Anda di halaman 1dari 5

1.

Definisi skizofrenia
Karina, vivi, Hesti
 Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu
(Videbeck, 2018). Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
 Pengertian yang lebih ringkas diungkapkan oleh Hawari (2018), dimana
skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah (spilt), dan
“frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian skizofrenia adalah orang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality).
Hawari, D. (2018). Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Skizofrenia adalah gangguan mental yang dapat memengaruhi tingkah laku,
emosi, dan komunikasi. Penderita skizofrenia dapat mengalami halusinasi, delusi,
kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku. Mayo Clinic (2020). Diseases &
Conditions. Schizophrenia.
 Skizofenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya
retak dan frenas artinya jiwa). Menurut pendapat lain skizofrenia berarti
kepribadian yang terbelah, yaitu hilangnya sebagian besar hubungan kesadaran
yang logis antara tubuh dan jiwa (disintegrasi), sehingga dalam beberapa keadaan
perilakunya tidak sejalan dengan keadaan emosinya. Hal ini terjadi karena secara
mental, kepribadian penderita gangguan ini memang terbelah sehingga
mempunyai kecenderungan tubuhnya hidup pada satu dunia tetapi jiwanya berada
pada dunia yang lain yang menyebabkan penderita cenderung dianggap “gila”.
2. Penyebab skizofrenia
Gema, vivi, fira, dhea
3. Gejala skizofrenia
Atika, fira, karina
4. Klasifikasi skizofenia
Dhea, atika, gema
5. Askep 3S
Dhea, vivi, gema, hesti

SDKI SLKI SIKI EBN


Isolasi Sosial b.d. Keterlibatan Promosi Kirana, S.A.C.
Perubahan status social (L.13116) sosialisasi (2018).
mental (D.0121) Setelah dilakukan (I.13498) Gambaran
DO: Tindakan Observasi: kemampuan
 Kontak mata keperawatan -Identifikasi interaksi social
kurang saat selama 3x24 jam, kemampuan setelah
berkomunikasi. Keterlibatan sosial melakukan pemberian social
 Pasien tampak pada pasien interaksi dengan skill Therapy di
tidak meningkat dengan orang lain. Rumah sakit
bergairah/lesu kriteria hasil: -Identifikasi Jiwa, II (1)
saat diajak  Minat hambatan
berbicara. berinteraksi melakukan Isolasi social

DS: cukup interaksi dengan adalah sebuah

 Pasien meningkat. orang lain. diagnosa

mengatakan  Perilaku Terapeutik: keperawatan yang

merasa tidak menarik diri -Motivasi menunjukkan

aman ditempat cukup berpartisipasi gejala menyendiri,

umum, selalu menurun. dalam aktivitas menarik diri dari

merasa curiga  Kontak baru dan kegiatan kegiatan sosial

kepada orang mata cukup kelompok. serta tidak mau

lain. meningkat. -Diskusikan berinteraksi

 Pasien kekuatan dan dengan orang lain.

mengatakan keterbatasan dalam Salah satu cara

memiliki berkomunikasi untuk

kepribadian dengan orang lain. meningkatkan

yang tertutup -Berikan umpan kemampuan

dan ingin balik positif pada interaksi pasien

sendiri. setiap peningkatan isolasi social


 Pasien kemampuan. adalah dengan
mengatakan Edukasi: menggunakan
tidak ingin -Anjurkan terapi Social skill
berinteraksi berinteraksi Therapy. Hasil
dengan orang dengan orang lain dari penelitian ini
lain. secara bertahap. adalah terjadi
-Anjurkan ikut peningkatan
serta kegiatan kemampuan
sosial dan interaksi sosial
kemasyarakatan. setelah diberikan
social skill
therapy.

6. Trend issue yang terjadi saat ini terkait skizofrenia!


Hesti, Fira, atika, karina
https://www.voaindonesia.com/a/pelajari-penyakit-ilmuwan-transplantasikan-sel-otak-
manusia-pada-tikus-/6791984.html
https://www.pikiran-rakyat.com/gaya-hidup/pr-015675176/ilmuwan-berhasil-tanamkan-
sel-otak-manusia-pada-tikus-untuk-mempelajari-skizofrenia?page=2
Ilmuwan Berhasil Tanamkan Sel Otak Manusia pada Tikus untuk Mempelajari
Skizofrenia (13/10/2022)
Para ilmuwan berhasil mentransplantasikan sel-sel otak manusia ke dalam otak
bayi tikus, di mana sel-sel tersebut tumbuh dan membentuk koneksi. Penelitian tersebut
merupakan upaya untuk mempelajari lebih baik perkembangan otak manusia dan
penyakit yang mempengaruhi organ paling kompleks ini.
“Banyak gangguan seperti autisme dan skizofrenia yang cenderung unik pada manusia”
tetapi “otak manusia tentu saja belum terlalu mudah untuk diakses,” kata Dr. Sergiu
Pasca, penulis senior studi yang menjelaskan upaya tersebut, yang diterbitkan hari Rabu
(12/10) di jurnal Nature.
Pendekatan yang tidak melibatkan pengangkatan jaringan dari otak manusia
adalah "jalan yang menjanjikan untuk mengatasi kondisi ini."
Penelitian ini didasarkan pada pekerjaan tim sebelumnya yang menciptakan
“organoid” otak, struktur kecil yang menyerupai organ manusia yang juga dibuat untuk
mewakili organ lain seperti hati, ginjal, prostat, atau bagian penting dari organ tersebut.
Gambar mikroskop yang disediakan oleh Pasca Lab/Stanford Medicine ini
menunjukkan sel astrosit manusia, di tengah berwarna kuning, dan sel glial manusia
(tersebar dalam warna biru) di dalam otak tikus. (Pasca Lab/Stanford Medicine via AP)
Para ilmuwan mentransplantasikan organoid itu ke dalam anak tikus yang berusia
2 hingga 3 hari. Menurut Pasca, seorang profesor psikiatri di Universitas Stanford, ini
adalah pertama kalinya organoid ditanamkan ke otak tikus, menghasilkan "sirkuit otak
manusia paling canggih yang pernah dibangun dari sel kulit manusia dan menunjukkan
bahwa neuron manusia yang ditanamkan dapat mempengaruhi perilaku binatang."
Untuk menguji penggunaan praktis dari pendekatan ini, para ilmuwan
mentransplantasikan organoid ke dua sisi otak tikus: satu dihasilkan dari sel orang sehat
dan satu lagi dari sel orang dengan sindrom Timothy, kondisi genetik langka yang terkait
dengan masalah jantung dan gangguan spektrum autisme.
Lima sampai enam bulan kemudian, mereka melihat efek penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas neuron. Ada perbedaan aktivitas listrik antara kedua sisi,
dan neuron dari orang dengan sindrom Timothy jauh lebih kecil dan tidak tumbuh banyak
ekstensi yang mengambil input dari neuron terdekat.
Pasca mengatakan organoid otak juga dapat digunakan untuk menguji pengobatan
pada gangguan neuropsikiatri, penyebab kecacatan terbesar di seluruh dunia. Penelitian
semacam itu, ia percaya, akan memungkinkan para ilmuwan untuk membuat terobosan
yang sebelumnya tidak mungkin karena sulitnya mengakses otak manusia - yang
merupakan "alasan mengapa kita begitu jauh tertinggal dalam psikiatri dibandingkan
dengan cabang kedokteran lainnya dalam bidang terapi."
Indonesia Peringkat 1 Negara dengan Skizofrenia, Stigma Harus Dihilangkan
(22/03/2022)

https://health.kompas.com/read/2022/03/22/152712068/indonesia-peringkat-1-negara-
dengan-skizofrenia-stigma-harus-dihilangkan?page=all

KOMPAS.com - Sempat viral di sosial media mengenai DALY rates atau Disability
Adjusted Life Years yang menyebut bahwa jumlah pasien skizofrenia di Indonesia yang
menduduki peringkat nomor satu sedunia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018, diperkirakan sekitar 450 ribu masyarakat Indonesia merupakan Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat. Prevalensi (permil) rumah tangga dengan ART
gangguan jiwa skizofrenia/psikosis lebih banyak terjadi di perdesaan daripada di
perkotaan. Menurut dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, untuk mengukur banyaknya penduduk yang
mengalami skizofrenia melalui prevalensi. Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi
skizofrenia di Indonesia sebanyak 6,7 per 1.000 rumah tangga. Prevalensi ini berbeda
dengan angka DALY, berapa banyak tahun yang hilang dari suatu penyakit tertentu.
Karena skizofrenia adalah penyakit berjangka panjang, DALY skizofrenia di Indonesia
memang besar.

Anda mungkin juga menyukai