Anda di halaman 1dari 62

1.

PENDAHULUAN

Sosiologi adalah studi empiris dari struktur sosial (kemasyarakatan).


Struktur sosial tidak sekedar hanya individu dan perilaku individu. Struktur sosial
termasuk di dalamnya kelompok, pola sosial, organisasi, instruksi sosial,
keseluruhan masyarakat, dan tentu saja perkotaan. Atau lebih jelasnya ilmu
sosiologi adalah yang mengkaji atau menganalisis segi-segi kehidupan manusia
bermasyarakat dalam kawasan kota atau perkotaan. Karakter kota dan masyarakat:
(a) Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus; (b). Mata pencaharian penduduknya di
luar agraris; (c). Adanya spesialisasi pekerjaan warganya; (d). Kepadatan
penduduk; (e). Ukuran jumlah penduduk; (f). Warganya (relatif) mobility; (g).
Tempat permukiman yang tampak permanen; dan (h). Sifat-sifat warganya yang
heterogen, kompleks, social relations yang impersonal dan eksternal, dan lain
sebagainya. Kemudian ilmu tersebut berkembang dan berkaitan dengan apa yang
dinamakan urban sosiologi (sosiologi perkotaan). Urban sosiologi adalah
merupakan sub-disiplin di dalam sosiologi difokuskan pada urban environment
(lingkungan perkotaan). Menjelaskan beberapa topik-topik sebagai bagian dari
perkembangan perkotaan, struktur perkotaan, jalan kehidupan dalam perkotaan,
pemerintahan, dan permasalahan perkotaan. Karena penduduk yang tinggal di
perkotaan akan dipengaruhi oleh kota. Untuk memahaminya kita harus
mempelajari perkotaan. Berbagai permasalahan berhadapan masyarakat kita
berhubungan pada lingkungan urban. Untuk memahami permasalahannya kita
perlu mempelajari kota. Dengan belajar bagaimana kota-kota dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan natural kita dapat mengerti link antara nature dan
struktur sosial.

I. PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Mahasiswa (Kompetensi Dasar)


1. Menjelaskan hakekat Kota dan sosiologi perkotaan
2. Menjelaskan proses terbentuknya kota
3. Menjelaskan pengklasifikasian kota
4. Menjelaskan tentang urbanisasi
5. Menjelaskan tentang interaksi desa dengan kota
6. Menjelaskan tentang sektor informal di kota
7. Menjelaskan tentang masalah-masalah sosial di kota
8. Menjelaskan masalah kemiskinan di kota
9. Menjelaskan kepribadian manusia kota
10. Menjelaskan kota dalam perspektif posmodern (kota digital)

II. KEGIATAN BELAJAR

1. Kegiatan Belajar 1

a. Learning Outcome:

(1) Standar Kompetensi


Menjelaskan hakekat sosiologi perkotaan
(2) Kompetensi Dasar
- Menjelaskan konsep dasar kota
- Menjelaskan sosiologi dan kota
- Menjelaskan tujuan perkuliahan sosiologi perkotaan
- Menjelaskan ruang lingkup sosiologi perkotaan

b. Uraian Materi

HAKEKAT SOSIOLOGI PERKOTAAN

Sosiologi perkotaan adalah studi sosiologi tentang kehidupan sosial dan


interaksi manusia di wilayah metropolitan. Studi ini adalah disiplin sosiologi
norma yang mempelajari struktur, proses, perubahan dan masalah di sebuah
wilayah urban dan memberi masukan untuk perencanaan dan pembuatan
kebijakan. Seperti bidang sosiologi yang lain, sosiolog perkotaan menggunakan
analisis statistik, pengamatan, teori sosial, wawancara, dan metode lain untuk
mempelajari berbagai topik, termasuk migrasi dan tren
demografi, ekonomi, kemiskinan, hubungan ras, tren ekonomi, dan lainnya.
Beberapa pandangan sosiologi tentang konsep kota:
1. Max Weber berpendapat bahwa “suatu tempat adalah "kota" apabila
penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk
dari pedalaman dan dijualbelikan di pasar itu. Jadi menurut Max Weber,
ciri "kota" adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta
mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.
2. Cristaller dengan “central place theory”-nya menyatakan "kota" berfungsi
menyelenggarakan penyediaan jasa-jasa bagi daerah lingkungannya. Jadi
menurut teori ini, kota diartikan sebagai pusat pelayanan. Sebagai pusat
tergantung kepada seberapa jauh daerah-daerah sekitar "kota"memanfaatkan
penyediaan jasa-jasa "kota" itu. Dari pandangan ini kemudian "kota"-
"kota" tersusun dalam suatu hirarki berbagai jenis.
3. Sjoberg berpendapat bahwa, sebagai titik awal gejala "kota" adalah
timbulnya golongan literati (golongan intelegensia kuno seperti pujangga,
sastrawan dan ahli-ahli keagamaan), atau berbagai kelompok spesialis yang
berpendidikan dan nonagraris, sehingga muncul pembagian kerja tertentu.
Pembagian kerja ini merupakan cir-"kota".
4. Wirth, mendifinisikan "kota" sebagai “pemukiman yang relatif besar, padat
dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
Akibatnya hubungan sosialnya menjadi longgar acuh dan tidak pribadi
(impersonal relation)
5. Karl Marx dan F.Engels memandang "kota" sebagai “persekutuan yang
dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat
produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat
mempertahankan diri”. Perbedaan antara "kota" dan pedesaan menurut
mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.
6. Harris dan Ullman , berpendapat bahwa "kota" merupakan pusat
pemukiman dan pemabfaatan bumi oleh manusia. "Kota"-"kota" sekaligus
merupakan paradoks. Pertumbuhannya yang cepat dan luasnya "kota"-
"kota" menunjukkan keunggulan dalam mengeksploitasi bumi, tetapi dipihak
lain juga berakibat munculnya lingkungan yang miskin bagi manusia. Yang
perlu diperhatikan, menurut Harris dan Ullman adalah bagaimana
membangun "kota" di masa depan agar keuntungan dari konsentrasi
pemikiman tidak mendatangkan kerugian atau paling tidak kerugian dapat
diperkecil.
7. Menurut ahli geografi Indonesia yakni Prof.Bintarto, (1984:36) sebagai
berikut :"kota" dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan
coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya
yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala
pemutusan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat
heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.”
8. Menurut Arnold Tonybee, sebuah "kota" tidak hanya merupakan
pemukiman khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan
setiap "kota"menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.

RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam "Sosiologi Perkotaan" adalah mengenai kehidupan
serta aktivitas masyarakat "kota".

A. Pengertian masyarakat "perkotaan"


Masyarakat "perkotaan" yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan
sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan, dikelilingi gedung-gedung
yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.
Asumsi kita tentang "kota" adalah tempat kesuksesan seseorang.
Masyarakat "perkotaan" lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang
memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Akan tetapi kenyataannya di "perkotaan" juga masih banyak terdapat
beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak,
tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita telusuri masih
banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.
B. Kehidupan Masyarakat "perkotaan".
Secara "sosiologis" penekanannya pada kesatuan masyarakat industri,
bisnis, dan wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks. Secara
fisik "kota" dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi,
hiruk pikuknya kendaraan, pabrik, kemacetan, kesibukan warga masyarakatnya,
persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya.
Masyarakat di "perkotaan" secara sosial kehidupannya cenderung
heterogen, individual, persaingan yang tinggi yang sering kali menimbulkan
pertentangan atau konflik. Munculnya sebuah asumsi yang menyatakan bahwa
masyarakat "kota" itu pintar, tidak mudah tertipu, cekatan dalam berpikir, dan
bertindak, dan mudah menerima perubahan , itu tidak selamanya benar, karena
secara implisit dibalik semua itu masih ada masyarakatnya yang hidup di bawah
standar kehidupan sosial. Dan tidak selamanya pula masyarakat "kota" dikatakan
sebagai masyarakat yang modern. Karena yang dimaksud sebagai masyarakat
yang modern dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat yang berada di
daerah keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari
kehidupan masyarakat "perkotaan". Sedangkan dewasa ini masih ada
masyarakatnya yang tertinggal, termasuk masalah informasi dan teknologi.
Untuk memahami secara rinci mengenai kehidupan
masyarakat"perkotaan" adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam,
Bagi masyarakat "kota" cendrung mengabaikan kepercayaan yang
berkaitan dengan kekuatan alam serta pola hidupnya lebih mendasarkan
pada rasionalnya. Dan bila dilihat dari mata pencahariannya
masyarakat "kota" tidak bergantung pada kekuatan alam, melainkan
bergantung pada tingkat kemampuannya (capablelitas) untuk bersaing
dalam dunia usaha. Gejala alam itu bisa dipahami secara ilmiah dan secara
rasional dapat dikendalikan.
2. Pekerjaan atau mata pencaharian,
Kebanyakan masyarakat"perkotaan" bergantung pada pola industri
(kapitalis) Bentuk mata pencaharian yang primer seperti sebagai
pengusaha, pedagang, dan buruh industri. Namun ada sekelompok
masyarakat yang bekerja pada sektor informal misalnya pemulung,
pengemis dan pengamen. Selain yang disebutkan di atas termasuk bentuk
mata pencaharian sekunder.
3. Ukuran komunitas,
Umumnya masyarakat "perkotaan" lebih heterogen dibandingkan
masyarakat pedesaan. Karena mayoritas masyarakatnya berasal dari
sosiokultural yang berbeda-beda, dan masing-masing dari mereka
mempunyai tujuan yang bermacam-macam pula.dantaranya ada yang
mencari pekerjaan atau ada yang menempuh pendidikan. Jumlah
penduduknya masih relatif besar.
4. Kepadatan penduduk,
Tingkat kepadatan di "kota" lebih tinggi bila dibandingkan di desa,
hal ini disebabkan oleh kebanyakan penduduk di
daerah "perkotaan" awalnya dari berbagai daerah.
5. Homogenitas dan heterogenitas,
Dalam struktur masyarakat "perkotaan" yang sering sekali nampak
adalah heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, psikologis, agama, dan
kepercayaan, adat istiadat dan perilakunya. Dengan demikian struktur
masyarakat "perkotaan"sering mengalami interseksi sosial, mobilitas
sosial, dan dinamika sosial.
6. Diferensiasi sosial
Di daerah "perkotaan", diferensiasi sosial relatif tinggi, sebab tingkat
perbedaan agama, adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa
oleh para pendatang dari berbagai daerah, cukup tinggi.
7. Pelapisan sosial
Lapisan sosialnya lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan
di dalam struktur masyarakatnya. Di dalam struktur masyarakat modern
lebih menghargai prestasi daripada keturunan.
8. Mobilitas sosial
Mobilitas pada masyarakat "perkotaan" lebih dinamis daripada
masyarakat pedesaan. Kenyataan itu adalah sebuah kewajaran sebab
perputaran uang lebih banyak terjadi di daerah "perkotaan" daripada di
pedesaan.
9. Interaksi sosial
Dalam interaksi pada masyarakat "perkotaan" lebih kita kenal
dengan yang namanya gesseslchaft yaitu kelompok patembayan. Yang
mana ada hubungan timbal balik dalam bentuk perjanjian-perjanjian
tertentu yang orientasinya adalah keuntungan atau pamrih. Sehingga
hubungan yang terjadi hanya seperlunya saja.
10. Pengawasan sosial
Dikarenakan masyarakatnya yang kurang saling mengenal satu sama
lain dan juga luasnya wilayah kultural "perkotaan" ditambah lagi
keheterogenitasan masyarakatnya yang membuat sistem pengawasan
sosial perilaku antar anggota masyarakatnya makin sulit terkontrol.
11. Pola kepemimpinan
Kepemimpinanya didasarkan pada pertanggung jawaban secara
rasional atas dasar moral dan hukum. Dengan demikian hubungan antar
pemimpin dan warga masyarakatnya berorientasi pada hubungan
formalitas.
12. Standar kehidupan
Standar kehidupannya di ukur dari barang-barang yang dianggap
punya nilai (harta benda). Mereka lebih mengenal deposito atau tabungan.
Karena menurut mereka menyimpan uang dalam bentuk deposito dianggap
lebih praktis dan mudah. Ditambah lagi kepemilikan barang-barang
mewah lainnya.
13. Kesetiakawanan sosial
Ikatan solidaritas sosial dan kesetiakawanan lebih renggang.
Artinya , pola hubungan untung rugi lebih dominan daripada kepentingan
solidaritas dan kesetiakawanan.
14. Nilai dan sistem nilai
Nilai dan sistem nilai di dalam struktur masyarakat "perkotaan" lebih
bersifat formal, didasarkan pada aturan-aturan yang resmi seperti hukum
dan perundang-undangan. Jadi dapat dikatakan bahwa ciri-ciri
masyarakat "perkotaan" adalah sebagai berikut:
a) Orang "kota" pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain.
b) Pembagian kerja diantara warga "kota" juga lebih tegas dan punya batas-
batas yang nyata.
c) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga "kota" daripada warga desa.
d) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut
masyarakat"perkotaan", menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi
lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
e) Jalan kehidupan yang cepat di "kota", mengakibatkan pentingnya faktor
waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f) Perubahan-perubahan sosial tampak denagn nyata di "kota"-"kota",
karena "kota"-"kota" biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-
pengaruh dari luar.
C. Keruangan "kota" jika dilihat dari beberapa aspek.
Dalam konteks ruang "kota"merupakan suatu sistem yang tidak berdiri
sendiri, karena secara internal "kota" merupakan satu kesatuan sistem kegiatan
fungsional di dalamnya, sementara secara eksternal kota dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya.
"Kota" ditinjau dari aspek fisik merupakan kawasan terbangun yang terletak
saling berdekatan atau terkonsentrasi, yang meluas dari pusatnya hingga ke
wilayah pinggiran atau wilayah geografis yang dominan oleh struktur binaan.
"Kota" ditinjau dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang
membentuk satu komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja.
"Kota" ditinjau dari aspek ekonomi memiliki fungsi sebagai penghasil
produksi barang dan jasa untuk mendukung kehidupan penduduknya dan untuk
keberlangsungan "kota" itu sendiri.
Di Indonesia kawasan "perkotaan" dibedakan berdasarkan strata
administrasinya yakni : (1) kawasan "perkotaan" berstatus administratif daerah
kota (2) kawasan "perkotaan" yang merupakan bagian dari daerah kabupaten (3)
kawasan "perkotaan" baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah
kawasan pedesaan menjadi kawasan "perkotaan", dan (4)
kawasan"perkotaan" yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang
berbatasan.
2. Kegiatan Belajar II

a. Learning Outcome:

1. Standar Kompetensi

Menjelaskan Proses terbentuknya kota

2. Kompetensi Dasar

Menjelaskan proses terbentukanya kota

b. Uraian Materi

Definisi dan Konsep Perkembangan Kota

Menurut Marbun (1992), kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah


penduduk relatif besar, tempat kerja penduduk yang intensitasnya tinggi serta
merupakan tempat pelayanan umum. Kegiatan ekonomi merupakan hal yang
penting bagi suatu kota karena merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan
berkembang (Jayadinata, 1992:110). Kedudukan aktifitas ekonomi sangat penting
sehingga seringkali menjadi basis perkembangan sebuah kota. Adanya berbagai
kegiatan ekonomi dalam suatu kawasan menjadi potensi perkembangan kawasan
tersebut pada masa berikutnya.
Istilah perkembangan kota urban development dapat diartikan sebagai
suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam
masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial
budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997).
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan
proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian
secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi
yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi
berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan
kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat
pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari
primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota akan mengalami pertumbuhan
dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya manusia berupa
peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang
bersangkutan (Hendarto, 1997).
Pada umumnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan kota,yaitu: (a) Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan
penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena migrasi. (b)
Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat
(c) Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara
masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.
Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan
kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya
adalah wujud fisik perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder
dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-
kota karena faktor “urbanization economic” yang diartikan sebagai kekuatan yang
mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga
kerja ahli, dan sebagainya.
Perkembangan kota menurut Raharjo dalam Widyaningsih (2001),
bermakna perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek
kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit
menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas
menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi
secara luas, dan seterusnya.

Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab


perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh satu hal saja melainkan oleh
berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kekuatan politik dan
pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.

Teori Central Place dan Urban Base merupakan teori mengenai


perkembangan kota yang paling populer dalam menjelaskan perkembangan kota-
kota. Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh Christaller
(Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam
menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga
menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam
menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-
batas kota tersebut. Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung
mengembangkan pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan
pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-
jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya
akan mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997)
3. Kegiatan Belajar III

a. Learning Outcome:

1. Standar Kompetensi
1. Menjelaskan klasifikasi kota

2. Kompetensi Dasar

1. Menjelaskan klasifikasi kota


2. Menjealskan beberapa bnetuk klasifikasi kota menurut para ahli

b. Uraian Materi

KLASIFIKASI KOTA

Yang dimaksud dengan klasifikasi dalam uraian di sini adalah, usaha


untuk menggolong-golongkan kota-kota tertentu atas dasar karakteristiknya.
Karakteristik kota sendiri mempunyai realisasi yang bermacam-macam. Hal ini
tergantung dari sudut mana atau dengan kaca mata apa seseorang memandang.
Kota sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kultural, dengan
sendirinya juga mempunyai warna tertentu atas kegiatan-kegiatan tersebut. Hanya
saja, suatu penonjolan kegiatan atau warna tertentu seringkali terlihat jelas.
Hal ini banyak berkaitan dengan latar belakang sejarah terjadinya kota
tersebut, latar belakang sosial, ekonomi, politik, kultural dan fisikal
keruangannya. Suatu daerah tertentu yang terkenal dengan obyek budayanya dan
nilai historikal yang tinggi, akan mampu berkembang menjadi suatu kota. Hal ini
banyak berkaitan dengan jumlah pengunjung, kebutuhan-kebutuhan tertentu,
timbulnya fasilitas-fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan tersebut serta latar
belakang fisikal keruangan yang ada di sekitar daerah bersangkutan. Apabila di
kemudian hari, kegiatan budaya atau yang berkaitan dengan hal tersebut ternyata
mendominasi kegiatan kehidupan kotanya, maka fungsi pusat kebudayaanlah
yang akan mewarnai kehidupan kota tersebut. Berkaitan dengan fungsi kota ini,
satu hal yang perlu diperhatikan adalah, adanya suatu kenyataan bahwa makin
besar suatu kota, akan makin kaburlah karakteristik utama yang ada ditinjau dari
segi fungsinya.
Usaha klasifikasi ditekankan pada macam karakteristik saja yaitu,
klasifikasi kota ditinjau dari segi fungsinya, klasifikasi kota ditinjau dari segi
fisikalnya, klasifikasi kota ditinjau dari segi tingkat pertumbuhannya, dan
klasifikasi kota ditinjau dari segi hirarkhinya. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa, ke empat macam karakteristik kota tersebut paling banyak
bertautan dengan upaya-upaya perencanaan dan pengembangan wilayah. Di
samping itu, perlu ditekankan di sini bahwa, uraian tentang klasifikasi kota
dititikberatkan pada tinjauan makro. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa, kota
sebagai tempat tinggal penduduk dapat disoroti dari
tinjauan makro maupun mikro. Tinjauan makro, melihat eksistensi pemukiman
kota sebagai satu kesatuan utuh, sedangkan tinjauan mikro melihat pemukiman
kota sebagai salah satu elemen pemukiman.

KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK FUNGSINYA


Dalam hal ini, klasifikasi kota berkaitan dengan fungsi suatu kota yang
dianggap dominan dan dapat dikatakan menonjol. Seperti diketahui bahwa,
adanya latar belakang geografis daripada suatu kota, akan memberi corak yang
khas mengenai kehidupan kota. Dalam perkembangan kehidupannya, suatu kota
dapat saja mengalami perubahan fungsi dari suatu fungsi tertentu menjadi fungsi
yang lain. Adanya perubahan-perubahan fungsi tersebut, sejalan dengan makin
majunya fasilitas-fasilitas perkotaan yang ada, di mana kemajuan teknologi
merupakan faktor yang berpengaruh dengan kuat. Refleksi atas kenyataan ini,
terlihat dalam bentuk makin majunya teknik di bidang komunikasi dan
transportasi, pengolahan sumber daya alam dari daerah ”peripheral”– nya.
Suatu hal yang tidak dapat disangkal lagi yaitu, adanya kenyataan bahwa
masing-masing kota mempunyai potensi dan penonjolan fungsi-fungsi yang
berbeda-beda. Hal ini lebih banyak bersangkut paut dengan latar belakang
historikal, kultural, fisikal, kemasyarakatan, ekonomi, dan lain-lainnya
yang saling berkaitan dan secara bersama-sama memberi warna tertentu terhadap
suatu kota tertentu. Masing-masing kota, mempunyai kondisi latar belakang hal-
hal tersebut di atas yang satu sama lain tidak sama. Namun demikian, perlu
disadari bahwa dalam kehidupan modern, suatu kota yang mempunyai tipe yang
betul-betul murni, dalam artian hanya mempunyai tipe tunggal, tidaklah ada.
Usaha klasifikasi yang dijalankan tidak lebih merupakan usaha yang bersifat
sugestif saja, di mana fungsi yang bersifat atau dianggap paling menonjol di
antara kegiatan-kegiatan yang ada, digunakan sebagai dasar.

Klasifikasi kota berdasarkan karakteristik fungsinya, terbagi dalam :


1. Klasifikasi menurut Gist, N. P & Halbert, L. A.
2. Klasifikasi menurut Hudson, F. S.
3. Klasifikasi menurut Harris, Chauncy D.

KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIKAL


Pandangan ini, menekankan pada eksistensi kota dalam kaitannya dengan
latar belakang fisikalnya. Unsur fisikal yang ditonjolkan, pada umumnya adalah
keadaan topografinya. Klasifikasi ini terbagi dalam :
1. Klasifikasi menurut Taylor, Griffith.
2. Klasifikasi menurut Hadi Sabari Yunus.
3. Klasifikasi menurut Nelson, R. L.

KLASIFIKASI KOTA berdasar KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN


Karakteristik pertumbuhan suatu kota, dapat disoroti dari berbagai macam
segi. Pengamat perkotaan dapat mengenali pertumbuhan suatu kota atas dasar
keadaan fisikalnya, keadaan sosio-kulturalnya atau keadaan tekniko-kulturalnya.
Pada hakekatnya, bahwa apa yang dikemukakan para ahli mengenai pertumbuhan
suatu kota, hanyalah bersifat hipotetikal. Namun demikian, makin majunya sistem
informasi mengenai keadaan pertumbuhan suatu kota, seiring dengan kemajuan
teknologi di bidang inventarisasi data, suatu pertumbuhan kota dapat dimonitor
dengan cepat dan tepat, terutama keadaan fisikalnya. Klasifikasi kota ini terbagi
dalam :
1. Klasifikasi menurut Houston, J. M.
2. Klasifikasi menurut Taylor, Griffith.
3. Klasifikasi menurut Mumford, Lewis.

KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN HIRARKHINYA


Klasifikasi ini menekankan pada adanya hubungan antar satu kota dengan
kota yang lain, dalam sistem kota-kota. Kriteria yang digunakan untuk
menggolongkan kota-kota yang ada, termasuk dalam kelas tertentu, dengan
sendirinya harus sama. Misalnya, mengenai segi jumlah penduduknya, luas
sempitnya wilayah atau banyak sedikitnya jenis-jenis fungsi kota yang ada, dan
lain sebagainya. Contoh mengenai klasifikasi kota ini adalah :
1. Klasifikasi hirarkhi kota atas dasar jumlah penduduknya.
2. Klasifikasi hirarkhi kota atas dasar perbandingan jumlah penduduk kota
tertentu dengan kota prima.
3. Klasifikasi hirarkhi kota atas dasar tingkat pertumbuhan penduduknya.
4. Klasifikasi hirarkhi kota atas dasar fungsi politik administratif.
5. Klasifikasi hirarkhi kota atas dasar pengelompokan kota-kotanya.
4. Kegiatan Belajar IV

a. Learning Outcome:
1. Standar Kompetensi
1. Menjelaskan tentang urbanisasi

2. Kompetensi Dasar

1. Menjelaskan konsep urbanisasi


2. Menjelaskan faktor pendorong urbanisasi
3. Menjelaskan dampak dan solusi mengatasi urbanisasi

b. Uraian Materi

URBANISASI

Menjelaskan Pengertian Urbanisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa arti Urbanisasi merupakan


perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi menjadi masalah yang cukup
serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa
dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa
didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum,
aparat penegak hukum, perumahan, dan lain-lain.

Urbanisasi biasanya dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi


mencari pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana
mereka berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah
menjadi tren dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan
pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian
mengindikasikan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara
umum semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin
tinggi. Hal ini semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi,
komputer dan aktivitas high tech lainnya yang memudahkan akses keluar
wilayah.

Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran


kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang
menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk
mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan
kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan
sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa
yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk
tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai.

Menjelaskan Proses Urbanisasi

Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa,
seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan,
informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain
sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang
mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun
dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Proses Urbanisasi
terjadi Karena danya dua Faktor Utama

A. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi


1. Kehidupan kota yang lebih modern
2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
B. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1. Lahan pertanian semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asa
5. Kegiatan Belajar V

a. Learning Outcome:

1. Standar Kompetensi
1. Menjelaskan Hubungan timbal-balik desa dan kota

2. Kompetensi Dasar

1. Menjelaskan hubungan timbal-balik desa dan kota


2. Menjelaskan aspek-aspek hubungan sosial desa dan kota
3. Menjelaskan dampak hubungan timbal-balik desa dengan kota

b. Uraian Materi

Hubungan timbal balik antara Desa dengan Kota

Mungkin kita sekarang sudah mulai paham isi dari sinopsis yang
menyatakan kalau desa dan kota itu ada hubungan. Hubungan ini dinamakan
dengan interaksi wilayah yaitu wilayah desa dan Kota.Interaksi wilayah (spatial
interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua
wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan
baru, secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh antara kota dan
desa.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi antar wilayah


memiliki tiga prinsip pokok sebagai berikut :

1. Hubungan timbal-balik terjadi antara dua wilayah atau lebih

2. Hubungan timbal balik mengakibatkan proses pengerakan yaitu:

a. Pergerakan manusia (Mobilitas Penduduk)

b. Pergerakan informasi atau gagasan, misalnya: informasi IPTEK, kondisi


suatu wilayah
c. Pergerakan materi /benda, misalnya distribusi bahan pangan, pakaian,
bahan bangunan dan sebagainya

3. Hubungan timbal balik menimbulkan gejala, kenampakkan dan


permasalahan baru yang bersifat positif dan negatif, sebagai contoh:

a. kota menjadi sasaran urbanisasi

b. terjadinya perkawinan antar suku dengan budaya yang berbeda

Faktor Interaksi Desa-Kota

1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional


complementarity) artinya, terdapat kebutuhan timbal balik antar wilayah
sebagai akibat adanya perbedaan potensi yang dimiliki oleh tiap wilayah.
2. Adanya kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity) artinya,
kedua wilayah memiliki kesempatan melakukan hubungan timbal balik
serta tidak ada pihak ketiga yang membatasi kesempatan itu. Adanya
campur tangan /intervensi pihak ketiga (wilayah ketiga) dapat menjadi
penghambat atau melemahkan interaksi antara dua wilayah.
3. Adanya kemudahan transfer/ pemindahan dalam ruang (spacial transfer
ability) artinya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang baik
manusia, informasi ataupun barang sangat bergantung dengan faktor jarak,
biaya angkasa (transportasi) dan kelancaran prasarana transportasi. Jadi
semakin mudah transferbilitas, maka akan semakin besar arus komoditas

Aspek Interaksi Desa-Kota

a. Aspek Ekonomi, meliputi :

* Melancarkan hubungan antara desa dengan kota

* Meningkatkan volume perdagangan antara desa dengan kota

* Meningkatkan pendapatan penduduk

* Menimbulkan kawasan perdagangan


* Menimbulkan perubahan orientasi ekonomi penduduk desa

b.Aspek Sosial, meliputi :

* Terjadinya mobilitas penduduk desa dan kota

* Terjadinya saling ketergantungan antara desa dengan kota

* Meningkatnya wawasan warga desa akibat terjalinnya pengaruh hubungan


antara warga desa dengan warga kota

b. Aspek Budaya meliputi :

* meningkatnya pendidikan di desa yang ditandai dengan meningkatnya jumlah


sekolah dan siswanya yang bersekolah

* Terjadinya perubahan tingkah laku masyarakat desa yang mendapatkan


pengaruh dari masyarakat kota

* Potensi sumber budaya yang terdapat di desa hingga melahirkan arus


wisatawan masuk desa

Manfaat Interaksi Desa-Kota

1. meningkatnya hubungan sosial ekonomi antara penduduk desa dan kota

2. pengetahuan penduduk desa meningkat

3. dapat menumbuhkan arti pentingnya pendidikan bagi penduduk desa

4. dapat menumbuhkan heterogenitas mata pencarian penduduk desa

5. terjadinya peningkatan pendapatan

6. terpenuhinya berbagai kebutuhan penduduk baik di perkotaan maupun


pedesaan

Dampak Interaksi Desa-Kota


Interaksi antara dua wilayah akan melahirkan gejala baru yang meliputi
aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Gejala tersebut dapat memberikan
dampak bersifat menguntungkan (positif) atau merugikan (negatif) bagi kedua
wilayah. Demikian pula halnya gejala interaksi antara dua desa dan kota
7. Kegiatan Belajar VI

a. Learning Outcome

Menjelaskan Sektor Informal serta Penyebab Mulculnya Sektor Informal


di Indonesia, Ciri-Ciri Sektor Informal, serta Dampak Keberadaan Sektor
Informal di Perkotaan

b. Uraian Materi

a. Pengertian Sektor Informal

Pesatnya perkembangan kota (rapid urban growth) yang tidak disertai


dengan pertambahan kesempatan kerja telah mengakibatkan kota-kota
menghadapi ragam problema sosial yang tidak dapat disangkal. Salah satunya
terjadinya kesenjangan antara pasaran kerja dengan pertumbuhan pencari kerja,
sehingga sektor formal perkotaan tidak mampu menyerap seluruh pertambahan
angkatan kerja, dampaknya sektor ekonomi informal menjadi pilihat banyak
perduduk di perkotaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Sektor informal biasanya diidentikkan dengan unit usaha kecil yang


melakukan kegiatan, produksi atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan
lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat didalamnya. Istilah
sektor informal pertama kali digunakan oleh Keith Hart pada tahun 1971, yang
mengungkapkan bahwa sektor informal merupakan bagian angkatan kerja kota
yang berada diluar pasar tenaga kerja yang terorganisir. Berikut ini merupakan
pengertian sektor informal menurut para ahli:

1. Portes dan Catells (1995:20) mengungkapkan bahwa sektor informal


sebagai proses perolehan penghasilan diluar sistem regulasi. Mereka
melihat bahwa sektor informal sebagai suatu proses perolehan penghasilan
mempunyai ciri-ciri sentral yaitu tidak diatur oleh lembaga-lembaga sosial
dalam suatu lingkungan legal dan sosial. Menurut mereka batas- batas
ekonomi informal bervariasi secara substansial sesuai dengan konteks dan
kondisi historisnya masing-masing.
2. Sethurahman (1996:90) mengemukakan istilah sektor informal biasanya
digunakan untuk mengajukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala
kecil. Alasan berskala kecil karena:

 Umumnya mereka berasal dari klangan miskin,


 Sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di
Negara berkembang,
 Bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk
memperoleh keuntungan,
 Umumnya mereka berpendidikan sangat rendah,
 Mempunyai keterampilan rendah,
 Umumnya dilakukan oleh para migran.

3. Dipak Mazundar memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran


tenaga kerja yang tidak dilindungi. Dikatakannya bahwa salah satu aspek
penting dari perbedaan antara sektor informal dan informal sering
dipengaruhi oleh jam kerja yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka
panjang dalam sektor informal dan upah cenderung dihitung per hari atau
per jam serta menonjolnya usaha mandiri.
4. Jan Breman tanpa memberikan batasan istilah yang jelas tetapi
membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada suatu sektor
ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan dinamika strukturnya
sendiri. Sektor formal digunakan dalam pengertian pekerja bergaji atau
harian dalam pekerjaan yang permanen meliputi:
 Sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan yang merupakan bagian dari
suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir.
 Pekerjaan secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian
 Syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum
5. Wirasarjono mengemukakan cirri-ciri umum sektor informal adalah :
Umumnya bekerja tanpa bantuan orang lain atau bekerja dibantu anggota
keluarga ataupun buruh tidak tetap yang kebanyakan mereka bekerja
dalam jam kerja yang tidak teratur dan jumlah jam kerja di bawah
kewajaran, melakukan sembarangan kegiatan yang tidak sesuai dengan
pendidikan atau keahliannya.

Berdasarkan berbagai pendapat dan beberapa penelitian terdahulu dapat


disampaikan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan pada aspek-aspek
ekonomi, aspek sosial dan budaya. Aspek ekonomi diantaranya meliputi
penggunaan modal yang rendah, pendapatan rendah, skala usaha relatif kecil.
Aspek sosial diantaranya meliputi tingkat pendidikan formal rendah berasal dari
kalangan ekonomi lemah, umumnya berasal dari migran. Sedangkan dari aspek
budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi diluar sistem regulasi,
penggunaan teknologi sederhana, tidak terikat oleh curahan waktu kerja. Dengan
demikian cara pandang di atas tentang sektor informal lebih menitik beratkan
kepada suatu proses memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat
kompleks.

b. Ciri-ciri sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat seperti telah diuraikan di atas, maka ciri-


ciri kegiatan sektor informal dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit


usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor
formal
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.
5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu subsektor ke lain subsektor.
6. Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif.
7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga
relatif kecil.
8. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man-enter prises dan
kalau mempekerjakan buruh berasal dari keluarga.
9. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri
atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi.
10. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh masyarakat
desa/kota yang berpenghasilan rendah.

Disamping itu ILO menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang


selalu lolos dari pencacahan, pengaturan dan perlindungan oleh pemerintahan
tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat kompetitif dan padat karya,
memakai input dan teknologi lokal serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri
oleh masyarakat lokal. Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian dinobatkan
sebagai sektor informal (Permatasari, 2008).

Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas


seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala
kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak
menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para
pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya.

Di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada


umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kekurangan modal.
Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah
daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu mereka
yang berada di sektor informal tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan
kerja dan fasilitas kesejahteraan.
c. Dampak Keberadaan Sektor Informal di Perkotaan

Sektor informal dengan berbagai problematikanya, menghadirkan


serangkaian implikasi bagi kehidupan diperkotaan, baik damapk positif maupun
negatif. Berikut ini akan digambarkan dampak keberadaan sektor informal.

Dampak Positif

1. Mampu menyerap angkatan kerja yang sekaligus sebagai katub pengaman


terhadap pengangguran dan kerawanan sosial
2. Menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan ekonomi menengah
kebawah

Dampak Negatif

1. Menambah masalah lingkungan hidup, seperti kawasan kumuh


2. Kemacetan lalu lintas kota,
3. Kesemrautan kota, karena penataan sektor informal yang tidak tertata
4. Terganggunya kenyamanan masyarakat dalam menggunakan fasilitas,
khususnya pejalan kaki, karena sektor informal yang sering
menggunankan fasilitas umum, seperti trotoar.
8. Kegiatan Belajar VII

a. Learning Outcome

Menjelaskan Kemiskinan di Kota, Pengertian Kemiskinan, Penyebab


Kemiskinan di Kota, Indikator Kemiskinan, Tipologi Kemiskinan dan
Penanggulangan Kemiskinan.

b. Uraian Materi

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai standar tingkat hidup yang


rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan (dalam Suparlan, 1993)

Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengemukakan batasan


kemiskinan sebagai keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup (Setiadi, 2011)

Definsi kemiskinan dilihat dari beberapa konsep ialah :


a. BAPPENAS. Menurut Bappenas miskin apabila tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermatabat.
b. BPS. Menurut BPS, miskin bilamana jumlah rupiah yang dikeluarkan atau
dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori
perkapita.
c. Bank Dunia. Menurut Bank Dunia, Miskin apabila tidak tercapainya
kehidupan yang layak dengan penghasilan kecil atau sama dengan 1,00
dolar AS perhari.
d. BKKBN. Menurut BKKBN keluarga miskin apabila :
1) Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
2) Tidak mampu makan dua kali sehari.
3) Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja atau sekolah
dan berpergian.
4) bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
5) Tidak Mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
e. Friedmann juga merumuskan kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar
sebagaimana yang dirumuskan dalam kenferensi ILO Tahun 1976.
Kebutuhan dasar menurut konferensi ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat (pangan,


sandang, papan)

2) Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan


komunitas pada umumnya (air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik,
angkutan umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan)
3) Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang memengaruhi
mereka.
4) Terpenuhinya tingkat absolute kebutuhnan dasar dalam kerangka kerja
yang lebih luas dari hak-hak dasar manusia
5) Penciptaan lapangan kerja (employment) baik sebagai alat maupun
tujuan dari strategi kebutuhan dasar.

2. Indikator Kemiskinan

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri


secara detail indikator-indikator kemiskinan. Adapun indikator-indikator
kemiskinan diantaranya:

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang,


pangan dan papan).
b. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
c. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
massa.
e. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia dan terbatasnya Sumber
Daya Alam.
f. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
g. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian
yang berkesinambungan.
h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
i. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak
terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).
3. Tipologi Kemiskinan

Menurut Baswir dan Sumodiningrat, secara sosioekonomis, terdapat dua


bentuk kemiskinan, yaitu:
1) Kemiskinan Absolut
Ialah kemiskinan dimana orang-orang miskin memiliki tingkat
pendapatan dibawah garis kemiskinan, atau jumlah
pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum.
2) Kemiskinan Relatif
Adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara
tingkat pendapatan dan tingkat pendapatan lainnya.
Contoh: seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada
masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada
masyarakat desa lain.

Kemiskinan berdasarkan penyebabnya juga dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang muncul karena
ketidakmampuan sistem dan struktur dalam menyediakan kesempatan-
kesempatan bagi masyarakat untuk bekerja. Struktur tidak mampu
menghubungkan mereka ke akses kerja baik yang ada pada alam,
ataupun yang disediakan swasta dan pemerintah. Artinya miskinbukan
karena ketidakmauan untuk bekerrja tapi tidak tersedia akses menuju
pekerjaan yang layak. Kelompok yang masuk ke dalam kemiskinan
struktural seperti buruh tani, pemulung, loper koran dan lain2.
2) Kemiskinan Kultural

Kemiskinan Kultural adalah kemiskinan yang muncul sebagai akibat


nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh masyarakat, seperti
malas, mudah menyerah, apatis, pasrah pada nasib dan memandang
bahwa miskin adalah sebuah takdir. Mereka yang memiliki pemikiran
seperti ini tidak mau berusaha untuk merubah nasib, tapi
menggantungkan nasibnya pada belas kasihan orang lain. Yang
tergolong pada kemiskinan ini seperti, pengemis.
4. Sebab-Sebab Kemiskinan

Tiga faktor penyebab kemiskinan:

a. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental


seseorang
Faktor ini merupakan penyebab kemiskinan secara klasik dimana
kemiskinan selalu dikaitkan dengan struktur budaya masyarakat
setempat, dimana budaya dijadikan sebagai alasan penyebab
sekelompok manusia di tempat miskin. Selain budaya, factor klasik
lain yang dianggap penting dalam memberikan andil bagi terciptanya
kemiskinan diantaranya sifat malas, penyakit, dan cacat fisik.

b. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam

Bencana alam dapat merusak aset berharga milik masyarakat


seperti tempat tinggal, harta benda,, dan gagal panen.
c. Kemiskinan disebabkan oleh beberapa hal yang bersifat struktural,
yaitu:

1. Struktur ekonomi yang timpang,artinya struktur ekonomi yang


ada di dalam masyarakat secara tidak adil tidak memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk mendapatkan
aset ekonomi.

2. Struktur politik yang meyangkut rendahnya political will


pemerintah atau rendahnya kualitas kebijakan pemerintah dalam
menta strukter ekonomi negara.

c. Faktor budaya dimana konsep pemikiran narima ing pandum (menerima


takdir apa adanya dengan sabar) sebenarnya bukan falsafah yang
menjdikan budaya kemiskinan. Konsep pemikiran ini adalah bentuk
reaksi masyarakat kenyataan dalam kondisi pesimisme, dimana dalam
berbagai situasi mulai dari masa penjajahan hingga abad ini tidak
kunjung berubah nasibnya.

d. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.


Yang perlu digaris bawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-
kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu
sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-
kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas
menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut
beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan
pendapatan per-kapita:
e. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Faktor ini sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan.
Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat
harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan
kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggung jawabkan dengan
maksimal
f. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat
dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat.
Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini
bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli dan banyaknya
pengangguran.

g. Subsidi pemerintah yang kurang merata dan tidak tepat sasaran.


Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan
jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung
mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin
masih terbebani oleh pajak negara.

5. Penanggulangan Kemiskinan

Untuk penanggulangan kemiskinan diperlukan kerja keras dari semua


pihak, baik instansi pemerintahan pusat dan daerah, instansi swasta, maupun
masyarakat pada umumnya.

Berikut beberapa cara untuk penanggulan kemiskinan:

1) Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja


sehingga mengurangi pengangguran, karena pengangguran adalah salah
satu sumber penyebab kemiskinan terbesar di Indonesia.
2) Memberikan subsidi pada kebutuhan pokok manusia sehingga setiap
masyarakat bisa menikmati makanan yang berkualitas, hal ini akan
berdampak pada meningkatnya angka kesehatan masyarakat.
3) Menghapuskan korupsi, sebab korupsi adalah salah satu penyebab layanan
masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal inilah yang
kemudian menjadikan masyarakat tidak bisa menikmati hak mereka
sebagai warga Negara sebagaimana mestinya.
4) Meningkatkan pendidikan dan skill masyarakat miskin, sehingga bisa
memasuki kebutuhan pasar kerja. Hal ini karena salah satu penyebab
kemiskinan karena rendahnya pendidikan dan skill masyarakat.
5) Pemberdayaan masyarakat miskin dengan memperlakukan keluarga/
penduduk miskin sebagai subjek dengan melibatkan mereka dalam
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembangunan.
6) Meningkatkan akses keluarga miskin untuk mendapatkan modal ,
teknologi dan usaha tetap, serta akses memperoleh fasilitas pembangunan
dan pelayanan masyarakat lain.
7) Memperkuat kondisi dan keterpaduan diantara unsur-unsur yang terkait
yaitu pemerintah, swasta, LSOM, dan masyarakat, dalam upaya
pengentasan kemiskinan
10. Kegiatan Belajar IX

a. Learning Outcome

Menjelaskan Peradaban, Kepribadian Masyarakat Kota, Gaya Hidup


Masyarakat Kota

b. Uraian Materi

Peradaban merupakanterjemahan dari civilization, berkaitan erat dengan


bahasa latin civis (warga kota) dan civitas (kota), dimana peradaban dalam banyak
litaratur selaalu diidentikkan dengan kebudayaan, sementara itu Geograf
Huntington mengungkapkan bahwa peradaban merupakan puncak dari
kebudayaan. Jika peradaban merupakan kebudayaan itu sendiri maka disini akan
dibahas kebiasaan, adat istiadat dan gaya hidup masyarakat kota:

Gaya Hidup Masyarakat Kota

Perubahan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan


masyarakat kota, hadirnya modernisasi yang diiringi perkembangan teknologi
komunikasi memicu perubahan kehidupan dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat, tidak terkecuali pada gaya hidup masyarakat kota sebagai bagian dari
konsekwensi keterbukaan masyarakat kota terhadap perubahan. Gaya hidup
merupakan pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam
masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan
pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya
membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial.

Gaya hidup masyarakat kota bisa dilihat dari berbagai indikasi, yaitu
masyarakat yang cenderung konsumtif, hedonis, mengutamakan materi bahkan
terjebak dalam sukularisme yang lebih menonjolkan sisi duniawi sebagai orientasi
hidup.
1. Gaya Hidup Konsumtif

Gaya hidup konsumtif merupakan salah satu cara hidup masyarakat kota.
Konsumsi pada masyarakat kota tidak lagi dikaitkan dengan nilai guna untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, tapi lebih ditekankan pada unsur-unsur
simbolik yang menandai kelas, status sosial. Konsumsi mengekspresikan posisi
sosial dan identitas kultural seseorang dalam masyarakat. Menurut Baudrillard
masyarakat konsumsi adalah gaya hidup masyarakat modern yang mengkonsumsi
benda bukan lagi karena nilai guna benda, melainkan merk atau tanda yang
melekat di benda tersebut, dimana orang membeli barang bukan karena ia butuh
barang tersebut melainkan lebih karena kepuasan. Manusia kota mengalami
alienasi, dimana mereka diatur oleh benda-benda konsumsi yang membuat mereka
kehilangan kesadaran untuk mengendalaikan antara keinginan dan kebutuhan
(kesadaran palsu). Hal ini terjadi karena dewasa ini, konsumsi lebih ditekankan
pada tanda/ makna benda, dimana melalui benda yang digunakan menggambarkan
status sosial dan pada kelas mana seseorang berada. Pada posisi ini pertukaran
simbolis terjadi, dimana dalam berinteraksi simbol merk benda sekaligus penanda
kelas sosial

2. Hedonis

Hedonis merupakan salah saya gaya hidup masyarakat kota. Hedonis


merupakan gaya hidup yang menikmati duniawi secara berlebihan. Cara hidup
yang suka berpesta, berfoya-foya merupakan ciri khas masyarakat kota. Hal ini
karena kota dengan segala ruangnya menyediakan berbagai fasilitas, yang
memungkinkan sifat hedonisme ini muncul dan berkembang. Seperti mall,
diskotik, club malam, cafe elit sebagai tempat yang menyediakan fasilitas
syorganya dunia bagi kelomok ini.

3. Materialistis

Materialistis sebagai salahsatu gaya hidup yang tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan masyarakat kota, karena hidup di kota yang sangat mahal, sehingga
menuntut masyarakat yang hidup didalamya untuk bertarung demi
mempertahankan eksisitensi mereka. Segala sesuatu membutuhkan uang dan
semuanya diukur dengan uang. Hal inilah yang membuat masyarakat kota
mengukur segala sesuatu dengan materi, untung ataupun rugi.

Kepribadian Masyarakat Kota

Kota dengan berbagai dinamikanya melahirkan berbagai sosok karakter


masyarakat, seperti manusia yang individualis, Hetetogen dengan toleransi yang
tinggi terhadap keberagaman, disiplin,dan menghargai waktu. Hal ini tidak
terlepas dari kondisi kota yang padat penduduk, dan keras sehingga menuntut
mereka untuk berjuang demi bertahan hidup di kota.

1. Individualis

Mengutamakan kepentingan pribadi, merupakan salah satu karakter


masyarakat kota. Mereka hidup dalam satu kawasan tapi cenderung tidak
berhubungan akrab layaknya dipedesaan. Masyarakat kota dalam berinteraksi
didasarkan atas kepentingan individu, dan tidak menonjolkan kolektivitas.

2. Toleran dalam Kemajemukan

Hetogen, merupakan salah satu ciri masyarakat kota. Mereka hidup dalam
satu kawasan dalam kondisi yang sangat beragam, baik profesi, ras, agama, suku
maupun gender. Akan tetapi menghargai perbedaan tersebut, bahkan memiliki
sikap toleransi yang tinggi terhadap keberagaman.

3. Disiplin dan Menghargai Waktu

Waktu adalah uang merupakan prinsip yang tidak berlebihan jika


dilekadkan pada masyarakat kota. Hal ini karena masyarakat kota menganggap
bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga, yang berimplikasi pada
kedisiplinan untuk bekerja. Tidak bisa dipungkiri memang bahwa kondisi kota
yang padat, dan cenderung terlibat macet membuat masyarakat harus lebih cerdas
dalam memanfaatkan waktu mereka. Bekerja pun telah diatur oleh sistem
diperusahaan, sehingga harus taat pada waktu yang telah ditetapkan. Berbeda
dengan di desa yang mayoritas bekerja di sektor agraris, waktu kerja tidak terlalu
diperhitungkan, karena lokasi kerja yang tidak terlalu jauh dari pemukiman dan
bebas dari hambatan seperti macet.
11. Kegiatan Belajar X

a. Learning Outcome

Menjelaskan Fenomena Kota Digital, Potret Kota Potret Manusia, dan


Menuju Kematian Kota Arsitektur

b. Uraian Materi

Jalan kota yang biasanya mengekspresikan modernitas yang dinamis dan


progresif, kini tinggal menyimbolkan segala yang suram, kacau, lembam,
stagnan, aus dan usang (Marshall Berman, Dalam Piliang; 2004)

Kota merupakan sesuatu yang hidup, mengalami perubahan,


perkembangan, metamofosis. Sebuah kota lahir, tumbuh, membesar, dewasa, dan
menua dan bahkan bisa mengalami kematian layaknya manusia yanga ada di
dalamnya. Potret sebuah kota merupakan potret dari masyarakatnya. Artinya
perubahan kota juga menandai perubahan masyarakatnya bahkan kadang
pertumbuhan kota tidak terkendali, sehingga terjadi kelebihan penduduk (over
populated), kelebihan produksi (over growth), polusi yang melampaui ambang
batas (over pollution) dan jumlah mobil yang juga melampaui luas jalan, jumlah
mall yang juga melampaui daya beli konsumen. Dalam kondisi serba melapaui ini
kota kehilangan keseimbangan untuk menyangga kehidupan manusia yang ada
didalamnya.

Potret Kota Digital

Kota bukanlah ruang kosong, tanpa relasi dan tanpa makna. Di dalamnya
berlangsungnya aktivitas ekonomi, sosial, politik dan kultural yang di dalamnya
terbentuk berbagai relasi antarmanusia, dan di dalamnya juga dibangun berbangun
realitas sosial sepanjang ruang dan waktu. Kota digital memiliki perbedaan sendiri
dengan kota konvensional (kota arsitektur) diantaranya, pertama, Hubungan
manusia pada kota arsitektur berlangsung secara face-to-face (bertatap muka),
dimana manusia memanfaatkan ruang dan waktu dalam melakukan berbagai
interaksi, saling mengunjungi, bertamu, jalan bersama untuk menjalin relasi,
sementara pada kota digital potret, kota semerta-merta berubah dimana
komunikasi dan interaksi antar manusia tidak berlangsung secara alamiah face to
face, tetapi lewat mediasi teknologi digital, dengan dipisahkan oleh jarak . Face to
face digantikan virtual space. Kedua, Ineraksi pada kota arsitektur memanfaatkan
ruang-ruang kota, sudut jalan, taman, cafe, jembatan, dibawah lampu kota, tapi
interaksi kota digital ruang interaksi melalui media teknologi, hanphone dengan
dunia 3G, video call, SMS, telfon, chatting, facebook, dan twitter. Ketiga, Dalam
kota arsitektur memori manusia dalam berinteraksi berisi memori tentang sudut
kota, jalan kota, tempat-tempat yang peneh dimensi rasa (sense) dan perasaan
(feeling) , tapi pada kota digital memori interaksi diambil alih oleh memori
komputer, internet ataupun telpon seluler yang dapat menayangkan kembali
segala hal yang ingin diputar ulang.

Potret Manusia Kota Digital

Tranforamasi potret kota dari kota konvensional/ arsitektur menuju kota


digital telah merubah pula manusia yang hidup di dalamnya, karena wajah kota
merupakan cermin wajah manusia yang hidup didalamnya. Wajah kota digital kini
cenderung mengglobal, wajah diseluruh kota di dunia menjadai sama akibat
keberadaan teknologi karena tidak bisa dipungkiri manusia kota kini dipengaruhi,
bahkan tergantung dengan teknologi. Berikut potert manusia kota digital:

1. Manusia ekonomi (homo economicus)


Hubungan manusia kota adalah hubungan fungsional, bukan hubungan
sosial, hubungan profesional bukan kekerabatan. Segala sesuatu dihitung
dan di kalkulasi, untung rugi relasi manusia adalah relasi ekonomi. Waktu
adalah uang, jabatan adalah uang, agama adalah uang. Prinsip tolong
menolong menjadi komersial, keramahan menjadi komersial
2. Manusia individualis (homo individualis)
Manusia mengutamakan ego ketimbang kolektivitas, yang lebih mencintai
kepentingan diri sendiri dibanding masyarakat.
3. Manusia kecepatan (homo dromos)
Dunia dikuasai oleh waktu dan kecepatan, seiring cepatkan perkembangan
teknologi, produksi, konsumsi manusia juga terbawa arus percepatan itu
sendiri, manusia kehilangan waktu dan ruang untuk refleksi, merenung
ataupun rileksasi ataupun dlam memenuhi kebutuhan spritual, karena
diatur dan dikejar waktu.
4. Manusia tipe A
Percepatan waktu memaksa manusia untuk memperpendek durasi
kehidupan dan menggabung beberapa unsur menjadi satu. Waktu tetap 24
jam dalam sehari, tapi dalam satu waktu manusia mengerjakan banyak hal
dalam mencapai target waktu. Menonton sambil makan, sms atau chatting
sambil belajar, berjualan sambil mengajar. Mereka melawan waktu demi
target

5. Manusia digital (homo digital)


Manusia tidak lagi membangun relasi secara face to face tetapi
memanfaatkan media teknologi. Jarak yang jauh menjadi dekat, bahkan
yang dekat jarak menjadi jauh secara sosial
6. Manusia penyendiri (homo solitarius)
Karakter manusia individual dan ekonomis menjadiakan manusia merasa
kesepian ditengah keramaian. Manusia terasing atau teralienasi karena
kurangnya dialog dengan orang lain, dengan limpaan harta tapi hidup
terasa sunyi dan kosong.
7. Manusia kebendaan (homo materialis)
Manusia dikuasai oleh materi. Manusi menunjukkan eksistensi melalui
kepemilikan benda/ objek-objek yang menentuan status, prestise dan harga
diri.
8. Manusia tanda (homo semloticus)
Objek sebagai penentu eksistensi maka, benda digunakan sebagai penentu
relasi sosial, kepemilikan benda sebagai penanda(sign) simbol yang
mendefenisiakn status sosial dan memberikan makna sosial bagi mereka
yang memilikinya.
9. Manusia citraan (homo imaginis)
Kehidupan manusia kota didominasi oleh oleh realitas citraan, manusia
berlomba-lomba membangun citra (masuk televisi, tinggal diperumahan
elit, menggunaan mobil mewah) dalam rangka membntuk citra dan gaya
hidup eksklusif
10. Manusia informasi (homo informationis)
Keberadaan kota tidak terlepas dari informasi yang membangunnya,
karena eksistensi kota sanagt ditentukan oleh keberadaan infornasi, karena
hidup matinya kota sangat ditentukan oleh listrik, televisi, dan media
lainnya.

Kota Digital: Menuju Kematian Kota Arsitektur

Kota kini telah kehilangan dimensi fisik, yang diambil alih oleh dimensi
virtual. Dengan lenyapnya dimensi fisik, maka kota telah kehilangan aura yaitu
pancaran spirit yang didapatkan tatkala orang berjalan di jalanan yang berdebu,
atau diketajaman sudut gang yang sempit. Virilio melihat ini sebagai gejala
kematian arsitektur (the death of architecture), ketika dimensi-dimensi geografis
sebuah kota (tempat, jalan sudut kota, gang, perempatan) telah diambil alih oleh
dimensi-dimensi virtual dan artifisial yang dibangun oleh teknologi informasi,
telekomunikasi dan digital.

Di dalam kota digital interaksi dan komunikasi tatap muka (face to face)
kini diambil alih oleh komunikasi yang dimediasi oleh komputer (Computer
Mediated Communication (CMC, pada tahap ini Virilio menyebutnya sebagai
kolonialisasi imagologi sebagai penanda the death of geography. Beberapa kota
besar di Indonesia sudah mulai berubah menjadi kota digital, yang di dalamnya
hubungan kultural yang berdasarkan tempat dan ruang kini mulai diambil alih
oleh hubungan budaya virtual. Berbagai pertumbuhan kota di Indonesia,
pertumbuhan industri, ekonomi, perdagangan dan pariwisata, perumahan telah
membawa dampak dan masalah bagi kota (kelangkaan sumber daya, kriminalitas
dan amoralitas). Bersamaan dengan perubahan kota tersebut, berubah pula
karakter manusianya, yang cenderung lebih individualis, egois, hedonis, narsistik,
konsumeris, dan antisosial.
12. Kegiatan Belajar XI

a. Learning Outcome

Menganalisis masalah sosial, Klasifikasi Masalah Sosial, Ukuran


Masalah Sosial dalam Sosiologi dan Beerapa Masalah Sosial

b. Uraian Materi

1. Pengertian Masalah Sosial

Masalah sosial diperkotaan mendapat sorotan tersendiri untuk dibahas


dalam kajian sosiologi perkotaan. Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial
adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,
yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara
unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai
dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah
sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam
masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti
tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan
lain sebagainya.

2. Klasifikasi masalah sosial berdasarkan sumber-sumbernya


Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis , yakni:
a. Faktor Ekonomi ( Kemiskinan dan Pengangguran)
Faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi
setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa
memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan.
b. Faktor Budaya (Perceraian dan Kenakalan Remaja)
Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit
dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang
berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar
suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun
sejak dahulu.
c. Faktor Biologis (Penyakit Menular dan Kekurangan Gizi)
Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut
sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
d. Faktor Psikologis (Penyakit Syaraf dan Aliran Sesat)
Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan
masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi
aliran serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.

3. Ukuran Masalah Sosial dalam Sosiologi

a. Kriteria Utama Dalam Masalah Sosial

Kriteria utama untuk mengelomppokkan dalam masalah sosial apabila


tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan
kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial. Unsur-unsur yang pertama
dan pokok masalah sosial adalah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-
nilai dengan kondisi-kondisi nyata kehidupan. Artinya adanya kepincangan-
kepincangan antara anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya
terjadi dengan apa yang terjadi dalam kenyataan pergaulan hidup.

b. Sumber Masalah sosial

Sebab-sebab terpenting dalam masalah sosial haruslah bersifat sosail.


Ukurannya tidaklah semata-mata pada perwujudannya yang bersifat, sosial tetapi
juga pada sumbernya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa kejadian-kejadian yang
tidak bersumber pada kegiatan perbuatan manusia bukanlah merupakan masalah
sosial.
Adapun masalah-masalah yang disebabkan oleh faktor alam, seperti
gempa bumi, angin topan, meletusnya gunung berapi, epidemi dan lain-lain
bukanlah merupakan masalah sosial. Akan tetapi berangkat dari fenomena atau
gejala alam ini bisa mengakibatkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan
dan kelaparan. Jadi yang menjadi masalah sosial disini adalah merupakan akibat
dari gejala sosial maupun non sosial.

c. Pihak yang Menetapkan Apakah Suatu Gejala Sosial Adalah Masalah Sosial
atau Bukan

Ukuran penetapan suatu masalah sifatnya relatif, mungkin dikatakan bahwa


orang banyaklah yang harus menentukannya, atau segolongan orang yang
berkuasa saja atau lain-lainnya. Karena dalam kaitannya sikap masyarakatlah
yang menentukan apakah suatu gejala merupakan masalah sosial atau bukan.

d. Manifest Social Problems dan Latent Social Problems

Manifest social problems merupakan masalah sosial yang timbul sebagai


akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Yang dikarenakan
karena tidak sesuainya tindakan dengan norma dan nilai yang ada dalam
masyarakat. Masyarakat pada umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan yang
menyimpang

Latent social problems juga menyangkut hal-hal yang belawanan dengan


nilai-nilai masyarakat, tetapi tidak diakui demikian halnya. Sehubungan dengan
masalah sosial tersebut di atas, sosiologi tidaklah bertujuan untuk membentuk
manusia-manusia yang bijaksana dan selalu baik dalam tindakan-tindakannya,
tetapi untuk membuka mata agar memperhitungkan akibat segala tindakannya.

Suatu masalah yang merupakan manifest social problem adalah kepincangan-


kepincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat dipebaiki dan dibatasi
atau bahkan bisa dihilangkan. Lain halnya dengan latent social problems yang
sulit diatasi karena walaupun masyarakat tidak menyukainya, masyarakat tidak
berdaya untuk mengatasinya.

e. Perhatian Masyarakat dan Masalah Sosial

Suatu kejadian yang merupakan masalah sosial belum tentu mendapat


perhatian yang sepenuhnya dari masyarakat. Sebaliknya suatu kejadian yang
mendapat sorotan masyarakat belum tentu masalah sosial.

e. Sistem nilai, dan apakah dapat diperbaikinya suatu masalah sosial

4. Beberapa Masalah Sosial Penting

a. Kemiskinan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup


memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan
kedudukan ekonomis para warga ditentukan secara tegas.

Pada masyarakat yang bersahaja susunan organisasinya, munkin kemiskinan


bukan merupakan masalah sosial karena mereka menganggap bahwa
semuanyatelah ditakdirkan sehingga tidak ada usaha-usaha untuk mengatasinya.
Mereka tidak akan terlalu memperhatikan keadaan tersebut, kecuali apabila
mereka betuk-betul menderita karenanya. Faktor-faktor yang menyebabkan
mereka membenci kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka telah gagal untuk
memperoleh lebih daripada apa yang telah dimilikinya dan perasaan akan adanya
ketidakadilan.
b. Kejahatan

Kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang


sama, yang menghasilkan prilaku-prilaku sosial lainnya. (Donald R. Gressey,
“Crime” dalam Contemporary Social Problems, hlm 53 dst)

Kejahatan terhadap kondisi dan proses-prosesnya menghasilkan dua


kesimpulan:

1. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk dan


organisasi-organisasi sosial diman kejahatan itu terjadi. contohnya dalam
gerak sosial, persaingan serta pertentangan kebudayaan, ideologi politik,
agama, ekonomi, dst.

2. Pengaruh sosial psikologis yang membentuk beberapa proses, seperti


imitasi, pelaksanaan peran sosial, asosiasi difrensial, kompensasi,
identifikasi, konsepsi diri pribadi (self-conception), dan kekecewaan yang
agresif sebagai penyebab seseorang menjadi penjahat.

Edwin. H Sutherland mengungkapkan bahwa seseorang berprilaku jahat


dengan cara yang sama dengan prilaku yang tidak jahat. Artinya prilaku jahat
dipelajari dalam interkasi dengan orang lain dan orang tersebut mendapatkan
prilaku jahatsebagai hasil dari interaksi yang dilakukanya dengan orang-orang
yang berprilaku berkecenderungan melanggar norma-norma hukum yang ada.
Apabila seseorang menjadi jahat, hal itu disebabkan orang tersebut mengadakan
kontak dengan pola-pola prilaku jahat dan juga karena dia mengasingkan diri
terhadap pola-pola prilaku yang tidak menyukai kejahatan tersebut.

Adapun bagian-bagian intim yang sangat berpangaruh dalam memberikan


sugesti kepada orang-perorangan unhtuk menerima atau menolak pola-pola
prilaku kejahatan adalah alat-alat komunikasi tertentu, seperti buku, surat kabar,
televisi, radio dan lain-lain.
Suatu gejala umum yang perlu diperhatikan adalah mengenai kejahatan white-
collar crime, yang timbul pada abad modern ini. White-collar crime atau
economic criminality, merupakan kejahatan yang dilakukan oleh penguasa atau
para pejabat di dalam menjalankan peran fungsinya. Golongan tersebut
menganggap dirinya kebal terhadap hukum dan sarana-sarana pengendalian sosial
lainnya karena kekuasaan dan keuangan yang dimilikinya dengan kuat. White-
collar Crime ini timbul karena situasi sosial yang memberikan peluang. Sukar
sekali untuk memidana mereka, sehingga dengan tepat dapat dikatakan kekuatan
penjahat white-collar terletak pada kelemahan korban-korbanya.

c. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena


angota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan peranan
sosial. Disorganisasi keluarga sangat mungkin terjadi pada masyarakat-
masyarakat sederhana karena suami sebagai kepala rumah tangga tidak mampu
atau gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer keluarga atau mungkin karena
dia menikah lagi. Pada umunya masalah tersebut disebabkan karena kesulitan
untuk menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan kebudayaan.

Secara Sosiologis, bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain adalah:

Unit keluarga yang tidak lengkap, karena hubungan diluar perkawinan


walaupun dalam hal ini secara yuridis dan sosial belum terbentuk suatu
keluarga.

 Disorganisasi keluarga dikarenakan putusnya perkawinan sebab


perceraiain atau biasa disebut dengan broken home.
 Adanya kekuranangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam hal
komunikasi. Goede menamakannya sebagai empty shell family
 Krisis keluarga yang disebabkan faktor ekstern, seperti hilangya atau tidak
mampunya seorang ayah untuk bertindak sebagai kepala rumah tangga
karena adanya peperangan, terkena hukuman, bahkan meninggal dunia.
 Krisis keluarga yang disebabkan faktor intern, misalnya karena
terganggunya keseimbangan jiwa salah satu anggota keluarga.

d. Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern

Masalah generasi muda umunya dicirikan dengan dua tanda yang berlawanan,
yakni keinginan untuk melawan (misalnya: radikalisme, dilenkuensi, oposisi dan
sebagainya) dan sikap apatis (misalnya pada penyesuaian yang membabi buta
terhadap ukuran moral generasi tua). Sikap melawan mungkin disertai dengan
suatu rasa takut bahwa masyarakat akan hancur karena perbuatan-perbuatan
menyimpang. Sementara itu sikap apatis biasanya disertai dengan rasa kecewa
terhadap masyarakat.Generasi muda biasanya mendapati masalah dalam hal sosial
dan biologis.

Masa remaja merupakan suatu masa yang dapat digolongkan sebagai masa
yang berbahaya, karena pada periode itu seseorang meninggalkan tahap anak-anak
menuju ketahap selanjutnya yakni tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai
suatu krisis karena belum adanya pegangan, pada biologisnya sudah matang
sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan. Pda saat itu ia
memerlukan bimbingan terutama dari orang tuanya.

Demonstration effect yang sangat kuat dan seterusnya merupakan masalah-


masalah yang terjadi secara sosiologis. Masalah tersebut anatara lain dapat
diurutkan sebagai berikut:

 Persoalan sense of value yang kurang ditanamkan oleh orang tua,


terutamayang menjadi warga lapisan yang tinggi dalam masyarakat. Anak-
anakdari orang-orang yang menduduki lapisan tinggi dalam masyarakat
biasanya menjadi pusat sorotan dan sumber bagi imitasi untuk anak-anak
yang bersal dasi lapisan yang lebih rendah.
 Timbulnya organisasi-organisasi pemuda informal, yang tingkah lakunya
tidak disukai oleh masyarakat pada umunya
 Timbulnya usaha para generasi muda yang bertujuan untuk mengadakan
berbagai perubahan dalam masyarakat, yang disesuaikan dengan nilai
kaum muda.

e. Peperangan

Peperangan mungkin merupakan masalah sosial yang paling sulit dipecahkan


sepanjang sejarah kehiupan manusia. Peperangan merupakan suatu bentuk
pertentangan yang setiap kali diakhiri dengan akomodasi. Keadaan dewasa ini
yang sering disebut “Perang Dingin” merupakan suatu bentuk akomodasi.

Peperangan mengakibatkan berbagai disoraganisasi dalam berbagai aspek


kemasyarakatan, baik pada negara yang dianggap sebagai pemenang atau pun
negara yang dinyatakan telah takluk. Belum lagi peperangan dewasa ini biasanya
merupakan perang total, yaitu dimana tidak hanya angkatan bersenjata yang
tersangkut, tetapi seluruh lapisan masyarakat.

f. Pelanggaran Terhadap Norma-Norma

1) Pelacuran

Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan


diri kepada umum untuk melakukakn perbuatan-perbuatan seksual dengan
mendapat upah. Pelacuran dapat dikategorikan sebagai masalah sosial itu
lebih dikarenakan pada penghakiman masyarakat terhadap para PSK (Pekerja
Seks Komersial) yang dinilai sebagai suatu pekerjaan nista, karena mereka
dianggap telah melanggar norma yang terdapat dalam suatu masyarakat
tersebut. Tapi apabila di dalam masyarakat itu tidak ada kode etik atau norma
yang menganggap bahwa pekerjaan seperti itu adalah pekerjaan yang tidak
halal, maka masyarakat sesungguhnya tidak akan menilai hal tersebut sebagai
suatu masalah sosial.
2) Delinkuensi Anak-Anak

Delinkuensi anak-anak yang terkenal di Indonesia adalah masalah cross boys


dan cross girl yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergabung
dalam ikatan/organisasi formal atau semi formal dan yang mempunyai
tingkah laku yang kurang/ tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya.
Delinkuensi anak-anak meliputi pencurian, perampokan, pencopetan,
penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obatan perangsang, dan
mengendarai keadaan bermotor dengan tidak mengindahkan aturan-aturan
lalu lintas.

3). Alkoholisme

Masalah alkoholisme dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada


umunya tidak berkisar pada apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan.
Persoalan pokoknya adalah siapa yang boleh menggunakannya diaman,
kapan, dan dalam kondisi yang bagaimana, karena dalam kaitannya masalah
alokoholisme ini apabila tidak bisa ditertibkan maka akan mengakibatkan
disorganisasi sosial terhadap masyarakat khususnya keluarga pada seorang
pemabuk.

4). Homoseksual

Secara sosiologis homoseksual adalah seseorang yang cenderung menyukai


orang yang sejenis kelaminnya sebagai pasangan seksual. Homoseksualitas
merupakan sikap tindak atau pola prilaku para homoseksual. Pria yang
melakukan tindak tanduk yang demikian lazimnya disebut Gay, sedangkan
pada wanita sering disebut sebagai lesbian.

5). Masalah Kependudukan

Penduduk suatu negara pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat


penting bagi pembangunan, sebab penduduk merupakan subjek serta objek
pembangunan. Dalam prospek tersebut ternyata kesejahteraan penduduk
mengalami gangguan oleh perubahan-perubahan demografis yang sering kali
tidak dirasakan. Masalah ini terdapat pada tingginya angka kelahiran, yang
dalam hal ini dapat diatasi oleh pelaksanan pada program Keluarga
Berencana (KB) yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluargaserta bagsa secara
menyeluruh. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan
pendudik tidak melebihi kapasitas produksi

6). Masalah Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup tersebut dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut:

a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia
b. Lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang berupa
organisme yang hidup (disamping manusia itu sendiri)
c. Lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang baik individual maupun
kelompok yang berada di sekitar manusia

Dalam pengertiannya, lingkungan terjadi karena adanya timbal balik antara


organisme-organisme hidup (biotic community) tertentu, yang membentuk suatu
keserasian atau keseimbangan tertentu. Masalah yang di hadapi oleh lingkungan
dewasanya adalah suatu pencemaran yang diakibatkan oleh subsidi energi yang
dimasukan oleh manusia kedalam lingkungan buatannya. Pencemaran akan terjadi
apabila di dalam lingkungan hidup manusia, baik yang bersifat fisik, biologis,
maupun sosiologis terdapat bahan yang mergikan eksistensi manusia dan
lingkungan, yang pada umunya merupakan aktivitas manusia itu sendiri. Masalah
pencemaran biasanya dibedakan dalam beberapa klasifikasi seperti, pencemaran
udara, air, darat dan tanah serta pencemaran budaya atau sosial.
7). Birokrasi

Pengertian birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang diamsud untuk


mengarahkan tenaga dengan teratur dan terus menerus untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Atau dengan kata lain, birokrasi merupakan organisasi yang
bersifat hierarkis, yang ditetapkan secara rasional untuk mengkordinasikan
pekerjaan orang-orang untuk kepentingan pelaksanaan tugas administratif.

Menurut hemat Max Weber, birokrasi merupakan suatu organisasi di dalam


masyarakat; sehingga birokrasi tidak boleh menyimpang dari dasar-dasar
kehidupan masyarakat dimana birokrasi itu berada. Suatu birokrasi dikatakan
Bureaucratism atau menghambat atau bermasalah terhadap aspek sosial apabila
birokrasi tersebut dianggap telah keluar jalur dari pokok-pokok tujuan
kemaslahatannya.

Masalah-masalah Sosial Perkotaan Lainnya

1. Banjir

Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama
yakni faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain
karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut
pasang. Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat
ini. Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah
pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai,
sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang
memadai. Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini
dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan
saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan,
sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan
2. Urbanisasi

Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di


Indonesia padatahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen
penduduk Indonesia tinggal didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari
sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang
tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi
64,09 persen pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan
membawa dampak yang sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang tinggi.
Kota seperti Jakarta misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk
lebih dari 10 juta orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat
ini, ditambah dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota
sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta sangatlah sesak.

3. Kriminalitas

Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan


sosial yang membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah,
karena tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya. faktor penyebab
Tingkat pengangguran yang tinggi, Kurangnya lapangan pekerjaan membuat
tingkat kriminal juga meningkat karena kurangnya lapangan pekerjaan dan
Kemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka berfikir
untuk melakukan tindakan kriminalitas.

4. Meningkatnya Sektor Informal


Kesenjangan antara kemampuan menyediakan sarana penghidupan dengan
permintaan terhadap lapangan kerja, memacu tumbuhnya sektor informal
perkotaan. Pada saat krisis ekonomi terjadi jumlah penduduk perkotaan yang
bekerja di sektor informal ini semakin besar. Di satu sisi tumbuhnya sektor
informal ini merupakan katup pengaman bagi krisis ekonomi yang melanda
sebagian besar Bangsa Indonesia. Namun, pada gilirannya peningkatan aktivitas
sektor informal, terutama yang berada di perkotaan dan menyita sebagian ruang
publik perkotaan, menimbulkan masalah baru terutama menyangkut aspek
kenyamanan dan ketertiban yang juga menjadi hak publik bagi warga perkotaan
yang lain.

5. Kesenjangan Sosial
Perbedaan tingkat kemampuan, pendidikan dan akses terhadap sumber-sumber
ekonomi menjadikan persoalan perbedaan pendapatan antarpenduduk di perkotaan
semakin besar. Di satu pihak, sebagian kecil dari penduduk perkotaan menguasai
sebagian besar sumber perekonomian. Sementara di sisi lain, sebagian besar
penduduk justru hanya mendapatkan sebagian kecil sumber perekonomian.
Akibatnya, terdapat kesenjangan pendapatan yang semakin lama semakin
besar.Sebagai bagian dari mekanisme pasar, kondisi ini sebenarnya sah-sah saja
dan sangat wajar terjadi. Persoalannya, ternyata dan praktiknya disparitas
pendapatan ini menimbulkan persoalan sosial yang tidak ringan. Terjadinya
kecemburuan sosial yang bermuara pada kerusuhan massal, kerap terjadi karena
persoalan ini. Dalam skala yang lebih kecil, meningkatnya kriminalitas di
perkotaan, merupakan implikasi tidak meratanya kemampuan dan kesempatan
untuk menikmati pertumbuhan perekonomian di perkotaan.

6. Meningkatnya Kemacetan
Pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatnya pendapatan penduduk, membawa implikasi lain bagi perkotaan.
Masalah kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan
oleh para pengambil kebijakan perkotaan. Terbatasnya wilayah untuk memperluas
jaringan jalan, merupakan kendala terbesar sehingga penambahan ruas jalan yang
dilakukan pemerintah tak dapat mengimbangi laju pertambahan penduduk.
Akibatnya persoalan kemacetan lalu lintas ini semakin lama semakin menjadi.
Persoalannya semakin pelik, ketika pemerintah tidak mampu menyediakan
sarana transportasi umum dan massal yang memadai, sehingga masyarakat lebih
nyaman menggunakan kendaraan pribadi dan akhirnya menjadikan masalah
kemacetan ini makin menjadi. Di lain pihak pembangunan kota-kota satelit di
sekitar Jakarta, tak mampu memecahkan masalah ini, karena para penduduk kota
satelit ini justru masih mencari penghidupan di Jakarta. Akibatnya pembangunan
kota-kota ini justru hanya memperluas sebaran daerah-daerah pusat kemacetan
lalu lintas.
7. Kebakaran
Masalah sosial lainnya yang juga sering dihadapi warga masyarakat di
lingkunganmu adalah kebakaran. Siapa yang pernah melihat kebakaran?
Kebakaran apa yang kamu saksikan itu? Apakah rumah atau hutan dan semak
belukar? Apa yang terjadi ketika kebakaran? Api melahap segala sesuatu dengan
cepat, bukan? Kebakaran yang terjadi di masyarakat umumnya merupakan
kebakaran pemukiman. Sebuah rumah terbakar dan menjalar ke rumah-rumah di
sekitarnya. Penyebabnya antara lain kompor meledak dan sambungan arus pendek
(korsleting) listrik. Karena itu, masyarakat harus sangat hatihati dengan dua hal
ini. Kebakaran pemukiman kumuh dan padat penduduk umumnya merusak
sebagian bahkan seluruh rumah yang ada di sana. Ini disebabkan karena bahan-
bahan yang dipakai untuk membangun rumah memang mudah terbakar. Selain itu,
jalan masuknya sempit sehingga sulit dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran.
Kebakaran pemukiman sangat menyusahkan warga. Kita harus berusaha
mencegah terjadinya kebakaran di lingkungan kita. Caranya antara lain sebagai
berikut.
1. Merawat kompor supaya layak pakai dan tidak bermasalah.
2. Merawat jaringan listrik. Kabel yang mulai mengelupas diganti.
3. Mematikan kompor setelah memasak.
4. Berhati-hati menggunakan lilin dan korek api.
Kebakaran hutan sering terjadi pada musim kemarau. Asap kebakaran hutan
banyak sekali. Asap kebakaran hutan mengganggu kesehatan dan lalu lintas.
Selain itu, kawasan hutan akan semakin berkurang. Kalau terjadi kebakaran,
segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran terdekat. Warga juga harus
saling membantu memadamkan api. Dan yang juga penting adalah mencegah
terjadinya kekacauan atau aksi pencurian yang biasanya ikut terjadi pada saat
terjadi kebakaran
13. Kegiatan Belajar XII

a. Learning Outcome

Menganalisis permasalahan masyarakat Kota di Sumatera Barat, dengan


melakukan liputan baik observasi ataupun wawancara dan melaporkannya
dalam bentuk reportase di kelas

b. Uraian Materi

Proses belajar mengajar pada minggu ke XII ini dilakukan di lapangan,


dengan melihat berbagai kondisi sosial masyarakat kota beserta permasalahan
yang ada di Kota-kota yang ada di Sumatera Barat. Mahasiswa diminta untuk
terlebih dahulu mengidentifikasi permasalahan kontemporer dalam masyarakat
Kota di Sumatera Barat, kemudian melakukan observasi dan wawancara di kota
yang mereka pilih. Hasil observasi dan wawancara mereka rekam melalui video,
dan hasil observasi akan dilaporkan dikelas, dalam bentuk reportase masalah
sosial masyarakat kota. Masalah yang akan di observasi dibebaskan kepada
mahasiswa, tapi disesuaikan dengan setiap materi yang telah mereka pelajari pada
mata kuliah Sosiologi Perkotaan. Topik observasi yang akan dilaporkan
diantaranya:

1. Urbanisasi dan segala masalah yang timbul akibat urbanisasi, seperti:


kepadatan penduduk, macet, perkampungan kumuh, pengangguran
ataupun kriminalitas
2. Interaksi desa dan kota, beserta konsekuensinya baik terhadap desa
ataupun kota baik dampak positif ataupun negatif.
3. Sektor Informal dan segala problematikanya. Seperti kesemrautan yang
memunculkan masalah pada tatanan kota, penggusuran, pungutan liar dan
masalah lainnya yag membelit sektor informal di kota-kota Sumatera
Barat
4. Kemiskinan di Perkotaan, sebagai realitas kota yang sampai saat ini tidak
bisa terpecahkan, baik kemiskinan kultural maupun struktural. Seperti,
gelandangan, pengemis, anak jalanan, pemulung, yang mewarnai wajah
kota di Sumatera Barat.
5. Kepribadian dan gaya hidup masyarakat kota yang tidak terlepas dari gaya
hidup konsumtif, hedonis, dan materealistis.
6. Masyarakat kota digital dan potret masyarakat kota digital. Fenomena ini
adalah fenomena yang sangat kontemporer, karena masyarakat kota hari
sangat tergantung oleh teknologi baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup,
maupun dalam berinteraksi.

Melalui observasi dan reportase masalah-masalah sosial yang ada di


perkotaan diatas diharapkan mahasiswa lebih mampu memahami realitas yang ada
dikota dan menganalisisnya didasarkan atas materi dan teori yang telah dipelajari,
sehingga antara materi dan teori bisa diaplikasikan untuk memahami realitas
secara langsung
14. Kegiatan Belajar XIII s/d XV

a. Learning Outcome

Menganalisis permasalahan masyarakat Kota di Sumatera Barat, dengan


melakukan liputan baik observasi ataupun wawancara dan melaporkannya
dalam bentuk reportase di kelas

b. Uraian Materi

Pada perkuliahan ke XIII sampai ke XV ini mahasiswa diminta untuk


mempresentasikan hasil temuan data dilapangan, baik berupa hasil observasi,
wawancara ataupun dokumentasi berupa laporan secara lisan (reportase) yang
tentunya disertai dengan analisis baik melaui teori ataupun materi yang selaam ini
telah dipejari dalam proses belajar mengajar sebelumnya. Perkuliahan ini dipandu
langsung oleh dosen mata kuliah dengan meminta keterlibatan dari seluruh
mahasiswa. Masing-masing kelompok diminta untuk memberikan saran, kritikan
ataupun pertanyaan terhadap hasil observasi/ reportase ataupun keterkaitan
dengan materi pada mata kuliah sosiologi perkotaan yang dipresentasikan oleh
kelompok yang presentasi, termasuk untuk menilai kecocokan antara kasus dan
muatan materi ataupun memberikan masukan terhadap tampilam teman sejawat
sesama mahasiswa.

Presentasi ini dilakukan tiga kali pertemuan, dua kelompok pada


pertemuan ke XIII , dua kelompok pada pertemuan ke XIV dan dua kelompok
lainnya pada pertemuan ke XV. Perkuliahan ini diharapkan mampu membangun
pola fikir kritis dan analitis mahasiswa, disamping juga menambah pemahaman
mahasiswa terhadap permasalahan yang ada diperkotaan, sehingga materi
perkuliahan dan realitas sosial di perkotaan tidak menjadi sesuatu yang terpisah,
tapi saling mendukung dan menyatu.
A. Daftar Bacaan
a. Wajib :

1. N. Daldjoeni. 1992. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung: Alumni.


2. S. Menno & Mustamin Alwi. 1992. Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali

b. Anjuran :

1. Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan. Jakarta: LP3ES


2. Hadi Sabari Yunus. Klasifikasi kota. Yogyakarta: Pustaka belajar
3. Hauser, Philip M, dkk. 1985. Penduduk dan masa depan perkotaan. Jakarta:
Yayasan Obor
4. Marmin Martin Roosadijo. 1980. Pencabutan hak milik dalam struktur tata bina
kota. Bandung: Alumni.
5. Kartini Kartono. 1986. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali
6. Ketih Hart, 1973.“Informal Income Opportunities and Urban Employment
in Ghana”, Journal of Modern African Studies, 11 (1)
7. M. Cholil Mansyur. TT. Sosiologi masyarakat kota dan desa. Surabaya: Usaha
Nasional
8. Parsudi suparlan. 1993. Kemiskinan perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor.
9. Paulus Hariyono. 2007. Sosiologi kota untuk arsitek. Jakarta: Bina Aksara.
10. P.J.M. Nas. 1979. Kota di dunia ketiga I. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
11. _______. 1984. Kota di dunia ketiga II. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
12. R. Bintarto. 1989. Interaksi Desa-kota dan permasalahannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia
13. Setiadi, Elly M dan Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
14. Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo
Persada
15. S.V. Sethuraman,1984. The Urban Informal Sector in Developing Countries,
ILO: Geneva,
16. Yasraf Amir Piliang. 2004. Dunia yang dilipat. Yogyakarta: Jalasutra.

Anda mungkin juga menyukai