Anda di halaman 1dari 4

Prosedur Menonaktifkan Ketua RW yang

Menghalangi Hak Masyarakat


Rukun Warga sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa
Pertama perlu dipahami terlebih dahulu mengenai Lembaga Kemasyarakatan Desa
(“LKD”) yang berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat
Desa (“Permendagri 18/2018”) didefinisikan sebagai berikut:
 
Lembaga Kemasyarakatan Desa yang selanjutnya disingkat LKD adalah wadah
partisipasi masyarakat, sebagai mitra Pemerintah Desa, ikut serta dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan
masyarakat Desa.
Dalam Pasal 150 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP
43/2014”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (“PP 47/2015”), dan Pasal 3 ayat (1) Permendagri 18/2018, disebutkan bahwa
LKD dibentuk atas prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat.
 
Jenis LKD paling sedikit meliputi:[1]

a. Rukun Tetangga (“RT”);


b. Rukun Warga (“RW”);
c. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga;
d. Karang Taruna;
e. Pos Pelayanan Terpadu; dan
f. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.

 
Pengurus LKD terdiri atas:[2]

a. ketua;
b. sekretaris;
c. bendahara; dan
d. bidang sesuai kebutuhan.

 
Karena Anda tidak menyebutkan tempat tinggal, maka kami
asumsikan Pengurus RW yang Anda maksud berada dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota (“DKI”) Jakarta.
 
Pertama-tama, mengenai Pengurus RW diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2016 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun
Warga (“Pergub 171/2016”).
 
Dalam aturan hukum tersebut dijelaskan bahwa RW adalah bagian dari wilayah kerja
Lurah dan merupakan lembaga yang dibentuk melalui musyawarah RW di wilayah
kerjanya yang ditetapkan oleh Lurah.[3] Maksud dan tujuan dibentuknya RW adalah
untuk membantu Lurah dalam pelaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan,
pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.  RW [4]

mempunyai kewajiban memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. [5]

 
Pengurus RW adalah terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan bidang yang ada di
kepengurusan RW yang ditetapkan oleh Lurah.[6] Untuk di DKI Jakarta, Ketua RW
memiliki masa bakti selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal dibuatnya berita acara
pemilihan Ketua RW dan/atau saat penandatanganan berita acara penyerahan tugas
dan tanggung jawab dari panitia pemilihan kepada Ketua RW terpilih, kemudian
ditetapkan dengan Keputusan Lurah.[7]

Secara hukum, Ketua RW juga merupakan Pejabat Pemerintahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) yang menyebutkan bahwa badan
dan/atau pejabat pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan,
baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
 
Anda sebagai penduduk RW setempat memiliki hak-hak, yaitu: [8]

a. mendapatkan pelayanan pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan;
b. mendapat pelayanan kemasyarakatan dari pengurus RT dan/atau RW; dan
c. menggunakan dan memelihara barang-barang inventaris RT dan/atau RW
dengan sebaik-baiknya.

 
Ketua RW dalam permasalahan Anda dapat dinonaktifkan,[9] karena diduga melakukan
tindakan tercela atau tidak terpuji yang menyebabkan hilangnya kepercayaan warga
terhadap kepemimpinannya sebagai Ketua RW dalam bentuk menahan Pajak Bumi
dan Bangunan (“PBB”) yang bukan miliknya tanpa penjelasan yang jelas merupakan
pelanggaran ketentuan dan dikriminasi karena PBB warga yang lain diberikan tepat
waktu, dan hanya milik PBB Anda yang memiliki masalah pribadi dengan Ketua RW
yang tak kunjung diberikan.[10]

Anda juga dapat menuliskan dalam surat pengaduan tersebut bahwa Ketua RW selaku
Pejabat Pemerintahan telah melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik,
suatu prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat
Pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.  Beberapa asas yang dilanggar oleh Ketua
[11]

RW Anda adalah asas ketidakberpihakan, asas keterbukaan, dan asas kepentingan


umum.[12] Ketiga asas tersebut mengharuskan Pejabat Pemerintahan untuk tidak
melakukan tindakan diskriminatif (membeda-bedakan) dan harus berlaku adil terhadap
setiap orang.[13]
 
Untuk prosedurnya, Anda dapat mengadukan Ketua RW secara tertulis kepada Lurah
dengan alasan menahan PBB Anda tanpa alasan yang jelas dengan menjelaskan
duduk perkara secara jelas serta melampirkan bukti-bukti surat dan mengajukan saksi-
saksi. Atas pengaduan tersebut Lurah kemudian memeriksa pengaduan Anda. Apabila
pengaduan Anda terbukti, Lurah melakukan pembinaan dengan cara memberikan
teguran lisan dan teguran tertulis. Jika keluhan Anda masih terjadi maka Lurah harus
mengeluarkan keputusan untuk menonaktifkan Ketua RW yang disahkan oleh Camat
atas nama Walikota/Bupati.[14]
 
Demikian kami sampaikan. Semoga membantu. Terima kasih.
 
Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga
Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa;
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2016 tentang
Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga.

[1] Pasal 6 ayat (1) Permendagri 18/2018


[2] Pasal 8 ayat (1) Permendagri 18/2018
[3] Pasal 1 angka 16 Pergub 171/2016
[4] Pasal 3 Pergub 171/2016
[5] Pasal 20 ayat 1 huruf b Pergub 171/2016
[6] Pasal 1 angka 17 Pergub 171/2016
[7] Pasal 33 ayat (1) Pergub 171/2016
[8] Pasal 17 ayat (3) Pergub 171/2016
[9] Pasal 35 ayat 1 huruf c Pergub 171/2016
[10] Pasal 35 ayat (2) huruf a dan b jo. Pasal 17 ayat (3) Pergub 171/2016
[11] Pasal 1 angka 17 dan Pasal 10 UU 30/2014
[12] Pasal 10 huruf c, huruf f, dan huruf g UU 30/2014
[13] Penjelasan Pasal 10 huruf c, huruf f, dan huruf g UU 30/2014
[14] Pasal 37 jo. Pasal 35 ayat (2) Pergub 171/2016

Anda mungkin juga menyukai