Anda di halaman 1dari 6

REFLEKSI KASUS

STASE KEPERAWATAN GERONTIK


BLOK KKT

Disusun Oleh :
Hesti Fathan Nurfais Fauziah 20180320004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
NAMA : HESTI FATHAN NURFAIS FAUZIAH
NIM : 20180320004
KELOMPOK : 1A

REFLEKSI

1. DESKRIPSI KEJADIAN
Pada tanggal 21 Maret – 26 Maret 2022 saya mendapatkan kesempatan
mengulang belajar kembali sebagai persiapan sebelum menempuh Pendidikan Profesi
Ners yaitu terkait keperawatan gerontik dan mendapatkan skill maupun ilmu baru
dalam stase keperawatan gerontik Blok KKT yang dilakukan secara online maupun
offline di Mini Hospital PSIK FKIK UMY. Saya merasakan sama seperti pada stase
lainnya dalam blok KKT ini, pada stase keperawatan gerontik saya juga banyak
belajar kemudian mendapatkan pengalaman yang berharga dan tak terlupakan.
Salah satunya pada hari Sabtu, 26 Maret 2022 saya bersama teman-teman
kelompok 1A mendapatkan kesempatan untuk belajar skill baru yang sebelumnya
belum pernah didapatkan saat blok keperawata gerontik yaitu terkait Penggunaan alat
bantu mobilisasi pada Lansia terutama berupa kruk kaki 4 dan tongkat kaki 1. Kami
tidak mendapatkan file materi dihari sebelumnya tetapi kami hanya mendapatkan 3
video di Youtube yang harus kami nonton dan pelajarari sebelum melakukan Pretest
kemudian dilanjutkan penilaian DOPS/MINI-CEX dihari Sabtu itu. Ketika melakukan
pretest saya sempat harus mengulang 1 kali, namun akhirnya alhamdulillah lolos dan
melanjutkan penilaian DOPS/MINI-CEX diruang 8 yang dibimbing oleh Asdos.
Penilaian DOPS/MINI-CEX kali ini diberi waktu 10 menit dengan probadus
adalah teman-teman di kelompok 1A lainnya dan dilakukan secara bergantian. Kami
harus membantu lansia menggunakan alat bantu jalan sesuai dengan kebutuhan dan
mengajarkan bagaimana cara duduk ke berdiri, berdiri ke jalan dan jalan ke duduk.
Akhirnya, saat giliran saya datang saya melakukannya dengan probandus teman saya
bernama Affan. Kemudian, setelah semua selesai Asdos memberi feedback kepada
kami semua terkait apa yang sudah baik dan harus diperbaiki terkait Skill yang sudah
kami lakukan tadi. Asdos memberi tahu kami untuk lebih pelan-pelan dalam berbicara
dan menjelaskan kepada lansia jangan terlalu cepat-cepat, karena jika nanti berbicara
langsung dengan lansia seperti saat kita berbicara dengan teman kita belum tentu
lansia akan memahami itu karena pada lansia biasanya mengalami penurunan fungsi
tubuh seperti pendengaran maupun kognitif. Asdos juga memahami kami karena
mungkin kami refleks dan tidak sadar karena kami berbicara dengan teman kami
bukan lansia asli.
2. EKSPLORASI PERASAAN
Perasaan saya menghadapi saat menghadapi hal tersebut saya menjadi berfikir
dan tersadar sampai dalam hati saya berkata “Ooo iyaa yaa kan tadi pura-puranya
Affan jadi simbah, kok saya ngomongnya cepet-cepet”. Dari hal tersebut kemudian
saya mendapatkan pelajaran yang berharga sekaligus mengingat maupun menerapkan
kembali teori-teori yang sebelumnya sudah didapatkan diblok gerontik dan nantinya
dapat saya terapkan ketika bertemu dan berinterasi dengan lansia sesungguhnya.

3. HAL POSITIF DAN HAL NEGATIF KEJADIAN


 Hal Negatif
Hal negatif dari kerjadian tersebut yaitu saya seperti terlihat
menyepelekan karena probadusnya teman saya sendiri, padahal seharusnya
meskipun probadusnya bukan simbah asli saya bisa bersungguh-sungguh
melakukannya seperti saat bersama lansia, sehingga saya bisa terbiasa
kedepannya. Namun, mungkin karena refleks saya dan teman-teman saya
karena diberi waktu 10 menit jadi terasa seperti OSCE dan terburu-buru.
 Hal Positif
Hal positif dari kejadian tersebut tentunya karena feedback yang
diberikan oleh Asdos kami terutama saya menjadi ingat dan dapat
memperbaiki kesalahan saya agar nantinya tidak terulang kembali ketika saya
menjadi perawat yang merawat lansia ataupun ketika berinteraksi langsung
dengan lansia dimasyarakat.
4. ANALISA
a) Mengapa kasus itu menarik ?
Hal tersebut menarik menurut saya karena berdasarkan data proyeksi
penduduk, di Indonesia diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa penduduk
lansia (9,03%) dan diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035
menjadi 48,19 juta seiring dengan pertambahan penduduk. Peningkatan
jumlah penduduk lansia ini menyebabkan perlunya perhatian khusus
terhadap lansia agar lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga
dapat menikmati masa tuanya dengan bahagia (Kementerian Kesehatan RI,
2017) Termasuk bagaimana perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
yang komprehensif dengan menyadari bahwa lansia memiliki keterbatasan
yaitu penurunan beberapa fungsi tubuh seperti kognitif dan pendengaran.
b) Mengapa itu bisa terjadi ?
Faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif pada seseorang adalah
penurunan fungsi sistem saraf. Jika sistem saraf pada seseorang terganggu
maka secara otomatis ataupun secara tidak langsung fungsi kognitifnya pasti
akan menurun. Maka dari itu pada lansia pasti mengalami proses penuaan
yang berakibat pada penurunan kemampuan fungsi tubuh salah satunya adalah
sistem saraf yang dapat berakibat pada kemampuan fungsi kognitif pada
lansia mengalami penurunan fungsi kognitif ringan ataupun berat. Adapun
faktor lain yang mempengaruhi perubahan fungsi kognitif pada lansia
diantaranya jenis kelamin, usia, pendidikan, hereditas, status gizi lingkungan
dan penyakit penyerta khususnya yang merusak sistem saraf (Irfan Permana
et al., 2019).
Selain itu, Penurunan fungsi pendegaran berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris, mengakibatkan kerusakan pada pendengaran.
Perubahan pada telinga bagian dalam dan luar menghalangi proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara dan
pembicaraan orang (Boly et al., 2017).
c) Bagaimana hubungannya dengan Kompetensi perawat ?
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat
harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
dapat mempengaruhi pola komunikasi. Berkomunikasi dengan lansia
mengandung ciri khusus yaitu komunikasi yang singkat, jelas, dan lengkap
dan sederhana sehingga proses komunikasi yang berlangsung secara
interpersonal dapat berjalan secara sempurna. Komunikasi antara perawat
dengan lansia adalah jembatan antara pengharapan dan pengobatan di dalam
merawat diri seorang lansia (Prayogo, 2017).

d) Analisis dapat diihat dari berbagai aspek


Komunikasi pada lansia jugs membutuhkan perhatian khusus dari
semua orang termasuk keluarga lansia. Minimnya pengetahuan keluarga
tentang pola komunikasi pada lansia juga menjadikan ketidaknyamanan hidup
dapat dirasakan lansia dalam keluarga serta mendorongnya untuk merasa tidak
berguna atau dikucilkan. Maka dari itu, tidak jarang ditemukan lansia yang
menginginkan memilih hidup sendiri daripada harus bersama dengan
keluarganya (Boly et al., 2017).

5. KESIMPULAN
Dari kejadian tersebut saya mengambil kesimpulan dan pelajaran berharga
bahwa sebagai perawat harus memahami bagaimana berkomunikasi serta berinteraksi
dengan pasien sesuai tahapan usia pasien dan lebih memahami kondisi pasien tidak
menyamaratakan.
6. RENCANA TINDAK LANJUT
Rencana Tindak Lanjut yang akan saya lakukan yaitu saya akan banyak
belajar lagi terkait keperawatan gerontik ini terutama dalam hal berkomunikasi. Saya
juga dapat melakukan pengkajian MMSE (Mini Mental State Examination) terlebih
dahulu agar tau apakah lansia mengalami penurunan kognitif atau tidak. Jika iyaa
saya bisa membawa keluarga lansia saat memberikan edukasi maupun intervensi
keperawatan lainnya.

REFERENSI

 Kementerian Kesehatan RI. (2017). Situasi lansia di Indonesia tahun 2017:


Gambar struktur umur penduduk indonesia tahun 2017. Pusat Data Dan
Informasi, 1--9.
 Irfan Permana, Asri Aprilia Rohman, & Tita Rohita. (2019). Faktor Faktor
Yang Berhubungan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lansia. Bina
Generasi : Jurnal Kesehatan, 11(1), 55–62.
https://doi.org/10.35907/jksbg.v11i1.135
 Prayogo, F. B. (2017). Proses komunikasi interpersonal antara perawat dengan
pasien lanjut usia (lansia) di rumah Usiawan panti Surya Surabaya. Jurnal E-
Komunikasi, 5(1), 1–13.
 Boly, B., Wiyono, J., & Dewi, N. (2017). Hubungan tingkat pengetahuan
keluarga tentang komunikasi dengan penerapan komunikasi pada lansia.
Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2, 571–582.

Anda mungkin juga menyukai