahaya.

Semakin pekat sebuah filter, semakin banyak penambahan cahaya yang dibutuh-
kan.

Sesuai dengan kadar kepekatannya, filter ND terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:

ND 3. Filter ini membutuhkan kompensasi sebanyak 1 stop. Sehingga jika sebelum

filter tersebut digunakan angka diafragma adalah f/11, maka penggunaan

filter ND3 memerlukan f/8, hal ini berarti pencahayaan ditambah sebanyak

1 stop.

ND 6. Penggunaannya membutuhkan penambahan cahaya sebesar 2 stops.

ND 9. Penambahan cahaya sebesar 3 stops.

ND filter ini juga dapat digunakan untuk keperluan pengaturan dalam ruang ke-

tajaman gambar (depth of field).

Ilustra
si 72. Filter ND dan ruang ketajaman gambar (depth of field).Courtesy https://digital-photography-
school.com/neutral-density-filter-control-depth-field/

Pada ilustrasi diatas, gambar di sebelah kiri tidak menggunakan filter ND

dan f/stop.nya adalah 8. Kemudian digunakan filter ND6 dan sesuai dengan

ketentuan teknis diperlukan penambahan cahaya sebesar 2 stop, sehingga

menggunakan f/4. Dari penggunaan filter ND6 tersebut nampak perubahan

ruang ketajaman gambar. Latar belakang gambar yang menggunakan filter

ND6 terlihat kabur (out of focus) yang menandakan bahwa ruang ketajaman-

menjadi sempit/pendek.
Ilustrasi 73. ND Grad yang berbentuk bulat (circular) dan persegi (square)

Courtesy www.tiffen.com

Jenis filter ND lainnya adalah ND Grade. Yaitu filter ND yang hanya tertera pada

bagian atas dan kemudian secara bertahap (bergradasi) menjadi polos (simak

ilustrasi). Penggunaan jenis filter ND ini tidak memerlukan kompensasi pencaha-

yaan, karena hanya sebagian dari bidang gambar saja yang pencahayaannya di-

kurangi. Biasanya,jenis filter ini digunakan untuk merekam gambar yang obyeknya

pemandangan (landscape). Dengan menggunakan filter ND Grade, bagian atas bi-

dang gambar yang obyeknya awan, akan terlihat lebih menonjol, baik kontur serta

warnanya.

Filter yang didesain dengan kepekatan bergradasi tersebut tidak hanya dibuat

untuk ND saja, namun juga untuk filter-filter lainnya, khususnya filter-filter yang

tergolong sebagai filter efek. Seperti misalnya filter Blue Grad, yaitu filter efek

yang didesain dengan warna biru yang bergradasi. Filter ini dipergunakan untuk

menambah warna biru pada awan. Demikian pula halnya dengan filter Sunset

Grad yang memiliki warna orange bergradasi, juga untuk lebih menambah warna

pada bidang gambar yang obyeknya awal dan matahari saat terbenam.

Ilustrasi 74. Penggunaan filter blue grad. Courtesy https://photographylife.com/landscapes/must-


have-filters-for-landscape-photography
Ilustrasi 75. Penggunaan filter sunset grad. Courtesy https://photographylife.com/landscapes/must-
have-filters-for-landscape-photography

Filter Polar (Polarizer Filer)

Permukaan bumi memantulkan cahaya yang bersumber dari matahari, hal ter-

sebut menyebabkan pembiasan yang mengurangi kontras warna pada obyek. Hal

tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan filter polar. Selain itu filter polar

juga dapat dipergunakan untuk mengurangi refleksi yang dianggap mengganggu,

seperti halnya refleksi pada kaca.

Ilustrasi 76. Filter polar. Courtesy https://encryptedtbn0.gstatic.com/images?q=tbn

Desain Lampu

Pada umumnya desain lampu yang umumnya digunakan pada produksi film

(audio visual) terbagi dalam katagori :

1. Open Face Fixtures

Lampu-lampu yang didesain dengan kemasan (housing) yang terbuka, tidak di-

lengkapi dengan lensa penutupnya. Intensitas pencahayaan dihasilkan dari 2 sum-

ber, cahaya yang berasal dari bulb (lampu) dan cahaya hasil dari pantulan yang di-

hasilkan melalui reflektornya.


Ilustrasi 77. Lampu Redhead 800 Watt dan Blonde 2K (2000 Watt)

Courtesy http://www.cinelight.com/tungsten-lights/open-face-lights/

2. Enclosed Type Housing

Jenis lampu- lampu yang permukaannya ditutup oleh lensa (condenser lens).

Ilustrasi 78. Desain lampu HMI 600 Watt

Courtesy http://www.cine-electric.ie/arrimax-test

Beberap jenis condenser lens

a. Plano Convex

Lensa plano convex terdiri dari 2 permukaan, yaitu permukaan yang datar (pla-

no), permukaan lainnya berbentu cembung (convex). Desain lensa ini meng-

hasilkan pencahayaan yang keras (hardlight).

b. Fresnel

Lensa ini bentuk dasarnya sama dengan plano concex, namun pada permukaan

yang cembung dibentuk lekukan bersiku. Dengan desain lensa seperti ini, maka

pencahyaan menjadi lebih terarah dan juga lebih lembut dibandingkan dengan

lensa dengan plano convex.

c. Step Lens
Bentuk dasarnya adalah plano yang pada bagian dalamnya dipotong dengan

pola seperti tahapan tangga (step). Dengan pola desain lensa seperti ini cahaya

yang dipantulkan melalui reflektor serta sebagian cahaya dari bulb dipancarkan

secara parallel (setelah melalui melalui lensa). Kwalitas pencahayaan akan

menjadi menyebar serta lembut ketimbang menggunakan lensa fresnel.

Ilustrasi 79.Beberapa jenis condenser lens. Ilustrasi Zeha

Lampu HMI

HMI merupakan akronim/singkatan dari, H= Hg symbol dari Mercury

M=Medium Arc, I= Iodides

Lampu HMI termasuk yang jenis lampu yang kemasannya menggunakan desain

condenser lens ( Enclosed Type Housing). Suhu warnanya 5500 K.

HMI LED LIGHT

Ilustrasi 80. HMI L7DT (Daylight) 5000-6500K.180W.Courtesy Arri Group News.

Produk HMI ini tergolong baru dengan menggunakan LED yang hemat energi serta
mengurangi panas saat dioperasikan. Selain itu karakteristik dari pencahayaannya

lembut, baik dalam posisi pengoperasian flood maupun spot. Jika sebelumnya

jenis HMI hanya memiliki suhu warna daylight saja, kini suhu warna lebih variatif.

Pada seri L7 C suhu bisa dioperasikan dari suhu warna 2800 K (Tungsten) s/d

10.000 K (Daylight).

Kinoflo

Lampu ini desainnya menirukan lampu neon, namun suhu warnanya sudah dise-

suaikan untuk kebutuhan perekaman gambar (syuting). Ada 2 suhu warna yang

dimiliki lampu Kinoflo, yaitu 5600 K dan 3200 K. Beberapa ukuran dari lampu ini

adalah :

a.4 feet – 4 bank, yaitu lampu yang memiliki panjang 4 feet dan 4 buah

lampu (bank).

b.2 feet - 4 bank, ukuran panjang lampunya 2 feet dengan lampu sebanyak

4 buah .

c. 4 feet – 10 bank, memiliki lampu yang panjangnya 4 feet dan 10 buah

lampu.

Ilustrasi 81. Lampu Kinoflo 4 feet 4 bank.Courtesy Kinoflo Product Brosure.

Karaktersitik dari lampu Kinoflo ini menghasilkan bayangan yang lembut.

Daya yang dibutuhkan untuk setiap lampu (bulb)nya adalah 40 watt. Lampu

yang memiliki suhu warna 5600 K (daylight) ditandai dengan warna biru pada

bagian ujung lampu, sedangkan untuk suhu warna 3200 K (tungsten) berwarna
oranye.

Dedolight

Lampu ini didesain dalam bentuk yang kompak. Terdiri dari 3 buah lampu berka-

pasitas 150 watt, suhu warna 3200 K (Tungsten), seta dilengkapi dengan berbagai

fasilitas pendukungnya seperti kaki lampu (stand), ballast yang mengatur listrik

serta pilihan tingkat intensitas (dimmer) dll.

Ilustrasi 82. Dedolight. Courtesy Dedolight Product Broschure

Pengukuran Cahaya

Satuan yang dipergunakan untuk mengukur intensitas cahaya adalah foot

candle dan lux ( 1 foot candle = 10 lux). Alat yang dipergunakan untuk mengukur

cahaya yaitu Lightmeter. Perangkat ini memiliki berbagai fasilitas yang diperlukan

dalam pengukuran cahaya serta perekaman gambar. Diantaranya adalah untuk

mendata intensitas cahaya (footcandle dan lux), pengaturan ISO, pengaturan jum-

lah gambar yang dihasilkan per detiknya (gpd atau fps), pendataan mengenai bu-

kaan diafragma (f/stop) , tentu saja dilengkapi juga dengan penampung cahaya.

Lightmeter Seconic L 758 Cine Digital Master juga dapat digunakan untuk dua cara

pengukuran cahaya (diterangkan pada bagian selanjutnya).


Ilustrasi 83

Lightmeter Seconic L 758 Cine Digital Master. Koleksi foto Rawigwig

Alat ukur cahaya (lightmeter) tersebut dilengkapi dengan 2 buah penampung

cahaya. Pertama lumisphere, penampung cahaya yang berbentuk kubah. Sesuai

dengan bentuknya, dapat menampung cahaya yang cangkupannya 180 derajat.

Penampung cahaya lainnya yaitu lumidisk yang memiliki daya tampung cahaya

lebih terbatas, hanya seluas 90 derajat saja, karena bentuk kubah penampungnya

tidak muncul tapi masuk ke dalam (simak ilustrasi).

Ilustrasi 84.Lumisphere & Lumidisk, koleksi foto Rawigwig

Pada lightmeter Seconic L 758 Cine Digital Master ini 2 penampung tersebut

berada di satu fasilitas yang sama . Untuk memilih salah satu penampung dengan

cara memutarkan searah dengan jarum jam untuk lumisphere dan sebaliknya

untuk memilih penampung cahaya lumidisk. Untuk keamanan alat tsb, pada

saat lightmeter tidak digunakan, letakan penampung pada posisi lumidisk.

Ada 2 cara pengukuran cahaya :


1. Incident Meter.

Lightmeter mengukur cahaya dari sumber pencahayaan yang diterima oleh

obyek. Caranya, lightmeter dioperasikan di depan obyek dan diarahkan ke

posisi kamera.

Ilustrasi 85. Pengukuran incident meter. Ilustrator : Zeha

2. Reflected Meter

Cara pengukuran cahaya yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas

Spot Meter. Jika pada incident meter yang diukur adalah intensitas cahaya

yang diterima obyek, reflected meter mengukur pantulan cahaya dari obyek

Ilustrasi. Pengukuran incident meter. Ilustrator : Zeha

3 Point Basic Lighting


Three Point Lighting Technique adalah dasar penataan cahaya yang digunakan

dalam dalam produksi media visual. Pada penataan cahaya ini digunakan tiga

sumber pencahayaan (lampu), yaitu :

Key Light, sumber pencahayaan utama. Sesuai dengan istilahnya, maka intensi-

tas pencahayaannya besar.

Fill Light, sumber pencahayaan pengisi serta berfungsi untuk mengurangi bayang-

an yang dihasilkan oleh sumber pencahayaan utama (Key).

Back Light, sumber pencahayaan yang letaknya berada di belakang obyek.

Ilustrasi 86. 3 point basic lighting. Courtesy http://www.mediacollege.com/lighting/three-point/

Pada intinya dasar penataan cahaya sejak awal dirancang untuk menciptakan

dimesi ruang. Sehinga bidang gambar gambar yang pada dasarnya dua dimesi

(flat) dapat terkesan memiliki dimensi ruang (volume). Penempatan sumber pen-

cahayaan back light juga ditujukan agar kontur dan dimensi gambar lebih terlihat,

apalagi jika obyek dengan latar belakang memiliki warna yang senada. Dengan

pencahayaan back light, obyek nampak terpisah dengan latar belakangnya. Hal ini

berarti di antara obyek dengan latar belakang memiliki jarak serta ruang. Selain

itu, backlight juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan artistik, seperti halnya untuk

memberikan kesan glamour, serta dapat


digunakan untuk mengarahkan perhati-

ian penonton kepada obyek terpenting.


Ilustrasi 87. Backlight yang dibuat untuk kebutuhan estetis.

http://www.art.fr/oeuvre/p15358724-sa-i3714482/all-about-eve-marilyn-monroe-1950.htm

Ilustrasi 88. Back light digunakan untuk membuat obyek menjadi pusat perhatian.

Courtesy https://www.pinterest.com/eleonorew/film-noir-ideas/

Lalu bagaimana dengan sumber pencahayaan utama (Key) dan pencahayaan

pengisi (Fill) ? Masih berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dimensi pada

bidang gambar yang hanya memiliki lebar dan tinggi (datar), serta tidak memiliki

volume (dimensi ruang). Key dan Fill Light merupakan faktor penentunya. Namun,

itupun membutuhkan pengaturan, khususnya dalam membuat perbandingan in-

tensitas pencahayaan diantara keduanya.

Terciptanya dimensi gambar ditentukan oleh besar kecilnya ratio atau perban-

dingan intensitas pencahayaan diantara Key dan Fill. Angka perbandingan yang

lebih besar efektif dalam menciptakan dimensi gambar dibandingkan dengan ang-

ka perbandingan yang kecil.


Ilustrasi 89. Lighting Ratio 2 : 1 3:1 4:1

Courtesy https://imagecoffee.huiminchi.com/cipdb/Alighting-ratios/

Perbandingan intensitas pencahayaan diantara Key dengan Fill dikenal dengan

sebutan Lighting Ratio. Perbandingan tersebut juga disertai dengan rumusan (for-

mula) tertentu. Untuk mengetahui berapa perbandingan diantara Key dengan Fill

Light, digunakan rumusan sbb :

Key + Fill

Lighting Ratio = ---------------

Fill

Sebagai contoh, setelah diukur dengan lightmeter diketahui intensitas Key

Light adalah 250 footcandle (fc), sedangkan Fill Light adalah 50 footcandle (fc).

Maka perhitungan lighting rationya adalah :

250 + 50

-------------- = 6

50

Dengan perhitungan tersebut maka diketahui bahwa perbandingan intensi-

tas pencahayaan Key dengan Fill adalah 6 : 1 . Hasil perbandingan tersebut dapat

disimak di monitor. Jika kurang sesuai dengan yang diinginkan, karena mungkin

terlalu sedikit perbandingannya ataupun sebaliknya, maka perbandingan dapat

dilakukan sampai akhirnya mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diingin-

kan.

Kualitas Pencahayaan
Kuantitas pencahyaan adalah sedikit atau banyaknya jumlah pencahayaan

yang hadir dalam areal tertentu, dalam hal ini di lokasi tempat syuting/perekam-

an gambar akan dilakukan. Pemahaman yang berbeda dengan kualitas pencaha-

yaan. Karena kualitas pencahyaan tidak ditentukan oleh jumlah cahaya, pemaham-

annya lebih kepada bagaimana hasil yang diperoleh dari pencahayaannya. Lembut

(soft light) atau keraskah (hard light) pencahayaan yang dihasilkan.

Salah satu indikasi yang menentukan kualitas pencahayaan adalah bayangan.

Pekatnya bayangan yang dihasilkan tergolong sebagai kualitas pencahayaan yang

keras (hard light). Sebaliknya, jika kualitas pencahayaan yang lembut (soft light)

ditandai dengan bayangan juga lembut/halus.

Ilustrasi 90. Bayangan yang kuat/pekat (Hardlight)

Courtesy https://newmedia.report/tutorials/video-techniques /

Ilustrasi 91. Pencahayaan yang menghasilkan bayangan yang lembut

Courtesy https://newmedia.report/tutorials/video-techniques /
Ilustrasi 92. Sumber pencahayaan yang diarahkan langsung (direct light)

Courtesy https//digital-photography-school.com

Ilustrasi 93. Pencahayaan yang dipantulkan. Courtesy www.sony-asia.com

Faktor lain yang menentukan keras lembutnya pencahayaan adalah arah penca-

hayaan. Jika sumber pencahayaan diarahkan langsung (direct light) akan meng-

hasilkan bayangan pekat (hardlight). Namun, jika sumber pencahayaan dipan-

tulkan (bouncing) akan menghasilkan bayangan yang lembut (soflight). Hal lain,

yaitu pemilihan peralatan lampu. Ada produk-produk lampu yang desain serta

konfigurasinya memang dibuat secara khusus untuk menghasilkan kualitas

pencahayaan yang lembut.

Ilustrasi 94. Lampu soflite.Courtesy http://www.cinerent.net/index.php?


route=product/category&path=250_252_363
Ilustrasi 95-96 .Penggunaan dan hasil dari filter diffusion.

Courtesy https://www.premiumbeat.com/Blog/cinematography-tip-how-to-create-soft-diffused-
light/

Cara lain untuk menghasilkan pencahayaan yang lembut adalah pengguna-

naan filter white diffusion pada lampu. Karakteristik filter tersebut adalah mem-

buat cahaya menyebar dan bayangan yang dihasilkan akan lebih lembut. Tingkat

kehalusan dari filter tersebut dapat dipilih, karena memang di desain untuk

berbagai tingkat penyebarannya. Seperti misalnya, produk filter White Diffusion

216 (Full Diffusion) memiliki tingkat kehalusan dibandingkan dengan White

Diffusion 250 (Half Diffusion).

Ada alternatif lain pengganti filter white diffusion dan lebih ekonomis, karena

harga filter tersebut cukup mahal, yaitu dengan menggunakan kertas kalkir yang

bisas dipergunakan untuk menggambar. Tingkat penyebaran cahayanya juga da-

pat disesuaikan dengan ketebalan kertas tersebut. Namun, hal yang perlu diper-

hatikan adalah ketahanannya terhadap cahaya lampu. Karena bahannya terbuat

dari kertas sehingga mudah terbakar. Untuk mengatasi hal tersebut, kertas kalkir

tidak dipasang langsung pada lampu, namun dibentang pada bingkai terbuat dari

kayu ataupun pipa paralon.

Membuat Pola Bayangan


Ilustrasi 97. Gobo. Courtesy www.neilolseman.com - lighting-tehnic

Dalam penataan cahaya, bayangan merupakan unsur yang penting. Baik un-

tuk memenuhi kebutuhan dalam menciptakan realita ruang dan waktu di dalam

film, maupun dalam memenuhi kebutuhan estetis. Salah satu diantaranya adalah

dengan memanfaatkan bayangan yang dihasilkan dari perangkat pencahayaan

yang disebut gobo. Bentuk dan coraknya sangat bervariasi, serta dapat dibuat

sesuai dengan kebutuhan.

Beberapa corak yang umum digunakan diantaranya garis vertikal, horizontal,

diagonal, jendela, daun dll. Gobo dapat dibuat dengan menggunakan seng

, triplek ataupun bahan lainnya. Gobo diletakan di depan lampu, bayangan yang

dihasilkan sesuai dengan coraknya. Ketajaman dan besar kecilnya bayangan ter-

gantung dari jarak antara gobo dengan lampu. Semakin jauh jaraknya, semakin

tajam bayangan yang dihasilkan, semakin dekat jaraknya ke lampu bayangan

menjadi tidak tajam serta ukurannya menjadi lebih besar.

Ilustrasi 98.Pencahayaan dengan menggunakan gobo

Courtesy www.zacuto.com/volumetric-lighting-part 1

Pencahayaan Availabe Light

Yang dimaksud dengan available light, adalah pemanfaatan sumber


pencahayaan yang tersedia di lokasi tempat perekaman gambar. Hal ini juga

berarti bahwa perekaman gambar dilakukan tanpa menggunakan peralatan

lampu yang secara khusus dipersiapkan. Agar dapat menghasilkan rekaman

gambar yang baik, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, diantaranya :

- Memilih lensa yang tepat, khususnya untuk melakukan perekaman gambar

pada malam hari ataupun pada lokasi yang situasi pencahayaanya minim.

Pemilihan lensa yang memiliki bukaan diafragma besar (angka kecil)

merupakan pilihan yang tepat.

- Pemilihan waktu. Untuk melakukan perekaman gambar pada eksterior siang

hari, jam 06.30 s/d 10.00 pada pagi hari dan sekitar jam 15.30 s/d 17.00

merupakan waktu ideal. Karena pada posisi matahari pada jam-jam tersebut

berada di posisi miring. Sementara pada jam 11.00 s/d jam 15.00 matahari

berada pada posisi tinggi, sehingga pada obyek manusia, khususnya pada

bagian wajah akan menghasilkan bayangan yang akan mengurangi keindahan

gambar.

- Membawa reflektor untuk perekaman gambar ekterior siang hari.

Ilustrasi 99. Reflektor. Courtesy www.wescot.com

Jika menyimak reflektor pada ilustrasi terlihat cukup beragam. Diffuser reflec-

tor memantulkan cahaya menyebar dan lembut. Silver reflector memantulkan

cahaya cukup kuat. Black reflector tidak memantulkan serta menambah pencaha-

yaan, namun justru menggelapkan yang dalam penataan cahaya biasa disebut

anti fill. Kemudian gold reflector yang memantulkan cahaya dengan warna
keemasan. White refector, memantulkan cahaya, namun tidak sekuat pantulan

yang dihasilkan oleh silver relector.

Ilustrasi 100. Penggunaan reflektor. Courtesy www.lastolite.com

Pada ilustrasi terlihat penggunaan 2 relektor, yaitu white dan silver reflector.

White reflector digunakan untuk menghilangkan bayangan yang berasal dari ca-

haya matahari. Sedangkan silver reflector digunakan untuk memberikan penca-

hayaan yang merata pada wajah model.

Reflektor dapat dibuat dengan biaya yang lebih murah serta menggunakan ba-

han yang mudah diperoleh, serta dengan cara yang mudah. Cukup menyediakan

alumunium foil (kertas timah) sebagai bahan pemantul cahaya dan stryro foam.

Untuk menghasilkan pantulan yang lebih lunak, permukaan alumunium foil dire-

mas sehingga bertekstur, namun jika yang diinginkan adalah pantulan yang lebih

kuat dibutuhkan permukaan yang rata.

Ilustrasi 101. Alumunium foil dan Styrofoam bahan untuk reflektor. Foto : Rawigwig
Materi Pengajaran : Mempersiapkan Peralatan

Kompetesi Dasar : Pembekalan mengenai berbagai persiapan yang harus

dilakukan dalam mempersiapkan peralatan

Indikator : Mengetahui dan memahami

Pemeriksaan Peralatan

Agar dalam pelaksanaan syuting (perekaman gambar) dapat berjalan

lancar,maka diperlukan waktu untuk mempersiapkan pemeriksaan terhadap

peralatan yang akan digunakan. Baik pemeriksaan terhadap kamera, lensa, filter,

tripod serta berbagai perlengkapan pendukung lainnya.

1. Kamera

Kamera menjadi alat utama dalam pembuatan film. Saat ini, sebagian besar

bisa menghasilkan gambar beresolusi tinggi dan memiliki kemampuan merekam

video berkualitas HD. Itulah sebabnya banyak yang memanfaatkan kamera DSLR
untuk untuk mengurangi bujet produksi sebuah film. Namun, untuk menjaga kua-

litas rekaman gambar harus dipilih kamera DSLR yang memiliki fitur image stabila-

tion. Adanya fitur Image Stabilizer akan mengurangi gambar yang bergoyang .

Beberapa produsen kamera memiliki istilah masing-masing untuk penyebutan

fitur ini. Canon dan Sony menggunakan istilah Image Stabilization (IS) sementara

Nikon menggunakan istilah Vibration Reduction.

2. Tripod

Seringkali para videografer pemula tidak membawa peranti tripod saat


merekam gambar. Hasil rekaman gambar dengan cara ini tidak dijamin dapat
dijamin kestabilannya. Sehingga memerlukan tripod yang sesuai dengan
kebutuhan. Termasuk juga pilihan tripod yang sesuai dengan bobot dari kamera
serta berbagai kelengkapannya. Untuk praktik diperlukan dua buah tripod kamera
head 100.

5. Lensa
Lensa, merupakan saran penting yang sangat memerlukan perhatian, khu-

susnya dalam hal kelayakannya. Umumnya, diperlukan berbagai focal length yang

bervariasi, selain untuk kebutuhan cangkupan ruang lingkup yang dapat ditang-

kap oleh setiap focal length, juga untuk kebutuhan karakter gambar yang dihasil-

kannya.

Salah satu kemudahan yang ditawarkan oleh kamera DSLR karena praktis dan

mudah dalam melakukan pergantian lensa. Namun, agar dapat menghasilkan re-

kaman gambar yang sesuai dengan harapan, lensa-lensa tersebut harus dalam

kondisi yang layak untuk dipergunakan. Sehingga membutuhkan pemeriksaan se-

belumnya.

Demikian pula halnya dengan sarana lainnya, seperti filter-filter yang akan di-

gunakan, serta sarana untuk mengcopy data rekaman gambar yaitu laptop serta

kelengkapannya.

Cara sederhana yang dapat membantu, adalah membuat daftar pemeriksaan


(check list), seperti contoh dibawah ini :

Kamera

No Komponen Kondisi Keterangan

1 Body Kamera Baik Pada bagian dekat wadah


baterai ada cacat

2 Shutter Button Baik

3 ISO setting Baik

4 White Balance Selection Baik

5 Picture Menu Baik

6 Lens Mount Baik

7 Wadah baterai Baik Agak longgar sehingga


butuh ditekan lebih keras
untuk menguncinya.

8 LCD Baik Pelapis anti gores bagian


kiri bawah agak terkelupas

9 Charger Tidak baik Kabel power tidak


berfungsi dan harus diganti

10 Baterai Baik Dibutuhkan 2 buah baterai

tambahan

11 Memory Card Baik Butuh memory card


tambahan (16 GB)
Tabel 2 : Contoh Daftar Pemeriksaan Kamera

Lensa

No Komponen Kondisi Keterangan

1 Lensa 24 mm Baik

2 Lensa 35 mm Baik

3 Lensa 50 mm Tidak baik Ring diafragma tidak bisa


diputar sampai ke f/2,8

4 Lensa 85 mm Tidak baik Focus pada ring tidak sama


dengan ukuran meteran

5 Lensa Zoom 25-250 mm Baik Membutuhkan


wadah/casing yang lebih
baik
Tabel 3 : Contoh Tabel Pemeriksaan Lensa

Filter

No Komponen Kondisi Keterangan

1 ND 3 Baik

2 ND 6 Baik

3 ND 9 Baik

4 Polar - Dibutuhkan circular

5 ND Grad Set Baik

6 Blue Grad Baik Dibutuhkan tambahan


Sunset Grad Filter
Tabel 4. Contoh Pemeriksaan Filter Kamera

Tripod

No Komponen Kondisi Keterangan

1 Ball Joit Baik Perlu diberi pelumas

2 Pengatur gerak pan Baik Selektor no.4 terlalu berat

3 Pengunci stick Tidak baik Longgar

4 Triangle/Spreader Tidak baik Salah satu diantaranya


tidak ada karet
penguncinya.
Tabel 5 : Contoh Daftar Pemeriksaan Tripod

Laptop

No Komponen Kondisi Keterangan

1 Laptop Baik

2 Adaptor Kurang Ada bagian kabel power


baik yang terkelupas

3 Card reader Baik


Tabel 6 : Contoh Daftar Pemeriksaan Laptop & kelengkapannya.

Kelengkap Pendukung (Accessories)

No Komponen Kondisi Keterangan


1 Lakban Baik Sesuai dengan kebutuhan

2 Payung hitam Baik Sesuai dengan kebutuhan

3 Rain Cover (Penutup kamera Baik Tersedia

Jika hujan)

4 Cutter Baik Tersedia

5 Dust off (pembersih debu) Baik Tersedia

6 Lens Pen (pembersih lensa) Baik Tersedia


Tabel 7. Contoh Daftar Pemeriksaan Asesoris

Kurang lebih seperti itulah bentuk sederhana dari daftar pemeriksaan peralat-

an. Mengenai banyaknya rincian peralatan tergantung dari keperluan serta kebu-

tuhannya. Karena setiap produksi kebutuhan peralatannya berbeda beda. Dengan

mengetahui kondisi dari berbagai peralatan yang akan dipergukan, segala

sesuatunya menjadi lebih siap. Jika ada beberapa catatan mengenai peralatan

yang tidak lengkap, kondisinya tidak layak untuk dipergunakan atau ha-

rus ada penambahan, hal tersebut bisa diketahui dari awal pemeriksaannya, serta

diupayakan untuk mengatasinya.

Khusus untuk kamera, selain pemeriksaan terhadap kondisi, juga harus dilaku-

kan tes perekaman gambar dan pemeriksaan dari hasil rekamannya. Sehingga,

kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa seluruh komponen dari kamera me-

mang layak untuk digunakan.

Hal penting lainnya yang harus dilakukan adalah membaca buku petunjuk peng-

gunaan (Manual Book) dari kamera yang akan digunakan. Berbagai informasi me-

ngenai cara penggunaan, pemilihan fitur dll dapat diperoleh dengan membaca

serta mempelajarinya. Termasuk di dalamnya petunjuk apa yang harus dilakukan

jika terjadi permasalahan pada kamera.


DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, Bambang, Kamera, FFTVIKJ & Pemda DKI Jakarta, Jakarta 2014.

Box, Harry C, Set Lighting Technician Handbook, New York London, Focal Press :

2013.

Candena, Richard, Automated Lighting, Burlington USA, Focal Press 2012.

Carlson, Sylvia & Carlson. Verne, Professional Lighting Handbook, Boston London,

Focal Press : 1985.

Carlson, Silvia & Carlson,Verne, Profesional Cameraman’s Handbook, Boston

London, Focal Press : 1989.

Freeman, Michel, Mastering Digital Photography, USA, Ilex : 2010.

Freeman, Michel, 35 mm Handbook, Philadelphia Pennysylvania, Courage Books:

1988.

Gandasoebrata, Soetomo, Diktat Sinematografi Edisi ke 5, FFTV IKJ : 1996.


Gol. Michael, American Cinematographer Manual 10th Edition Volume 1,

California, The ASC Press: 2013.

Gol,Michael, American Cinematografer Manual 10th Edition Volume 2, California,

The ASC Press : 2013.

Kodak, The Essential Reference Guide For Filmmaker, Rochester, Kodak Educati-

tional Products : 2007.

Time Life Books, Library of Photography, Light And Film, Canada, Time Life Books:

1977.

Time Life Books, Library of Photography, The Camera, Canada, Time Life Books :
1977.

Viera, John David & Viera, Maria, Lighting for Film & Digital Cinematography, Bel-

Mount CA USA, Wadworth College Learning : 2005.

Wheeler, Paul, High Definition Cinematography, Burlington USA, Focal Press :

2007.

GLOSARIUM

angle : sudut penempatan kamera

anatomi kamera : struktur komponen kamera

analog camera : kamera yang menggunakan celluloid/film

alumunium foil : kertas timah

analogi : persamaan

anti fill : reflektor yang permukaannya gelap, tidak memantulkan cahaya

justru menggelapkan.

aperture : lubang tempat masuknya cahaya

aspect ratio : perbandingan antara lebar dan tinggi bingkai gambar (frame)

available light : pencahyaan yang tersedia di lokasi perekaman gambar.

background : latar depan

backlight : sumber pencahayaan yang posisinya di belakang obyek.


balance : seimbang/sesuai.

bcu : ukuran gambar yang menampilkan detail dari obyek.

beam splitter : adalah suatu perangkat optik yang dapat membagi berkas cahaya

bouncing : cahaya yang dipantulkan.

cahaya : gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat oleh mata manusia.

ccd : singkatan dari Couple Charge Device, sensor pembentuk gambar.

cmos : singkatan dari complementary high density metal oxide semiconductor,

sensor pembentuk gambar.

close up : ukuran gambar yang menampilkan areal wajah jika obyeknya manusia.

color meter : alat pengukur suhu warna

color temperature : suhu warna

ctb: filter lampu yang mengkonversi suhu warna 3200 K menjadi 5600 K.

cto : filter lampu yang mengkonversi suhu warna 5600 K menjadi 3200 K.

daylight : cahaya yang memiliki suhu warna 5600 K.

depth of field : ruang ketajaman gambar.

diafragma : bagian dari lensa yang mengatur cahaya

diffusion : penyebaran cahaya.

Direct light : pencahayaan dengan cara mengarahkan secara langsung dari sum-

bernya.

dslr : digital single lens reflex.

dolly : alat pendukung pergerakan kamera

drone : alat pendukung pergerakan kamera yang dioperasikan melalui remote

dan prinsip kerja mirip seperti pesawat terbang.

dutch angle : sudut penempatan kamera yang tidak sejajar dengan bidang hori-

sontal, namun lebih ke kemiringan diagonal.

eye level : sudut penempatan kamera yang tingginya sejajar dengan obyek.

exposure : proses penerimaan jumlah cahaya pada sensor gambar.

exposure time : waktu sensor gambar tercahayai.


fill light : sumber pencahayaan yang berfungsi mengisi bayangan yang dihasilkan

oleh sumber pencahyaan utama (key light)

fix lens : lensa yang memiliki satu focal length.

flood position: pengoperasian pada lampu yang jarak antara bohlam dengan

reflektor cukup jauh.

focal length : ukuran lensa yang diukur dari jarak titik api ke sensor gambar.

foot candle : satuan yang dipergunakan untuk mengukur cahaya.

foreground : latar depan.

framing : pembingkaian dari bidang gambar.

f/stop : satuan yang dipergunakan untuk mengukur jumlah cahaya.

full shot : ukuran gambar yang mencangkup areal seluruh tubuh jika obyeknya

manusia.

gobo : sarana penunjang dalam penataan cahaya yang menghasilkan corak

bayangan.

graduted tonality : gelap terang yang bertahap.

hdtv: telelevisi dengan resolusi tinggi

high angle : sudut penempatan kamera yang posisinya lebih tinggi dari obyek.

high contrast : perbandingan gelap terang yang tinggi.

hmi : singkatan dari H simbol dari mercury,M adalah medium arc dan I adalah

iodides. Lampu yang memiliki suhu warna 5600 K (daylight).

image sensor : sensor gambar yang peka terhadap cahaya.

incident meter : pengukuran cahaya dengan mengukur cahaya yang diterima

oleh obyek.

infinity : jarak yang tak terhingga.

iso : singkatan dari International Standard Organisation. Organisasi yang membu-

at standard terhadap kepekaan media rekama terhadap cahaya.

intensitas cahaya : kekuatan cahaya.

Kelvin : nama seorang tokoh dalam ilmu fisika yang kemudian namanya dipergu-
nakan untuk satuan yang mengukur derajat suhu warna.

key light : sumber pencahayaan utama.

komposisi gambar : susunan elemen-elemen visual yang terdapat pada bidang

gambar (frame).

lighting ratio : perbandingan intensitas cahaya diantara key dengan fill light.

lcd : singkatan dari liquid crystal display, yaitu monitor yang menggunakan cairan

kristal yang membentuk penampang display.

lens mount : dudukan lensa digunakan untuk menghubungkan lensa ke body

kamera.

lightmeter : alat untuk mengukur cahaya.

low angle : sudut penempatan kamera yang lebih rendah dari obyek.

long shot : ukuran gambar dengan areal yang luas.

lumidisk : penampung cahaya pada lightmeter yang berbentuk datar.

lumisphere : penampung cahaya pada lightmeter yang berbentuk kubah.

lux : satuan yang dipergunakan untuk mengukur cahaya.

medium shot : ukuran gambar sebatas dari pinggang sampai kepala pada obyek

manusia.

nanometer : satuan yang dipergunakan untuk mengukur gelombang elektromag-

netik.

memory card : kartu memori merupakan sebuah alat (card) yang berfungsi

sebagai tempat penyimpanan data digital (seperti gambar, audio

dan video).

plumbicon : sarana pembentuk gambar pada kamera video.

prime lens : lensa yang memiliki satu ukuran focal length.

ratio : perbandingan.

reflektor : pemantul cahaya.

reflected meter : pengukuran pantulan cahaya.

shutter speed : waktu yang shutter membuka dan membiarkan cahaya yang
masuk ke dalam sensor gambar.

softlight lamp : lampu yang didesain untuk menghasilkan bayangan yang lembut.

spot meter : alat pengukur cahaya yang mengukur cahaya pantulan dari obyek.

tungsten : sumber pencahayaan yang suhu warnanya 3200 K.

white diffusion filter : filter lampu yang dapat menyebar cahaya serta menghalus-

kan bayangan.

zoom lens : lensa yang memiliki focal length bervariasi.

BIODATA PENYUSUN MODUL

Bambang Supriadi

ranabiru554@gmail.com

Mengajar di Fakultas Film & Televisi Institut

Kesenian Jakarta (1993 s/d sekarang).

Sempat mengajar di beberapa perguruan tinggi

lain, seperti di Next Film Academy, Institut Bisnis

Nusantara, Universitas Tarumanagara, Bakrie

University, Vokasi Universitas Indonesia.

Praktisi di bidang perfilman,baik di film pendek, dokumenter, iklan, video clip

serta film layar lebar. Diantaranya adalah film Detik Terakhir, Hafalan Shalat

Delisa, Cahaya Kecil, Mirage Fatamorgana, Kantata Takwa.


Menjadi isntruktur pada beberapa workshop, diantaranya And Action Asia,Japan

Foundation – Asia Center (Tokyo 2016), Balinale International Film Festival (2015),

Workshop Film Thalasemia Kemenkes, Workshop Kemenristek Dikti, Workshop

TVRI, Net TV , Badan Pengembangan Media Televisi Pendidikan, B Channel dll.

Menjadi juri dari berbagai festival film, diantaranya Festival Film Indonesia,

Festival Film Pendek Kemenkes, Festival Film Pendek BNPT, Festival Film Pendek

Mahasiswa Kemenristek Dikti, Festival Film Pendek Kemenhum Ham, Festival V

ideo Edukasi BPMTV dll. Sebagai inisiator dari FFTV IKJ International Student Film

Festival 2014. Menulis buku Kamera, diterbitkan oleh Fakultas Film & Televisi Ins-

titut Kesenian Jakarta – Pemda DKI Jakarta.

Yudha Pratama

: pratamayudha3f@gmail.com

Menempuh pendidikan di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakar-

ta (strata Sarjana S1). Bekerja sebagai praktisi di bidang perfilman sejak ta-

hun 2006. Peraih nominasi dalam Festival Film Indonesia dalam film dokumen-

ter Rasinah Sang Maestro. Terpilih sebagai pembuat film dokumenter terbaik

pada kompetisi film antar Bank se Asia, pada judul film Aku Ingin Pulang

, produksi Bank Mandiri Mass Banking Group 2014.

Sebagai Penata Kamera Bawah Air (Underwater Cameraman) selama 10 tahun,

serta bekerja sebagai Penyelam Penyelamat (Rescue Diver License A3 -Three

Star). Sejak tahun 2017 aktif mengajar di Fakultas Film & Televisi, Institut Kesenian

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai