Anda di halaman 1dari 21

ARTIKEL JURNAL

ANALISIS UNSUR ARTISTIK SEBAGAI PENDUKUNG DRAMATISASI


ADEGAN MENEGANGKAN PADA FILM “PENGABDI SETAN”

SKRIPSI PENGKAJIAN SENI


Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Strata 1
Program Studi Film dan Televisi

Disusun oleh
Ayu Intan Ariesty
NIM: 1310686032

KEPADA
PROGRAM STUDI FILM DAN TELEVISI
JURUSAN TELEVISI
FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


ANALISIS UNSUR ARTISTIK SEBAGAI PENDUKUNG
DRAMATISASI ADEGAN MENEGANGKAN
PADA FILM “PENGABDI SETAN”
Oleh: Ayu Intan Ariesty (1310686032)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai setting, properti, serta warna yang


akan dianalisis penggunaannya dalam mendukung dramatisasi adegan
menegangkan pada film “Pengabdi Setan”. Dengan menggunakan dua teori yaitu
teori unsur artistik dan teori mengenai dramatisasi sebuah ketegangan. Penelitian
ini bertujuan mencari jawaban tentang sebuah setting, properti, dan warna yang
digunakan pada film berdasarkan teori simbolisasi warna, serta memaknai sebuah
setting dan properti dengan cara menghubungkannya dengan sebuah budaya di
Indonesia. Kemudian mencari jawaban tentang sebuah dramatisasi ketegangan
yang didukung melalui ketiga variabel tersebut. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menganalisis
keseluruhan film dan mencari ketegangan yang disebabkan oleh unsur artistik.
Warna setting yang sering muncul di film ini yakni warna panas dan
warna putih yang menjadi warna yang mampu memberi efek tegang pada film.
Sesuai dengan gaya interior yang digunakan yakni indis yang dikombinasikan
dengan gaya vintage, penggunaan warna di film “Pengabdi Setan” banyak
memakai warna pastel yang terkesan pudar dan warna-warna tersebut menambah
kesan lawas pada setting film “Pengabdi Setan”. Kesimpulan penelitian ini adalah
unsur artistik menjadi unsur pendukung ketegangan cerita pada film ini. Setting
pada film “Pengabdi Setan” tidak hanya mampu membangun suasana tahun 1980-
an namun juga mengandung makna sebuah kebudayaan tertentu dan dapat
dikaitkan dengan sebuah ketegangan.

Kata kunci: Artistik, Dramatisasi, Menegangkan, Film Pengabdi Setan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


PENDAHULUAN sama baiknya dalam saling pengaruh-
memengaruhi secara halus antara
Film horor merupakan film
cahaya dan bayang-bayang.
yang memiliki tujuan utama
Film “Pengabdi Setan”
memberikan efek rasa takut, kejutan,
merupakan film remake atau
serta teror yang mendalam bagi
pembuatan film dengan tema dan judul
penontonnya (Pratista, 2008:16). Alur
yang sama tetapi dikemas dengan cerita
cerita film horor biasanya melibatkan
dan nuansa yang baru. Selang 37 tahun,
mitos, kematian, penyakit mental
film “Pengabdi Setan” ini di remake
hingga legenda suatu daerah. Film
oleh Joko Anwar. Butuh waktu 10
horor sering menggunakan karakter-
tahun penantian untuk bisa membuat
karakter antagonis yang menyeramkan.
ulang film “Pengabdi Setan” ini dan hal
Pada umumnya, film horor
tersebut merupakan mimpi Joko Anwar
menghadirkan sosok makhluk ghaib
sejak lama. Hal tersebutlah yang
untuk menjadi sumber ketakutan.
menjadi cikal bakal dibuatnya film
Sasaran film horor biasanya ditujukan
“Pengabdi Setan” yang terbaru.
untuk kalangan penonton remaja dan
Film “Pengabdi Setan” garapan
dewasa (Pratista, 2008:17). Meskipun
Joko Anwar memiliki cerita yang
film horor memberikan efek rasa takut,
berbeda dengan versi 1980 namun tetap
tetapi film horor tetap banyak diminati
memakai unsur-unsur agama sama
oleh penonton.
seperti versi aslinya. Joko Anwar lebih
Menurut M. Boggs (1992, 4)
fokus menceritakan sekte satanisme
menjelaskan bahwa sebagai sebuah
yang dianut ibu. Sosok Mawarni yang
bentuk kesenian, film adalah sama
menjadi ibu dari awal sudah menjadi
dengan media artistik lainnya, karena
pusat perhatian. Setting yang
film memiliki sifat-sifat dasar dari
digunakan Joko yakni tahun 1980an
media lain tersebut yang terjalin dalam
dengan memakai rumah sebagai ikon
susunannya yang beragam itu. Seperti
penting dalam film ini. Joko Anwar
halnya seni lukis dan seni pahat, film
juga menghadirkan tone warna, dialog,
juga mempergunakan garis, susunan,
serta beberapa peralatan khas 1980-an,
warna, bentuk, volume dan massa,
pemilihan detail-detail dalam

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


pembangunan setting yang film horor. Film horor meraih sisi
memperkuat atmosfir tahun 80-an emosional dengan menciptakan
sehingga dapat menimbulkan kesan perasaan takut, cemas, dan kaget pada
horor yang kental. diri penonton, mempengaruhi
Dari beberapa fakta di atas yang konvensi-konvensi yang ada di dalam
melandasi untuk dibuatnya penelitian genre film horor (Bordwell &
mengenai film “Pengabdi Setan” dari Thompson, 2008:329). Film horor
segi setting, properti, dan warna yang memiliki tujuan untuk memberikan
dapat mempengaruhi ketegangan cerita efek rasa takut, kejutan serta teror yang
pada film dengan memunculkan nuansa mendalam bagi penontonnya. Plot film
tahun 1980an yang khas. Sehingga horor umumnya sederhana, yakni
setting perlu dikaji dalam sebuah bagaimana usaha manusia untuk
penelitian karena keberadaannya melawan kekuatan jahat dan biasanya
merupakan salah satu elemen Mise en berhubungan dengan dimensi
scene yang mampu mendeskripsikan supernatural atau sisi gelap manusia.
waktu, tempat, dan suasana pada film. (Pratista, 2008:16)
Tujuan penulisan artikel ini adalah Menurut Elizabeth Lutters (2010: 38)
menganalisa setting, properti, dan warna dalam bukunya berjudul “Kunci Sukses
dalam mendukung damatisasi adegan Menulis Skenario” menyatakan
menegangkan pada film “Pengabdi mengenai genre horor bahwa horor,
Setan”. Selain itu, penelitian ini merupakan misteri yang bercerita
diharapkan dapat membuka wawasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
bagi pembuat film agar lebih roh halus atau makhluk yang
memerhatikan unsur artistik dalam menakutkan, semacam setan. Skenario
membentuk suasana atau kesan yang jenis ini harus mampu membuat
ditimbulkan bagi penonton melalui penonton merasa takut, ngeri, dan
setting pada film layar lebar. tegang. Untuk memancing ketegangan,
subyektif kamera dapat dilakukan. Film
GENRE HOROR horor adalah salah satu genre utama
Secara khusus yang akan dalam film. Menurut Askurifai Baksin
dibahas dalam penelitian ini adalah film horor Indonesia cenderung

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


diangkat dari tradisi, adat, ritual, Menurut Madjadikara, dramatisasi
menampilkan keadaan yang benar- memberikan informasi tentang sesuatu
benar dialami masyarakat setempat. yang benar dengan cara melebih-
Ketegangan, kerisauan, kejijikan, dan lebihkan sifat atau keadaannya, dengan
berbagai ketidakmasukakalan yang maksud untuk menarik perhatian lawan
disuguhkan dalam film-film horor bicara atau sasaran (Madjadikara,
merupakan situasi yang berkembang 2005:30). Merupakan sesuatu hal yang
dalam masyarakat. Dalam alur cerita membuat suatu peristiwa menjadi
film horor, berbagai kekuatan, berbeda dari biasa, sesuatu yang dapat
kejadian, atau karakter jahat, terkadang menyebabkan menegangkan atau tidak
semua itu berasal dari dunia biasa baik dari dalam film itu sendiri
supernatural, memasuki dunia maupun bagi yang melihatnya sehingga
keseharian masyarakat Indonesia. dapat dikatakan dramatisasi
memberikan efek khusus bagi yang
DRAMATISASI ADEGAN melihat maupun yang ada pada film.

Dramatisasi adalah cara


Dramatik Tensi
membuat sesuatu bisa memiliki nilai
Film horor umumnya terdapat
dramatik. Membuat sesuatu menjadi
sebuah dramatik tensi, dramatik tensi
menegangkan, menakutkan,
adalah sebuah struktur aksi yang
menyedihkan, dan sebagainya,
menggambarkan ketegangan (Brander
khususnya untuk bisa dirasakan oleh
Matthews, 1852-1929). Dramatik tensi
yang melihat. Adapun dramatisasi yang
berfungsi sebagai penjaga alur dalam
dilakukan oleh penulis skenario
sebuah film. Setiap film yang tidak
bukanlah gambaran logis perasaan
memiliki dramatik tensi yang baik,
pelaku, melainkan membuat sesuatu
cenderung tidak bisa mendapatkan
bisa memiliki dampak dramatik bagi
sebuah ketegangan atau gejolak
yang melihat. Dalam mendramatisasi
pisikologi pada sebuah film. Pada
cerita, penontonlah yang dibikin
umumnya dramatik tensi ini dipakai
merasa sedih, takut, tegang, dan
untuk mengatur sebuah konflik film
sebagainya. (Biran, 2006:79)
drama agar film mempunyai

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


penceritaan yang baik. Namun seiring hasil tertentu dalam sebuah alur, maka
perkembangan drama tensi ini banyak disitulah tensi terbentuk. Contoh yang
mengalami perubahan. jelas dari peningkatan tensi adalah
Sebuah film harus mempunyai dalam sebuah misteri atau cerita
unsur dramatik tensi yang baik namun detektif. Pengembangan tensi biasanya
pada film diperlukan juga sebuah sejalan dengan kemajuan alur, yang
pengolahan visual yang dapat mengarah pada krisis atau klimaks.
mendukung penceritaan. Untuk
mendukung sebuah penceritaanC. TATA ARTISTIK
dibutuhkan teknik-teknik tertentu Tata artistik adalah suatu
seperti meningkatkan dramatisasi pada perekayasaan seni yang bersifat
sebuah adegan film. Pada dasarnya mendukung keberhasilan pembuatan
seorang sutradara bertugas dan acara siaran (Darwanto, 2007:288).
bertangung jawab atas sebuah karya, Kata artistik dalam kamus ilmiah
menyangkut soal kreatif, sifat populer yang ditulis oleh M. Dahlan
kepemimpinan dalam penciptaan karya. Barry mempunyai arti memahami
(Bethany, 2011:10). kriteria hukum estetika, indah, dan
Pada penelitian ini nantinya bagus. Dari pernyataan tersebut dapat
melihat dramatisasi adegan disimpulkan bahwa estetika
menegangkan yang dibangun melalui berhubungan dengan keindahan dari
setting, properti, dan warna pada film semua aspek yang disebut keindahan.
“Pengabdi Setan”. Sehingga teori yang Adapun dalam penelitian ini nantinya
digunakan yakni teori ketegangan. akan dibatasi dalam menganalisis
Pengertian ketegangan menurut The setting, properti, dan menggunakan
Drama Teacher (2011), dijelaskan teori warna sebagai teori pendukung
bahwa tensi kadangkala bisa digunakan dalam menganalisis film.
sebagai istilah yang bisa dipergunakan Setting
sebagai konflik. Tetapi perbedaannya Setting adalah waktu dan tempat
terletak pada perkembangan dimana cerita sebuah film berlangsung.
ketegangan dalam pertunjukkan. Setting adalah salah sebuah ramuan
Sebagaimana penonton mengantisipasi dalam setiap bentuk cerita. Oleh karena

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


itu, setting memberi sumbangan yang diletakkan di set agar suasana yang
berharga sekali pada tema atau efek sedang dibangun semakin hidup. Misal
total sebuah film. (Boggs, 1992:62) pada adegan memasak di dapur, tetap
Setting tidak hanya menunjukkan diletakkan segala perabotan masak
tempat dan waktu. sebagai sebuah seperti panci, sendok garpu agar
wadah dan kemasan cerita, setting menunjukkan adegan yang dilakukan
berhubungan dengan aspek-aspek yang nyata seperti orang yang sedang
melingkupi tempat itu sendiri, yakni memasak di dapur pada umumnya.
budaya atau katakanlah refleksi dari Properti semacam ini tidak digunakan
tempat itu sendiri. (Suwasono, secara langsung akan tetapi
2014:77) kehadirannya membuat cerita terkesan
Properti lebih nyata.
Properti yang dimaksud adalah Properti fungsional merupakan
semua benda tidak bergerak yang properti yang memang dipergunakan
digunakan dalam setting drama yang secara langsung sesuai skenario, misal
berguna untuk membentuk setting contoh pada film “Pengabdi Setan”
cerita . Properti sebagai benda mati seperti adegan pada saat ibu
yang sengaja dihadirkan untuk mengisi menggunakan lonceng sebagai alat
ruang dalam tata dekorasi. Peralatan untuk memanggil anggota keluarganya
dalam melengkapi tata dekorasi yang atau kursi roda yang digunakan nenek
dibuat agar lebih bisa memberikan yang sudah tidak kuat lagi untuk
gambaran yang utuh maka dengan berjalan.
memberikan properti yang sesuai. Warna
(Subroto, 1994:418) Darwis Triadi, seorang
Secara umum, properti yang fotografer terkenal dalam bukunya
digunakan dalam drama dapat “Color Vision” mengungkapkan
diklarifikasikan ke dalam dua kategori bahwa: “Warna dapat menciptakan
besar, yakni properti realis dan properti keselarasan dalam hidup. Dengan
fungsional. Adapun properti realis warna kita bisa menciptakan suasana
merupakan properti yang tidak teduh dan damai. Dengan warna pula
digunakan secara langsung namun tetap

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


kita dapat menciptakan keberingasan arsitektur yang mempunyai nama lain
dan kekacauan.” (Triadi, 2014) hibrid tersebut bukan saja menjadi
Warna menurut Sadjiman Ebdi bukti perpaduan budaya barat dan
Sanyoto (2009) merupakan fenomena lokal/vernakular (timur) di Bandung,
getaran/gelombang, dalam hal ini namun juga merupakan rekayasa
gelombang cahaya. Warna merupakan sempurna ketika seni bangunan barat
getaran/gelombang yang diterima indra mencoba tanggap terhadap kondisi
penglihatan. Warna dapat didefinisikan lokal.
secara objektif/fisik sebagai sifatD. Gaya Vintage
cahaya yang dipancarkan, atau secara Gaya vintage adalah gaya
subjektif/psikologis sebagai bagian dari interior yang banyak ditemui di
pengalaman indra penglihatan. Secara pedesaan Amerika Serikat ataupun
objektif atau fisik, warna dapat Eropa. Kebanyakan rumah di daerah
diperikan oleh panjang gelombang. tersebut mengalihfungsikan benda
Gaya Indische sehari-hari sebagai elemen interior
“Indische”, secara harfiah seperti ember kaleng untuk tempat
berarti seperti “Indies” atau Hindia. bunga. Adaptasi gaya ini diaplikasikan
“Indischgast” atau “Indischman”, lewat penggunaan material kayu atau
dalam bahasa Belanda berarti orang kaleng, pemilihan warna yang lembut
Belanda yang dulu tinggal lama di dan pudar, serta benda-benda yang
Indonesia. “Hij is Indisch”, berarti dia terlihat usang dan tua. (Anggraeni,
mempunyai darah Indonesia. 2009:53)
Kebudayaan “Indisch”, adalah Rumah gaya vintage merupakan
percampuran antara kebudayaan Eropa, salah satu konsep desain rumah yang
Indonesia dan sedikit kebudayaan terbilang simple dan bisa
tertentu dari orang Cina peranakan dikombinasikan juga dengan rumah
(Milone, 1966/67:408). minimalis. Gaya vintage memberikan
Secara sederhana, arsitektur kesan yang lebih elegan dan model
Indis mempunyai pengertian, yaitu rumah seperti ini sangat cocok untuk
perpaduan antara budaya barat dengan kawasan perkotaan atau pedesaan juga
budaya lokal (timur). Kehadiran bisa.

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


tidak ada dramatik. Harus ada action
ANALISIS
Film dibedah dari keseluruhan dulu, apakah merupakan gerak secara

scene kemudian melihat scene yang visual, gerak dalam pikiran maupun

mengandung dramatisasi adegan gerak dalam perasaan. Pada dasarnya

menegangkan. Dari scene yang apapun tidak akan gerak kalau tidak

mengandung dramatisasi tersebut, digerakkan, atau benda yang bergerak

kemudian dianalisis penggunaan tidak akan berhenti kalau tidak ada

properti dan warna yang muncul pada yang menghentikannya. Sehingga dapat

setting yang mana saja yang dapat dikatakan untuk mendapat sebuah

memunculkan dramatisasi sehingga ketegangan harus terdapat sebuah aksi

nantinya data akan diolah dan dalam menghasilkan sebuah reaksi.

dianalisis berdasarkan teori yang ada. Analisis akan terkait dengan

Sehingga dapat diperoleh hasil beberapa pokok pembahasan yang telah

penelitian dan dapat ditarik disebutkan di atas. Pembahasan yang

kesimpulan. Adapun teknik analisis pertama akan mendeskripsikan

data yang dilakukan adalah dengan mengenai setting, properti, dan warna

membedah seluruh scene pada film yang ada di film “Pengabdi Setan”,

yang kemudian melihat scene mana kemudian di pembahasan selanjutnya

saja yang mendukung dramatisasi mendeskripsikan penggunaan setting,

adegan menegangkan melalui setting properti, dan warna dalam mendukung

dan properti serta warna. dramatisasi adegan menegangkan pada

Setiap scene yang memuat film “Pengabdi Setan”.

ketegangan nantinya akan dianalisis Gaya Rumah “Pengabdi Setan”


satu per satu dan dilihat ketegangan Rumah dari film “Pengabdi
mana saja yang berasal dari Setan” merupakan ikon penting pada
penggunaan artistik. Ketegangan pada film, rumah dengan kiblat gaya indis
film ini didapat melalui teori yang ini mampu menyedot perhatian publik
dikemukaan oleh Biran dalam bukunya dengan bentuk bangunan dan lokasinya
“Teknik Menulis Skenario Film Cerita” yang jauh dari pemukiman penduduk.
yakni keadaan dramatik terjadi karena
adanya action. Kalau semua serba diam

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


Rumah yang di setting berada semakin menampakkan kesan sunyi
di samping makam dan tengah hutan pada rumah dan juga mewakili ciri dari
ini mampu memberikan kesan horor bangunan Indis. Atap yang runcing dan
bagi yang melihatnya, seperti pada tinggi serta lebih mendominasi
gambar di bawah ini. daripada dinding rumah. Atap terlihat
lebih tinggi ketimbang dinding rumah
itu sendiri, sehingga menimbulkan
kesan rumah yang tampak besar dari
luar. Seperti terlihat pada gambar di
atas yang menunjukkan rumah

Screenshot 4.1 Lokasi Rumah “Pengabdi Setan” “Pengabdi Setan” yang tampak dari
depan. Atap yang terlihat berbeda
Dalam men-setting lokasi
dengan atap rumah di Indonesia pada
rumah ibu, Joko Anwar tidak merubah
umumnya, bentuknnya menyerupai
posisi atau tata letak ruangan di dalam
limas hampir melebihi setengah dari
rumah sama sekali. Joko Anwar hanya
tinggi bangunan. Ornamen dinding
melakukan perbaikan serta
juga terdiri dari batu yang dicat hitam
penambahan properti pendukung yang
dan putih, terlihat seperti gambar di
mampu membangun kesan lawas pada
bawah yang menunjukkan separuh
rumah “Pengabdi Setan”. Penggunaan
bagian dinding rumah dipenuhi dengan
gaya indis pada rumah “Pengabdi
ornamen batu. Penjabaran gaya Indis
Setan” dikombinasikan dengan gaya
pada landasan teori merupakan ciri-ciri
vintage untuk membangun kesan tahun
yang terdapat pada rumah “Pengabdi
1980an, didukung dengan lokasi yang
Setan”,
berada di tengah hutan serta
perkebunan teh ini mampu memberi
kesan syahdu saat melihat. Dinding
rumah yang dominan berwarna putih,
sehingga menimbulkan kesan bersih,
damai dengan dikelilingi tanaman
tropis atau pepohonan hijau, sehingga Screenshot 4.2 Ornamen batu pada samping rumah

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


teori dramatisasi menegangkan atau
dramatik tensi yang dimana selalu ada
aksi dalam membentuk adegan yang
tidak biasa atau menegangkan, scene
tersebut diantaranya 10, 11, 14, 15, 16,
Screenshot 4.3 Ornamen batu tampak depan rumah 19, 22, 27, 28, 30, 32, 33, 34, 35, 37,
Jendela rumah juga terbuka 38, 39, 43, 46, 47, 54, 57, 59, 60, 62,
lebar sehingga mewakili ciri-ciri dari 63, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 75, 76, 77,
gaya Indis. Seperti tampak pada 80, 83, 84, 85, 86, 87, 91, 93, 94, 95,
gambar di bawah, pintu dan jendela 96, 98, 99, 101, 102,103, 104, 105,
rumah tampak lebar karena terdapat 106, 107, 108, 109, 110, dan 111. Dari
dua buah daun pintu jendela sehingga 59 scene tersebut masih diamati dan
memberi kesan lebar saat jendela menghasilkan 27 scene yang
dibuka. Kamar-kamar yang ada di menggambarkan ketegangan yang
rumah “Pengabdi Setan” juga berderet didukung oleh elemen artistik
sehingga jendela kamar terlihat diantaranya scene 11, 14, 22, 28, 30,
langsung dari luar. Seperti terlihat pada 32, 33, 35, 37, 39, 47, 57, 59, 63, 69,
contoh gambar di bawah ini, 70, 71, 80, 83, 84, 85, 94, 96, 102,
menunjukkan sosok hantu ibu yang 107, 108, 110.
terlihat langsung dari jendela kamarnya Kesimpulan dari keseluruhan
bila dilihat dari luar. penelitian ini merupakan analisis
Film “Pengabdi Setan” adegan ketegangan yang berasal dari
memiliki jumlah keseluruhan scene elemen artistik. Mengetahui peran dari
114. Untuk keperluan penelitian artistik dalam membangun suasana
jumlah keseluruhan scene ini tegang pada film. Sehingga nantinya
dipersempit dan memfokuskan pada diketahui bagaimana setting, properti,
scene yang menggambarkan dan warna pada film “Pengabdi Setan”
ketegangan. Setelah diamati terdapat serta bagaimana penggunaan setting,
59 scene yang menggambarkan adegan properti, dan warna dalam mendukung
menegangkan, 59 scene menegangkan adegan menegangkan yang ada pada
tersebut didapatkan melalui penerapan film “Pengabdi Setan” untuk membuat

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


suasana lebih horor pada film dan juga anak ketiga dari ibu takut dan tidak
bagi yang melihatnya. mau menghampiri ibu. Pada akhirnya
Rini lah yang menghampiri ibu. Tetapi
Identifikasi dan Analisis
di saat Rini mendatangi ibu, ibu
1. Setting Kamar ibu
langsung melotot ke arah langit-langit
a) Identifikasi
1) Scene 11 (00:06:56) dan terus menerus membunyikan
lonceng yang ada di tangannya. Ibu
seperti syok dan menjatuhkan piring
dan gelas yang ada di meja samping
kasurnya. Rini yang melihat kejadian
tersebut heran dan mencoba
Screenshot 4.6 setting kamar ibu
menenangkan ibu. Rini menoleh ke
langit-langit namun ia tidak melihat
apapun di sana. Ia langsung
membereskan piring dan gelas
kemudian langsung membawanya

Screenshot 4.7 setting kamar ibu keluar setelah ibu merasa tenang.
(a) Properti
Pada scene ini terasa
Analisis menegangkan karena adanya sebuah
Setting pada scene 11 bertempat aksi dimana ibu membunyikan lonceng
di kamar ibu dan terjadi pada siang sebagai alat komunikasi untuk ia
hari, dalam scene tersebut memanggil keluarganya, hal tersebut
menggambarkan adegan ibu yang seperti meneror keluarganya karena
sedang terbaring lumpuh di atas tempat dari bunyinya saja seolah membuat
tidur, ibu yang lumpuh tidak dapat perasaan gusar. Penggunaan lonceng
berkomunikasi dengan keluarganya, pada scene ini juga memperlihatkan
sehingga untuk sekedar memanggil bahwa tokoh ibu sedang panik seperti
anggota keluarganya, ibu harus melihat sesuatu sehingga ia terus
menggunakan lonceng agar anaknya menerus membunyikan loncengnya, hal
datang. Hal tersebut membuat Bondy tersebut menambah ketegangan karena

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


penggunaannya disaat hal genting horor. Properti yang berada di kamar
sehingga emosi menjadi naik, rasa menunjukkan gaya vintage dimana
tegang juga ditambah disaat melihat penggunaan tempat tidur yang
ekspresi ibu yang seperti dihantui menggunakan kelambu seperti pada ciri
sesuatu. gaya vintage yang telah dijelaskan pada
bab tiga dan juga penggunaan
wallpaper pada dinding. Penggunaan
properti realis seperti piring dan gelas
yang tertata di meja juga sengaja
Screenshot 4.8 lonceng ibu digunakan untuk merespon adegan di
Penggunaan lonceng disini scene ini, piring dan gelas berjatuhan
sebagai properti fungsional yang karena tersenggol tangan ibu yang
mampu memberi nilai dramatik karena sedang panik, hal tersebut juga
bunyinya yang mampu meneror kepada menaikkan dramatik tensi bagi
yang mendengar karena lonceng penonton dan tokoh pemain di
tersebut dibunyikan secara berkala. dalamnya.
Sesuai dengan teorinya, apabila benda (b) Warna
tidak bergerak atau diam, maka hal Adapun penjabaran warna yang
tersebut tidak akan menambah nilai terdapat pada analisis di bawah ini
dramatik. Tidak hanya itu, diketahui sesuai dengan teori milik Sadjiman
lonceng tersebut telah berusia 120 Ebdi Sanyoto dalam buku Dasar -
tahun. Menurut Joko Anwar, Dasar Tata Rupa dan Desain dan Kaina
lonceng yang digunakan sebagai dalam buku “Colour Therapy”:
properti di film “Pengabdi Setan” ini Pengaruh Warna bagi Psikologi
berasal di tahun 1890 dan merupakan Manusia. Pada scene 11 didominasi
pemberian dari temannya. Menurut dengan warna krem yakni perpaduan
Joko Anwar, dirinya mendapatkan dari warna oranye dan putih dimana
lonceng tersebut dari salah seorang memberi suasana panas pada setting
temannya sekitar tahun 2002 lalu. kamar ibu. Krem sendiri memberikan
Set kamar yang cukup gelap kesan kelembutan dan klasik. Bila
saat masih siang hari menambah kesan dijabarkan lagi, warna oranye

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


mempunyai arti lambang bahaya dan keseluruhan setting kamar ibu terlihat
putih memberi kesan kematian dan didominasi oleh warna panas yang
sangat menakutkan karena berasosiasi memberi kesan tegang namun tetap ada
dengan kain kafan. Pada scene 11 ini warna dingin sebagai penyeimbang
didominasi dengan warna panas yakni warna.
terdapat warna merah pada lampu
Scene 39 (00:36:32)
lantai yang memunculkan warna
oranye yang berarti bahaya,
meningkatkan tekanan darah, juga
detak jantung. Apabila dikaitkan
dengan adegan, maka warna merah
memiliki makna panas, marah,
peringatan yang secara tersirat
menggambarkan keadaan ibu. Coklat
pada lantai dan perabotan kamar seperti Analisis
peti kayu dan meja rias yang memberi Pada scene ini termasuk
kesan netral yang berasosiasi dengan kelanjutan dari scene 37 yang telah
tanah. dibahas di atas. Di scene ini
Dalam menyeimbangkan menceritakan Bondy yang tadinya tidak
suasana, digunakan juga warna dingin mau ikut Ian buang air kecil, namun
dan netral seperti putih pada tirai dan Bondy akhirnya menyusul Ian untuk
baju yang digunakan oleh ibu. Warna buang air. Pada saat ingin kembali ke
dingin pada scene 11 yakni biru hijau kamar, Bondy dan Ian takut melewati
yang terdapat pada selimut yang ada di lorong, kemudian Bondy berniat
kasur ibu memiliki makna sebagai menutupi foto ibu yang membuat
penyeimbang emosional dan penghalau mereka takut untuk lewat dengan
kesepian, serta warna biru yang menggunakan sebuah kain putih yang
terdapat pada pakaian yang digunakan tergeletak di depan pintu, saat Bondy
oleh Rini yang memiliki arti sedih, melempar kain putih pada foto ibu,
sendu yang menggambarkan keadaan tiba-tiba kain putih yang dilempar
di adegan ini. Sehingga secara membentuk tubuh manusia yang

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


sedang berdiri dan langsung mengejar Pada scene 39 memiliki
Bondy dan Ian sambil berteriak. Bondy penggunaan warna yang sama, karena
pun langsung dibuat syok dan di scene ini adegan terjadi pada satu
kemudian membuat Rini berlari waktu. Kemunculan warna pada scene
menghampiri mereka untuk 39 yakni krem, putih, dan coklat.
menenangkan Bondy yang ketakutan. Warna krem terdapat pada wallpaper
(a) Properti yang ada pada dinding di lorong, motif
Ketegangan pada scene ini sudah wallpaper pun sama dengan yang ada
dibangun dari scene 37. Penggunaan di kamar ibu. Warna krem sendiri
foto ibu pada scene ini mampu memiliki makna klasik, sesuai dengan
menaikkan ketegangan saat melihatnya, penggambaran rumah yang dibuat
namun tidak hanya itu saja melainkan klasik vintage. Pada scene 39 warna
terjadi aksi pada saat penggunaan kain putih digunakan pada properti kain.
putih dan foto ibu sebagai properti Makna dari warna putih sendiri yakni
pendukung dalam membentuk sebuah dingin dan terisolasi, hal ini sesuai
reaksi ketegangan. Puncak ketegangan dengan penggambaran adegan dan
terjadi saat kain putih biasa yang penggunaan properti kain putih yang
menyerupai kain kafan tersebut menimbulkan kesan dingin dalam
dilempar ke arah foto dan tiba-tiba penggunaannya. Selain itu warna putih
membentuk sebuah tubuh yang sedang memiliki makna yang cukup
berdiri dan mencoba mengejar Bondy menakutkan bagi anak-anak karena
dan Ian yang sedang ketakutan. berasosiasi dengan kain kafan. Sama
(b) Warna halnya properti kain yang digunakan
Adapun pembahasan mengenai hampir sama dengan kain kafan.
warna pada kedua scene di atas sesuai
Kemudian terdapat warna coklat pada
dengan teori menurut Sadjiman Ebdi
properti seperti pigura, lampu teplok,
Sanyoto dalam buku Dasar-Dasar Tata
serta beberapa properti lainnya yang
Rupa dan Desain dan Kaina dalam
terdapat pada lorong. Selain putih dan
buku “Colour Therapy”: Pengaruh
krem, juga terdapat warna coklat yang
Warna bagi Psikologi Manusia:
memiliki makna kaku dan sebuah

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


keseriusan. Apabila dikaitkan dengan dan Bondy dapat melihat langsung area
properti, warna coklat pada bingkai luar rumah yakni makam tersebut
foto ibu, mampu memberi kesan kaku melalui jendela kamar mereka,
dan serius, seolah menggambarkan sehingga di beberapa scene
sosok ibu yang serius serta dingin. menunjukkan bahwa Bondy takut
Sehingga kesan tegang mampu ketika melihat ke arah jendela.
dibangun dengan baik pada scene ini. Gaya indis pada rumah ibu
dipadukan dengan gaya vintage yang
HASIL
terlihat pada interior rumah mampu
Setelah dilakukan analisis pada
menumbuhkan kesan lawas saat
film “Pengabdi Setan”, terdapat 12
pertama melihat rumah ibu.
setting yang menyebabkan ketegangan,
Penggunaan properti serta wallpaper
dari 12 setting tersebut terdapat 11
rumah menunjukkan ciri dari gaya
setting yang mendominasi dan berlatar
vintage. Properti pada film ini banyak
di rumah ibu, dan yang lainnya 1 lokasi
menggunakan barang-barang khas
berlatar di rumah ustadz. Dari analisis
tahun 1980 seperti master viewer, radio
yang dilakukan, diketahui bahwa
tape, gramaphone, ranjang besi dengan
rumah ibu memiliki gaya indis. Rumah
kelambu seperti ranjang milik ibu,
ibu yang bergaya indis tersebut mampu
piring dan gelas dari seng, serta masih
memberi efek tegang karena lokasinya
banyak lainnya. Selain properti yang
yang jauh dari pemukiman warga serta
didukung oleh gaya vintage, rumah ibu
berada di antara pepohonan tinggi
juga menggunakan tone warna pastel
seperti berada di tengah hutan, hal
dengan didominasi warna krem
tersebut terlihat dari beberapa scene
berbunga pada wallpaper rumah yang
yang menunjukkan saat Rini sedang
mewakili ciri-ciri dari gaya vintage.
berjalan melewati hutan untuk menuju
Hal tersebut tidak hanya terlihat pada
ke rumahnya. Rumah ini juga lokasinya
rumah ibu, melainkan juga terlihat pada
bersebelahan langsung dengan makam,
setting lain seperti rusun Budiman dan
sehingga efek tegang dan horor muncul
rumah ustadz.
saat melihat setting rumah ibu. Sesuai
Dari beberapa setting yang
dengan gaya indis, lokasi kamar Ian
dianalisis, terdapat setting sumur dan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


lorong depan kamar Bondy yang memunculkan sebuah reaksi dari aksi
mampu mendukung ketegangan pada tersebut.
scene, hanya dengan melihat lokasi Penggunaan warna pada scene
tersebut tanpa melihat adegan yang yang menegangkan di atas didominasi
terjadi di dalamnya. Serta letaknya dengan warna-warna panas, selain itu
yang menurut ilmu budaya Jawa penggunaan warna putih juga sering
kurang menguntungkan bagi pemilik muncul dan digunakan sebagai warna
rumah, membuat stigma buruk pengunci dalam mendukung sebuah
mengenai sumur di rumah ini semakin ketegangan karena warna putih pada
kuat. Karena lokasinya yang cukup film ini banyak diasosiasikan dengan
gelap hanya ada sedikit terobosan hal-hal yang dapat memberi efek seram
cahaya pada lokasi sumur dan pantulan dan tegang.
cahaya pada lorong melalui kamar
Bondy, sehingga memunculkan efek
mencekam saat melihat kedua lokasi
Gambar 4.64 Palette warna Film “Pengabdi Setan”
tersebut. Tidak hanya sumur melainkan
beberapa setting lain yang memiliki Sesuai dengan gaya interior
makna tersendiri menurut para ahli, yang digunakan yakni vintage,
mampu membangun sebuah penggunaan warna di film “Pengabdi
ketegangan di tiap-tiap scene. Setan” banyak memakai warna pastel
Ketegangan pada film ini terkesan pudar dan warna-warna
didapat melalui pengamatan yang tersebut menambah kesan lawas pada
dilakukan yakni dengan mengantisipasi setting film “Pengabdi Setan” seperti
hasil tertentu dari sebuah alur yang yang terlihat pada palette warna di atas.
mengarah pada klimaks yang kemudian Adapun terdapat warna dingin pada
dilihat penggunaan properti serta warna film “Pengabdi Setan” hanya untuk
dalam mendukung ketegangan tersebut penyeimbang warna di film ini. Mood
melalui sebuah adegan pada film. yang dibangun pada film ini cukup
Selain itu ketegangan juga dilihat mencekam dan membuat tegang di
melalui sebuah aksi dari penggunaan setiap scene nya. Begitupun tone warna
properti dan warna sehingga dapat

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


yang redup terkesan gelap mampu didominasi lokasi rumah ibu dalam
mendukung ketegangan pada film. pembentukan sebuah ketegangan yang
didukung oleh properti dan warna.
SIMPULAN
Pembentukan ketegangan melalui
“Pengabdi Setan” merupakan
properti terjadi karena adanya sebuah
sebuah fim horor yang cukup laris di
aksi yang memunculkan reaksi.
akhir tahun 2017 hingga awal tahun
Dimana properti yang dibagi menjadi
2018. Film remake dari judul film yang
fungsional dan realis ini mampu
sama dengan sebelumnya ini mampu
membangun suasana horor di hampir
menyabet jumlah penonton sebanyak
keseluruhan scene yang telah
4.206.103 penonton. Tidak hanya
dianalisis.
prestasinya di dalam negeri, film ini
Setelah diidentifikasi dan
juga mendapat banyak penghargaan
dianalisis, setting kamar ibu merupakan
Internasional hingga pertengahan tahun
lokasi yang banyak mendukung
2018. Film horor sendiri dibuat untuk
ketegangan dari 27 scene yang berbeda
memunculkan rasa tegang, takut, was-
dengan kemunculan paling sering
was, serta kengerian bagi penonton
ketimbang setting yg lainnya. Lokasi
maupun tokoh pada film. Pada film
kamar ibu hampir keseluruhan
“Pengabdi Setan” ini dirasa mampu
ketegangan berasal dari properti
memunculkan rasa ngeri serta tegang
lonceng milik ibu. Apabila lonceng
bagi yang melihatnya terutama
tersebut berbunyi, hal tersebut
didukung melalui penggunaan unsur
menandai munculnya sosok hantu ibu,
artistik.
sehingga dapat dikatakan sebuah
Dari hasil analisis didapatkan di
ketegangan di scene ini dapat didukung
tiap scene berbeda dengan penggunaan
oleh properti lonceng. Properti lonceng
setting yang sama secara tidak
dalam pembentukan sebuah ketegangan
langsung penggunaan properti juga
muncul sebanyak 7 kali dari 27 scene
sama dapat menghasilkan sebuah
yang telah dianalisis. Oleh karena itu,
ketegangan dan efek horor yang sama
lonceng pada film “Pengabdi Setan”
juga. Terdapat 27 scene yang terdiri
dapat dikatakan sebagai ikon penting
dari 12 setting berbeda dengan
pada film, karena memang

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


kemunculannya mampu memberi efek Alan, Jones. The Rough Guide to
tegang dan menjadi ciri khas utama Horror Movies. Rough Guides,
pada film ini. 2005

Penggunaan properti pada film ini tidak Anggraeni, Rani. Simple Interior
hanya mendukung dalam membentuk Makeover. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009
sebuah ketegangan saja melainkan juga
Arikunto, S. Prosedur Penelitian:
mendukung dalam memecahkan Suatu Pendekatan Praktik.
sebuah konflik pada film, misal seperti Jakarta: PT Rineka Citra, 2010
penggunaan gramaphone saat Rini Baksin , Askurifai. Jurnalistik Televisi:
ingin mendengar lagu milik ibu, dari Teori dan Praktik. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2006
situ muncul adegan seperti ada orang
Baksin, Askurifai. Membuat Film Itu
yang berucap sebuah mantra dan dari
Gampang. Bandung: Katarsis,
hal tersebut Rini akhirnya menyadari 2003
adanya hal yang tidak beres yang Biran, Yusa, Misbach. Teknik Menulis
terjadi pada keluarganya. Selain Skenario Film Cerita. Jakarta: PT
. Dunia Pustaka Jaya dan PT.
properti, penggunaan warna juga Demi Gisela Citra Pro, 2006
menjadi penyeimbang dalam
Boggs, M Joseph. The Art Of Watching
membentuk sebuah ketegangan yang Film. Terjemahan Drs. Asrul
Sani, Jakarta: Yayasan Citra,
dihasilkan oleh properti. Sehingga
1992
warna dan properti saling melengkapi
Brodwell, Thompson. Film Art : An
dalam membangun ketegangan pada Introduction. New York :
adegan di film “Pengabdi Setan”. McGraw-Hill. . 2008

Darwanto. Televisi Sebagai Media


DAFTAR PUSTAKA
Pendidikan. Pustaka Pelajar,
2007
Agus S.Madjadikara. Bagaimana Biro
Iklan Memproduks iIklan. Ebdi Sanyoto, Sadjiman, Drs. Dasar -
Dasar Tata Rupa dan Desain.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Yogyakarta, 2005
Pustaka, 2005 Hutchinson, Tom & Pickard, Roy.
Horrors .New Jersey: Chartwell
Books, Inc. 1984

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


Jonathan Sarwono, Hary Lubis, Metode Subroto, Darwanto. Produksi Acara
Riset Untuk Desain Komunikasi Televisi. Yogyakarta: Duta
Visual, 2007 Wacana University Press, 1994

Kanjeng Harya Tjakraningrat, Sugiyono. Metode Penelitian


Dihimpun oleh R. Soemodidjojo. Pendidikan. Bandung: Alfabeta,
Kitab Primbon: Betaljemur 2013
Adammakna, Cap-capan Kaping
(Cetakan) 57. Soemodidjojo Sugiyono. Metode Penelitian
Mahadewa, 2008 Kuantitatif, Kualitatif, dan
Kombinasi (Mixed Methods).
Kartika, Dharsono Sony. Kritik Seni . Bandung : Alfabeta, 2014
Bandung: Rekayasa Sains, 2007 Sumanto. Metodologi Penelitian Sosial
dan Pendidikan. Bandung: Sinar
Lutters, Elizabeth. Kunci Sukses Baru, 1995
Menulis Skenario. Jakarta: PT Suwasono, A.A. Pengantar Film.
Grasindo, 2004 Yogyakarta: Badan Penerbit ISI
Yogyakarta, 2014
Mardalis. Metode Penelitian:Suatu Triadi, Darwis. Darwis Triadi: Color
Pendekatan Proposal. Jakarta: Vision. Jakarta: Kompas, 2014
Bumi Aksara, 2004

Milone, Pauline D. Indische Culture


and Its Relationship to Urban
Life, dalam: Comparative
Sutidies in Society & History, vol.
9 Jul-Oct, 1966

Prakosa, Gotot. Film Pinggiran.


Jakarta: Institute Kesenian
Jakarta, 1997

Pratista, Himawan. Memahami Film.


Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2008

Soekiman, Djoko, Prof, Dr.


Kebudayaan Indis dan Gaya
Hidup Masyarakat
Pendukungnya di Jawa (Abad
XVIII – Medio Abad XX).
Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 2000

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta


UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai