SKRIPSI
OLEH:
RIRIS MASRUROH
NIM : 180711638528
DESEMBER 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini oleh Riris Masruroh ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Pembimbing
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi oleh RIRIS MASRUROH ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada
tanggal 08 Desember 2021.
Dewan Penguji
Mengesahkan, Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan,
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa artikel yang saya tulis ini benar-benar tulisan
saya, dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi/fabrikasi baik sebagian atau seluruhnya.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa artikel ini hasil
plagiasi/falsifikasi/fabrikasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(Riris Masruroh)
NIM. 180711638528
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Bentuk Toleransi Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang,
Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.” Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan progam Sarjana jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Malang.
Penulis menyadari bahwa selama menyusun skripsi ini membutuhkan waktu,usaha, dan
kerja keras yang luar biasa. Namun penulis sadari skripsi ini tidak akan selesai tanpa orang-
orang hebat disekeliling penulis yang turut mendukung dan membantu hingga skripsi ini
selesai. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Malang
2. Drs. Margono M.Pd.,M.Si, selaku Dosen pembimbing I yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga skripsi ini bisa diselesaikan
dengan baik.
3. Dr. H. Edi Suhartono,S.H, M.Pd, selaku Dosen pembimbing II yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga skripsi ini bisa
diselesaikan dengan baik.
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi, doa, kasih sayang dan perjuangan
yang sangat luar biasa selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Negeri
Malang
5. Zaenal Arifin A.Md, kakak penulis yang selalu memberikan semangat dan arahan
dalam mengerjakan artikel hingga selesai
6. Atala, Vanny, April, Sulthon, teman-teman seperjuangan sekaligus sahabat selama
perkuliahan mulai dari mahasiswa baru hingga menjadi mahasiswa akhir yang selalu
ada untuk penulis dalam suka maupun duka.
v
7. Bapak Sugiharto, Rudi, Sukarman,Sucipto, Yoga, Ibu Fatonah, Limaiyah, Avi, selaku
informan yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan artikel ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu adanya kritik dan saran yang membangun menjadi harapan
penulis demi kesempurnaan penelitian ini. Penulis berharap semoga artikel ini bisa
bermanfaat bagi pembaca.
Riris Masruroh
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................1
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………..…………………………iii
ARTIKEL..............................................................................................................................1
Abstrak................................................................................................................................1
Kata Kunci...........................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................3
METODE PENELITIAN....................................................................................................6
HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................................6
SIMPULAN.......................................................................................................................22
DAFTAR RUJUKAN.........................................................................................................23
LAMPIRAN.........................................................................................................................25
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Proposal Penelitian...........................................................................................................25
2. Instrumen Penelitian.........................................................................................................32
3. Data Penelitian..................................................................................................................41
4. Dokumentasi Penelitian....................................................................................................66
5. Riwayat Hidup..................................................................................................................74
viii
BENTUK TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM DAN HINDU
DI DESA GLANGGANG, KECAMATAN PAKISAJI, KABUPATEN MALANG
Riris Masruroh*
E-mail: riris.masruroh.1807116@student.um.ac.id
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Margono
E-mail: margono.fis.um.ac.id
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Edi Suhartono
E-mail: edi.suhartono.fis.um.ac.id
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
1
menggunakan analisis interaktif, yakni reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Bentuk
toleransi masyarakat Islam dan Hindu yaitu saling membantu dalam
kegiatan sosial dan perayaan hari besar keagamaan, partisipasi dalam
acara tradisi Nyadran dan Bersih Desa, adanya pernikahan beda
agama, sikap saling menghormati dan menghargai antar umat
beragama, dan musyawarah desa. (2) Faktor pendukung toleransi yaitu
adanya peran tokoh agama, adanya ajaran dari kedua agama yang
dijadikan pedoman dalam hal bertoleransi, pernikahan beda agama,
adanya tradisi yang dilaksanakan satu tahun sekali secara turun
temurun dan kebijakan pemerintah. (3) Faktor penghambat toleransi
yaitu kurangnya rasa pengertian dalam hal pendirian tempat ibadah.
Kata Kunci: Toleransi, Nilai Agama, Tradisi
2
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang plural. Negara Indonesia terdapat bermacam-
macam agama yang berbeda mulai dari Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Kondisi tersebut memiliki potensi terjadinya konflik yang mengganggu
persatuan dan kesatuan bangsa. Agama dapat memberikan dampak positif dan negatif
dalam kehidupan masyarakat. Adapun dampak positif, agama dapat menumbuhkan dan
menjalin rasa persaudaraan dan kerjasama antar masyarakat. Namun disisi lain, agama
dapat memicu terjadinya konflik antar umat beragama (Rumanggit, 2013:59). Hidup saling
berdampingan dengan masyarakat pemeluk agama yang berbeda memang tidaklah mudah,
karena pemikiran dari masing-masing pemeluk agama yang berubah menjadi rasa sentimen
pasti ada antara pemeluk agama tertentu dengan pemeluk agama lain. Untuk itu, toleransi
menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan Indonesia. Toleransi yaitu seseorang
yang cinta dengan kerukunan, kedamaian, hidup tentram dengan orang lain,
mengungkapkan pendapat secara bebas, serta saling menghargai dan menghormati
(Sudarsana & Arwani, 2018:6). Andaikan saja jika tidak ada toleransi kemungkinan besar
pertikaian antar umat beragama akan mudah terjadi dan akan menimbulkan kekacauan
dalam kehidupan masyarakat antar umat beragama.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, hubungan mayoritas
dengan minoritas mengalami pasang surut. Ada sentimen yang masih menguat, berupa
anggapan agama tertentulah yang berada dijalan kebenaran. Dalam kehidupan bersama,
hubungan mayoritas-minoritas dapat berjalan berdampingan, namun pada kasus-kasus
tertentu justru yang menguat perbedaannya. Seperti salah satu contohnya adalah larangan
pernikahan antar agama. Temuan tersebut terjadi pada hubungan masyarakat Islam dan
Kristen (Wiyanti, 2019; Baskoro, 2019). Perbedaan agama tersebut justru menghasilkan
konflik. Hal itu diperkuat oleh studi yang dilakukan Ardiansyah (2013). Menurutnya
terdapat hubungan yang tidak harmonis antar umat beragama Islam dan Kristen di
Kelurahan Paccinongang, yaitu ketika terdapat umat Kristen yang baru saja pindah untuk
tinggal di Kelurahan Paccinongang, sedang merayakan hari besar keagamaan di rumahnya,
sebagian umat Islam tidak ingin mengadakan hari besar keagamaan non-Muslim. Menurut
umat Islam, hari kebaktian hanya dapat diadakan dengan izin pemerintah.
3
Disisi lain, ada optimisme terkait praktik toleransi beragama di Indonesia. Penelitian
(Nisa, 2019) menunjukkan bahwa interaksi masyarakat yang plural dikategorikan menjadi
tiga bentuk toleransi yaitu menghargai perbedaan agama yang dianut oleh setiap
masyarakat, memisahkan aktivitas sosial dari kepercayaan, dan saling mencampur adukkan
pemahaman satu sama lain. Hubungan antara mayoritas dengan minoritas terjaga dengan
baik. Hal itu ditunjukkan dengan menjalin interaksi sosial yang baik antar umat beragama.
Selain itu, adanya sikap saling menghargai dalam kehidupan antar umat beragama, tidak
pernah mencampuri keyakinan umat agama lain dalam menjalankan aktifitas keagamaan
serta saling menjaga kehidupan dengan hidup secara rukun dan damai dengan saling gotong
royong antar sesama (Rina dkk, 2016 ; Kasir & Palimbong, 2019).
Hubungan mayoritas - minoritas pada penelitian-penelitian tersebut terjadi dalam
masyarakat antar agama Islam dan Kristen. Studi Rahadhion dan Rina (2019) membahas
mengenai bentuk toleransi umat Islam dan Konghucu yang berada di Desa Karangturi,
Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Hasil penelitiannya menunjukkan sikap toleransi
dalam kehidupan antar umat beragama sangat dijunjung tinggi, masyarakat keturunan
Tionghoa hidup rukun dengan masyarakat asli Jawa,tidak hanya itu masyarakat asli
kawasan tersebut juga berkenan menerima kehadiran etnis pendatang Tionghoa. Sikap
toleransi di Desa Karangturi merupakan sikap turun temurun sehingga sampai sekarang
kehidupan antar umat beragama di desa tersebut terjalin dengan sangat harmonis.
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan kasus intoleransi masih kerap terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat sering kali masih menganggap bahwa agamanya
yang paling benar sehingga rasa melebih-lebihkan agamanya tersebut rentan terhadap
timbulnya konflik dalam kehidupan antar umat beragama. Studi-studi terdahulu tersebut
didominasi hubungan Islam dan Kristen. Interaksi antar agama berlangsung dengan baik,
namun tidak pada level mikro, individu. Hal itu dibuktikan, masih ditemukannya larangan
pernikahan antar agama. Sementara itu, penelitian ini berfokus pada hubungan mayoritas-
minoritas di Desa Glanggang. Interaksi masyarakat Islam dan Hindu berlangsung dengan
baik. Toleransi tidak hanya ditunjukkan pada level makro, antar agama. Pada level mikro,
antar individu juga berlangsung kehidupan yang rukun. Satu sama lain dapat bekerja sama
dan membangun kehidupan yang toleran.
4
Desa Glanggang merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang. Masyarakat Desa Glanggang merupakan masyarakat yang
multikultural. Keragaman budaya bahkan agama menjadikan buah kekayaan Desa
Glanggang. Menurut data demografi di Desa Glanggang kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat pemeluk agama Islam dengan 3722 penduduk, Hindu 625 penduduk, Kristen
Katolik 17 penduduk, dan Kristen Protestan 25 penduduk. Meskipun masyarakat Desa
Glanggang menganut agama yang berbeda, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka
sangat menjaga kerukunan dengan menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama.
Sikap toleransi sudah sewajarnya memang harus diterapkan oleh masyarakat khususnya
bagi masyarakat yang multikultural agar tidak terjadi gesekan-gesekan antar lapisan
masyarakat.
Hal yang menjadi menarik di Desa Glanggang ini terdapat tempat ibadah Pura Eka
Kapti dan Masjid Darussalam yang jaraknya selisih kurang lebih 1 kilometer, serta juga
terdapat Pura Dwi Darma Jati dan Mushola Sunan Ampel yang jaraknya hanya selisih 100
meter. Selain itu, hal menarik lainnya terdapat adanya Punden Mbah Kertawangsa (Makam
Penjaga Desa) yang menjadi tempat kegiatan bersama yaitu tradisi Bersih Desa dan tradisi
Nyadran. Adanya tradisi Bersih Desa dan Nyadran ini terjadi pembauran atau percampuran
yang diikuti oleh seluruh agama yang ada di Desa Glanggang. Meskipun mayoritas
kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Glanggang agama Islam namun dari segi
bangunan juga terjadi adanya toleransi, hal itu dapat terbukti dengan adanya gapura Desa
Glanggang yang bercorak dan bernuansa Hindu serta adanya tempat peribadatan yang
letaknya berdekatan. Perbedaan agama tidak menjadi alasan masyarakat Desa Glanggang
menjadi terpecah belah dan menimbulkan konflik agama dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan paparan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas dan berangkat dari
adanya salah satu keunikan dalam realitas yang cukup menarik tentang praktik toleransi di
desa tersebut. Peneliti tertarik untuk membahas secara mendalam dengan fokus
pembahasan mengenai bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu, serta faktor
pendukung dan faktor penghambat terjadinya toleransi di Desa Glanggang, Kecamatan
Pakisaji, Kabupaten Malang.
5
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,
2012:4). Penelitian ini dilakukan di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten
Malang dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana bentuk toleransi masyarakat Islam dan
Hindu, serta faktor pendukung dan penghambat toleransi di Desa Glanggang.Waktu
penelitian dilakukan mulai dari bulan September 2021-November 2021. Alasan peneliti
memilih lokasi di Desa Glanggang ini dikarenakan desa tersebut merupakan daerah
masyarakat multikultural khususnya dalam segi agama yaitu agama Islam, Hindu, Kristen
Katholik dan Kristen Protestan. Sehingga dengan kondisi tersebut menurut penulis sangat
relevan untuk melakukan studi lapangan dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Observasi dilakukan dengan peneliti terjun ke lapangan secara langsung untuk melihat
bagaimana suasana kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-sehari dan ikut
serta dalam proses pelaksanaan tradisi Nyadran dan Bersih Desa guna mengumpulkan dan
memperoleh data penelitian. Selain observasi, peneliti mengumpulkan data dengan cara
wawancara mendalam kepada informan, adapun informan dalam penelitian ini meliputi
Kepala Desa, Tokoh agama Islam dan Hindu, Ketua Adat dan Masyarakat Desa Glanggang
yang dipilih secara purposive. Adapun dokumentasi dilakukan pada tahap awal, saat proses
pelaksanaan dan pasca pengumpulan data sebagai pendukung temuan di lapangan. Teknik
analisis data menggunakan analisis interaktif, yakni reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Heberman, 1992:16). Sedangkan untuk
memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik
triangulasi sumber.
6
menganut kepercayaan yang telah disahkan oleh pemerintah,dulunya menganut
kepercayaan Kejawen/Budho Jawi Wisnu yang pernah ada di Jawa sebagai peninggalan
kerajaan Majapahit. Pada rentan tahun 1965-1968 setelah peristiwa G30S PKI pemerintah
mengharuskan rakyatnya untuk memeluk kepercayaan yang sudah disahkan oleh
pemerintah yaitu Agama Islam, Hindu, Kristen, Katholik, Budha, dan Konghucu. Namun
dulunya yang menganut kepercayaan Kejawen/Budho Jawi Wisnu kebanyakan dari orang
Islam, untuk itu Agama Islam menjadi Agama mayoritas di Desa Glanggang, kemudian
datang seseorang dari Bali bernama Mbah Sastro Diharjo yang memperkenalkan Agama
Hindu, akhirnya masyarakat Desa Glanggang mulai memeluk agama Hindu.
Bentuk Toleransi Masyarakat Islam dan Hindu: Studi Kasus Masyarakat Desa
Glanggang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk toleransi masyarakat Islam dan
Hindu di Desa Glanggang ini meliputi:(1) Saling membantu dalam kegiatan sosial dan
perayaan hari besar keagamaan, (2) Partisipasi dalam acara tradisi Nyadran dan Bersih
Desa, (3) Pernikahan beda agama, (4) Sikap saling menghormati dan menghargai antar
umat beragama, (5) dan Musyawarah desa.
Pertama, saling membantu dalam kegiatan sosial dan perayaan hari besar
keagamaan. Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang memiliki budaya dimana
saling membantu dalam acara kegiatan sosial seperti kerja bakti dalam pembangunan
tempat ibadah, membersihkan selokan dari rumput agar tidak tersumbat serta mbiyodo
ketika masing-masing agama mempunyai hajat baik itu pernikahan atau hajat yang lain.
Limaiyah (Warga umat Hindu) dalam wawancara pada 23 September 2021 menyampaikan:
“Pada saat ulang tahun Pura masyarakat umat Islam ikut mbiyodo (membantu
kerabat yang akan mengadakan hajatan) masyarakat Islam melakukan itu
karena ya sudah pada dasarnya manusia itu harus saling membantu antar
sesama tidak memandang entah itu yang punya hajat muslim atau non-muslim
pokoknya semuanya ikut membantu ketika saudaranya sedang ada hajatan,
kemudian ketika umat Islam akan mendirikan mushola/masjid umat Hindu ikut
menyumbang uang, tidak hanya bentuk finansial saja tetapi umat Hindu ikut
membantu secara fisik, yaitu ikut membantu kerja bakti membangun mushola
tersebut.”
7
Masyarakat Desa Glanggang mempunyai nilai budaya dalam kegiatan mbiyodo.
Mbiyodo sendiri mempunyai arti saling membantu. Mbiyodo merupakan bentuk sumbangan
dari masyarakat terhadap anggota masyarakat yang sedang mempunyai hajat. Tradisi
mbiyodo sudah berlangsung sejak dulu yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Jawa,
dimana mereka menganggap bahwa dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya memang
harus saling membantu, gotong royong antar sesama. Berikut penjelasan Bapak Rudi
(Pemangku agama Hindu):
“Dulu masyarakat disini merupakan aliran kepercayan kejawen (Budho Jawi
Wisnu) kemudian ada orang dari Bali yaitu Mbah Sastro Diharjo yang
memperkenalkan agama Hindu. Jadi banyak masyarakat yang memeluk agama
Hindu.” (wawancara, 9 Oktober 2021)
Dari wawancara tersebut terlihat bahwa masyarakat Desa Glanggang dulunya menganut
kepercayaan kejawen, dan berdasarkan temuan dilapangan memang sampai sekarang
masyarakatnya kebanyakan berasal dari suku Jawa, maka tidak heran jika di Desa
Glanggang masih kental akan tradisi dan adat istiadatnya seperti tradisi Nyadran, sedekah
bumi (Bersih Desa), termasuk mbiyodo.
Kemudian ketika perayaan hari besar keagamaan, masing-masing masyarakat dari
kedua agama saling membantu sama lain. Pada saat hari raya Nyepi, masyarakat Islam ikut
serta membantu membersihkan lapangan untuk prosesi sembahyangan Taur Agung,
menjaga keamanan kendaraan ketika pawai ogoh-ogoh, kemudian sebaliknya pada saat Idul
Fitri masyarakat Hindu menjadi pecalang yang bertugas mengatur atau mengarahkan jalan
sesuai dengan pembagian pos keamanan.Bapak Sukarman (Warga umat Hindu) wawancara
pada 23 September 2021 menyampaikan:
“Ketika masyarakat umat Hindu menjelang sembahyang taur agung harus
membersihkan lapangan untuk tempat melaksanakan sembahyang. Masyarakat
Islam disini ikut membantu membersihkan lapangan agar seluruh umat Hindu
bisa melaksanakan sembahyangan taur agung, pokoknya jika terdapat kegiatan
keagamaan atau kegiatan sosial seperti kerja bakti masyarakat disini selalu
saling tolong menolong sebagai bentuk menghargai satu sama lain ketika
sedang mempunyai hajat/kegiatan”
Hal tersebut diperjelas oleh Yoga (Warga umat Islam) wawancara pada 1 Oktober 2021
menyampaikan:
8
“Waktu umat islam shalat ied yang biasanya sampai ke jalan, beberapa dari
umat hindu turut turun membantu menertibkan kendaraan yang lewat dan
memberi rasa aman saat beribadah, begitu juga sebaliknya tindakan umat islam
terhadap umat hindu ketika terdapat hari raya nyepi, apalagi pada saat malam
nyepi disini terdapat pawai ogoh-ogoh dan jalanan sangat ramai pengunjung.”
9
soal pernikahan menurut masyarakat di Desa Glanggang sudah menjadi urusan pribadi
masing-masing keluarga. Rudi (Pemangku agama Hindu) dalam wawancara pada 9
Oktober 2021 menyampaikan:
“Adanya pernikahan beda agama di Desa Glanggang ini ketika terdapat
keluarga yang ingin menikah dan kebetulan dari agama yang berbeda atau
dikatakan tidak seiman bukanlah menjadi masalah, karena urusan pernikahan
adalah urusan pribadi masing-masing keluarga. Jadi waktu melaksanakan
pernikahan mau pakai tata cara Islam ataupun pakai tata cara Hindu semua
dikembalikan lagi kepada keluarga masing-masing.”
Pernikahan beda agama adalah menjalin ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan
perempuan yang berbeda agama dan menjaga perbedaan agama sebagai suami istri yang
bertujuan untuk membangun keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha
Esa (Mandra & Artadi, 2016). Pernikahan beda agama sering kali menimbulkan konflik
antar umat beragama, karena masing-masing agama mempunyai batasan rasa toleransi
sesuai dengan kitab yang mereka yakini. Namun secara konstitusi menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, di Indonesia sendiri tidak melarang adanya
pernikahan beda agama, karena Undang-Undang tersebut hanya mengatur tentang tata cara
perkawinan yakni harus tunduk pada hukum masing-masing agama.
Keempat, sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama ditinjau
dari sikap menghormati dan menghargai dalam kegiatan sehari-hari ataupun pada saat
pelaksanaan perayaan hari besar keagamaan. Masyarakat Islam dan Hindu di Desa
Glanggang dalam kehidupan sehari hari saling menghormati dan menghargai umat agama
lain.
Hal ini dibuktikan dengan ketika masyarakat Islam terdapat acara tahlilan atau
kenduri turut serta mengundang umat Hindu begitu sebaliknya, kemudian ketika perayaan
hari besar keagamaan seperti idul fitri umat Hindu mengunjungi rumah tetangga umat Islam
untuk mengucapkan hari raya dan silahturahmi. Hal ini juga dilakukan oleh umat Islam
ketika umat Hindu sedang Nyepi, kemudian pada saat puasa, umat Hindu tidak akan makan
di sembarang tempat karena menghargai umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah
puasa di bulan Ramadhan. Sebaliknya ketika umat Hindu sedang melaksanakan hari raya
Nyepi umat Islam ikut serta mematikan lampu serta tidak menjalankan produktifitas yang
10
bisa mengganggu tetangga umat Hindu yang sedang Nyepi. Fatonah (warga umat Islam)
wawancara pada 1 Oktober 2021 menyampaikan:
“Ketika masyarakat Hindu sedang melaksanakan Nyepi, seperti saya ini yang
sehari-harinya bekerja sebagai penjual tempe, saya tidak memproduksi tempe
karena saya menghormati tetangga saya umat Hindu yang sedang
melaksanakan ibadah Nyepi, karena ketika memproduksi tempe akan
menimbulkan kebisingan/suara dari mesin produksi tempe tersebut.”
Hal tersebut juga diperjelas oleh Avi Salsabila (Ustadzah TPQ dan Guru PAI)
wawancara pada 7 Oktober 2021 menyampaikan:
“ketika umat Hindu melaksanakan puasa di hari raya Nyepi umat Islam
menghargai dengan cara ikut memadamkan lampu agar umat Hindu khusyu
melakasanakan ibadah puasa, selain itu kami sebagai umat muslim biasanya di
Masjid terdapat pujian setelah adzan, tetapi karena menghargai tetangga yang
sedang Nyepi biasanya langsung iqomah.”
11
ataupun Hindu dapat meminimalisir terjadinya perlakuan tidak adil (diskriminasi) serta
mendapatkan hak yang sama dalam setiap kegiatan masyarakat desa Glanggang.
Masyarakat Desa Glanggang merupakan masyarakat multikultural yang terdiri dari
berbagai macam agama, yaitu Islam, Hindu, Kristen Katholik dan Kristen Protestan.
Semua masyarakat hidup secara berdampingan dengan rukun, damai, dan saling
menghargai perbedaan antar umat beragama lain. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sudarsana & Arwani (2018:6) Toleransi merupakan seseorang yang cinta dengan
kerukunan, kedamaian, hidup tentram dengan orang lain, mengungkapkan pendapat secara
bebas, serta saling menghargai dan menghormati. Secara etimologis, toleransi berasal dari
bahasa Inggris yang artinya toleration, adapun dalam bahasa Arab yaitu Al-Tassamuh yang
artinya sikap tenggang rasa, teposliro, dan sikap membiarkan. Sedangkan secara
terminologis, toleransi merupakan memperbolehkan seseorang untuk melakukan apapun
sesuai dengan kehendak masing-masing.
Toleransi merupakan sikap atau suatu hal yang sangat penting untuk menjaga
harmonisasi kehidupan antar umat beragama (Parasmita, 2017:249). Jika di dalam
kehidupan antar umat beragama seandainya tidak terdapat adanya toleransi kemungkinan
perselisihan atau pertikaian antar umat beragama mudah terjadi karena tidak ada rasa saling
menghargai dan saling rukun antar umat agama lain. Masyarakat di Desa Glanggang sangat
menjunjung tinggi nilai toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, masyarakat
memandang perbedaan agama dengan kacamata positif serta tidak menjadikan perbedaan
agama sebagai suatu masalah yang kompleks, melainkan masyarakat memandang
perbedaan agama menjadi suasana yang penuh warna, oleh karena itu selama puluhan tahun
tidak pernah terjadi perselisihan di Desa Glanggang meskipun masyarakatnya menganut
berbagai macam kepercayaan. Sugiharto wawancara pada (23 September 2021)
menyampaikan:
“Tidak pernah terjadi perselisihan, masyarakat di Desa Glanggang ini sangat
rukun dan damai, hidup rukun disini sudah menjadi budaya sejak dulu, kita
memang berbeda dalam agama/keyakinan tapi kita sama dalam budaya.
Budaya kita apa? ya salah satunya gotong royong warisan dari nenek moyang
secara turun temurun, ada juga tradisi seperti tradisi Bersih Desa atau Nyadran,
kemudian kenduri itu juga termasuk dalam budaya. Jadi meskipun disini
12
masyarakat menganut agama/kepercayaan berbeda, tapi nilai-nilai budaya kita
sama.”
13
kerjasama atau gotong royong antar umat beragama, karena dengan adanya hubungan antar
individu yang aktif maka kerjasama dapat dicapai (Koentjaraningrat dkk, 2003:79). Pada
saat yang sama, Varshney (2009) percaya bahwa kerjasama ada dalam bentuk hubungan
antara komunitas atau kelompok yang menggabungkan atau menyatukan dua pemeluk
agama.
Teori ikatan antarwarga oleh Varshney (2009) akan digunakan penulis untuk
menganalisis ikatan relasi antar masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang. Varshney
(2009) membagi ikatan antarwarga menjadi dua bentuk, 1) asosiasional, yaitu bentuk
ikatan antar warga ke dalam sebuah organisasi, seperti organisasi pemuda-pemudi di desa,
klub olahraga, asosiasi bisnis, dan ikatan profesi. 2) quotidian yaitu hubungan ikatan antar
warga dalam kegiatan sehari-hari yang tidak memerlukan suatu wadah organisasi, yaitu
berupa interaksi dalam kehidupan bermasyarakat yang sederhana dan rutin, seperti saling
mengunjungi antar tetangga yang berbeda agama, berpartisipasi bersama dalam kegiatan
upacara 17 agustus, dan lain-lain.
Berdasarkan pada hasil temuan dilapangan secara asosiasional, hubungan interaksi
sosial antara masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang terjalin dengan adanya
organisasi atau forum yang menjadikan masyarakat saling bertemu dan membaur satu sama
lain sehingga terjadi interaksi yang saling merekat antar keduanya, seperti: pertemuan RT
oleh Bapak/Ibu yang diadakan satu minggu sekali, organisasi karang taruna, dan ibu-ibu
PKK. Adapun secara quotidian, hubungan interaksi sosial antar umat beragama di Desa
Glanggang ini terjadi karena adanya budaya dalam kehidupan keseharian seperti saling
silahturahmi dan mengucapkan selamat hari raya kepada tetangga antar umat beragama
lain, kerja sama atau gotong royong dalam pembangunan tempat ibadah dan fasilitas publik
yang lain, partisipasi dalam kegiatan tradisi Bersih Desa dan Nyadran yang dilaksanakan
setiap satu tahun sekali serta musyawarah desa.
Penulis melihat bahwasannya teori ikatan antar warga secara quotidian lebih tampak
dan kuat bandingkan dengan asosiasional. Interaksi pergaulan sosial sehari-hari antar umat
beragama di Desa Glanggang memang lebih menonjol dibandingkan dengan interaksi ke
dalam satuan organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Varshney bahwasannya
masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan ikatan antar warga dalam keseharian
14
(quotidian) memang lebih kuat dan menonjol dibandingkan dengan asosional. Hal tersebut
berbanding sebaliknya dengan kondisi masyarakat yang hidup di wilayah perkotaan.
Interaksi yang di maksud dalam konsep relasi hubungan sosial (kerjasama) dalam
penelitian ini yaitu interaksi sosial termasuk sosial keagamaan. Adanya interaksi antara
individu atau lebih atau antara dua kelompok atau lebih yang menjadi syarat terbentuknya
kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat dkk, 2003:90). Kemudian dari interaksi sosial
itulah yang menjadikan masyarakat dari kedua agama saling merekatkan ikatan menjadi
satu kesatuan utuh masyarakat desa.
Faktor Pendukung Toleransi Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang
Dalam menjalin suatu hubungan antar umat beragama tidak serta merta terjadi
secara langsung, sehingga dapat dipastikan bahwa dalam suatu hubungan yang baik pasti
terdapat alasan atau faktor yang mendorong terjadinya hubungan baik tersebut, begitupun
juga dengan toleransi antar umat yang berbeda agama.
Faktor pendukung toleransi masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang ini
meliputi, Pertama yaitu peran tokoh agama dalam mengajarkan nilai-nilai agama bagi
pemeluknya, tokoh agama Islam membimbing umat Islam di Desa Glanggang untuk selalu
beriman dan patuh terhadap perintah Allah, serta memimpin segala bentuk kegiatan
keagamaan dan menjaga keharmonisan dengan umat agama lain. Avi Salsabila (Ustadzah
TPQ dan Guru PAI) wawancara pada 7 Oktober 2021 menyampaikan:
“Upaya untuk membimbing umat Islam di desa ini yaitu melalui proses
pembelajaran mengaji di TPQ, di dalam TPQ terdapat yang namanya Diniyah
untuk jenjang kelas anak yang telah diwisuda atau khatam, jadi peran tokoh
agama disini tidak hanya mengajar ngaji Al-Quran namun juga diajarkan yang
namanya Fiqih, Ahlak, dan Aqidah. Jadi didalam pembelajaran Aqidah dan
Akhlak mengajarkan kita bagaimana bersikap dengan orang lain, tidak hanya
bersikap dengan orang yang memiliki agama yang sama tetapi juga dengan
agama lain.”
15
Toleransi beragama harus dilandasi oleh sikap terbuka dan lapang dada terhadap
seseorang untuk saling menghormati dan memperkenankan pemeluk agama untuk
beribadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing tanpa adanya paksaan atau
pengaruh oleh orang lain baik dari anggota keluarganya sekalipun. Karena setiap seseorang
mempunyai hak penuh untuk memilih, memeluk dan meyakini sesuai dengan hati
nuraninya sendiri. (Herman & Mohamad, 2018). Toleransi menjadi sedemikian penting,
sehingga pendidikan toleransi pada seseorang juga nantinya akan menggambarkan
kedewasaan dalam beragama (Suharyanto, 2015; Rumapea, 2016).
Kedua, adanya ajaran dari masing-masing kedua agama yang dijadikan pedoman
dalam hal bertoleransi. Seperti yang kita ketahui bahwa semua agama mengajarkan tentang
kebaikan. Agama memuat nilai atau norma yang dapat dijadikan pedoman dalam bersikap
dan bertingkah laku sesuai dengan keyakinan agama yang dianut. Masing-masing
masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang percaya dengan ajaran agama yang mereka
yakini dan terapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat agama Hindu dalam menerapkan praktik toleransi tidak terlepas dengan
konsep ajaran Tat Twam Asi yang artinya “kamu adalah aku” jadi kalau kamu yang disakiti,
saya merasa sakit, sebaliknya jika saya yang disakiti, kamu merasa sakit. Sehingga apabila
kita membantu atau menolong orang lain berarti kita sedang menolong diri kita sendiri, kita
harus merasakan apa yang orang lain rasakan. Dengan begitu tentunya jika kita tidak tidak
ingin merasakan sakit, jangan menyakiti orang lain. Kemudian ada lagi ajaran Tri Hita
Karana yaitu tiga hubungan yang harmonis, yang pertama dengan tuhan, kedua dengan
sesama manusia, dan ketiga hubungan dengan alam semesta. Jadi di dalam menjalin
kehidupan harus terdapat keseimbangan, dalam ajaran ini umat Hindu diajarkan tidak hanya
menjalin harmonisasi dengan tuhan saja, melainkan dengan yang diciptakan yaitu dengan
sesama manusia serta alam. Dan terakhir adanya ajaran Vasudewa Kutumbakan yang
artinya semua manusia itu bersaudara, tidak membeda-bedakan baik untuk tidak sesama
iman ataupun bukan, semuanya adalah saudara.
Konsep ajaran agama Islam terdapat pada Q.S Yunus ayat 99 bahwa umat Islam
harus menanamkan keyakinan bahwa perbedaan manusia dalam beragama dan
berkeyakinan adalah kebenaran yang dikehendaki oleh Allah Swt. Oleh sebab itu, di dalam
16
ayat tersebut umat Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama yang mereka
kehendaki dan tidak memaksakan untuk mempercayai agama yang telah orang Islam anut.
Dari konsep kedua agama tersebut, jelas bahwasanya toleransi bukanlah konsep
yang asing, baik agama Islam ataupun Hindu karena dari masing-masing kitab sudah
dijelaskan jika di dalam agama terdapat nilai-nilai yang dijadikan pedoman bagi
penganutnya dalam menuntun kehidupan yang baik dan sejalan dengan ajaran agamanya.
Islam memiliki konsep yang begitu jelas bahwa di dalam surah Al-Quran “Tidak ada
paksaan dalam memeluk agama Islam.” Dan bagi agama Hindu sendiri tidak pernah
menciderai atau keluar dalam konsep Tat Twam Asi, Tri Hita Karana, dan Vasudewa
Kutumbakan.
Ketiga, adanya pernikahan beda agama, pernikahan beda agama biasanya persoalan
yang selalu diperdebatkan bagi banyak orang karena argumen yang berpedoman dengan
kitab suci ajaran agamanya. Namun perbedaan memang tidak bisa dipungkiri oleh
siapapun, dalam hal bertoleransi semakin banyak perbedaan semakin tinggi pula diperlukan
sikap saling mengerti, tenggang rasa, dan menghormati antar umat beragama. Masyarakat
Desa Glanggang menganggap bahwa adanya pernikahan beda agama bukan menjadi suatu
persoalan, bahkan pernikahan agama disini bukan untuk dibedakan melainkan untuk
memberikan suatu warna tersendiri dalam hal kekeluargaan. Bapak Rudi (Pemangku agama
Hindu) wawancara pada 9 Oktober 2021 menyampaikan:
“Semangat kekeluargaan, dalam satu keluarga ada yang memeluk agama Islam,
keluarga yang lain ada yang memeluk agama Hindu, jadi saling bertukar atau
saling menghargai mulai dari kebiasaan kecil seperti mau makan, doa nya
Islam bagaimana, doa nya orang Hindu bagaimana, kemudian pada saat hari
raya kebiasaan dari kedua agama pastinya berbeda untuk itu adanya pernikahan
beda agama disini menjadi faktor pendukung dalam hal bertoleransi antar umat
beragama.”
Keempat, tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun setiap satu tahun sekali,
tradisi yang selalu dilestarikan di Desa Glanggang berupa tradisi Nyadran dan Bersih Desa.
Tradisi Nyadran dan Bersih Desa adalah tradisi yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali
di Desa Glanggang. Tradisi Nyadran tersebut memiliki serangkaian prosesi budaya yaitu
berupa membersihkan makam para leluhur kemudian dilanjutkan dengan ziarah dengan
mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dunia, dan yang terakhir berupa kenduri
17
bersama di punden mbah kertawangsa (penjaga desa). Upacara Nyadran merupakan
serangkaian upacara yang dilakukan untuk menghormati arwah para leluhur. (Partokusumo,
1995:247).
Tradisi Bersih Desa sendiri memiliki serangkaian prosesi budaya berupa kerja bakti
bersih-bersih lingkungan, pembuatan jolen yang nantinya diarak dan diringi bersamaan
dengan kuda lumping. Acara Bersih Desa ditutup dengan adanya wayang kulit, tayub, dan
pengajian. Kedua tradisi ini menjadikan seluruh masyarakat saling membaur, terjalinnya
interaksi, serta saling mengeratkan hubungan antar umat agama agar hidup selalu
berdampingan. Jadi terjadinya toleransi antar umat beragama di Desa Glanggang dapat di
jaga yaitu melalui adanya tradisi dalam kehidupan masyarakat, dimana tradisi tersebut
merupakan semacam warisan nenek moyang yang dianggap sebagai hasil karya yang
didalamnya terdapat norma, gagasan, dan nilai tertentu. Yoga (masyarakat Islam) pada
wawancara 1 Oktober 2021 menyampaikan:
“Faktor pendukungnya dari segi tradisi yang terus dijaga setiap tahunnya yang
saling mengeratkan hubungan antar agama itu sendiri, seperti tradisi Nyadran
dan Bersih Desa. Selain itu adanya budaya gotong royong yang selalu
digiatkan tanpa pandang bulu dari agama apa kita berasal.”
18
Sesuai yang telah dijelaskan diatas bahwa masyarakat di Desa Glanggang
menerapkan sikap toleransi antar umat beragama ternyata disebabkan oleh beberapa faktor
dan berangkat dari pendapat Sumaktoyo (2017) yang membagi tiga faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam bertoleransi. Pertama, secara kultural-teologis, masyarakat
saling menghargai karena adanya historis nilai-nilai budaya yang sudah dilaksanakan secara
turun temurun oleh nenek moyang seperti gotong royong, adanya tradisi Nyadran, Bersih
Desa maupun mbiyodo, membuat masyarakat sampai sekarang terpengaruh dengan situasi
keadaan yang diterapkan dimasa lalu. Adapun secara teologis, masyarakat dapat
bertoleransi disebabkan karena adanya ajaran dari kedua agama masing-masing untuk
saling toleran terhadap pemeluk agama lain. Yaitu baik dalam agama Hindu dengan tiga
konsep ajaran Tat Twam Asi, Tri Hita Karana, dan Vasudewa Kutumbakan, dan agama
Islam yang terdapat dalam ayat-ayat suci Al-Quran yaitu Q.S Yunus 99.
Kedua, secara institusional kehidupan antar umat beragama di Desa Glanggang
saling tercipta secara rukun karena adanya campur tangan adanya pemerintah desa, adapun
dalam hal ini pemerintah desa menghimbau kepada masyarakat agar tidak melaksanakan
kegiatan sosial di hari Selasa malam dan Kamis malam untuk menghargai adanya aktifitas
keagamaan yang rutin dilaksanakan oleh masing-masing kedua agama. Pada prinsipnya
umat beragama perlu juga dibina melalui pelayanan aparatur pemerintah yang memiliki
fungsi dan peran dalam menentukan kualitas hidup beragama melalui kebijakan-
kebijakannya (Hadisaputro, 2002:19-20). Oleh sebab itu, peran pemerintah sebagai
perantara atau fasilitator disini menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas
atau persoalan antar umat beragama.
Ketiga, faktor psikologis, adanya kepribadian dari masing-masing individu atau
masyarakat baik Islam dan Hindu menjadi faktor penyebab seseorang dalam hal
bertoleransi. Berdasarkan tingkat kognitif masyarakat di desa Glanggang sebagian besar
sudah memahami akan adanya ajaran dari masing-masing agama sehingga tercipta adanya
rasa saling menghargai dan menghormati terhadap pemeluk agama lain, masyarakat
melakukan hal baik itu semua juga pada dasarnya kita ini merupakan mahluk sosial yang
saling bergantung dan membutuhkan orang lain. Sikap seseorang dalam hal toleransi antar
umat beragama semestinya bukan karena keterpaksaan, akan tetapi harus dari kesadaran
19
hati oleh masing-masing individu. Untuk itulah sikap seperti ini harus menjadi pandangan
agar terciptanya tempat bersama bagi kelompok agama (Rohman, 2011).
Faktor Penghambat Toleransi Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang
Kehidupan toleransi masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang tidak terlepas
dari adanya permasalahan, karena setiap individu/masyarakat memiliki pemikiran yang
berbeda-beda, meskipun memang sebagian besar masyarakat di Desa Glanggang paham
dengan baik ajaran dari agamanya, namun kenyataannya terdapat adanya individu yang
intoleran terhadap pemeluk agama lain. Permasalahan atau konflik yang terjadi di Desa
Glanggang selama ini tidak pernah menjadi konflik yang meluas dan diketahui oleh banyak
orang, melainkan permasalahan atau konflik hanya diketahui oleh pihak yang terkait saja
karena konflik tersebut terjadi sudah lama.
Permasalahan ini terjadi sejak 27 tahun yang lalu ketika masyarakat Hindu ingin
mendirikan tempat ibadah pura, namun pada saat itu terdapat 2 masyarakat Islam yang
menolak terkait pendirian tempat ibadah pura, dengan alasan lokasi pura yang berdekatan
dengan mushola, dilihat dari faktor psikologis individu yang menolak tersebut merasa
karena adanya perasaan terganggu ketika nantinya Pura yang didirikan berdekatan dengan
mushola, akhirnya masyarakat Hindu timbul rasa kecemburuan sosial karena ketika
masyarakat Hindu ingin mendirikan pura melalui proses yang tidak mudah. Bapak Rudi
(Pemangku agama Hindu) wawancara pada 9 Oktober 2021 menyampaikan:
“Dulu pada tahun 1994 ketika umat Hindu ingin mendirikan tempat ibadah
Pura, namanya Pura Dwi Dharma Jati tepatnya di Dusun Darungan, ada salah
satu warga tidak setuju alasannya karena letak pura tersebut terlalu dekat
dengan mushola, kira-kira tidak sampai 3 orang yang tidak setuju, selebihnya
umat Islam semuanya setuju kalau umat Hindu ingin mendirikan Pura, namun
permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dan akhirnya
semuanya setuju kemudian didirikan tempat ibadah Pura Dwi Dharma Jati.”
Konflik atau permasalahan antar umat beragama yang terjadi di Desa Glanggang ini
menjadi faktor penghambat terjadinya toleransi dalam kehidupan beragama. Adapun
permasalahan ini timbul karena kurangnya rasa saling pengertian dan pemahaman oleh
umat Islam terhadap umat Hindu. Lemahnya toleransi tidak terlepas dari kurangnya
pemahaman pemeluk agama lain, menurunnya spritualitas agama dan kurangnya interaksi,
sosialisasi dan dialog antar pemeluk agama (Nafi, 2018:120).
20
Timbulnya konflik tersebut membuat masyarakat Hindu mengalami kecemburuan
sosial karena ketika ingin mendirikan tempat ibadah mengalami proses yang tidak mudah.
Namun meskipun terdapat rasa kecemburuan sosial yang dirasakan oleh masyarakat Hindu
dalam hal pendirian tempat ibadah namun konflik ini dapat diselesaikan dengan sikap
kedua agama yang saling mengedepankan rasa toleransi, mengendalikan diri dari sikap
egois, ingin menang sendiri dan menganggap bahwa dirinya selalu benar.
Konflik ini mendatangkan pihak ketiga yaitu ketua RT/RW untuk diadakan
musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Muyawarah dilaksanakan dengan kedua belah
pihak yang terlibat agar tidak terjadi kesalahpahaman atau merasa dirugikan/diskriminasi.
Akhirnya permasalahan ini selesai semua masyarakat setuju dan pura Dwi Dharma Jati bisa
didirikan guna masyarakat Hindu melaksanakan ibadah sembahyangan.
Selama ini konflik selalu dianggap sebagai sesuatu yang buruk oleh masyarakat
karena mengarah pada situasi yang selalu merugikan, namun konflik tidak selalu mengarah
atau memiliki makna yang buruk, melainkan konflik dapat menjadi sumber pengalaman
yang positif. (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini bertujuan supaya konflik tidak
selamanya dipandang sebagai hal yang buruk, namun pada dasarnya konflik dapat
memberikan pelajaran dan hikmah di balik perselisihan antara pihak–pihak yang
bersangkutan agar dapat memanajemen konflik supaya tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Berawal dari adanya konflik pada tahun 1994 tersebut sampai sekarang tidak
membuat masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang menjadi saling berselisih paham,
namun dengan adanya pertentangan tersebut masyarakat memiliki kesadaran untuk selalu
menjaga kerukunan dengan mengedepankan rasa persaudaraan dan sikap toleransi. Sejalan
dengan pendapat Ardiansyah (2013) Kerukunan umat beragama merupakan suatu bentuk
sosialisasi yang damai yang dihasilkan berkat adanya toleransi beragama. Oleh karena itu,
setiap perbedaan pendapat atau kesalahpahaman harus di selesaikan secara bersama-sama
tidak boleh ada yang memihak atau diskriminasi, semuanya harus bersikap netral. Untuk
itu, masyarakat hingga sekarang tetap hidup berdampingan secara rukun dan harmonis,
serta dari permasalahan tersebut dapat dilihat juga bagaimana cara masyarakat untuk
menjaga hubungan baik antar umat beragama agar tetap terjalin kehidupan yang damai,
rukun dan harmonis dengan menjunjung tinggi yang sikap toleransi.
21
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan di Desa Glanggang mengenai
Bentuk Toleransi Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang dapat penulis simpulkan bahwa bentuk toleransi yang dilakukan oleh
masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang terdiri dari 2 bentuk, yaitu toleransi agama
dan toleransi sosial.
Toleransi agama dilaksanakan ketika berhubungan dengan kegiatan keagamaan
seperti memberikan kebebasan untuk memeluk agama yang dipercayai oleh masyarakat,
adanya pernikahan beda agama, serta toleransi ketika perayaan hari besar keagamaan salah
satunya saling menghormati, saling silahturahmi dan mengucapkan selamat ketika masing-
masing kedua agama sedang merayakan hari besar keagamaan. Sedangkan toleransi sosial
dilaksanakan ketika berhubungan dengan kegiatan sosial di masyarakat yang diluar
kegiatan keagamaan seperti kegiatan kerjabakti, gotong royong, tradisi yang dilakukan
setiap tahun serta musyawarah desa. Kemudian didukung oleh Teori ikatan antarwarga oleh
Ashutosh Varshney bahwasannya relasi hubungan sosial masyarakat Islam dan Hindu di
Desa Glanggang adanya ikatan asosiasional dalam bentuk pertemuan RT oleh Bapak/Ibu
yang diadakan satu minggu sekali, organisasi karang taruna, dan ibu-ibu PKK. Adapun
secara quotidian, yaitu adanya budaya dalam kehidupan keseharian seperti saling
silahturahmi dan mengucapkan selamat hari raya kepada tetangga antar umat beragama
lain, kerja sama atau gotong royong dalam pembangunan tempat ibadah dan fasilitas publik
yang lain, partisipasi dalam kegiatan tradisi Bersih Desa dan Nyadran yang dilaksanakan
setiap satu tahun sekali serta musyawarah desa.
Faktor pendukung toleransi Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang yaitu
adanya peran tokoh agama, adanya ajaran dari kedua agama yang dijadikan pedoman dalam
hal bertoleransi, pernikahan beda agama dan adanya tradisi yang dilaksanakan satu tahun
sekali secara turun temurun dan kebijakan pemerintah desa. Sedangkan faktor penghambat
toleransi yaitu adanya konflik ketika masyarakat Islam menolak pendirian tempat ibadah
pura Dwi Dharma Jati.
22
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, A. (2019). Toleransi dalam Agama Hindu: Aplikasi Ajaran dan Praktiknya di Pura
Jala Siddhi Amertha Sidoarjo, Jurnal Studi Agama, 2(2), (2019).
Ana, L.F., Rozana, K.I., & Muthi’ah, S.K. (2016).Fikih Perkawinan Beda Agama Sebagai
Upaya Harmonisasi Agama: Studi Perkawinan Beda Agama Di Jember. Fikrah:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol. 4, No. 1, (2016).
Herman, DM. & Rijal, M. (2018). Pembinaaan Toleransi Antarumat Beragama Perspektif
Pendidikan Agama Islam Bagi Remaja Kota Kendari. Jurnal Hasil-Hasil Penelitian,
Vol. 13, No. 2, (November 2018).
Kasir, A. (2019). Sikap Toleransi Antarumat Beragama di Desa Sausu Kecamatan Sausu
Kabupaten Parigi Moutong. Edu Civic, Vol. 7, No. 2, (2019).
Parasmita, I Ketut T. (2017). Toleransi Umat Beragama antara Hindu dan Islam di
Kelurahan Lelateng Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana, Jurnal Penelitian
Agama Hindu, Vol. 1, No. 2, (2017).
23
Putro, N. B. (2019).Toleransi Antar Umat Beragama di Desa Bangun Kecamatan
Munjungan Trenggalek.Skripsi tidak diterbitkan.Tulungagung: IAIN Tulungagung.
Kurnianto, R.D. dan Iswari, R. (2019). Bentuk Toleransi Umat Beragama Islam dan
Konghucu di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Solidarity:
Journal of Education, Society and Culture, Vol. 8, No. 1, (2019).
Rumapea, M.E. (2016). Kedewasaan Beragama Salah Satu Wujud Kerukunan Beragama,
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 8 No. 1, (2016).
Sudarsana, I Ketut dan Arwani, GAP Yuni (2018). Internalisasi Pendidikan Karakter
Melalui Pelaksanaan Dharmagita Pada Sekaa Taruna, JurnaI lmu Agama, Vol. 1,
No. 1, (2018)
Nisa', S. (2019). Toleransi Masyarakat Beda Agama (Studi Tentang Interaksi Sosial Umat
Beragama di Krisik Blitar). Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas
Airlangga.
24
Lampiran 1: Proposal Penelitian
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Riris Masruroh
NIM : 180711638528
APRIL 2021
25
ISI
1. PENDAHULUAN
a. Banyaknya kasus konflik antar umat beragama, seperti hasil Penelitian oleh:
Wiyanti 2019, Baskoro 2019, dan Ardiansyah 2013.
b. Masyarakat Desa Glanggang merupakan masyarakat yang multikultural.
Keragaman budaya bahkan agama menjadikan buah kekayaan Desa Glanggang.
Menurut data demografi di Desa Glanggang kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat pemeluk agama Islam dengan 3722 penduduk, Hindu 625
penduduk, Kristen Katolik 17 penduduk, dan Kristen Protestan 25 penduduk.
c. Terdapat realitas keunikan dan praktik toleransi, Hal yang menjadi menarik di
Desa Glanggang ini terdapat tempat ibadah pura dan masjid yang letaknya
berdekatan. Kemudian hal menarik lainnya terdapat adanya Punden Mbah
Kertawangsa (Makam penjaga Desa) yang menjadi tempat kegiatan bersama
yaitu tradisi bersih desa dan tradisi nyadran. Adanya tradisi bersih desa dan
nyadran ini terjadi pembauran atau percampuran yang diikuti oleh seluruh
agama yang ada di Desa Glanggang.
26
b. Mendeskripsikan faktor pendukung toleransi masyarakat Islam dan Hindu di
Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
c. Mendeskripsikan faktor penghambat toleransi masyarakat Islam dan Hindu di
Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
bentuk toleransi masyarakat islam dan hindu dalam menjaga kerukunan umat
beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
b. Bagi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi serta
sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang sejenis mengenai
bentuk toleransi masyarakat islam dan hindu dalam menjaga kerukunan umat
beragama.
c. Bagi Universitas Negeri Malang
Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan untuk referensi dan sumber
informasi mengenai bentuk toleransi masyarakat islam dan hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, selain itu hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa dalam
kegiatan pembelajaran.
d. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan dan
informasi mengenai bentuk toleransi masyarakat islam dan hindu dalam
27
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang sehingga dapat dijadikan contoh tentang pentingnya
toleransi dalam kehidupan bermasyarakat terlebih dalam kehidupan masyarakat
pluralisme.
2.1 Toleransi
a. Toleransi berasal dari bahasa Inggris yang artinya toleration, adapun dalam
bahasa Arab yaitu Al-Tassamuh yang artinya sikap tenggang rasa, teposliro,
dan sikap membiarkan. Sedangkan secara terminologis, toleransi merupakan
memperbolehkan seseorang untuk melakukan apapun sesuai dengan kehendak
masing-masing.
b. Toleransi merupakan seseorang yang cinta dengan kerukunan, kedamaian,
hidup tentram dengan orang lain, mengungkapkan pendapat secara bebas, serta
saling menghargai dan menghormati (Sudarsana dan Arwani 2018:6)
28
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam toleransi
29
III. METODE PENELITIAN
a. Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang diambil dari hasil
observasi,wawancara, dan dokumentasi terkait dengan Toleransi antar umat
beragama Islam dan Hindu di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten
Malang.
b. Sumber data penelitian ini adalah informan, peristiwa, dan dokumen terkait
dengan Toleransi antar umat beragama Islam dan Hindu di Desa Glanggang,
Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.
30
bagaimana bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu, serta faktor
pendukung dan faktor penghambat toleransi di Desa Glanggang,
Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.
Dokumentasi: Dokumentasi yang akan dilakukan dari penelitian yaitu
berupa foto yang berkaitan dengan Bentuk Toleransi Masyarakat Islam dan
Hindu Di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang baik
itu dalam kehidupan sehari-hari ataupun pada saat hari besar keagamaan.
31
Lampiran 2: Instrumen Penelitian
INSTRUMEN PENELITIAN
PEDOMAN OBSERVASI
A. Tujuan : Untuk memperoleh informasi dan data yang akurat baik mengenai kondisi
fisik maupun non fisik di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten
Malang
32
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : ………………
Pertanyaan :
1. Bagaimana peran pemerintah desa dalam membina kerukunan umat beragama di Desa
Glanggang?
2. Ada berapa agama/kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di Desa Glanggang?
3. Menurut data demografi berapa jumlah penduduk yang dianut oleh masing-masing
agama tersebut?
4. Bagaimana peran pemerintah desa dalam menjaga kerukunan umat beragama di Desa
Glanggang?
5. Bagaimana bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam menjaga kerukunan
umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang?
6. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
7. Apakah pernah terjadi perpecahan atau perselisihan antar umat beragama di Desa
Glanggang ini ?
8. Apa saja faktor penghambat kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan
Pakisaji, Kabupaten Malang?
33
9. Bagaimana upaya pemerintah desa dalam menghindari perpecahan antar umat
beragama di Desa Glanggang?
10. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
34
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : ………………
Pertanyaan :
35
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : ………………
Pertanyaan :
36
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : ………………
Jabatan : Masyarakat
Pertanyaan :
37
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : ………………
Pertanyaan :
38
11. Kapan Tradisi bersih desa ini dilaksanakan?
12. Apakah tradisi bersih nyadran dan bersih desa ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa
Glanggang?
39
PEDOMAN DOKUMENTASI
No Dokumentasi
1. Dokumen proposal kegiatan/progam kerja di Desa Glanggang
2. Bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam kehidupan
sehari-hari atau pada saat hari raya.
3. Tradisi Nyadran
4. Tradisi Bersih Desa
5. Gambaran umum Desa Glanggang
6. Tempat Ibadah
40
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Pertanyaan :
41
Jawab: Peran pemerintah desa dalam menjaga kerukunan umat beragama di Desa
Glanggang yaitu :
a. Melibatkan masyarakat Desa Glanggang dalam kegiatan musyawarah desa
tanpa membeda-bedakan agama yang dianut, jadi seluruh masyarakat di
undang dan ikut serta dalam kegiatan musyawarah desa. Namun ketika
mengadakan musyawarah menghindari hari kamis malam dan selasa malam,
karena pada hari kamis malam umat Islam melaksanakan tahlilan dan di hari
selasa malam umat Hindu melaksanakan sarasehan di Pura.
b. Melestarikan adat atau tradisi di Desa Glanggang, seperti tradisi bersih desa
dan nyadran, karena dengan melestarikan adat atau tradisi juga merupakan
sarana pembinaan norma-norma untuk mengamalkan agama dengan baik dan
menanamkan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan sesamanya.
5. Bagaimana bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam menjaga kerukunan
umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang?
Jawab: Bentuk toleransi masyarakat Islam dan Hindu di Desa Glanggang seperti :
a. Pada saat hari besar keagamaan idul fitri atau idul adha masyarakat umat
Hindu menghargai dengan cara membantu menjaga kendaraan umat Islam
yang akan melaksanakan sholat, hal ini tentu saja tidak hanya dilakukan ketika
hari besar keagamaan, namun ketika sholat jumat masyarakat umat Hindu
juga tetap menjaga kendaraan. Hal ini dilakukan agar masyarakat Islam bisa
tetap melaksanakan kegiatan hari besar keagamaan dan bisa sholat dengan
khusyu tanpa panik memikirkan kendaraannya. Begitu juga sebaliknya ketika
masyarakat Hindu sedang merayakan hari besar keagamaan seperti Nyepi,
masyarakat Islam menghargai dengan cara membantu menjaga kendaraan
umat Hindu yang sedang melaksanakan ibadah.
b. Ketika terdapat kegiatan tradisi bersih desa seluruh masyarakat Desa
Glanggang saling membantu mensukseskan acara tradisi yang dilakukan
secara turun temurun mulai dari membuat jolen, membersihkan lingkungan
desa, serta kenduri bersama, seluruh masyarakat entah itu umat Islam atau
42
Hindu semuanya saling membantu satu sama lain tanpa membeda-bedakan
agama yang dianut.
c. Adanya tradisi nyadran dimana seluruh masyarakat baik Islam ataupun Hindu
ikut serta dalam membersihkan makam termasuk makam leluhur yang babat
alas di Desa Glanggang yaitu mbah Kertawangsa, setelah kegiatan
membersihkan makam besoknya diadakan kenduri bersama di punden mbah
Kertawangsa. Adanya tradisi ini menjadi salah satu bentuk toleransi dimana
masyarakat Islam dan Hindu saling hidup rukun secara berdampingan.
6. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
a. Masyarakat sadar akan pentingnya kerukunan dalam lingkungan Desa
Glanggang yang terdiri dari berbagai macam agama. Kesadaran masyarakat
untuk menghormati keyakinan orang yang berbeda agama disini tanpa adanya
perintah/komando dari kepala desa atau dari tokoh agama, melainkan sudah
sejak dari dulu kerukunan di desa Glanggang karena budaya dari masyarakat itu
sendiri.
b. Masyarakat sering mengikuti kegiatan sosial seperti kerja bakti, maupun
mengikuti tradisi nyadran dan bersih desa, dengan begitu masyarakat sendirinya
akan bisa saling tolong menolong, menghargai serta peduli terhadap satu sama
lain. Meskipun terdapat masyarakat yang tidak bisa mengikuti kegiatan sosial
karena terkendala pekerjaan yang setiap harinya berangkat pagi jam 7
kemudian sampai dirumah jam 7 lagi, tetapi ketika mereka tidak ada halangan
pastinya akan ikut kegiatan sosial yang ada di Desa.
7. Apakah pernah terjadi perpecahan atau perselisihan antar umat beragama di Desa
Glanggang ini ?
Jawab: Tidak pernah terjadi perselisihan, masyarakat di Desa Glanggang ini sangat
rukun dan damai, hidup rukun disini sudah menjadi budaya sejak dulu, kita
memang berbeda dalam agama/keyakinan tapi kita sama dalam budaya.
Budaya kita apa? ya salah satunya gotong royong warisan dari nenek moyang
43
secara turun temurun, ada juga tradisi seperti tradisi bersih desa atau nyadran,
kemudian kenduri itu juga termasuk dalam budaya. Jadi meskipun disini
masyarakat menganut agama/kepercayaan berbeda, tapi nilai-nilai budaya kita
sama.
8. Apa saja faktor penghambat kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan
Pakisaji, Kabupaten Malang?
Jawab:
a. Adanya sikap individu/masyarakat yang tidak bisa menghargai antar umat
beragama, setiap individu pasti memiliki sikap dan perilaku yang berbeda
dengan individu yang lain, ada orang yang menganggap bahwa kita ini manusia
sosial yang dimana dalam menjalani kehidupan sehari- hari pasti memerlukan
orang lain, namun disisi lain kita pasti juga bertemu dengan orang-orang yang
bisa dikatakan anti sosial, mereka tidak ingin atau sulit sosialisasi dengan
orang-orang. Dengan begitu maka dalam kehidupan bermasyarakat jika
terdapat orang yang sulit bersosialisasi maka tidak akan terjadi komunikasi
antara satu dengan lain, maka ditakutkan bisa terjadi kesalahpahaman atau hal-
hal yang tidak diinginkan seperti tidak bisa menghargai orang lain karena fokus
dengan kehidupannya sendiri-sendiri.
9. Bagaimana upaya pemerintah desa dalam menghindari perpecahan antar umat
beragama di Desa Glanggang?
Jawab: Upaya pemerintah desa dalam menghindari perpecahan antar umat beragama
sama seperti bagaimana kita menjaga kerukunan antar umat beragama, yaitu :
a. Melibatkan masyarakat Desa Glanggang dalam kegiatan musyawarah desa
tanpa membeda-bedakan agama yang dianut, jadi seluruh masyarakat di undang
dan ikut serta dalam kegiatan musyawarah desa. Namun ketika mengadakan
musyawarah menghindari hari kamis malam dan selasa malam, karena pada
hari kamis malam umat Islam melaksanakan tahlilan dan di hari selasa malam
umat Hindu melaksanakan sarasehan di Pura. Hal ini juga merupakan kebijakan
pemerintah dalam hal toleransi antar umat beragama, dimana tidak boleh
44
mengadakan kegiatan rapat di hari selasa malam dan kamis malam guna
menghargai kegiatan keagamaan dari masing-masing agama.
b. Melestarikan adat atau tradisi di Desa Glanggang, seperti tradisi bersih desa dan
nyadran, karena dengan melestarikan adat atau tradisi juga merupakan sarana
pembinaan norma-norma untuk mengamalkan agama dengan baik dan
menanamkan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan sesamanya.
10. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Masih dilaksanakan namun tetap dengan mematuhi protokol kesehatan serta
pada saat tradisi bersih desa terdapat rangkaian acara yang dihilangkan seperti pawai
drumb band, karnaval, serta tidak boleh ada yang berjualan dipinggir jalan karena akan
menimbulkan kerumunan, jadi yang tetap dilaksanakan acara intinya saja seperti arak-
arakan jolen yang sudah dibuat oleh masyarakat sebagai tanda rasa syukur kepada
tuhan atas panen hasil bumi yang ada di Desa Glanggang.
45
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Pertanyaan :
46
bagaimana bersikap dengan orang lain, tidak hanya bersikap dengan orang
yang memiliki agama yang sama tetapi juga dengan agama lain.
3. Bagaimana bentuk toleransi masyarakat Islam kepada masyarakat agama Hindu dalam
kehidupan sehari-hari ataupun pada saat pelaksanaan hari raya besar keagamaan?
Jawab: Masyarakat di Desa Glanggang ini sangat menghargai antara umat beragama
lain, banyak sekali bentuk bagaimana masyarakat dalam hal bertoleransi
seperti :
a. Toleransi antar umat beragama di desa ini biasanya dilakukan dalam hal
kegiatan-kegiatan sosial seperti melaksanakan atau mengikuti kegiatan tradisi
Nyadran dan Bersih Desa, dalam kedua tradisi tersebut banyak sekali kegiatan
yang akan dilaksanakan, untuk itu baik itu umat Islam dan Hindu di desa ini
saling membantu, selain itu ketika terdapat perayaan hari besar keagamaan dari
salah satu agama semuanya saling tolong menolong tanpa membeda-bedakan
dalam hal agama.
b. Pada saat umat Hindu melaksanakan puasa di hari raya Nyepi umat Islam
menghargai dengan cara ikut memadamkan lampu agar umat Hindu khusyu
melakasanakan ibadah puasa, selain itu kami sebagai umat muslim biasanya di
Masjid terdapat pujian setelah adzan, tetapi karena menghargai tetangga yang
sedang Nyepi biasanya langsung iqomah.
4. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Beberapa faktor pendukung toleransi di Desa Glanggang ini salah satunya
menanamkan keyakinan bahwa perbedaan manusia dalam hal agama dan
keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah Swt, yang telah
memberi mereka kebebasan untuk memilih. Oleh sebab itu tidak dibenarkan
memaksa untuk memeluk Islam seperti terdapat dalam Q.S Yunus ayat 99.
Jadi lebih tepatnya faktor pendukung toleransi di Desa Glanggang ini adalah
tidak memaksakan ajaran dan kepercayaan kita terhadap orang lain serta
menghormati keyakinan pemeluk agama lain.
47
5. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Mungkin faktor penghambat toleransi bisa dikatakan adanya individu atau
masyarakat yang kurang saling pengertian dalam menghadapi masalah
perbedaan pendapat.
6. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Iya, namun tetap dilakukan secara terbatas dan memperhatikan protokol
kesehatan
7. Apakah bapak/ibu terlibat dalam kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa?
Jawab: Iya saya mengikuti kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa yang dilaksanakan
satu tahun sekali.
48
PEDOMAN WAWANCARA
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang terstruktur, yakni peneliti
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur untuk memperoleh jawaban dari
rumusan masalah terkait dengan judul yang peneliti ambil.
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Rudi
Pertanyaan :
49
kerukunan dalam perbedaan agama supaya tidak terjadinya perpecahan dalam
masyarakat. Karena dalam agama Hindu sendiri ada ajaran Tat Twam Asi
yang artinya “kamu adalah aku” jadi kalau kamu yang disakiti, saya merasa
sakit, sebaliknya jika saya yang disakiti, kamu merasa sakit. Sehingga apabila
kita membantu atau menolong orang lain berarti kita menolong diri kita
sendiri, kita harus merasakan apa yang orang lain rasakan. Dengan begitu
tentunya kita tidak boleh menyakiti orang lain apabila kita juga tidak ingin
merasakan sakit.
Kemudian ada lagi ajaran namanya Tri Hita Karana yaitu tiga
hubungan yang harmonis, yang pertama dengan tuhan, kedua dengan sesama
manusia, dan ketiga hubungan dengan alam semesta. Jadi di dalam menjalin
kehidupan harus terdapat keseimbangan, dalam ajaran ini kita diajarkan tidak
hanya menjalin harmonisasi dengan tuhan saja, melainkan dengan yang
diciptakan yaitu dengan sesama manusia serta alam. Jika kita merusak atau
menyakiti salah satu dalam tiga hubungan tadi secara tidak langsung kita juga
menyakiti yang lain.
Selain itu dalam agama Hindu terdapat ajaran Vasudewa Kutumbakan
yang artinya semua manusia itu bersaudara, tidak membeda-bedakan baik
untuk tidak sesama iman ataupun bukan, semuanya adalah saudara. Jadi ketiga
ajaran tadi mengajarkan untuk menjalin kehidupan dengan rukun, damai, dan
selalu harmonis. Masyarakat Hindu di Desa Glanggang ini tidak akan terlepas
dari konsep ajaran yang tadi sudah dijelaskan, yaitu Tat Twam Asi, Tri Hita
Karana, dan Vasudewa Kutumbakan.
4. Bagaimana bentuk toleransi masyarakat Hindu kepada masyarakat agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari ataupun pada saat pelaksanaan hari raya besar keagamaan?
Jawab: Toleransi masyarakat Hindu dan Islam seperti:
a. Ketika umat Hindu sedang terdapat upacara di pura, yang menjaga keamanan
dari teman-teman remaja masjid (Remas), sebaliknya jika umat Islam sedang
melaksanakan sholat jumat atau ketika hari raya idul fitri yang menjaga
keamanan dari pecalang umat Hindu.
50
b. Dalam segi toleransi yang lain ketika terdapat acara bersih desa serta tradisi
nyadran kenduri di punden mbah kertawangsa (makam penjaga desa) semua
masyarakat baik agama Hindu atau Islam mengikuti acara tersebut.
c. Adanya pernikahan beda agama, di Desa Glanggang ini ketika terdapat
keluarga yang ingin menikah dan kebetulan dari agama yang berbeda atau
dikatakan tidak seiman bukanlah menjadi masalah, karena urusan pernikahan
adalah urusan pribadi masing-masing keluarga. Jadi waktu melaksanakan
pernikahan mau pakai tata cara Islam ataupun pakai tata cara Hindu semua
dikembalikan lagi kepada keluarga masing-masing.
5. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Menurut saya (Pak Rudi) faktor pendukung toleransi Masyarakat Islam dan
Hindu di Desa Glanggang ini yaitu :
a. Semangat kekeluargaan, dalam satu keluarga ada yang memeluk agama Islam,
keluarga yang lain ada yang memeluk agama Hindu, jadi saling bertukar atau
saling menghargai mulai dari kebiasaan kecil seperti mau makan, doa nya Islam
bagaimana, doa nya orang Hindu bagaimana, kemudian pada saat hari raya
kebiasaan dari kedua agama pastinya berbeda untuk itu adanya pernikahan beda
agama disini menjadi faktor pendukung dalam hal bertoleransi antar umat
beragama.
b. Tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Glanggang, yaitu tradisi
Nyadran dan bersih desa. Dengan adanya tradisi tersebut masyarakat Desa
Glanggang menjadi rukun dan saling menghargai antara satu sama lain. Karena
semua masyarakat baik dari agama Hindu ataupu Islam semuanya turut
mengikuti atau merayakan setiap tahunnya. Karena dalam tradisi Nyadran
setelah dilaksanakan doa, semuanya bertukar makanan untuk dimakan secara
bersama-sama hal itu menjadi suasana semakin harmonis, belum lagi pada saat
bersih desa semua ikut membantu dalam kegiatan awal hingga akhir.
51
6. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Dulu pada tahun 1994 ketika umat Hindu ingin mendirikan tempat ibadah Pura,
namanya Pura Dwi Dharma Jati tepatnya di Dusun Darungan, ada salah satu
warga tidak setuju alasannya karena letak pura tersebut terlalu dekat dengan
mushola, kira-kira tidak sampai 3 orang yang tidak setuju, selebihnya umat
Islam semuanya setuju kalau umat Hindu ingin mendirikan Pura, namun
permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dan akhirnya
semuanya setuju kemudian didirikan tempat ibadah Pura Dwi Dharma Jati.
7. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa masih tetap dilaksanakan pada masa
pandemi covid-19 ini dengan tetap mematuhi protokol kesehatan
52
PEDOMAN WAWANCARA
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang terstruktur, yakni peneliti
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur untuk memperoleh jawaban dari
rumusan masalah terkait dengan judul yang peneliti ambil.
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Limaiyah
Jabatan : Masyarakat
Pertanyaan :
53
b. Pada saat ulang tahun Pura masyarakat umat Islam ikut mbiyodo (membantu
kerabat yang akan mengadakan hajatan) masyarakat Islam melakukan itu
karena ya sudah pada dasarnya manusia itu harus saling membantu antar
sesama tidak memandang entah itu yang punya hajat muslim atau non muslim
pokoknya semuanya ikut membantu ketika saudaranya sedang ada hajatan.
c. Ketika umat Islam akan mendirikan mushola/masjid, umat Hindu ikut
menyumbang uang, tidak hanya bentuk finansial saja tetapi umat Hindu ikut
membantu secara fisik, yaitu ikut membantu kerja bakti membangun mushola
tersebut
3. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Faktor pendukungnya ya dimana kita ini adalah mahluk sosial, ini sudah
mencakup semuannya, kita hidup secara berdampingan, kita tidak bisa hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain, dalam kehidupan bermasyarakat ini harus
saling tolong menolong, gotong royong dan peduli terhadap sesama.
4. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Kurangnya pemahaman agama/tidak adanya pengertian ketika terdapat
perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu hal. Misalnya saja ketika
masyarakat Hindu ingin mendirikan pura, bagi masyarakat yang kurang
paham dengan pentingnya atau tujuan dari hal tersebut bisa saja terjadi
penolakan dan menimbulkan perselisihan antar umat beragama.
5. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Masih tetap berjalan seperti biasanya, tradisi ini dilaksanakan satu tahun
sekali, tapi kalau pandemi gini harus tetap mengikuti prokes (protokol
kesehatan)
6. Apakah bapak/ibu terlibat dalam kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa?
54
Jawab: Iya saya ikut nyadran berangkat pagi jam 06.00, banyak yang ikut karena
tradisi ini diikuti oleh seluruh warga masyarakat Desa Glanggang, entah itu
dari orang tua sampai anak-anak semuanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan
nyadran.
55
PEDOMAN WAWANCARA
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang terstruktur, yakni peneliti
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur untuk memperoleh jawaban dari
rumusan masalah terkait dengan judul yang peneliti ambil.
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Sukarman
Jabatan : Masyarakat
Pertanyaan :
56
c. Ketika masyarakat umat Hindu menjelang sembayang taur agung harus
membersihkan lapangan untuk tempat melaksanakan sembayang, Masyarakat
Islam disini ikut membantu membersihkan lapangan agar seluruh umat Hindu
bisa melaksanakan sembayangan taur agung, pokoknya jika terdapat kegiatan
keagamaan atau kegiatan sosial seperti kerja bakti masyarakat disini selalu
saling tolong menolong sebagai bentuk menghargai satu sama lain ketika
sedang mempunyai hajat/kegiatan.
3. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Masyarakat saling mengerti adanya kebebasan memeluk agama sesuai dengan
keyakinan masing-masing, sesuai dengan Pancasila sila ke 1 yang dipelajari
juga sama jurusan PPKn.
4. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Adanya masyarakat yang kurang pengertian ketika umat Hindu akan
mendirikan tempat ibadah, dulu pada saat umat Hindu ingin mendirikan Pura,
ada salah satu orang yang tidak setuju, tetapi lama kelamaan orang tersebut
paham sendiri dan akhirnya Pura tersebut tetap didirikan karena adanya rasa
saling menghargai dan menghormati antar umat beragama.
5. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Meskipun pandemi kegiatan tradisi bersih desa dan tradisi nyadran masih tetap
dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan
6. Apakah bapak/ibu terlibat dalam kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa?
Jawab: Iya saya mengikuti kegiatan tradisi nyadran ataupun tradisi bersih desa
57
PEDOMAN WAWANCARA
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang terstruktur, yakni peneliti
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur untuk memperoleh jawaban dari
rumusan masalah terkait dengan judul yang peneliti ambil.
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Yoga
Jabatan : Masyarakat
Pertanyaan :
58
c. Pada saat umat Hindu sedang melaksanakan Nyepi dimana tidak boleh
menyalakan listrik dan melakukan aktivitas fisik, umat Islam menghargai
dengan ikut memadamkan listrik kecuali kalau dirumahnya ada orang sakit
tidak ikut memadamkan listrik.
3. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Faktor pendukungnya dari segi tradisi yang terus dijaga setiap tahunnya yang
saling mengeratkan hubungan antar agama itu sendiri, seperti tradisi nyadran
dan bersih desa. Selain itu adanya budaya gotong royong yang selalu digiatkan
tanpa pandang bulu dari agama apa kita berasal.
4. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Kurangnya pemahaman oleh individu/masyarakat terkait dengan agama yang
dianut atau agama yang dianut oleh pihak yang lain, seperti kesadaran untuk
bertoleransi dari setiap individunya, diperlukannya edukasi ataupun sosialisasi
yang secara berkala tentang betapa pentingnya hidup saling berdampingan
didalam sebuah perbedaan.
5. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Masih, tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan oleh
pemerintah. Bagaimanapun kesehatan masyarakat Desa Glanggang yang harus
menjadi fokus utama di masa pandemi seperti ini.
6. Apakah bapak/ibu terlibat dalam kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa?
Jawab: Iya, tetapi kembali seperti tadi, yaitu tetap menjalankan prokes yang
dianjurkan pemerintah, dan kami meminimalisir kerumunan juga dengan cara
hanya perwakilan 1 orang saja dalam satu rumah kami.
59
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Fatonah
Jabatan : Masyarakat
Pertanyaan :
60
3. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Faktor pendukungnya adalah dari segi tradisi yang terus dijaga dari orang tua
ke para generasi muda entah itu tradisi nyadran, bersih desa, agar tidak sampai
menimbulkan lunturnya tradisi yang mengajarkan untuk hidup selalu
berdampingan
4. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Untuk hambatannya sendiri dari edukasi dan sosialisasi dari pihak aparatur
desa yang mungkin kurang gencar, tapi saya rasa sudah cukup, cuma
kesadaran pribadi masyarakatnya yang harus ditingkatkan lagi.
5. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Iya masih tetap berjalan karena setiap tahunnya selalu diperingati dengan tetap
menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.
6. Apakah bapak/ibu terlibat dalam kegiatan tradisi nyadran dan bersih desa?
Jawab: Iya, saya ikut berpartisipasi dalam kegiatan tradisi nyadran ataupun bersih desa
setiap tahunnya, namun untuk kegiatan bersih desannya tidak seperti tahun
sebelum pandemi, jika pandemi ini tidak seramai yang dulu.
61
PEDOMAN WAWANCARA
Pengambilan Data
Identitas Informan
Nama : Sucipto
Pertanyaan :
62
c. Adanya tradisi Nyadran dan bersih desa seluruh masyarakat ikut serta dalam
tradisi, di dalam rangkaian kedua tradisi ini terdapat acara kenduri, dimana
kenduri ini juga salah satu budaya masyarakat Desa Glanggang.
3. Apa saja faktor pendukung terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Masyarakat sadar akan pentingnya kerukunan dalam perbedaan agama, sudah
bertahun-tahun hidup secara berdampingan dari dulu sampai sekarang tidak
pernah ada pertengkaran satu sama lain karena memang masyarakat di Desa
Glanggang ini sangat menghargai dan bersikap toleransi antar umat beragama.
4. Apa saja faktor penghambat terjadinya toleransi masyarakat Islam dan Hindu dalam
menjaga kerukunan umat beragama di Desa Glanggang, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang?
Jawab: Mungkin untuk faktor penghambatnya adanya masyarakat atau individu yang
kurang menyadari pentingnya sikap toleransi antar sesama atau agama lain.
5. Apakah pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan yang ada di Desa seperti Tradisi
nyadran, bersih desa atau pada saat kegiatan hari raya Islam dan Hindu tetap berjalan?
Jawab: Iya, tradisi nyadran atau bersih desa meskipun pada mas pandemi covid-19 ini
tetap berjalan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan sesuai dengan
anjuran pemerintah.
6. Bisa dijelaskan apa itu tradisi nyadran?
Jawab: Nyadran ini merupakan upacara/tradisi yang dilaksanakan satu tahun sekali.
nyadran berasal dari bahasa sanskerta (sraddha) yang artinya keyakinan.
Tradisi nyadran di Desa Glanggang ini dilaksanakan untuk menghormati
arwah leluhur yang mendahului kita, ayah,ibu,kakek,nenek intinya yang sudah
mendahului kita. Fokus utamanya tradisi nyadran disini yaitu untuk
menghormati tokoh yang babat alas yaitu mbah Kertawangsa.
7. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi nyadran? Dan apa saja yang perlu dibawa oleh
masyarakat ketika melaksanakan tradisi nyadran?
Jawab: Proses pelaksanaan tradisi nyadran ini ada beberapa kegiatan yaitu :
63
a. Membersihkan makam leluhur dari kotoran dan rumput
b. Membacakan doa kepada arwah leluhur yang di ziarahi
c. Melaksanakan kenduri secara bersama-sama yang bertempat di Punden
penjaga desa (Mbah Kertawangsa)
8. Kapan Tradisi Nyadran ini dilaksanakan?
Jawab: Tradisi nyadran dilaksanakan setiap satu tahun sekali, untuk bulannya tidak
menentu pokoknya dilaksanakan setelah panen, tetapi untuk hari dan hitungan
jawa tradisi nyadran ini dilaksanakan setiap hari Senin Pon, dan untuk tahun
ini dilaksanakan pada bulan Agustus.
9. Bisa dijelaskan apa itu tradisi bersih desa?
Jawab: Bersih desa merupakan acara slametan atau upacara adat jawa yang
dilaksanakan untuk memberikan sesaji kepada penjaga desa yaitu mbah
kertawangsa serta bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan
atas hasil panen dan memohon agar hasil panen berikutnya bisa melimpah
10. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi bersih desa?
Jawab: Tradisi bersih desa ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Kerja bakti membersihkan lingkungan desa mulai dari membersihkan makam,
selokan, pos ronda, hingga memasang umbul-umbul (bendera) serta juga ada
masyarakat yang mengecat rumahnya.
b. Membuat jolen dan tumpeng untuk digunakan pada saat upacara adat bersih
desa sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan atas hasil panen dan memohon
agar hasil panen berikutnya melimpah.
c. Iring-iringan jolen dan kuda lumping yang dilaksanakan sore hari serta ketika
jolen di arak nantinya 1 jolen untuk ditaruh di rumah pak Lurah dan 4 jolennya
di perebutkan untuk masyarakat yang mengikuti tradisi bersih desa
d. Malam harinya terdapat pertunjukan wayang kulit dan tayub, kemudian
besoknya ada kegiatan penutupan yaitu pengajian bersama.
11. Kapan Tradisi bersih desa ini dilaksanakan?
Jawab: Tradisi bersih desa dilaksanakan satu tahun sekali, biasanya 1 minggu setelah
kegiatan tradisi Nyadran langsung dilanjutkan dengan tradisi bersih desa dan
64
tradisi bersih desa ini dilaksanakan ketika setelah panen tiba dan setiap hari
Senin Pon sesuai dengan kalender Jawa.
12. Apakah tradisi bersih nyadran dan bersih desa ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa
Glanggang?
Jawab: Iya, kegiatan ini dilaksanakan dan diikuti oleh seluruh masyarakat Desa
Glanggang, baik itu tradisi Nyadran ataupun bersih desa. Masyarakat sangat
antusias melihat tradisi bersih desa meskipun terdapat beberapa acara yang
ditiadakan dikarenakan adanya pandemi.
65
Lampiran 4
Dokumentasi Penelitian
Gambar 2. Balai
Desa
Glanggang
66
Gambar 4. Pura Eka Kapti Desa Glanggang
67
Gambar 6. Pura Dwi Dharma Jati Desa Glanggang
68
Gambar 8. Suasana Silahturahmi di Hari Raya Nyepi (Sumber: Arsip foto oleh masyarakat)
Gambar 9. Pecalang umat Hindu membantu mengamankan kendaraan saat sholat idul fitri
69
Gambar 11. Tradisi Bersih Desa
70
Gambar 14. Suasana Pada Saat Hari Raya Nyepi
71
Gambar 13. Surat Izin Penelitian
72
Gambar 14. Surat Rekomendasi Dari Desa Telah Melaksanakan Penelitian
73
RIWAYAT HIDUP
Pada bulan April tahun 2018 penulis berhasil lolos SNMPTN dan akhirnya
melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Hukm
dan Kewarganegaraan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan
organisasi mahasiswa yaitu menjadi anggota Sub Divisi Media dan Jurnalistik HMJ HKn
pada tahun 2020-2021. Selain itu penulis aktif mengikuti kegiatan volunter organisasi BEM
FIS IN ACTION dan menjadi panitia PKKMB UM 2019. Di luar kegiatan kampus penulis
juga aktif mengikuti progam MBKM Kampus Mengajar angkatan 1 oleh Kemdikbud RI
tahun 2021 yang ditempatkan di SD Negeri 01 Ngasem, Kecamatan Ngajum, Kabupaten
Malang selama 3 bulan.
74