A. Pendahuluan
Pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1900-an masyarakat kita sudah
mengenal adanya film atau yang lebih dikenal dengan “Gambar Hidoep”. Hal ini
dibuktikan dengan adanya koran Bintang Betawi No.278, 5 Desember 1900 yang
memuat iklan bioskop. Seni pertunjukkan film pada masa itu diselenggarakan
oleh orang Belanda. Jenis bioskop terbagi menjadi tiga golongan berdasarkan
status penonton, yaitu bioskop untuk orang Eropa, bioskop orang menengah, dan
golongan orang pinggiran. Pada tahun 1925 sebuah artikel di koran masa itu, De
Locomotif, memberi usulan untuk membuat film. Pada tahun 1926 dua orang
Film Coy di Bandung dan pada tahun yang sama mereka memproduksi film
Sunda. Film ini tercatat sebagai film pertama yang diproduksi di Indonesia dan ini
dianggap sebagai sejarah awal perfilman Indonesia. Film ini diputar perdana pada
31 Desember 1926. Film berikutnya yang diproduksi adalah Eulis Atjih (1927)
berkisah tentang istri yang disia-siakan oleh suaminya yang suka foya-foya.
(Sumber : http://montase.blogspot.com/2010/05/sekilas-sejarah-film-
indonesia.html). Hingga sekarang perkembangan industri perfilman di Indonesia
kesempatan media film menjadi sarana pembelajaran dan motivator bagi masyarakat.
Salah satu film yang bisa dijadikan pelajaran, yaitu film “Tanah Surga....Katanya”
pada 15 Agustus 2012. Film ini disutradarai oleh Herwin Novianto. Film ini
dibintangi oleh Osa Aji Santoso dan Fuad Idris (Sumber : Wikipedia Indonesia)
Malaysia, seorang duda yang mempunyai dua orang anak yaitu Salman (Osa
Aji santoso) dan Salina (Tissa Biani Azzahra). Selama ini Haris bekerja di
dititipkan kepada ayahnya yang bernama Hasyim (Fuad Idris) yang sudah
melawan Malaysia.
lebih baik dengan adanya fasilitas kesehatan, mudah cari kerja dan lain-lain.
Namun Haris menolaknya dengan alasan Indonesia adalah tanah surga dan
lebih makmur serta alasan sejarah juga patriotisme bangsa. Haris hanya
berhasil mengajak Salina saja sedangkan Salman tetap tinggal dengan sang
kakek.
Malaysia. Di sana tidak ada listrik dan penerangan masih memakai obor
tetapi di Serawak sudah ada listrik dan lampu. Di sana jalanan masih
bebatuan tetapi di Serawak jalanan sudah beraspal. Disana tidak ada toko
keperluan. Bahkan mata uang disana memakai ringgit mengikuti mata uang
Malaysia.
Fasilitas pendidikan juga sangat minim dengan hanya ada satu guru
saja yang bernama Astuti (Astri Nurdin) yang mengajar rangkap kelas tiga
dan kelas empat. Bahkan sempat vakum selama satu tahun karena tidak ada
tanah-surga-katanya.html)
B. Semiotika dalam Film
Film merupakan berbagai sistem tanda yang bekerja bidang kajian yang
amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti yang dikemukakan
oleh Van Zoest, film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu
termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai
efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam
film menciptakan imaji dan sistem penanda. Pada film digunakan tanda-tanda
dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya (Sumber : Buku
Penerapan metode semiotika dalam film berkaitan erat pula dengan media
bahasa verbal, gambar dan suara untuk diperhatikan dari medium yang berfungsi
sebagai tanda, untuk membedakan sebagai pembawa tanda. Apa yang menarik
Penanda (penanda
Definisi Penanda (makna)
gambar)
Close up Hanya wajah Keintiman
Hampir seluruh
Medium Shot Hubungan personal
tumbuh
Konteks skope, jarak
Long Shot Setting dan karakter
publik
Full shot Seluruh tubuh Hubungan sosial
Penanda (penanda
Definisi Penanda (makna)
kamera)
Kamarena mengarah Kekuasaan,
Pan up
ke bawah kewenangan
Kamera mengarah
Pan up Kelemahan, pengecil
ke atas
Kamera bergerak ke
Dooly in Observasi, fokus
depan
Penanda (penanda
Definisi Penanda (makna)
penyuntingan)
denotatif dan konotatif yakni makna sesungguhnya dan makna kiasan film “Tanah
Surga....Katanya”.
C. Pembahasan
pandang antara orang tua dan anaknya yang mana nilai-nilai nasionalisme mulai
pudar. Film ini berusaha menggambarkan keadaan generasi muda saat ini yang
Pengambilan gambar di film ini banyak menggunakan teknik full shot dan
ingin menampilkan bagaimana rasa nasionalisme pada saat itu. Oleh karena itu
setting lokasi dan segala properti di titik beratkan di tiap pengambilan gambar
Sound effect yang digunakan juga mengusung tema nasionalisme yang bersatu
berhasil ikut mendukung menciptakan suasana haru, tegang, lucu dan sebagainya.
Tabel tanda semiotik Roland Barthes
Signified (Penanda) Signifier (Petanda)
Dialog: Kakek Hasyim: “Ketika Bercerita untuk memberikan
kakek berada diperbatasan, tiba-tiba semangat perjuangan masa lalu
dari sana muncullah pasukan Gurga kepada cucunya.
yang datang dari Inggris.”
Salman: Ooo pasukan Gurga itu
orang inggris ke, mukanya serem-
serem ya kek.
menggunakan scene medium shot antara kakek Hasyim dan Salman. Scene ini
Adegan pertama yang digunakan dalam analisis ini adalah saat kakek
perbatasan.
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”, jadi
sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara, serta
menjaganya dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam. Makna konotasinya adalah penanaman
upacara bendera, dan pesan terakhir kakek Hasim kepada Salman “Salman,
Indonesia Tanah Surga, apapun yang terjadi pada dirimu jangan sampai hilang
cintamu kepada negeri ini, genggam erat cita-cita katakan kepada dunia dengan
diharapkan untuk menjadi penyemangat bagi bangsa Indonesia saat ini khususnya
generasi muda.
D. Penutup
kehidupan yang terjadi di daerah perbatasan. Secara denotasi dalam film “Tanah
secara dangkal. Nasionalisme masih terbatas pada bendera Merah Putih, lagu
Jadi nasionalisme bukan hanya dilihat dari pakaian yang kita pakai, lagu
kebangsaan yang selalu kita nyayikan setiap saat, atau selalu mengibarkan
bendera Merah Putih, akan tetapi nasionalisme adalah sikap terhadap bangsa ini.