Anda di halaman 1dari 24

TUGAS RANGKUMAN SEJARAH TV & FILM

“MEMAHAMI FILM EDISI DUA”

WIDHIA SHANIA

1710878032

KELAS A

PROGRAM STUDI S-1 TELEVISI DAN FILM


FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2017
BAB I

UNSUR-UNSUR PEMBENTUK FILM

I.1 Unsur Naratif dan Sinematik

Ada beberapa unsur yang akan membuat kita tertarik untuk menonton sebuah film,
diantaranya adalah pemain, cerita, tema, adegan aksi, efek visual, music, setting, akting,
pergerakan kameran, dan sebagainya. Contohnya film avatar karangan James Cameron yang
memiliki efek visual yang menarik.

Film secara umum dibagi atas dua unsur pembentuk yaitu unsur naratif dan unsur
sinematik yang saling berkesinambungan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri.

Unsur Naratif : Bahan materi yang diolah dalam film yang berupa aspek cerita dalam
film. Yang memiliki unsur-unsur seperti, tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu yang
membentuk sebuah jalinan peristiwa. Elemen pokok pembentuk naratif adalah aspek kausalitas
(logika sebab-akibat), ruang, dan waktu.

Unsur Sinematik : Cara, gaya, teknis untuk mengolah dan memproduksi sebuah film.

 Mise –en-scene yaitu segala hal yang berada didepan kamera berupa setting atau latar,
tata cahaya, kostum (make-up), dan pemain.
 Sinematografi yaitu perlakuan terhadap kamera dan film, serta hubungan kamera
dengan objek yang diambil.
 Editing yaitu transisi sebuah shot ke shot lainnya.
 Suara adalah segala hal dalam film yang mampu ditangkam melalui indera
pendengaran.

I.2 Memahami Film

Sebuah film dengan cerita dan tema yang kuat menjadi tidak berarti apabila cara mengolah
atau unsur sinematiknya tidak memadai, begitu pula sebaliknya. Pencapaian unsur naratif dan
sinematik dalam sebuah film yang disajikan saling berkesinambungan dan tepat berpengaruh
terhadap penonton dalam memahami sebuah film.
BAB IV

STRUKTUR NARATIF

IV.1 Pengertian Naratif

Setiap cerita pasti mengandung unsur naratif didalamnya, entah itu cerita dalam surat
kabar, novel, maupun cerita dalam film. Naratif adalah suatu rangkaian peristiwa yang
berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) dan terjadi dalam
suatu ruang dan waktu. Contoh, Shot A seorang anak menendang bola. Lalu, shot B
menunjukan jendela kaca yang pecah. Hal ini menunjukan usur naratif dalam film yang
memiliki unsur sebab-akibat. Yaitu sebab seorang anak menendang bola akibatnya kaca
jendela pecah. Dan hal berikut berlaku pada tiap adegandan memotivasi peristiwa berikutnya.

Pola ini membentuk pola pengembangan naratif. Pola ini dibagi menjadi tiga tahap,
pendahuluan, pertengahan, dan penutupan. Pola pengembangan naratif umumnya disajikan
secara linier, yaitu sebuah rangkaian peristiwa berjalan sesuai urutan waktu sebenarnya.

IV.2 Cerita dan Plot

Jika sebuah novel diadaptasi menjadi sebuah film, maka tidak semuIa unsur cerita akan
dimuat dalam film. cerita novel dapat menggambarkan sebuah runtutan kegiatan yang panjang,
sedangkan film hanya dapat menampilkan beberapa shot saja. Film dapat memanipulasi cerita
melalui plot. Plot adalah rangkaian peristiwa yang disajikan secara visual maupun audio dalam
film. Adapun cerita adalah seluruh rangkaian peristiwa baik yang tersaji dalam film maupun
tidak. Dalam membuat film dapat memilih atau melepas bagian cerita tertentutanpa
meninggalkan inti alur cerita dan hukum kausalitas. Contohnya dalam film detektif, seringkali
diawali dengan tokoh utama meninjau lokasi pembunuhan tanpa kita tahu, mengapa dan
bagaimana sang korban terbunuh dan siapa pelakuknya. Plot film tidak menampilkan hal
tersebut untuk memberikan unsur misteri.

IV.3 Hubungan Naratif dengan Ruang

Hukum kausalitas terkait dalam sebuah ruang padaunsur naratif. Cerita tidak mungkin
terjadi tanpa ruang. Ruang adalah tempat dimana para pelaku cerita bergerak dan beraktivitas.
Hubungan naratif dan ruang dapat kita lihat dibeberapa contoh film misalnya Dawn of the
Planet of the Apes memiliki cerita yang berlatar pada tahun 2026 di San Fransisco yang telah
menjadi puing-puing akibat wabah virus dan perang.

Ada beberapa cerita film yang juga menggambarkan mengenai ruang nonfisik, seperti film
Doctor Strange melalui kemampuan supernatural yang mereka miliki. Tokoh-tokohnya bisa
masuk kea lam metafisik yang parallel dengan dunia nyata.
IV.4 Hubungan Naratif dengan Waktu

Terdapat beberapa aspek yang waktu, yang berhubungan dengan naratif sebuah film,
yakni urutan waktu, durasi waktu, dan frekuensi waktu.
1. Urutan waktu : Pola berjalannya waktu cerita sebuah film.
 Linier yaitu urutan waktu yang berjalan sesuai urutan aksi peristiwa tanpa adanya
interupsi waktu yang signifikan. Jika urutan cerita A-B-C-D-E, maka urutan plot
ceritanya akan sama. Maka kisahnya akan disajikan secara urut dari pagi, siang,
sore, sampai malam. Plot film sering kali diinterupsi oleh teknik kilas-balik atau
kilas-depan. Interupsi waktu dianggap tidak signifikan selama teknik tersebut tidak
mengganggu alur cerita secara keseluruhan. Contohnya dalam film Finding Dory,
alur kisahnya seringkali disisipi adegan kilas-balik. Namun penonton menyadari
alur kisah utamanya.
 Nonlinier yaitu urutan waktu plot yang jarang digunakan dalam film cerita. Pola
ini memanipulasi urutan waktu kejadian dengan mengubah urutan plot sehingga
membuat hubungan kausalitas menjadi tidak jelas. Pola nonlinier cenderung
menyulitkan penonton untuk bisa mengikuti alur cerita filmnya. Jika alur cerita
dianggap A-B-C-D-E maka urutan waktu plot dalam film dapat C-D-E-A-B.
Pola nonlinier akan semakin kompleks jika dikombinasikan dengan penggunaan
multiplot (tiga cerita atau lebih). Pola nonlinier yang sangat jarang digunakan
adalah membalik urutan plotnya dari masa kini ke masa silam. Jika urutan waktu
cerita adalah A-B-C-D-E maka urutan waktu plotnya E-D-C-B-A. Cerita film pada
umumnya menampilkan aksi-reaksi, maka menjadi reaksi-aksi.
2. Durasi waktu : Durasi film rata-rata hanya berkisarn 90 hingga 120 menit,
meskipun durasi cerita pada film memiliki rentang waktu yang lebih bisa jadi
bebeberapa jam, hari, minggu, bulan, tahun bahkan abad. Dalam film fantasi dan fiksi
ilmiah, durasi waktu cerita tidak bisa diukur dengan waktu cerita normal karena
manipulasi waktu sering dilakukan. Dalam kasus tertentu, durasi film bisa sama
panjangnya dengan durasi cerita seperti film thriller The Rope yang berdurasi 80 menit
karya Alfred Hitchcock. Film ini menggunakan teknik long take (satu shot) sepanjang
filmnya.
3. Frekuensi waktu : Penampakan sebuah adegan yang sama dan muncul beberapa
kali sesuai tuntutan cerita. Contohnya dalam film Vantage Point yaitu film dengan
adegan pemboman yang di munculkan beberapa kali dalam film namun dengan sudut
pandang yang berbeda.

IV.5 Batasan Informasi Cerita

Pembatasan informasi cerita merupakan hal yang penting dalam sebuah film untuk
memilih apakah penonton pelu mengetahui sebuah informasi cerita atau ditunda hingga momen
tertentu. Contohnya jika ada seseorang yang masuk kedalam mobil lalu meledak, lalu penonton
terkejut. Lain halnya apabila penonton mengetahui keberadaan bom dari awal, penonton pun
akan merasa tegang dan frustasi.
Batasan informasi cerita diperlukan untuk menghasilkan unsur kejutan yang luar biasa,
namun sebaliknya dapat pula menyebabkan penonton frustasi. Informasi cerita yang terlalu
bebas membuat penonton kehilangan efek kejutan sehingga penonton cepat bosan.

1. Penceritaan Terbatas (Restricted Narration) : Informasi cerita yang dibatasi


dan terikat hanya pada satu orang karakter saja. Penonton hanya mengetahui serta
mengalami peristiwa seperti apa yang diketahui dan dialami oleh sang tokoh. Kamera
akan mengikuti tokoh utama. Pembatasan informasi ini menimbulkan efek kejutan
karena penonton tidak mengetahui apa yang terjadi berikutnya. Penceritaan terbatas
sering digunakan dalam film yang mengandung unsur misteri, horror dan fantasi.

2. Penceritaan Tak Terbatas (Omniscient Narration) : Informasi cerita yang tidak


terbatas hanya pada satu karakter saja. Penonton bebas mendapatkan akses informasi
cerita dari sisi manapun. Penonton dapat melihat, mendengar, dan mengetahui lebih
banyak dari semua karakter yang ada didalam film. Penceritaan tak terbatas sering
digunakan dalam film yang mengandung unsur ketegangan (suspense). Penceritaan tak
terbatas secara umum sangat jarang digunakan. Walau sekecil apapun pasti ada
informasi yang tidak diketahui penonton. Hamper semua film biasanya menggunakan
kombinasi penceritaan terbatas dan tak terbatas, namun ada salah satu penceritaan yang
lebih dominan.
3. Penggunaan Narator : Informasi cerita tidak hanya terbatas melalui alur cerita semata.
Narrator juga dapat menjelaskan informasi cerita. Narrator bisa berasal dari salah satu
karakter dalam film (narator karakter) atau tidak berasal dari karakter (narator
nonkarakter atau “Voice of God”)

IV.6 Struktur Tiga Babak

Adapun pola struktur naratif yang paling umum digunakan dalam film cerita adalah
struktur tiga babak. Struktur tiga babak atau sering pula diistilahkan struktur Hollywood klasik
merupakan model struktur cerita yang paling tua, popular, serta berpengaruh sepanjang sejarah
film. Pola struktur tiga babak, mulai popular sejak tahun 1910-an dan sangat berperan besar
membentuk sinema Hollywood menuju era keemasannya. Inti plot struktur tiga babak
umumnya adalah perseteruan antara pihak baik dan pihak jahat. Struktur tuga babak juga
umumnya hanya memiliki satu pelaku cerita utama (protagonis). Struktur tiga babak terbagi ke
dalam tiga tahapan yang masing-masing memiliki durasi yang sudah baku. Babak pertama
(persiapan) berdurasi sekitar 1⁄4 durasi film. Babak kedua (konfrontasi) adalah yang terpanjang
sekitar separuh durasi filmnya. Sementara babak ketiga (resolusi) umumnya kurang dari 1⁄4
durasi film.

IV.7 Studi Kasus Struktur Tiga Babak

Untuk memudahkan pemahaman tentang struktur tiga babak, berikut dibahas melalui
sebuah studi kasus. Sebagai contoh studi kasus adalah film animasi produksi Pixar Studios
berjudul,Up. Film animasi khususnya yang di tujukan untuk penonton segala usia lazimnya
memiliki kisah yang ringan, struktur cerita yang sederhana, serta pesan yang mudah di terima
penonton.

IV.8 Alternatif Struktur Tiga Babak

Pola struktur cerita memiliki kemungkinan yang tak terbatas. Beberapa struktur
alternative, sejak era klasik hingga kini telah banyak ditemui, diantaranya multiplot, pola
nonlinier, serta art film. Masing-masing memiliki keunikan dan kelebihannya, baik dari sisi
cerita maupun tema hingga sisi artistiknya.

IV.9. Pelanggaran Tembok Keempat

Satu lagi teknik yang jarang dilakukan dalam sebuah film adalah melanggar tembok
keempat (breaking the fourth wall). Ruang dalam film memiliki tiga tembok utama yang
menjadi tempat dimana sebuah adegan terjadi. Ruang ini memberi batas antara dimensi film
(kamera) dengan dimensi penonton. Tembok keempat adalah arah pandang dari posisi kamera
berada yang lazimnya tabu untuk dilanggar karena dapat menginterupsi dunia cerita yang
dibangun.
BAB V

MISE-EN-SCENE

Mise-en-scene [baca: mi song sen] adalah segala hal yang terletak di depan kamera
yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Mise-en-scene berasal dari bahasa
Perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Mise-en-scene adalah unsur sinematik yang
paling mudah kita kenali karena hamper seluruh gambar yang kita lihat dalam film adalah
bagian dari unsur ini. Mise-en-scene terdiri dari empat unsur utama, yakni set (latar), kostum
dan tata rias karakter, pencahayaan, serta pemain dan pergerakkannya termasuk acting.

V.1 Setting

Setting adalah seluruh latar bersama segala propertinya. Property dalam hal ini adalah
semua benda tidak bergerak, seperti perabot, pintu, jendela, kursi, lampu, pohon, dan
sebagainya.

 Lokasi pengambilan gambar


o Set studio
Penggunaan set studio sebenarnya adalah sebuah cara yang ideal karena
pembuat film bisa mengontrol penuh segala aspek produksinya tanpa terganggu
factor cuaca, lalu lintas, perijinan, dan sebagainya.
o Shot on location
Shot on location adalah produksi film dengan menggunakan lokasi actual yang
sesungguhnya. Shot on location belum tentu mengambil lokasi yang sama persis
seperti dalam kisahnya. Namun, dapat pula menggunakan lokasi yang mirip atau
mendekati lokasi cerita.
 Fungsi Setting
Setting adalah salah satu elemen utama yang sangat mendukung aspek naratif
sebuah film. Fungsi utama setting adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu serta juga
berperan memberikan informasi yang kuat untuk mendukung cerita filmnya. Selain
berfungsi sebagai latar cerita, setting juga mampu membangun mood, menggambarkan
status sosial, motif/simbol, dan pendukung aktif aksi/adegan.

V.2 Kostum dan Tata Rias Karakter

 Kostum dan Fungsinya


Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh aksesorinya.
Aksesori kostum termasuk diantaranya, topi, perhiasan, jam tangan, kacamata, sepatu,
serta tongkat. Dalam sbuah film, busana tidak hanya sekedar sebagai penutup tubuh
semata, namun juga memiliki beberapa fungsi, yakni ruang dan waktu, status
sosial/kelompok, kepribadian pelaku, warna sebagai symbol, motif penggerak cerita,
dan image.
 Tata Rias Karakter
Tata rias karakter secara umum memiliki beragam fungsi, yakni
menggambarkan usia, luka atau lebam di wajah, kemiripan dengan seorang tokoh,
sosok manusia unik, hingga sosok nonmanusia. Tata rias karakter lazimnya digunakan
karena wajah pemain tidak sesuai dengan tuntutan cerita film.

V.3 Pencahayaan

 Unsur-Unsur Pencahayaan
Seluruh gambar yang ada dalam film, bisa dikatakan merupakan hasil
manipulasi cahaya. Cahaya membentuk sebuah benda serta dimensi ruang. Tata cahaya
dalam film, secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat unsur, yakni kualitas,
arah, sumber, serta warna cahaya.
 Rancangan Tata Lampu
Rancangan tata lampu memang berhubungan erat dengan aspek teknik, namun
sangat berperan besar dalam mendukung suasana, nuansa, serta mood sebuah adegan.
Suasana dan mood film roman dan komedi, tentu berbeda dengan fil horo atau thriller
yang cenderung gelap dan suram. Adapun rancangan tata lampu secara umum
dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni high key lighting dan low key lighting.
 Bayangan
Unsur bayangan tercipta dari sisi gelap sebuah obyek yang tidak terkena cahaya.
Teknik low key lighting yang memiliki batas tegasantara gelap dan terang, tentu
menciptakan bayangan, baik bayangan “pada obyek” maupun “dari obyek”. Unsur
bayangan mampu menambah sentuhan misteri serta efek dramatik sebuah obyek
maupun adegan secara keseluruhan.

V.4 Pemain serta Pergerakkannya

Seperti telah kita ketahui, pelaku cerita memotivasi naratif dan selalu bergerak dalam
melakukan sebuah aksi. Hal yang perlu kita catat pula, pelaku cerita dapat memiliki wujud fisik
yang beragam dan tidak selalu berwujud manusia. Pemain juga dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, sesuai tuntutan dan fungsi cerita dalam sebuah film. Terakhir, salah satu
penentu utama keberhasilan sebuah film adalah performa seorang pemain (akting).

 Framing dan Pergerakkan Pemain


Pergerakkan dan posisi pemain (blocking) dalam sebuh pengadeganan film
selalu dibatasi oleh unsur framing. Pembatasan frame ini, tidak lantas membatasi gerak
pemain karena melalui sudut pengambilan dan pergerakkan kamera, serta teknik
editing, pemain dapat bergerak bebas kemana pun, sesuai dengan tuntutan cerita.
 Jenis-Jenis Karakter
Karakter atau pelaku cerita biasanya memiliki wujud nyata (fisik). Secara
umum karakter dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni karakter manusia dan
nonmanusia. Jenis karakter juga dapat tidak memiliki wujud fisik (nonfisik), serta
bentuk animasi.
 Casting

Secara umum dari sisi casting atau pemilihan pemain dalam sebuah film, dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yakni:
o Figuran
Karakter figuran atau extras dalam sebuah film adalah semua karakter di
luarpara pelaku cerita utama.
o Aktor Amatir
Aktor amatir biasanya digunakan bukan karena kemampuan acting mereka,
namun karena autentik dengan karakter yang diperankannya.
o Aktor Profesional/ Nonbintang
Aktor professional adalah seorang actor yang sangat terlatih dan mampu
bermain dalam segala jenis peran yang diberikan pada mereka dengan berbagai
macam gaya.
o Bintang
Seorang bintang dipilih karena nama besar mereka di mata publik. Penggunaan
seorang bintang seringkali menjadi kunci sukses sebuah film. Seorang bintang
umumnya lahir setelah ia sukses berperan dalam sebuah film.
o Superstar
Superstar adalah seorang bintang yang sangat popular. Film yang dibintangi
superstar selalu sukses luar biasa secara komersial. Superstar mampu menarik
jutaan penonton dating ke bioskop hanya karena sosok atau figure mereka.
o Cameo
Cameo adalah penampilan sesaat seorang bintang ternama atau seseorang yang
popular di mata publik. Cameo biasanya bukan merupakan peran kunci dalam cerita
film.

 Akting Pemain
Banyak hal yang mempengaruhi akting seorang pemain dalam sebuah film,
sperti konsep, cerita, genre, gaya sinematik sineas, teknologi, bentuk fisik, asal wilayah
(Negara), periode, ras, dan lain sebagainya.
BAB VI

SINEMATOGRAFI

Sinematografi mencakup perlakuan sineas terhadap kamera serta stok filmnya (data
mentah). Seorang sineas tidak hanya sekedar merekam sebuah adegan semata, namun juga
harus mengontrol dan mengatur, bagaimana adegan tersebut akan diambil, seperti jarak,
ketinggian, sudutm lama pengambilan, dan sebagainya. Unsur sinematografi secara umum
dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera dan film, framing, serta durasi gambar.
Framing adalah hubungan kamera dengan obyek yang akan diambil, seperti lingkup wilayah
gambar atau frame, jarak, ketinggian, serta pergerakkan kamera.

VI.1 Aspek Kamera dan Film

 Jenis Kamera
Kamera yang digunakan dalam produksi film secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni kamera film dan kamera video. Kamera film
menggunakan format seluloid sementara kamera video menggunakan format video
(digital). Stok (negatif) film untuk kamera film (seluloid) memiliki empat maca ukuran,
yakni 8mm, 16mm, 35mm, dan 70mm. semakin tinggi ukuran pita seluloid, semakin
besar pula ukuran serta kualitas gambarnya. Kamera video dalam perkembangannya
kini, sering digunakan untuk produksi film komersial maupun independen.

 Tonalitas
Pada pesawat televise atau monitor computer, kita dapat mengontrol tonalitas
gambar (kualitas gambar dan warna) melalui pengaturan kontras, brightness, color, dan
lainnya. Gambar bisa diatur lebih gelap atau terang dan warna dapat diatur lebih muda
atau tua.

 Kecepatan Gerak Gambar


Kecepatan gerak gambar tidka lepas dari dua teknik umum, yakni slow-motion
dan fast-motion. Slow-motion adalah keceatan gerak yang lebih lambat dari kecepatn
gerak normal. Sementara fast-motion adalah kecepatan gerak yang lebih cepat dari
kecepatan gerak normal. Kecepatan gerak sebuah shot dapat dikontrol melalui
pengaturan kecepatan pada kamera ketika shot tersebut diambil. Setiap kamera,
lazimnya memiliki pengaturan kecepatan pe frame seusai masing-masing spesifikasi.
Baik teknik slow-motion maupun fast-motion memiliki kegunaan masing-masing,
sesuai tuntutan naratif serta estetik sebuah film.
o Teknik slow-motion memiliki fungsi beragam, namun umumnya digunakan untuk
memberi efek dramatic pada sebuah momen atau peristiwa. Sedangkan teknik fast-
motion biasa digunakan untuk menunjukkan aktivitas rutin pada sebuh ruang
publik, seperti suasana jalan raya yang ramai, para pejalan kaki, stasiun, dan
sebagainya.
o Teknik reverse motion sangat jarang sekali kita temukan dalam film. Teknik ini
membalikkan kembali sebuah shot (berjalan mundur/rewind) dengan menggunakan
kecepatan normal, lebih cepat, atau lebih lambat.

 Efek Lensa
Hampir sama seperti mata manusia, lensa kamera juga mampu memberikan
efek kedalaman, ukuran, serta dimensi suatu obyek atau ruang. Namun, tidak seperti
mata kita, lensa kamera dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhannya. Setiap jenis
lensa akan memberikan efek perspektif yang berbeda karena memiliki ukuran focal
length yang berbeda. Focal length adalah jarak antara titik tengah bagian lensa dengan
bidang sensor atau film yang menangkap gambar pada titik focus paling tajam.
Secara umum ukuran lensa dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis
berdasarkan focal length-nya, yakni short focal length, normal (standart) focal length,
dan long focal length. Namun, hanya ada dua tipe atau jenis lensa di pasaran, yakni
prime (fixed) dan zoom.

 Efek Visual
Sineas dapat menambah atau mengurangi gambar apa saja dengan
menggunakan teknik rekayasa digital, yang lebih dikenal dengan istilah Computer
Generated Imagery (CGI). Sejak periode awal 1990-an, teknologi CGI dipopulerkan
oleh Terminator 2: The Judgement Day, melalui pencapaian fenomenal tokoh antagonis
T-1000.

VI.2 Framing

Pembatasan gambar oleh kamera sering dikenal dengan istilah pembingkaian atau
framing. Framing sangatlah penting dalam sebuah film karena melalui “jendela” inilah,
penonton disuguhkan semua jalinan peristiwa. Adapun aspek framing terhadap gambar, dibagi
menjadi empat unsur utma,, yakni bentuk dan dimensi frame; ruang offscreen dan onscreen;
sudut, kemiringan, tinggi, dan jarak terhadap obyek; serta pergerakkan kamera. Perpaduan
unsur-unsur tersebut juga menghasilkan beberapa teknik, seperti point of fiew (POV) shot serta
handheld camera. Framing juga tidak lepas dari komposisi gambar secara keseluruhan, yang
berhubungan erat dengan posisi obyek dalam frame.

 Bentuk dan Dimensi Frame


o Aspect Ratio
Perbandingan lebar serta tinggi frame dinamakan aspect ratio. Aspect ratio
telah ditentukan sejak film pertama kali lahir, oleh Edison dan Lumiere bersaudara,
dengan perbandingan mendekati standar aspect ratio fullscreen saat ini. Munculnya
televisi pada era 1950-an, memotivasi munculnya aspect ratio dengan ukuran layar
lebih lebar. Dalam perkembangannya, aspect ratio sangat bervariasi ukurannya,
namun secara umum dibagi menjadi dua jenis, fullscreen dan widescreen.
o Mask
Maka kita telah terbaiasa dengan frame berbentuk segi empat. Satu tenik yang
memungkinkan variasi bentuk dan ukuran frame adalah masking. Teknik ini lebih
sering digunakan dalam film era bisu, biasanya digunakan untuk memfokuskan
sebuah obyek atau peristiwa dalam sebuah frame.
o Multiple Frame (Split Screen)
Teknik ini memungkinkan sebuah shot menyajikan beberapa gambar sekaligus
melalui frame-nya masing-masing. Sejak era klasik, teknik ini telah sering
digunakan untuk menggambarkan percakapan telepon antara dua orang atau lebih.
Dalam perkembangannya, teknik split screen digunakan untuk beragam motif.
Teknik ini bisa digunakan untuk menyajikan informasi dari dua lokasi yang
berbeda.

 Offscreen dan onscreen


Frame tidak selalu harus memperlihatkan seluruh area (ruang) dalam sebuah
adegan. Sesuai tuntutan naratif dan pertimbangan estetik, sineas dapat memotong
sebagian gambar dari keseluruhan ruang pada sebuah adegan. Ruang yang tampak
dalam frame disebut ruang onscreen, sementara ruang yang tidak tampak dalam frame
(di luar frame) disebut ruang offscreen.

 Dimensi Kamera terhadap Obyek


o Jarak
Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera terhadap obyek dalam frame.
Dimensi jarak kamera terhadap obyek dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis
tipe shot, yaitu extreme long shot, long shot, medium long shot, medium shot,
medium close-up, close-up, extreme close-up.
o Sudut
Sudut kamera adalah sudut pandang ketinggian kamera terhadap obyek yang
berada dalam frame. Secara umum, sudut kamera dapat dibagi menjadi tiga, yakni
high-angle (kamera melihat obyek dalam frame yang berada di bawahnya),
straight-on angle (kamera melihat obyek dalam frame secara lurus), serta low-angle
(kamera melihat obyek dalam frame yang berada di atasnya). Dalam film umumnya,
sineas lebih sering menggunakan straight-on angle. Sementara high-angle dan low-
angle, umumnya digunakan untuk menunjukkan sebuah obyek yang posisinya lebih
tinggi maupun lebih rendah dari posisi kamera.
o Kemiringan
Kemiringan frame atau sering pula diistilahkan canted framing adalah posisi
kemiringan obyek terhadap garis horizontal dalam sebuah frame. Teknik ini jarang
sekali digunakan oleh para sineas, namun tercatat Orson Welles, Carol Reed, Wong
Kar-wai, serta Danny Boyle, sering menggunakan dalam film-film mereka.
o Ketinggian
Ketinggian kamera adalah tinggi kamera terhadap obyek dalam frame. Tinggi
kamera yang sering digunakan dalam sebuah film adalah sejajar dengan mata atau
bibir manusia. Sudut kamera tentu saja terkait erat dengan ketinggian kamera.
 Pergerakkan Kamera
Dalam produksi film, kamera sangat dimungkinkan untuk bergerak bebas sesuai
dengan tuntutan estetik dan naratifnya. Pergerakkan kamera umumnya berfungsi untuk
mengikuti pergerakkan seorang karakter atau obyek. Pada adegan dialog, biasanya
sineas sangat jarang menggunakan pergerakkan kamera, kecuali jika dialog dilakukan
sambil berjalan. Sementara pada adegan aksi, kamera lazimnya akan bergerak dinamis
mengikuti obyek. Secara umum pergerakkan kamera dapat dikelompokkan menjadi
lima jenis, yakni pan, tilt, roll, tracking, dan crane shot.

 Kamera Subyektif (POV Shot)


Kamera subyektif atau diistilahkan POV (Point of View) shot, merupakan arah
pandang kamera persis seperti apa yang dilihat seorang karakter. Efek dari POV shot
adalah penonton mampu melihat dan merasakan esensi yang dirasakan tokoh dalam
cerita filmnya. POV shot juga sering kali dipakai sebagai sudut pandang seorang tokoh
yang sedang dalam pengaruh obat, mabuk, keracunan, sakit, dan sebagainya.

 Handheld Camera
Salah satu teknik kamera yang kini menjadi tren adalah gaya kamera
documenter, yakni handheld camera. Seperti layaknya sineas documenter, kamera
dibawa langsung oleh operator tanpa menggunakan alat bantu, seperti tripod atau
steadycam. Gaya handheld camera memiliki beberapa karakter yang khas, yakni
kamera bergerak dinamis dan bergoyang untuk memberi kesan nyata (realistis). Teknik
handheld camera, lazimnya mengabaikan komposisi visual dan lebih menekankan pada
obyek yang diambil.

 Freeze Frame
Freeze frame adalah teknik membekukan gambar (frame) seperti efek pause
pada remote TV/Video. Salah satu motif yang sering dijumpai adalah sebagai shot
penutup sebuah film. Freeze frame mulai popular dipakai di era 1970-an dan 1980-an
melalui film-film, seperti Butch Cassidy and The Sundance Kid, seri Rocky, The
Breakfast Club, The Color of Money, hingga Thelma and Louise. Satu fungsi freeze
frame lainnya yang juga sering kali dijumpai adalah sebagai hasil jepretan foto sesaat
setelah gambar diambil oleh sabuah kamera foto (dalam cerita).

 Komposisi Simetris dan Dinamis


Ketika kamera mengambil gambar sebuah obyek, sineas dapat memilih posisi
obyek tersebut dalam frame-nya sesuai tuntutan naratif serta estetik. Sineas bebas
meletakkan sebuah obyek dimana pun di dalam frame-nya, yakni di tengah, di pinggir,
di atas, di bawah, sejauh komposisinya masih seimbang dan menyatu secara visual.
Pengaturan posisi obyek dalam komposisi shot secara menyeluruh bisa pula digunakan
sineas untuk mendapatkan motif-motif tertentu.
Komposisi shot terkait dengan obyek dalam frame, dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yakni komposisi simetris dan komposisi dinamis. Komposisi
simetris dicapai melalui obyek yang terletak persis di tengah frame dan proporsi ruang
di sisi kanan dan kiri relative seimbang. Sedangkan, komposisi dinamis sifatnya
fleksibel dan posisi obyek dapat berubah sejalan dengan pergerakkan frame.

VI.3 Durasi Gambar

 Durasi Cerita dan Durasi Shot


Durasi sebuah gambar (shot), memiliki arti penting karena menunjukkan durasi
cerita yang berjalan pada sebuah shot. Durasi cerita film umumnya sama dengan durasi
shot-nya. Jika misalnya, durasi sebuah shot adalah 10 detik maka durasi cerita adalah
10 detik.
o Long Take
Sejak era silam, beberapa sineas memanfaatkan durasi shot tanpa terputus
hingga satu rol film penuh (film seluloid), bahkan kini, teknologi kamera video
memunginkan satu shot bisa berdurasi beberapa jam. Teknik long shot memang
tergolong sulit karena membutuhkan perencanaan yang sangat matang. Sejak era
klasik, teknik ini sering kali digunakan oleh beberapa sineas besar, seperti Alfred
Hitchcock dan Orson Welles. Tercatat pada satu decade belakangan ini, beberapa
film menggunakan teknik long take secara inovatif dengan beragam bentuk dan
variasi.
BAB VII

EDITING

Definisi editing pada tahap produksi adalah proses pemilihan serta penyambungan
gambar-gambar yang telah diambil. Sementara definisi editing setelah filmnya selesai (siap
ditonton) adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot-nya.
Pembahasan buku ini seluruhnya mengacu pada definisi editing pascaproduksi.

VII.1 Bentuk Editing

Transisi shot dalam film, umumnya dilakukan dalam empat bentuk, yakni, cut, fade-
in/out, dissolve, serta wipe. Bentuk yang paling umum adalah cut, yakni transisi shot secara
langsung dan dapat digunakan untuk editing kontinu dan diskontinu. Sementara wipe, dissolve,
dan fades merupakan transisi shot secara bertahap dan umumnya digunakan untuk editing
diskontinu.

Cut

Cut merupakan transisi shot lainnya secara langsung. Cut sifatnya amat fleksibel,
hingga memungkinkan untuk editing kontinu maupun diskontinu.

Wipe

Wipe merupakan transisi shot dimana frame sebuah shot bergeser ke arah kiri, kanan,
atas, bawah, atau lainnya hingga berganti menjadi sebuah shot baru. Teknik wipe biasanya
digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu tidak berselisih jauh.

Dissolve

Dissolve merupakan transisi shot dimana gambar pada shot sebelumnya selama sesaat
bertumpuk dengan shot setelahnya. Sepertinya halnya teknik fade, dissolve umumnya
digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara signifikan namun biasanya
memperlihatkan waktu yang lebih cepat daripada teknik fade sehingga bentuk transisinya bisa
sangat halus.

Fade

Fade merupakan transisi shot secara bertahap, dimana gambar secara perlahan
intensitasnya bertambah gelap hingga seluruh frame berwarna hitam dan ketika gambar muncul
kembali shot telah berganti. Fade-out umumnya digunakan untuk menutup sebuah adegan
semntara fade-in digunakan untuk membuka sebuah adegan.

VII.2 Aspek Editing

VII.2.1 Kontinuitas Grafik

Kontinuitas grafik dapat dibentuk oleh unsur mise-en-scene dan sinematografi dengan
menggunakan aspek bentuk, warna, komposisi, pergerakan, set, kostum, tata cahaya, dan
sebagainya. Kontinuitas grafik dalam sebuah transisi shot diperlihatkan melalui teknik graphic
match, yaknik transisi antara dua shot yang berbeda, namun memiliki komposisi visual yang
serupa. Graphic match biasanya menggunakan teknik dissolve untuk menunjukkan
transformasi shot secara gradual. Graphic match lazimnya diterapkan pada editing diskontinu.

VII.2.2 Aspek Ritmik

Sineas dalam mengatur ritme editingnya melalui durasi shot semakin pendek, atau
semakin panjang. Semakin pendek durasi shot-nya akan menghasilkan tempo yang cepat.
Sebaliknya, semakin panjang durasi shot-nya akan menghasilkan tempo yang lambat. Adegan
aksi umumnya menggunakan tempo editing yang cepat dengan durasi shot hanya beberapa
detik bahkan kurang dari satu detik. Dalam mengontrol ritme editing juga dapat bergantung
pada pergerakan karakter dalam mise-en-scene, posisi dan pergerakan kamera, serta ritme suara
(musik dan lagu).

VII.2.3 Aspek Spasial

Editing juga memungkinkan bagi sineas utuk memanipulasi ruang. Efek ini awalnya
dikembajuga mampngkan oleh sineas Rusia, Lev Kuleshov yang telah melakukan beberapa uji-
coba editing pada awal dekade 1920-an. Kuleshov menggunakan sebuah shot wajah seorang
aktor dengan ekspresi kosong. Shot ini lalu secara terpisah dihubungkan dengan beberapa shot
lain, yakni sup panas di meja, peti mati yang berisi mayat seorang gadis, serta seorang gadis
kecil yang tengah bermain. Dari hasil uji coba tersebut, Kuleshov bekesimpulan bahwa dengan
menggunakan sebuah shot yang sama ternyata mampu menimbulkan efek dan makna yang
berbeda.

Adegan aksi berbahaya dan sulit, sering kali ditolong teknik efek Kuleshov yang
memanipulasi ruang, tanpa sedikit pun mengurangi unsur ketegangan. Teknik ini sering kali
dijumpai dalam film aksi yang banyak berisi adegan aksi berbahaya.

VII.2.4 Aspek Temporal

Editing Kontinu dan Diskontinu

Editing kontinu paling sering digunakan pada adegan yang terjadi di ruang sama, seperti
pada adegan dialog atau aksi dan dapat pula digunakan pada ruang atau lokasi yang berbeda
untuk menghubungkan dua aktivitas atau lebih yang saling berhubungan langsung, seperti
misalnya adegan percakapan telepon. Sementara editing diskontinu, biasanya terjadi pada
ruang yang bebeda dengan lompatan waktu tertentu, dari detik, menit, jam, hari, tahun, dan
seterusnya.

Elliptical Editing

Editing juga mampu memanipulasi waktu dengan mempesingkat waktu sebuah aksi
atau peristiwa melalui teknik ellptical editing. Aktivitas ketika seseorang pulang kerja dari
kantor dan tiba di rumahnya, cukup diperlihatkan dengan dua shot saja, yakni shot ketika ia
keluar dari kantor dan shot ketika ia masuk ke dalam rumah.
Overlapping Editing

Editing juga mampu memanipulasi waktu melalui pengulangan suatu aksi yang sama
dalam sebuah adegan dengan teknik overlapping editing. Dalam perkembangannya teknik ini
sering kali digunakan pada film aksi produksi Hong-Kong untuk menggambarkan secara rinci
adegan aksi berbahaya dari sudut yang berbeda.

VII.3 Editing Kontinuiti

Editing kontinuiti adalah sebuah sistem penyutingan gambar untuk memastikan


kesinambungan tercapainya suatu rangkaian aksi cerita dalam sebuah adegan. Editing
kontinuiti telah ada sejak awal perkembangan sinema, dimana para sineas secara sadar telah
memahami jika mereka harus mengatur shot-shot-nya agar mampu menuturkan naratif secara
jelas dan koheren sehingga tidak membingungkan penontonnya.

Bersama aspek sinematik lainnya, yakni mise-en-scene (setting, pergerakan dan posisi
pemain) dan sinematografi (posisi dan sudut kamera), editing kontinuiti digunakan agar
hubungan kontinuitas naratif antar shot tetap terjaga.

Aturan 180⁰

Aturan 180⁰ adalah sebuag aturan dimana posisi kamera tidak boleh melewati garis aksi
ketika transisi shot (cut) dilakukan. Aksis aksi atau garis 180⁰ adalah garis imajiner, persis
dimana sebuah aksi berlangsung, yang biasanya searah dengan arah hadap karakter atau obyek.

Adapun fungsi penggunan aturan 180⁰ dalam sebuah adegan yaitu, memastikan posisi obyek
dalam frame selalu konsisten, memastikan garis mata (eyelines) selalu konsisten, serta
memastikan screen directing selalu konsisten.

Shot/Reverse-Shot

Shot/reverse-shot merupakan gabungan dua shot atau lebih yang membedakan posisi
para karakternya. Satu karakter biasanya melihat ke arah kanan dan karakter lainnya melihat
ke arah kiri. Adegan dialog dalam film, hampir selalu menggunakan teknik shot/reverse shot.
Posisi (frame) kamera sering dari arah belakang pundak masing-masing karakter sehingga
teknik ini juga akrab dengan sebutan overshoulder shot.

Eyeline Match

Eyeline match merupakan teknik perpindahan shot yang selalu digunakan pada semua
adegan dalam film. Shot/reverse-shit selalu diambil dengan menggunakan teknik eyeline match
karena prinsipnya dua teknik ini adalah sama. Jika seorang karakter menatap lawan bicaranya
ke arah kanan makan pada shot berikutnya (lawan bicara onscreen) mengisyaratkan bahwa
karakter tersebut berada pada posisi off-screen di sebelah kiri.
Establishing Shot

Establishing shot adalah sebuah shot yang menggunakan jarak cukup jauh (long-shot),
memperlihatkan hubungan spasial antara tokoh utama, obyek, serta latar (set). Shot ini dapat
memperlihatkan latar secara luas, sebagian, hingga keseluruhan ruang bersama isinya.

Match on Action

Match on action merupakan perpindahan shot yang diambil dari arah bebeda,
memperlihatkan sebuah aksi tidak terputus dalam sebuah momen pergerakan yang sama.
Teknik ini sering kali kita jumpai dalam adegan aksi cepat, seperti adegan aksi pertarungan
serta aksi kejar-mengejar.

Point of View (POV) cutting

POV cutting mirip dengan eyeline match, namun pada shot kedua memperlihatkan
obyek dari arah pandang sang karakter. Penonton memandang sebuah obyek sama persis
seperti apa yang dilihat karakter tersebut dari arah pandangnya.

Cut-In

Cut-in adalah sebuah transisi dari jarak shot yang jauh ke shot yang lebih dekat, dalam
ruang atau sudut pengambilan yang sama. Sebuah establishing shot disusul dengan shot
medium atau close-up dalam ruang yang sama adalah cut-in.

Crosscutting

Crosscutting adalah serangkaian shot yang memperlihatkan dua aksi peristiwa atau
lebih pada lokasi berbeda yang dilakukan secara bergantian. Crosscutting lazimnya digunakan
untuk adegan yang berlangsung simultan, terjadi pada saat yang bersamaan. Teknik ini secara
efektif mampu memberikan informasi cerita di beberapa tempat sekaligus dalam waktu yang
sama.

Montage Sequence

Montage sequence atau sering pula hanya disebut montage adalah serangkaian shot
yang menunjukkan suatu rangkaian proses peristiwa dari waktu ke waktu. Montage biasanya
menggunakan beberapa variasi teknik sekaligus, seperti dissolve, fade, wipe, hingga
superimpose. Montage umumnya digunakan untuk menunjukkan perkembangan aksi atau
peristiwa dari masa ke masa yang digambarkan secara singkat, seperti perkembangan karir,
proses suatu aktivitas, atau jalannya pertandingan olahraga.

VII.4 Editing Diskontinuiti

Pelanggaran Aturan 180⁰

Dua sineas klasik yakni Jacques Tati dan Yasujiro Ozu mengabaikan aturan ini dengan
menggunakan ruang 360⁰ secara penuh. Dalam hampir semua film mereka kamera dapat
diletakkan di posisi mana pun dan mengarah ke mana pun. Walaupun begitu, para pengamat
beranggapan pelanggaran aturan 180⁰ yang dilakukan Ozu dan Tati, tidak meganggu
kontinuitas naratif dan bahkan dipuji melalui pencapaian sinematiknya ini.

Jump-Cut

Jump-cut merupakan sebuah lompatan gambar dalam satu rangkaian shot akibat
perubahan posisi karakter atau obyek dalam latar yang sama, atau bisa sebaliknya, posisi
karakter dan obyek tetap, namun latar berubah seketika.

Nondiegnetic Insert

Nondiegnatic insert adalah penyisipan sebuah shot yang sama sekali tidak berhubungan
dengan unsur ruang dan waktu dalam cerita filmnya. Shot ini umumnya dimaksudkan untuk
tujuan khusus serta simbolik.
BAB VIII

SUARA
Suara dalam film dapat kita pahami sebagai seluruh suara yang keluar dari gambar,
yakni dialog, musik, dan efek suara. Sebelum era film bicara, film sebenarnya tidak sepenuhnya
bisu, namun sering kali telah diiringi suara organ, piano, gramaphone, efek suara, narator,
hingga bahkan musik satu orkestra penuh. Setelah era film bicara, telinga penonton semakin
dimanjakan sejak munculnya sistem suara stereo hingga multi kanal dengan teknologi audio
yang semakin modern.

VIII.1 Suara

VIII.1.1 Dialog

Dialog adalah salah satu faktor paling penting dalam sebuah film cerita. Sebagian besar
film pasti menggunakan dialog untuk menggerakkan cerita. Dari sisi sejarahnya, dialog
dimungkinkan ada dalam sebuah film sejak teknologi suara hadir di era penghujung 1920-an.
Setelah ini, penggunaan dialog mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi
perkembangan seni film, baik secara naratif maupun sinematik.

Bahasa Bicara

Bahasa bicara mengacu pada jenis bahasa komunikasi verbal yang digunakan sebuah
film. Beberapa hal yang patut diperhatikan menyangkut bahasa bicara adalah wilayah (negara)
dan waktu (periode). Umumnya, film produksi sebuah negara selalu menggunakan bahasa
induk negara bersangkutan.

Transisi Bahasa

Transisi bahasa merupakan sebuah cara yang sinematik dan elegan untuk menunjukkan
bahwa sebuah film sesungguhnya tidak menggunakan bahasa induk yang dipakai dalam cerita.
Beberapa film kadang menggunakan pendekatan sinematik tertentu agar transisi bahasa terlihat
halus. Hal yang paling umum dilakukan adalah menegaskan penggunaan bahasa melalui
dialog.

Aksen

Aksen mempengaruhi keberhasilan sebuah cerita film karena mampu meyakinkan


penonton bahwa cerita tersebut sungguh – sungguh terjadi di sebuah wilayah tertentu. Aksen
juga mampu menunjukkan dari mana seorang tokoh berasal.

Monolog

Monolog merupakan kata-kata yang diucapkan seorang karakter (atau nonkarakter)


pada dirinya sendiri maupun penonton. Narasi merupakan satu bentuk monolog. Pembawa
narasi atau narator dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni narator karakter dan nonkarakter.
Umumnya film cerita menggunakan narator karakter, yakni narator yang berasal dari tokoh
cerita. Bentuk monolog lainnya adalah monolog interior, yakni suara pikiran (batin) dari pelaku
cerita. Berbeda dengan narasi, monolog interior lebih ditujukan untuk pelaku cerita yang
bersangkutan dan bukan ditujukan untuk penonton.

Voice Acting

Akting dalam sebuah film tidak harus berakting secara fisik, namun menggunakan
suara pun bisa disebut akting, atau sering diistilahkan akting suara atau voice acting. Film
animasi selalu melakukan hal ini dan mengisi suara tokoh-tokohnya dengan suara pemain-
pemain bintang ternama. Voice acting tidak hanya suara dialog yang harus sinkron dengan
gambarnya, namun juga ekspresi serta intonasi harus sinkron pula dengan ekspresi karakternya.

VIII.1.2 Musik

Musik merupakan salah satu elemen yang paling berperan penting dalam memperkuat
mood, nuansa, serta suasana sebuah film. Musik dapat mejadi jiwa (ruh) sebuah film. Musik
dapar merupakan bagian dari cerita filmnya (diegetic) dan dapat pula terpisah dari cerita filmya
(nondiegetic). Film cerita umumnya menggunakan musik nondiegetic, sementara musik
diegetic biasanya digunakan untuk jenis film musikal,

Ilustrasi musik

Ilustrasi musik (film score) adalah musik latar yang mengiringi aksi selama cerita
berjalan. Musik latar sering disajikan berupa musik tema. Musik tema membentuk dan
memperkuat mood, cerita, serta tema utama filmnya. Musik tema memiliki karakter beragam
tergantung dari sumbernya. Film produksi besar umumnya menggunakan ilustrasi musik satu
orkestra penuh untuk menghasilkan musik tema yang megah.

Lagu

Lagu juga mampu membentuk karakter serta mood film. Jenis lagu juga sering kali
identik dengan film bergenre tertentu. Lagu jenis pop sering digunakan untuk film jenis drama
romantis. Sedangkan lagu pop serta rock alternatif sering digunakan untuk film drama remaja
atau komedi remaja. Lagu rock klasik sering digunakan untuk film perang sementara jazz
sering digunakan untuk film detektif.

VIII.1.3 Efek Suara

Efek suara memiliki fungsi serta motif yang bervariasi. Salah satu fungsi utamanya
adalah sebagai pengisi suara latar. Penonton sebisa mungkin mendengar apa yang seharusnya
mereka dengar di sebuah lokasi cerita sehingga terdengar nyata layaknya seperti pada lokasi
sesungguhnya. Genre – genre populer, seperti aksi, fantasi, fiksi ilmiah, superhero, bencana,
horor, dan perang lazimnya mengandalkan kekuatan efek suara. Efek suara begitu kuatnya
hingga mampu memanipulasi aksi dalam sebuah adegan.
VIII.2 Elemen Pokok Suara

Loudness

Loudness atau volume menunjukkan kuat-lemahnya suara. Suara semakin keras jika
volumenya semakin tinggim demikian sebaliknya.

Pitch

Pitch ditentukan ileh frekuensi suara. Frekuensi suara dikelompokkan menjadi tiga
jenis yakni, low (bass), midrange, dan high (treble) dengan satuan Hertz (Hz). Jangkauan
telinga manusia normal mampu mendengar frekuensi 20 Hz hingga 20.000 Hz.

Timbre

Timbre dapat pula disebut warna suara. Dalam volume serta frekuensi yang sama setiap
sumber suara memiliki warna suara yang berbeda. Dalam seni musik, timbre digunakan untuk
menentukan perbedaan kualitas suara antara tiap jenis instrumen musik.

VIII.3 Dimensi Suara

VIII.3.1 Ritme Suara

Suara terutama musik selalu memiliki ritme. Ritme musik umumnya berhubungan erat
dengan ritme aksi serta ritme editing dalam filmnya. Film musikal adalah satu contoh
sederhana, bagaimana ritme musik bisa mempengaruhi unsur sinematik lainnya.

VIII.3.2 Akurasi Suara

Akurasi suara mengacu pada pertanyaan, apakah suara yang keluar dari sebuah obyek,
akurat dengan suara aslinya?. Suara juga tidak mesti harus berasal dari sumbernya jika memang
suara aslinya tidak tersedia. Dalam hal ini, penata suara harus kreatif mencari sumber suara
lain serta mampu memanipulasi suara hingga terdengar akurat dengan sumbernya.

VIII.3.3 Diegnetic and Nondiegnetic Sound

VIII.3.3.1 Diegetic Sound

Diegnetic sound adalah suara dialog, efek suara, serta suara musik atau lagu yang
berasal dari dalam dunia cerita filmnya. Sangat jarang dalam sebuah film menggunakan musik
diegetic untuk mengiringi adegannya. Diegetic sound juga dipengaruhi oleh pembatasan frame.
Suara di luar dan di dalam frame sangat berbeda karakteristiknya dan bisa dimanfaatkan oleh
sineas sesuai tuntan cerita. Selain suara yang secara fisik tampak dalam frame, suara batin yang
dipikirkan dan didengar oleh karakter juga merupakan diegetic sound.

Onscreen dan Offscreen sound


Onscreen sound adalah seluruh suara yang dihasilkan pelaku cerita dan obyek berada
di dalam frame (onscreen). Sementara offscreen sound adalah seluruh suara yang berasal dari
luar frame (offscreen). Penggunaan offscreen sound umumnya digunakan dalam film horor
yang dimanfaatkan untuk memberi efek kejutan dan ketegangan.

External dan Internal Diegetic Sound

External diegetic sound sifatnya obyektif, yakni semua suara yang bersumber dari
pelaku cerita dan semua obyek fisik di sekitarnya yang mampu didengar oleh orang lain yang
berada di sekitanya. Seluruh suara dalam cerita film umumnya adalah external diegetic sound.
Sementara internal diegetic sound sifatnya subyektif, yakni semua suara yang bersumber dari
pikiran seorang pelaku cerita. Penonton mampu mendengar suara yang sama seperti apa yang
didengar oleh seorang tokoh, namun orang lain dalam cerita filmnya tidak mampu
mendengarnya.

VIII.3.3.2 Nondiegetic Sound

Nondiegetic sound adalah seluruh elemen suara yang berasal dari luar dunia cerita fim.
Nondiegetic sound hanya mampu didengar oleh penonton saja, namu tidak dapat didengar oleh
semua pelaku cerita dalam filmnya. Umumnya nondiegetic sound muncul melalui penggunaan
ilustrasi musik, lagu, serta narasi. Hampir semua film lazimnya menggunakan ilustrasi musik
dan lagu yang sifatnya nondiegetic untuk mengiringi adegannya.

VIII.3.4 Perspektif Suara

Volume Suara

Volume suara mampu menentukan jarak sebuah sumber suara. Volume suara yang tinggi,
biasanya mengindikasikan posisi sumber suara berada dalam jarak yang dekat, sementara
volume yang rendah sebaliknya.

Efek gema

Efek gema mampu membentuk persepsi volume ruang. Efek gema pada ruang sempit
tentu berbeda dengan ruang yang luas. Efek ini juga sering kali digunakan untuk memanipulasi
suara sesuai dengan kisahnya.

VIII.3.5 Aspek Temporal

Suara sebelum aksi

Teknik ini menggunakan suara atau dialog yang pernah digunakan sebelumnya yang
muncul kembali pada aksi cerita yang kini tengah berlangsung. Suara sebelum aksi cerita dapat
dicapai melalui suara kilas-bali tanpa gambar dan digunakan sebagai kilasan memori atau
trauma masa lalu dansering berbentuk suara batin.
Suara setelah aksi

Teknik ini menggunakan suara atau dialog yang belum digunakan, namun telah muncul
pada aksi cerita yang tengah berlangsung. Sederhananya, sesaat sebelum masuk ke adegan
selanjutnya, suara untuk adegan berikutnya muncul selama beberapa saat pada adegan ini,
entah musik, suara efek, atau dialog. Suara setelah aksi cerita juga sering kali ditemui melalui
teknik sound bridge.

Anda mungkin juga menyukai