BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman ‘aktualitas’—potongan rekaman sewaktu
kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan
nyata seperti apa adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi
dalam pembuatan dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film
dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah kembali, dan diatur
strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai pilihan harus
diambil oleh para pembuat film dokumenter untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type
of shot), pencahayaan dan lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.John
Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya
Robert Flaherty, Moana(1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk
menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu. Grierson sangat percaya bahwa “Sinema
bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan
100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun
termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut
“creative treatment of actuality”(perlakuan kreatif atas keaktualitasan).
Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter
dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi
lain dari realitas itu sendiri. Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu
terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih
jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan dokumenter
yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat,
set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari
arsip yang ditemukan. Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam
perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.Ini penting
ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang
dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat
jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan
pesatnya perkembangan dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan. kembali ke
arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir ini.
Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran
dan keaslian suatu dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan
dengan pendekatan segi estetik dokumenter dan film-film non-fiksi lainnya. Satu titik awal yang
berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film non-fiksi”. Daftar ini
secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter dan dengan
jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter yang sama.
C. Manfaat Dokumenter
1. Secara teoritis, dokumenter sebagai media akan menstimulus (merangsang) audiens sebagai
proses regenerasi kebudayaan.
2. Secara praksis, dokumenter ini akan didistribusikan ke beberapa instansi (stakeholder)
kesenian dan kebudayaan terkait, antara lain : Pemerintahan, sekolah, pemerhati kesenian,
masyarakat luas, maupun jaringan distributor film dokumenter independen.
BAB II
DASAR TEORI
Dokumenter adalah sebutan untuk film pertama kali karya lumiere bersaudara yang
mengisahkan tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890an. Tiga puluh
tahun kemudian kata “Dokumenter” kembali digunakan oleh pembuat film krikikus film asal
Inggris yaitu Jhon Gierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Gierson
berpendapat bahwa dokumenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas ( Susan
Hayward:Key Concentsin cinema Studiesn yang, 1996:72). Film dokumenter menyajikan realita
berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan penyebaran informasi dan pendidikan
(Heru Effendy, 2002:12). Bentuk dokumenter sendiri terpecah menjadi dua kategori, yang
pertama dokumenter festival, dan yang kedua adalah dokumenter televisi. Film dokumenter
berdurasi panjang umumnya diputar di bioskop atau festival dan lebih bebas menggunakan
semua type shot. Sedangkan untuk jenis dokumenter televisi berdurasi pendek, dan terbatas
dalaam menggunakan tipe shot. Film dokumenter di Indonesia saat ini masih dianggap anak tiri,
hal ini disebabkan oleh para pembuat film lebih tertarik membuat film yang lebih komersil,
belum lagi perhatian masyarakat lebih tertuju pada film cerita (Peransi,2004:45) seperti kita
ketahui, dalam dokumenter televisi maupun film, gaya penuturan yang terdapat dalam
dokumenter ada beberapa macam antara lain, potret (biography), sejarah, perbandingan,
kontradiksi,laporan perjaalanan ( travel doc), ilmu pengetahuan (edukasi dan instruksional),
nostalgia, rekonstraksi, investigasi, association picture story, doku drama, buku harian (diary)
dan reportase (Gerzon R.Ayawaila,2007:7-12).
Sebelumnya dalam televisi dokumenter dikenal sebagai program non fiksi, dan dalam
format siaran televisi merupakan gaya bertutur jurnaalistik. Dan program non fiksi ini dibagi
dalam 5 kategori antara lain, reportase atau esei verita actual, feature, magazine, dokumenter
televisi dan dokumenter seri (Gerzon.R.Ayawaila, 2000:13).
Ada empat kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film non fiksi menurut
Fajar Nugroho:
1. Setiap adegan dalam dokumenter merupakan kejadian yang sebenarnya, tanpa interprentasi
imajinatif seperti halnya dalam film fiksi. Bila pada film fiksi latar belakang (setting) adegan
dirancang, pada dokumenter latar belakang harus spontan otentik dengan situasi dan kondisi
asli ( apa adanya).
2. Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata (realita), sedangkan
pada film fiksi isi cerita berdasarkan karangan (imajinatif), maka dalam film fiksi yang
dimiliki adalah interprentasi imajinatif.
3. Sebagai sebuah film non fiksi, sutradara melakukan observasi pada suatu peristiwa nyata,
lalu melakukan perekaman gambar sesuai apa adanya, ini merupakan bagian dari riset.
4. Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau plot, dalam dokumenter
konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan.
2. Fiksi
Berdasarkan karangan. Imajinatif; direkayasa, dengan latar belakang dirancang
Interpretasi imajinatif
Melakukan observasi untuk menyesuaikan karangan imajinatif
Mengacu pada alur cerita
Menceritakan dari sebab hungga akibat sebuah proses kejadian atau pristiwa yang
diketengahkan sebagai isi materi
2. Reportase
Menampilkan suatu pristiwa hanya secara garis besar
Features
Magazine
Dokumenter Televisi
Merupakan gabungan dari uraian fakta dan opini yang dirangkai dalam suatu mata
acara
c. Semi Dokumenter
Gabungan fakta dan fiksi. Beberapa adegan direkayasa, disesuaikan dengan tema,
umumnnya interpretasi imajinatif, bertujuan menambahkan cerita menarik.
d. Dokudrama
Peristiwa yang pernah terjadi di rekontruksi kembali dalam bentuk drama baru.
Menggunakan artis, bertujuan komersial.
e. Dokumenter Televisi
Penayangan topik atau tema tertentu, disampaikan dengan gaya bercerita, menggunakan
narasi (voice over), menggunakan wawancara dan illustrasi musik sebagai penunjang
visual.
D. Tujuan Penayangan Dokumenter Seri Televisi
Memperjelas suatu program
Penyampaian program yang sama dengan sub tema yang berbeda
Menjurus pada ilmu pengetahuan
E. Ciri-ciri Dokumenter
Sudut pandang jelas dan objektif
Fakta factual
Tidak direkayasa
F. Tipe-tipe Dokumenter
Dokumenter Dokumen
Dokumenter Sosial
Dokumenter Berseri
Dokumenter Alam
G. Dokumenter Dokumen
Dokumenter tanpa persiapan naskah
Hail shooting di lokasi di preview, visaual-visual diseleksi dan ditentukan. Narasi diisi
berdasarkan visual pilihan
Melengkapi program dapat dimunculkan presenter dan diidi dengan visual lainyang
relevan dengan program
BAB IV
KESIMPULAN
Melalui penyampaian pandangan yang sederhana ini, penulis hanya dapat berbagi untuk
mengembangkan suatu kegiatan pembelajaran melalui sebuah rancangan materi otentik dan
kontemporer dengan sentuhan media pembelajaran berbasis audio visual, berupa film
dokumenter.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ialf.edu/bipa/buletinpengajaranbipa.html
http://www.in-docs.com/
Imaji MM. Workshop Film Dokumenter. 2006. “Teknologi Dasar Film, Ide dan Teknologi, Gaya
dalam Film Dokumenter, dan Elemen Artistik dalam Film Dokumenter”. Serang.
Levine, Deena R. and Mara B. Adelman. 1982. Beyond Language. Intercultural Communication
for English as a Second Language. American Language Institute. San Diego State
University. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Prakosa, Gatot. 1997. Film Pinggiran, Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film
Dokumenter.Jakarta:FFTV-IKJ dan YLP.