Anda di halaman 1dari 50

DRAFT 13 November 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan pemerintahan


daerah, kepala daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah perlu dibantu oleh perangkat
daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh
urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintahan daerah;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan
pengaturan tentang pemerintahan daerah,
sehingga perlu dicabut dan dibentuk peraturan
pemerintah yang baru;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan


sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 232 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
2  
 

Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan


Peraturan Pemerintah tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN


ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri-menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
3. Pemerintah daerah yang selanjutnya Pemda
adalah kepala daerah sebagai unsur
pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga
3  
 

perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan


sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
5. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan
pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh
kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.
6. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk
melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah provinsi.
7. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Daerah otonom yang selanjutnya disebut Daerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
semua Daerah.
10. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki
Daerah.
11. Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
12. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu
kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
13. Perangkat daerah provinsi adalah organisasi
pemerintah daerah yang bertugas membantu
gubernur dan DPRD provinsi dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
provinsi.
4  
 

14. Perangkat daerah kabupaten/kota adalah


organisasi pemerintah daerah yang bertugas
membantu bupati/walikota dan DPRD
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
15. Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain
adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten/
kota sebagai perangkat daerah kabupaten/kota
yang dipimpin oleh camat.
16. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut
Perda atau yang disebut dengan nama lain
adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/
Kota.
17. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya
disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan
peraturan bupati/walikota.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah anggaran
pendapatan dan belanja daerah provinsi atau
kabupaten/kota.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri.
20. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya
disingkat UPT adalah unsur pelaksana tugas
teknis pada dinas atau badan.
21. Sekretaris Daerah adalah sekretaris daerah
provinsi dan sekretaris daerah kabupaten/kota.
22. Sekretariat Daerah
23. Inspektorat Daerah
24. Satpol PP
25. Badan Daerah
26. Dinas Daerah
27. Kecamatan

BAB II
AZAS DAN PRINSIP PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
Pasal 2
(1) Azas pembentukan organisasi perangkat daerah
meliputi:
a. Efisiensi;
b. Efektifitas;
c. Pembagian habis tugas;
d. Rentang kendali;
e. Tata kerja yang jelas;
f. Pengembangan organisasi fungsional; dan
g. Fleksibilitas.
5  
 

(2) Prinsip pembentukan organisasi perangkat daerah


meliputi:
a. Adanya urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah;
b. Intensitas urusan pemerintahan dan potensi
daerah; dan

BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

Pasal 3
(1) Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah
ditetapkan dengan Perda.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku setelah mendapat persetujuan dari
Menteri bagi Perangkat Daerah provinsi dan dari
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi
Perangkat Daerah kabupaten/kota.
(3) Persetujuan Menteri atau gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan berdasarkan pemetaan Urusan
Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan
Pilihan.
(4) Apabila dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak
diterimanya rancangan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Menteri atau gubernur
tidak memberikan persetujuan atau penolakan,
maka Menteri atau gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dianggap menyetujui.
(5) Kedudukan, susunan organisasi, perincian tugas
dan fungsi, serta tata kerja Perangkat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Perkada.
BAB IV
PERANGKAT DAERAH

Bagian Pertama
Jenis Perangkat Daerah
Pasal 4
(1) Perangkat Daerah Provinsi, terdiri atas :
a. Sekretariat Daerah
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas; dan
e. Badan;
(2) Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, terdiri atas :
a. Sekretariat Daerah;
b. Sekretariat DPRD;
6  
 

c. Inspektorat;
d. Dinas;
e. Badan; dan
f. Kecamatan;

Bagian Kedua
Kriteria Tipelogi Perangkat Daerah
Pasal 5
(1) Kriteria tipelogi organisasi perangkat daerah
digunakan untuk menentukan tipe perangkat
daerah berdasarkan variabel faktor umum dan
faktor teknis.
(2) Kriteria variabel faktor umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
karakteristik daerah yang terdiri dari variabel:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);
(3) Kriteria variabel faktor teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi beban tugas
utama pada masing-masing urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pada
setiap susunan pemerintahan dan unsur
penunjang penyelenggaraan urusan
pemerintahan.
(4) Bobot variabel umum adalah 20 % (persen) dan
bobot varabel teknis adalah 80 % (persen).
(5) Perhitungan variabel faktor umum dan variabel
faktor teknis tercantum dalam Lampiran sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.

BAB V
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
PERANGKAT DAERAH

Bagian Kesatu
Perangkat Daerah Provinsi
Paragraf 1
Sekretariat Daerah
Pasal 6
(1) Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan unsur staf.
7  
 

(2) Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dipimpin oleh sekretaris daerah dan
bertanggung jawab kepada gubernur.
(3) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu gubernur
dalam penyusunan kebijakan dan
pengoordinasian administratif terhadap
pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta
pelayanan administratif.
(4) Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) menyelenggarakan fungsi:
a. pengoordinasian penyusunan kebijakan
daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas satuan
kerja perangkat daerah;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan daerah;
d. pelayanan administratif dan pembinaan
aparatur daerah; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
gubernur yang berkaitan dengan tugas dan
fungsinya.

Pasal 7

(1) Sekretariat daerah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. Sekretariat Daerah Tipe A dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. Sekretariat Daerah Tipe B dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. Sekretariat Daerah Tipe C dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD serta
besaran tugas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
8  
 

Paragraf 2
Sekretariat DPRD
Pasal 8
(1) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan unsur
pelayanan administrasi dan pemberian dukungan
terhadap tugas dan fungsi DPRD.
(2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh sekretaris DPRD yang
dalam melaksanakan tugasnya secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada
gubernur melalui sekretaris daerah.
(3) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diangkat dan diberhentikan dengan
keputusan gubernur atas persetujuan pimpinan
DPRD provinsi setelah berkonsultasi dengan
pimpinan fraksi.
(4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mempunyai tugas menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan, administrasi
keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi DPRD, menyediakan dan
mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan
oleh DPRD dalam melaksanakan hak dan
fungsinya sesuai dengan kebutuhan.
(5) Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan
DPRD;
b. penyelenggaraan administrasi keuangan
DPRD;
c. fasilitasi penyelenggaraan rapat–rapat DPRD;
dan
d. penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.

Pasal 9
(1) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi:
a. Sekretariat PRD Tipe A dibentuk untuk
memberikan dukungan teknis dan
9  
 

administratif kepada DPRD dengan beban


kerja yang besar;
b. Sekretariat DPRD Tipe B dibentuk untuk
memberikan dukungan teknis dan
administratif kepada DPRD dengan beban
kerja yang sedang; dan
c. Sekretariat DPRD Tipe C dibentuk untuk
memberikan dukungan teknis dan
administratif kepada DPRD dengan beban
kerja yang kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD serta
beban tugas sekretariat DPRD sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
Paragraf 3
Inspektorat Daerah
Pasal 10
(1) Inspektorat Daerah merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh inspektur.
(2) Inspektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab kepada gubernur melalui sekretaris
Daerah.
(3) Inspektorat Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu gubernur
membina dan mengawasi pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
dan Tugas Pembantuan oleh Perangkat Daerah
provinsi.
(4) Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis bidang
pengawasan dan fasilitasi pengawasan;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap
kinerja dan keuangan melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan
tertentu atas penugasan gubernur;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan;
e. pelaksanaan administrasi inspektorat provinsi.
10  
 

f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh


gubernur yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsinya.

Pasal 11

(1) Inspektorat Daerah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 diklasifikasikan dalam 3 (tiga)
Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. Inspektorat Daerah Tipe A dibentuk untuk
mewadahi beban pelaksanaan pengawasan
internal dengan beban kerja yang besar;
b. Inspektorat Daerah Tipe B dibentuk untuk
mewadahi beban pengawasan internal dengan
beban kerja yang sedang; dan
c. Inspektorat Daerah Tipe C dibentuk untuk
mewadahi beban pengawasan internal dengan
beban kerja yang kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, jumlah APBD, serta
beban tugas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Paragraf 4
Dinas Daerah
Pasal 12
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
urusan pemerintahan daerah.
(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
(3) Dinas daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu gubernur
melaksanakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.
(4) Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
b. pelaksanaan kebijakan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai
dengan lingkup tugasnya;
11  
 

d. pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan


lingkup tugasnya;
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
gubernur yang berkaitan dengan tugas dan
fungsinya.
(5) Pada dinas daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibentuk UPT dinas untuk
melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu
yang membutuhkan satu kesatuan manajemen
dalam penyelenggaraannya;
(6) Susunan organisasi, tugas dan fungsi UPT yang
berbentuk satuan pendidikan dan rumah sakit
ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Pasal 13
(1) rumah sakit daerah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 12 ayat 5 berbentuk rumah sakit umum
daerah.
(2) Rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah rumah sakit
umum rujukan daerah provinsi.
(3) Kriteria klasifikasi rumah sakit umum daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh menteri yang membidangi urusan
kesehatan setelah berkoordinasi secara tertulis
dengan Menteri dan menteri yang bertanggung
jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 14
(1) Rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 merupakan unit
organisasi yang bersifat fungsional sebagai
sebuah unit layanan yang bekerja secara
profesional;
(2) Pengelolaan keuangan rumah sakit menggunakan
pola pengelolaan Badan layanan umum sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 15
(1) Pada perangkat daerah yang melaksanakan
urusan pemerintahan yang hanya diotonomikan
kepada daerah provinsi, dapat dibentuk cabang
dinas di kabupaten/kota.
(2) Dalam rangka percepatan dan efisiensi
pelayanan publik serta efektivitas
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut,
cabang dinas sebagaimana dimaksud pada ayat
12  
 

(1) mendapat pelimpahan wewenang tertentu


dari gubernur.
(3) Selain urusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), urusan pemerintahan yang memberikan
pelayanan secara massif dan rutin setiap hari
dapat juga dibentuk cabang dinas di
kabupaten/kota atau ditugas pembantuankan
kepada daerah kabupaten/kota.
Pasal 16
(1) Dinas daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. dinas Tipe A dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. dinas Tipe B dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. dinas Tipe C dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, jumlah APBD dan
besaran masing-masing Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah, untuk Urusan
Pemerintahan Wajib dan berdasarkan potensi,
proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan
pemanfaatan lahan untuk Urusan Pemerintahan
Pilihan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 17
(1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pasal 12 ayat (1) terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari :
a. urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar; dan
b. urusan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar.
13  
 

(3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf a terdiri atas :
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan
pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(4) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b terdiri atas :
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan
anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan
sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga
berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
(5) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri atas :
a. kelautan dan perikanan;
b. pariwisata;
c. pertanian;
d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
(6) Masing-masing urusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diwadahi
dalam bentuk dinas.
(7) Khusus untuk urusan ketenteraman, ketertiban
umum, dan pelindungan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
14  
 

dinas hanya menyelenggarakan sebagian urusan


ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan
masyarakat di luar tugas dan wewenang satuan
polisi pamong praja.

Pasal 18
(1) Dalam hal berdasarkan variabel sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) suatu urusan
pemerintahan tidak memenuhi syarat untuk
dibentuk dinas sendiri, urusan pemerintahan
tersebut digabung dengan perangkat daerah lain.
(2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan perangkat daerah yang
memiliki kesamaan karakteristik urusan
pemerintahan atau memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut.
(3) kesamaan karakteristik urusan pemerintahan
atau memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. bidang pendidikan, kebudayaan, pemuda dan
olahraga;
b. bidang sosial, pemberdayaan masyarakat dan
desa, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, dan pengendalian
penduduk dan keluarga berencana;
c. penanaman modal, koperasi dan usaha mikro,
kecil dan menengah, industri dan perdagangan
dan tenaga kerja
d. komunikasi dan informatika, statistik dan
persandian;
e. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
pertambangan dan energi dan Pertanahan
f. Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan
Transmigrasi
g. bidang pertanian, pangan, kelautan dan
perikanan,
h. lingkungan hidup dan kehutanan;
i. bidang perpustakaan, arsip, dan
j. bidang perhubungan, dan pariwisata;
(4) penggabungan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling banyak 2 (dua) urusan pemerintahan.
(5) Tipelogi perangkat daerah hasil penggabungan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan Tipe Perangkat
Daerah sebelum penggabungan dengan
tambahan bidang atau seksi dari urusan urusan
pemerintahan yang digabungkan.
15  
 

Paragraf 5
Badan Daerah
Pasal 19
(1) Badan Daerah merupakan unsur penunjang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah.
(2) Badan Daerah dipimpin oleh kepala badan yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
(3) Badan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu gubernur
melaksanakan fungsi penunjang urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(4) Badan Daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya;
b. pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai
dengan lingkup tugasnya;
c. pemantuan, evauasi, dan pelaporan
pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai
dengan lingkup tugasnya;
d. pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-
fungsi penunjang urusan pemerintahan
daerah sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(5) Unsur penunjang urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. keuangan;
c. kepegawaian;
d. pendidikan dan pelatihan;
e. penelitian dan pengembangan; dan
f. fungsi lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(6) Badan yang melaksanakan fungsi lain sebaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf f dibentuk dengan
kriteria :
a. Diperintahkan oleh peraturan perundang-
undangan; dan
b. Memberikan pelayanan/menunjang terhadap
pelaksanaan tugas seluruh perangkat daerah
yang lain.
(7) Badan yang melaksanakan fungsi lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibentuk
16  
 

setelah mendapat persetujuan dari Menteri dan


menteri yang membidangi urusan
pendayagunaan aparatur negara.
(8) Untuk menunjang koordinasi pelaksanaan
urusan pemerintahan dan pembangunan dengan
pemerintah pusat, daerah provinsi dapat
membentuk badan penghubung di ibu kota
negara.
Pasal 20
(1) Badan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 dibentuk dalam 3 (tiga) Klasifikasi.
(2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan ketentuan:
a. badan Tipe A dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah dengan beban kerja yang besar;
b. badan Tipe B dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah dengan beban kerja yang sedang; dan
c. badan Tipe C dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan penunjang Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah dengan
beban kerja yang kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel pada
jumlah penduduk, luas wilayah, Jumlah APBD,
dan cakupan tugas sebagaimana tercantum
dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Untuk melaksanakan fungsi penunjang tertentu,
pada badan dapat dibentuk UPT.

Pasal 21
(1) Dalam hal berdasarkan variabel sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) suatu fungsi
penunjang urusan pemerintahan tidak
memenuhi syarat untuk dibentuk badan
sendiri, penunjang urusan pemerintahan
tersebut digabung dengan perangkat daerah
lain.
(2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan perangkat daerah yang
memiliki kesamaan karakteristik penunjang
urusan pemerintahan atau memiliki keterkaitan
dengan penyelenggaraan fungsi penunjang
urusan pemerintahan tersebut.
17  
 

(3) kesamaan karakteristik fungsi penunjang urusan


pemerintahan atau memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan fungsi penunjang urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri dari:
a. kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
b. perencanaan, penelitian dan pengembagan;
(4) Penggabungan fungsi penunjang urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling banyak 2 (dua) fungsi
penunjang urusan pemerintahan.
(5) Tipelogi perangkat daerah hasil penggabungan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan Tipe Perangkat
Daerah sebelum penggabungan dengan
tambahan bidang dari fungsi penunjang urusan
pemerintahan yang digabungkan.

BAB VI
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA
Paragraf 1
Sekretariat Daerah
Pasal 22
(1) Sekretariat Daerah merupakan unsur staf.
(2) Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (2) huruf a dipimpin oleh sekretaris
Daerah dan bertanggung jawab kepada
bupati/walikota
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu
bupati/walikota dalam penyusunan kebijakan
dan pengoordinasian administratif terhadap
pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta
pelayanan administratif.
(4) Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyelenggarakan fungsi:
a. pengoordinasian penyusunan kebijakan
daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas satuan
kerja perangkat daerah;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan daerah;
d. pelayanan administratif dan pembinaan
aparatur daerah; dan
18  
 

e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh


bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

Pasal 23
(1) Sekretariat daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. Sekretariat Daerah Tipe A dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. Sekretariat Daerah Tipe B dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. Sekretariat Daerah Tipe C dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD serta
besaran tugas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Paragraf 2
Sekretariat DPRD
Pasal 24

(1) Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan


terhadap DPRD.
(2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (2) huruf b dipimpin oleh sekretaris
DPRD yang dalam melaksanakan tugasnya secara
teknis operasional berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan
secara administratif bertanggung jawab kepada
bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
(3) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
bupati/walikota.
(4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan, administrasi
keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi DPRD, menyediakan dan
19  
 

mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan


oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kebutuhan.
(5) Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan
DPRD;
b. penyelenggaraan administrasi keuangan
DPRD;
c. fasilitasi penyelenggaraan rapat–rapat DPRD;
dan
d. penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.

Pasal 25
(1) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. Sekretariat DPRD Tipe A dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. Sekretariat DPRD Tipe B dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. Sekretariat DPRD Tipe C dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD serta
beban tugas sekretariat DPRD sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.

Paragraf 3
Inspektorat Daerah

Pasal 26
(1) Inspektorat Daerah merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh inspektur.
20  
 

(2) Inspektur Daerah sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab langsung kepada
bupati/walikota dan secara teknis administratif
mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.
(3) Inspektorat Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu
bupati/walikota membina dan mengawasi
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah Kabupaten/Kota dan tugas
pembantuan yang dilaksanakan perangkat
daerah kabupaten/kota.
(4) Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis bidang
pengawasan dan fasilitasi pengawasan;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap
kinerja dan keuangan melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan
tertentu atas penugasan bupati/walikota;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan;
e. pelaksanaan administrasi inspektorat
bupati/walikota.
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsinya.
Pasal 27
(1) Inspektorat Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 diklasifikasikan dalam 3 (tiga)
Tipe.
(2) Tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. Inspektorat Daerah Tipe A dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. Inspektorat Daerah Tipe B dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. Inspektorat Daerah Tipe C dibentuk untuk
mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
21  
 

(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, jumlah APBD, serta
beban tugas sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Paragraf 4
Dinas Daerah

Pasal 28
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
urusan pemerintahan daerah.
(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
(3) Dinas daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu
bupati/walikota melaksanakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
dan tugas pembantuan yang diberikan kepada
kabupaten/kota.
(4) Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
b. pelaksanaan kebijakan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai
dengan lingkup tugasnya;
d. pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan
lingkup tugasnya;
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
bupati/walikota yang terkait dengan tugas dan
fungsinya.
(5) Pada dinas daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibentuk UPT dinas untuk
melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu
yang membutuhkan satu kesatuan manajemen
dalam penyelenggaraannya.
(6) Susunan organisasi, tugas dan fungsi UPT yang
berbentuk satuan pendidikan dan rumah sakit
ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Pasal 29
22  
 

(1) rumah sakit daerah sebagaimana dimaksud pada


Pasal 28 ayat 6 berbentuk rumah sakit umum
daerah.
(2) Rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah rumah sakit
umum rujuan daerah kabupaten/kota.
(3) Kriteria klasifikasi rumah sakit umum daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh Menteri Kesehatan setelah
berkoordinasi secara tertulis dengan Menteri dan
menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 30
(1) Rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 merupakan unit
organisasi yang bersifat fungsional sebagai
sebuah unit layanan yang bekerja secara
profesional;
(2) Pengelolaan keuangan ruamah sakit
menggunakan pola pengelolaan Badan layanan
umum sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Pasal 31
(1) Dinas daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Tipe.
(2) Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan klasifikasi :
a. dinas Tipe A dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
besar;
b. dinas Tipe B dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
sedang; dan
c. dinas Tipe C dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah dengan beban kerja yang
kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan kriteria variabel jumlah
penduduk, luas wilayah, kemampuan keuangan
Daerah, dan cakupan tugas sebagaimana
tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 32
23  
 

(1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud


pasal 27 ayat (1) terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari :
a. urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar; dan
b. urusan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar.
(3) Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan
dasar, terdiri atas :
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan
perlindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(4) Urusan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar, terdiri atas :
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan
anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan
sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga
berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
(5) Urusan pilihan, terdiri atas :
a. pariwisata;
b. pertanian;
c. perdagangan;
d. kelautan dan perikanan;
e. kehutanan;
f. energi dan sumber daya mineral.
24  
 

g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
(6) Masing-masing urusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diwadahi
dalam bentuk dinas.
(7) Khusus untuk urusan ketenteraman, ketertiban
umum, dan pelindungan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
dinas hanya menyelenggarakan sebagian urusan
ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan
masyarakat di luar tugas dan wewenang satuan
polisi pamong praja.

Pasal 33
(1) Dalam hal berdasarkan kriteria variabel
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3)
suatu urusan pemerintahan tidak memenuhi
syarat untuk dibentuk dinas sendiri, urusan
pemerintahan tersebut digabung dengan
perangkat daerah lain.
(2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan perangkat daerah yang
memiliki kesamaan karakteristik urusan
pemerintahan atau memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut.
(3) kesamaan karakteristik urusan pemerintahan
atau memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
dari:
a. bidang pendidikan, kebudayaan, pemuda dan
olahraga;
b. bidang sosial, pemberdayaan masyarakat dan
desa, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, dan pengendalian
penduduk dan keluarga berencana;
c. penanaman modal, koperasi dan usaha
mikro, kecil dan menengah, industri dan
perdagangan dan tenaga kerja
d. komunikasi dan informatika, dan persandian;
e. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, pertambangan dan energi dan
Pertanahan
f. Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan
Transmigrasi
g. bidang pertanian, pangan, kelautan dan
perikanan,
h. lingkungan hidup dan kehutanan;
25  
 

i. bidang perpustakaan, arsip, dan statistik;


j. bidang perhubungan, dan pariwisata;
(4) penggabungan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling banyak 2 (dua) urusan pemerintahan.
(5) Tipelogi perangkat daerah hasil penggabungan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan Tipe Perangkat
Daerah sebelum penggabungan dengan
tambahan bidang atau seksi dari urusan
urusan pemerintahan yang digabungkan.

Paragraf 5
Badan Daerah
Pasal 34
(1) Badan Daerah merupakan unsur penunjang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah.
(2) Badan Daerah dipimpin oleh kepala badan yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
(3) Badan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas membantu
bupati/walikota melaksanakan fungsi penunjang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
(4) Badan Daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
b. penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang
urusan pemerintahan daerah sesuai dengan
lingkup tugasnya;
c. pembinaan penyelenggaraan fungsi-fungsi
penunjang urusan pemerintahan daerah
sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(5) Unsur penunjang urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. keuangan;
c. kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
d. penelitian dan pengembangan; dan
26  
 

e. fungsi lain sesuai dengan peraturan


perundang-undangan.
(6) Badan yang melaksanakan fungsi lain sebaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf f dibentuk dengan
kriteria:
a. Diperintahkan oleh peraturan perundang-
undangan; dan
b. Memberikan pelayanan/menunjang terhadap
pelaksanaan tugas seluruh perangkat daerah
yang lain.
(7) Pembentukan badan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Menteri dan menteri yang
membidangi pendayagunaan aparatur negara.

Pasal 35
(1) Badan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 dibentuk dalam 3 (tiga) Klasifikasi.
(2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan ketentuan:
a. badan Tipe A dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah dengan beban kerja yang besar;
b. badan Tipe B dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah dengan beban kerja yang sedang; dan
c. badan Tipe C dibentuk untuk mewadahi
pelaksanaan penunjang Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah dengan
beban kerja yang kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan parameter jumlah
penduduk, luas wilayah, kemampuan keuangan
Daerah, dan cakupan tugas sebagaimana
tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Untuk melaksanakan fungsi penunjang tertentu,
pada badan dapat dibentuk UPT.

Pasal 36
(1) Dalam hal berdasarkan variabel sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) suatu fungsi
penunjang urusan pemerintahan tidak
memenuhi syarat untuk dibentuk badan
sendiri, penunjang urusan pemerintahan
27  
 

tersebut digabung dengan perangkat daerah


lain.
(2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan perangkat daerah
yang memiliki kesamaan karakteristik
penunjang urusan pemerintahan atau memiliki
keterkaitan dengan penyelenggaraan fungsi
penunjang urusan pemerintahan tersebut.
(3) kesamaan karakteristik fungsi penunjang
urusan pemerintahan atau memiliki keterkaitan
dengan penyelenggaraan fungsi penunjang
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri dari:
a. kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
b. perencanaan, penelitian dan pengembagan;
(6) Penggabungan fungsi penunjang urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling banyak 2 (dua) fungsi
penunjang urusan pemerintahan.
(7) Tipelogi perangkat daerah hasil penggabungan
penunjang urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Tipe
Perangkat Daerah sebelum penggabungan dengan
tambahan bidang dari fungsi penunjang urusan
pemerintahan yang digabungkan.

Paragraf 6
Kecamatan
Pasal 37
(1) Kecamatan dipimpin oleh Camat yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
(2) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Bupati/walikota dari pegawai
negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Camat yang diangkat tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai tugas:
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan
masyarakat;
28  
 

b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan


ketentraman dan ketertiban umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan
perda dan peraturan bupati/walikota;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana
dan sarana pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan yang dilakukan oleh perangkat
daerah di tingkat kecamatan;
f. membina dan mengawasi penyelenggaraan
kegiatan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan urusan-urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang
ada di kecamatan; dan
h. melaksanakan tugas-tugas lain yang
diperintahkan oleh peraturan perundang-
undangan.
(5) Selain melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), camat melaksanakan
urusan pemerintahan umum yang menjadi tugas
bupati/walikota di wilayah kecamatannya.
(6) Camat dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibantu
oleh perangkat Kecamatan.

Pasal 38
(1) Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) diklasifikasikan dalam 2 (dua) Tipe.
(2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dibentuk dengan ketentuan:
a. Kecamatan Tipe A dibentuk untuk kecamatan
dengan beban kerja yang besar; dan
b. Kecamatan Tipe B dibentuk untuk kecamatan
dengan beban kerja yang kecil.
(3) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan parameter jumlah
penduduk, luas wilayah, jumlah desa/kelurahan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
(4) Pengaturan lebih lanjut tentang organsasi
kecamatan diatur dengan peraturan pemerintah
tersendiri.

Pasal 39
(1) Kelurahan merupakan perangkat kecamatan.
29  
 

(2) Kelurahan dibentuk dengan perda


kabupaten/kota berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(3) Kelurahan dipimpin oleh lurah selaku perangkat
kecamatan dan bertanggung jawab kepada
camat.
(4) Lurah diangkat oleh bupati/walikota atas usul
sekretaris Daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi persyaratan.
(5) Selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), lurah wajib mempunyai
pengetahuan bidang pemerintahan.
(6) Lurah mempunyai tugas membantu camat
dalam:
a. melaksanakan kegiatan pemerintahan
kelurahan;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan pelayanan masyarakat;
d. memelihara ketenteraman dan ketertiban
umum;
e. memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh
camat; dan
g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KRITERIA SUSUNAN ORGANISASI

Paragraf 1
Tipe Perangkat Daerah
Pasal 40
(1) Perhitungan total skor Tipe sekretariat Daerah,
sekretariat DPRD dan Inspektorat sebagai
berikut:
a. sekretariat Daerah, sekretariat DPRD dan
Inspektorat Tipe A dibentuk apabila total
skor variabel lebih dari 800.
b. sekretariat Daerah, sekretariat DPRD dan
Inspektorat Tipe B dibentuk apabila total
skor variabel lebih dari 600 sampai dengan
800.
c. sekretariat Daerah, sekretariat DPRD dan
Inspektorat Tipe C dibentuk apabila total
variabel sampai dengan 600.
30  
 

(2) Perhitungan total skor tipe dinas dan tipe badan


sebagai berikut:
a. Dinas dan badan Tipe A dibentuk apabila
total skor variabel lebih dari 800.
b. Dinas dan badan Tipe B dibentuk apabila
total skor variabel lebih dari 600 sampai
dengan 800.
c. Dinas dan badan Tipe C dibentuk apabila
total skor lebih dari 400 sampai dengan 600.
d. Apabila total skor kurang dari 400, tidak
dapat dibentuk dinas atau badan tersendiri
dan digabung dengan menambah
bidang/bagian atau seksi/subbagian pada
dinas atau badan yang memiliki kesamaan
karakteristik urusan pemerintahan/
penunjang urusan pemerintahan atau
memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan
urusan pemerintahan/fungsi penunjang
urusan pemerintahan tersebut.
(3) Penggabungan dinas atau badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan ketentuan :
a. Menjadi bidang/bagian apabila skor variabel
lebih dari 300 sampai dengan 400.
b. Menjadi seksi pada bidang/subbagian pada
bagian apabila skor variabel lebih kecil dari
300.
Pasal 41
Dalam hal intensitas urusan pemerintahan wajib
yang terkait pelayanan dasar tidak memenuhi
syarat/kriteria untuk menjadi dinas, maka urusan
pemerintahan tersebut tetap dibentuk dan diwadahi
dalam dinas tipe C.

BAB VIII
SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

Bagian Kesatu
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi

Paragraf 1
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan
Inspektorat Daerah
Pasal 42
31  
 

(1) Sekretariat daerah tipe A terdiri dari paling


banyak 4 (empat) asisten dan paling banyak 8
(delapan) biro, masing-masing biro terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian, dan masing-masing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
(2) Sekretariat daerah tipe B terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten dan paling banyak 6
(enam) biro, masing-masing biro terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian, dan masing-masing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
(3) Sekretariat daerah tipe C terdiri dari paling
banyak 2 (dua) asisten dan paling banyak 4
(empat) biro, masing-masing biro terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian, dan masing-masing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian
(4) Pembagian tugas pokok dan fungsi unit kerja
pada sekretariat daerah dikelompokkan
berdasarkan perangkat daerah yang
dikoordinasikan atau berdasarkan fungsi/unsur
manajemen tertentu.

Pasal 43

(1) Sekretariat DPRD tipe A terdiri dari paling banyak


4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat DPRD tipe B terdiri dari paling banyak
3 (tiga) bagian, dan masing-masing bagian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(3) Sekretariat DPRD tipe C terdiri dari paling banyak
2 (dua) bagian, dan masing-masing bagian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.

Pasal 44
(1) Inspektorat Daerah Tipe A terdiri dari 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga)
subbagian.
(2) Inspektorat Daerah Tipe B terdiri dari 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 3 (tiga) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 2 (dua)
subbagian.
(3) Inspektorat Daerah Tipe C terdiri dari subbagian
tata usaha dan paling banyak 2 (dua) inspektur
pembantu.
32  
 

(4) Setiap inspektur pembantu membawahi jabatan


fungsional yang melaksanakan fungsi
pengawasan.

Paragraf 2
Dinas Daerah

Pasal 45
(1) Dinas Tipe A terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2) Dinas Tipe B terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 3 (tiga) bidang, sekretariat terdiri
dari 2 (dua) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.
(3) Dinas Tipe C terdiri dari subbagian tata usaha
dan paling banyak 2 (dua) bidang dan masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
seksi.
(4) UPT pada dinas terdiri dari subbagian tata usaha
dan kelompok jabatan fungsional.
(5) Cabang dinas terdiri dari 1 subbagian tata usaha
dan 2 (dua) seksi.
(6) Susunan UPT sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak berlaku bagi UPT berupa rumah sakit
dan satuan pendidikan.
Paragraf 3
Badan Daerah
Pasal 46
(1) Badan Tipe A terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbidang atau atau terdiri dari sejumlah jabatan
fungsional.
(2) Badan Tipe B terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 3 (tiga) bidang, sekretariat terdiri
dari 2 (dua) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
subbidang atau sejumlah jabatan fungsional.
(3) Badan Tipe C terdiri dari subagian tata usaha
dan paling banyak 2 (dua) bidang dan masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
seksi atau sejumlah jabatan fungsional.
33  
 

(4) Badan penghubung terdiri dari sekretariat, paling


banyak 2 (dua) bidang, sekretariat terdiri dari
paling banyak 2 (dua) subbagian dan bidang
terdiri dari paling banyak 2 (dua) subbidang.
(5) UPT badan provinsi terdiri dari 1 (satu) subbagian
tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.

Pasal 47
Urusan pekerjaan umum dan tata ruang, urusan
pertanian dan fungsi penunjang bidang keuangan
dapat memiliki 2 (dua) bidang lebih banyak dari
yang berlaku bagi perangkat daerah lain.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan
Inspektorat Daerah
Pasal 48
(1) Sekretariat daerah tipe A terdiri dari paling
banyak 4 (empat) asisten dan paling banyak 12
(dua belas) bagian, masing-masing agian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat daerah tipe B terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten dan paling banyak 9
(sembilan) bagian, masing-masing bagian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(3) Sekretariat daerah tipe C terdiri dari paling
banyak 2 (dua) asisten dan paling banyak 6
(enam) bagian, masing-masing bagian terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) subbagian
(4) Pembagian tugas pokok dan fungsi unit kerja
pada sekretariat daerah dikelompokkan
berdasarkan perangkat daerah yang
dikoordinasikan atau berdasarkan fungsi/unsur
manajemen tertentu.

Pasal 49
(1) Sekretariat DPRD tipe A terdiri dari paling banyak
4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat DPRD tipe B terdiri dari paling banyak
3 (tiga) bagian, dan masing-masing bagian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
34  
 

(3) Sekretariat DPRD tipe A terdiri dari paling banyak


2 (dua) bagian, dan masing-masing bagian terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.

Pasal 50

(1) Inspektorat Daerah Tipe A terdiri dari 1 (satu)


sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga)
subbagian.
(2) Inspektorat Daerah Tipe B terdiri dari 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 3 (tiga) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 2 (dua)
subbagian.
(3) Inspektorat Daerah Tipe C terdiri dari subbagian
tata usaha dan paling banyak 2 (dua) inspektur
pembantu.
(4) Setiap inspektur pembantu membawahi jabatan
fungsional yang melaksanakan fungsi
pengawasan.

Paragraf 2
Dinas Daerah
Pasal 51
(1) Dinas Tipe A terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri
dari 3 (tiga) subbagian dan masing-masing bidang
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2) Dinas Tipe B terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 3 (tiga) bidang, sekretariat terdiri
dari 2 (dua) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.
(3) Dinas Tipe C terdiri dari subbagian tata usaha
dan paling banyak 2 (dua) bidang dan masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
seksi.
(4) UPT pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian
tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.
(5) Susunan UPT sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak berlaku bagi UPT satuan pendidikan,
pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit.
Paragraf 3
Badan Daerah
Pasal 52
35  
 

(1) Badan Tipe A terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan


paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbidang atau jabatan fungsional.
(2) Badan Tipe B terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 3 (tiga) bidang, sekretariat terdiri
dari 2 (dua) subbagian dan masing-masing
bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
subbidang atau jabatan fungsional.
(3) Badan Tipe C terdiri dari subbagian tata usaha
dan paling banyak 2 (dua) bidang dan masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 2 (dua)
seksi.
(4) UPT badan terdiri dari subbagian tata usaha dan
jabatan fungsional.

Paragraf 4
Kecamatan

Pasal 53
(1) Kecamatan Tipe A terdiri dari 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 5 (lima) seksi, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian.
(2) Kecamatan Tipe B terdiri dari 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4 (empat) seksi, sekretariat
terdiri dari 2 (dua) subbagian.
(3) Kelurahan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 2 (dua) seksi.

Pasal 54
Urusan pekerjaan umum dan tata ruang, urusan
pertanian dan fungsi penunjang keuangan dapat
memiliki 2 bidang lebih banyak dari ketentuan yang
berlaku bagi perangkat daerah lainnya.

BAB IX
JABATAN PERANGKAT DAERAH
 
Bagian Kesatu
Jabatan Perangkat Daerah

Paragraf 1
Perangkat Daerah Provinsi

Pasal 55
36  
 

(1) Sekretaris Daerah Provinsi adalah jabatan pimpinan


tinggi madya.
(2) Asisten, kepala biro, staf ahli, sekretaris DPRD, kepala
badan, kepala dinas, inspektur, dan kepala satuan
polisi pamong praja adalah jabatan pimpinan tinggi
pratama.
(3) Kepala bagian, kepala bidang, inspektur pembantu
dan kepala cabang dinas, adalah jabatan
administrator.
(4) Kepala subbagian, kepala seksi, kepala UPT adalah
jabatan pengawas. Khusus untuk kepala UPT dapat
ditetapkan menjadi jabatan administrator
berdasarkan penetapan Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari menteri yang membidangi urusan
pendayagunaan aparatur negara.
(5) Kepala UPT Provinsi yang berbentuk satuan
pendidikan dan rumah sakit adalah jabatan
fungsional yang diberi tugas tambahan.

Paragraf 2
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 56

(1) Sekretaris daerah, asisten, staf ahli, sekretaris DPRD,


kepala badan, kepala dinas, inspektur kepala satuan
polisi pamong praja adalah jabatan pimpinan tinggi
pratama.
(2) Kepala bagian, kepala bidang, inspektur pembantu,
camat dan sekretaris kecamatan adalah jabatan
administrator.
(3) Kepala subbagian, kepala seksi kepala UPT adalah
jabatan pengawas.
(4) Kepala UPT yang berbentuk satuan pendidikan,
pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit adalah
jabatan fungsional yang diberi tugas tambahan.

Bagian Kedua
Pengisian Jabatan Perangkat Daerah

Pasal 57
(1) Pegawai aparatur sipil negara yang menduduki
jabatan pada perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 55 dan Pasal 56, harus
memenuhi persyaratan kompetensi:
a. teknis;
b. manajerial; dan
c. sosial kultural.
37  
 

(2) Selain memenuhi kompetensi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), pegawai aparatur sipil negara yang
menduduki jabatan Perangkat Daerah harus
memenuhi kompetensi pemerintahan.
(3) Kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga
pemerintah nonkementerian setelah dikoordinasikan
dengan Menteri.
(4) Kompetensi pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 58
(1) Kepala Perangkat Daerah provinsi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 55 ayat (1) diisi dari pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Perangkat Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 ayat (2) diisi
dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan bertugas di wilayah Daerah provinsi
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal di wilayah Daerah provinsi yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak terdapat pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan, kepala perangkat daerah
kabupaten/kota dapat diisi dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan yang bertugas di
wilayah Daerah provinsi lain.
(4) Proses pengangkatan kepala Perangkat Daerah yang
menduduki jabatan administrator dilakukan melalui
seleksi sesuai dengan proses seleksi bagi jabatan
pimpinan tinggi pratama di instansi Daerah
sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai
aparatur sipil negara.

Pasal 59
(1) Kepala daerah mengangkat dan/atau melantik kepala
Perangkat Daerah hasil seleksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58.
(2) Dalam hal kepala Daerah menolak mengangkat
dan/atau melantik kepala Perangkat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
mengangkat dan/atau melantik kepala Perangkat
Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat mengangkat dan/atau melantik
kepala Perangkat Daerah kabupaten/kota.
38  
 

BAB X
LEMBAGA TERTENTU DAN SATUAN POLISI PAMONG
PRAJA

Bagian Kesatu
Lembaga Tertentu

Pasal 60
(1) Dalam hal ketentuan peraturan perundang-
undangan memerintahkan pembentukan
lembaga tertentu/lain di Daerah, lembaga
tersebut dijadikan bagian dari Perangkat
Daerah yang ada setelah dikonsultasikan kepada
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan bidang pendayagunaan
aparatur negara.
(2) Konsultasi dan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperlukan apabila
mengakibatkan terjadinya penambahan bagian
organisasi perangkat darah di luar yang
ditentukan dalam peraturan pemerintah ini.

Bagian Kedua
Satuan Polisi Pamong Praja
Pasal 61
(1) Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat
daerah yang melaksanakan tugas penegakan
perda dan peraturan kepala daerah serta
penegakan ketertiban umum.
(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satuan polisi pamong
praja dapat diberikan tugas lain dalam
perlindungan masyarakat.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja diklasifikasi kedalam
tipe A, tipe B dan tipe C.
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Tipe A terdiri dari 1
(satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat)
bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian
dan masing-masing bidang terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) seksi.
(5) Satuan Polisi Pamong Tipe B terdiri dari 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 3 (tiga) bidang,
sekretariat terdiri dari 2 (dua) subbagian dan
masing-masing bidang terdiri dari paling banyak
2 (dua) seksi.
39  
 

(6) Satuan Polisi Pamong Praja Tipe C terdiri dari


subbagian tata usaha dan paling banyak 2 (dua)
bidang dan masing-masing bidang terdiri dari
paling banyak 2 (dua) seksi.
(7) Penentuan besaran organisasi satuan polisi
pamong praja berdasarkan kriteria variabel
jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah APBD
dan cakupan tugas sebagaimana tercantum
dalam lampiran sebagai bagian yang tidak
terpisah dari peratuaran pemerintah ini.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan
wewenang Satuan Polisi Pamong Praja diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
tersendiri.

BAB XI
PERANGKAT DAERAH OTONOM BARU
Pasal 62
(1) Pembentukan perangkat daerah bagi daerah
otonom provinsi baru yang belum terbentuk
DPRD ditetapkan dengan peraturan gubernur
setelah mendapat persetujuan Menteri.
(2) Pembentukan perangkat daerah bagi daerah
otonom kabupaten/kota baru yang belum
terbentuk DPRD ditetapkan dengan peraturan
bupati/walikota setelah mendapat persetujuan
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
(3) Ketentuan tentang susunan, kedudukan, tugas
pokok dan fungsi perangkat daerah pada daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota berlaku
secara mutatis mutandis bagi daerah otonom
baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).

BAB XII
STAF AHLI
Pasal 63

(1) Gubernur dan bupati/walikota dalam


melaksanakan tugasnya dapat dibantu staf ahli.
(2) Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas memberikan pertimbangan dalam
perumusan kebijakan kepada gubernur,
bupati/walikota baik diminta ataupun tidak
diminta serta dapat ditunjuk untuk memimpin
tim perumusan kebijakan daerah.
40  
 

(3) Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


paling banyak 3 (tiga) staf ahli.
(4) Staf ahli gubernur diangkat dan diberhentikan
oleh gubernur dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi persyaratan.
(5) Staf ahli bupati/walikota diangkat dan
diberhentikan oleh bupati/walikota dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(6) Untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi
staf ahli gubernur, bupati/walikota dibentuk 1
(satu) subbagian tata usaha pada bagian yang
membidangi urusan umum/tata usaha.
(7) Staf ahli gubernur dan staf ahli bupati/walikota
disediakan anggaran tersendiri untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Pasal 64
Staf ahli dalam pelaksanaan tugasnya secara
administratif dikoordinasikan oleh sekretaris daerah.

BAB XIII
PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN
NOMENKLATUR

Bagian Kesatu
Tujuan Pemetaan

Pasal 65

(1) Pemetaan urusan pemerintahan dilakukan


untuk memperoleh informasi tentang intensitas
urusan pemerintahan urusan wajib dan potensi
urusan pilihan serta beban kerja
peneyelenggaraan urusan pemerintahan.
(2) Pemetaan urusan pemerintahan digunakan
untuk menentukan susunan dan tipe perangkat
daerah.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemetaan

Pasal 66

(1) Berdasarkan kriteria variabel sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 32, pemerintah daerah
dan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementrian melaksanakan pemetaan urusan
pemerintahan;
41  
 

(2) Untuk membantu kelancaran pemetaan urusan


pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Kementerian mengembangkan sistem
informasi pemetaan urusan pemerintahan dan
penentuan beban kerja perangkat daerah.
(3) Untuk melaksanakan pemetaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), gubernur selaku wakil
pemerintah pusat menyampaikan rencana
pemetaan urusan pemerintahan bagi
kabupaten/kota di lingkungan wilayah
provinsiya kepada kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian melalui Menteri.
(4) Menteri mengoordinasikan kementerian/
lembaga pemerintah non kementerian untuk
penyelenggaraan pemetaan urusan
pemerintahan dan penentuan bebean kerja
perangkat daerah dengan menggunakan sistem
informasi pemetaan urusan pemerintahan dan
penentuan beban kerja perangkat daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Hasil pemetaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) untuk daerah provinsi dan daerah
kabupaten dikalikan dengan faktor kesulitan
geografis dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. Jawa dan bali dikalikan 1;
b. Sumatera, kalimantan, dan sulawesi
dikalikan 1,1;
c. Nusa tenggara dan maluku dikalikan 1,2;
d. Papua dikalikan 1,3;
e. Daerah provinsi dan kabupaten kepulauan
dikalikan 1,4.
f. Kabupaten di daerah perbatasan dikalikan
1,5.
(6) Dalam hal suatu daerah masuk dalam dua
klasifikasi atau lebih, daerah tersebut dapat
memilih faktor kesulitan georafis terbesar.
(7) Hasil pemetaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga
pemerintah nonkementerian setelah mendapat
pertimbangan Menteri.

Bagian Ketiga
Hasil Pemetaan

Pasal 67
Hasil pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (7), digunakan oleh pemerintah daerah
untuk menyusun perda pembentukan perangkat
daerah berdasarkan tipe perangkat daerah.
42  
 

Pasal 68

(1) Untuk pertama kalinya, pemetaan urusan


pemerintahan harus sudah selesai dilaksanakan
paling lambat bulan Maret tahun 2016.
(2) hasil pemetaan urusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus sudah ditetapkan paling
lambat bulan April tahun 2016.
(3) Perda pembentukan perangkat daerah harus
sudah ditetapkan paling lambat akhir Agustus
2016.
(4) Pengisian kepala perangkat daerah dan kepala
unit kerja pada perangkat daerah paling lambat
pertengahan Desember 2016.
(5) Pengisian kepala perangkat daerah dan kepala
unit kerja pada perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) untuk pertama kalinya
dilakukan dengan mengukuhkan pejabat yang
selama ini melaksanakan tugas-tugas tersebut
sepanjang sesuai dengan kualifikasi dan
kompetensi yang dimiliki dengan kualifikasi,
kompetensi dan persyaratan jabatan.
(6) kualifikasi, kompetensi dan persyaratan jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan
oleh Menteri berdasarkan pedoman nomenklatur
dan standar kompetensi teknis yang ditetapkan
menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian penanggung jawab urusan
pemerintahan.
(7) Dalam hal hasil pemetaan urusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, untuk
pertama kali, Daerah dapat menetapkan
peraturan daerah tentang pembentukan
perangkat daerah tanpa menunggu hasil
penetapan sesuai jadwal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4).

Bagian Keempat
Nomenklatur Perangkat Daerah

Pasal 69
(1) Nomenklatur unit kerja dinas daerah ditetapkan
oleh kepala daerah dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan oleh kementerian/
lembaga pemerintah nonkementerian.
(2) Kementerian yang membidangi urusan
pemerintahan dalam negeri menetapkan
pedoman nomenklatur unit kerja perangkat
daerah berupa sekretariat daerah, sekretariat
43  
 

DPRD, inspektorat dan badan serta urusan


pemerintahan yang ditangani oleh lebih dari satu
kementerian/lembaga pemerintah non
kementerian.
(3) Pedoman nomenklatur perangkat daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus sudah ditetapkan paling lambat bulan
Maret tahun 2016.
(4) Dalam hal pedoman nomenklatur perangkat
daerah belum ditetapkan sampai batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala
daerah dapat menetapkan nomenklatur dinas
daerah dengan peraturan kepala daerah tanpa
menunggu pedoman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).

BAB XIV
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ORGANISASI
Pasal 70
(1) Pembinaan dan pengendalian penataan perangkat
daerah provinsi dilakukan oleh Menteri.
(2) Pembinaan dan pengendalian penataan perangkat
daerah kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur
sebagai wakil pemerintah.
Pasal 71
(1) Pembinaan dan pengendalian organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
dilaksanakan dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplifikasi dalam penataan organisasi perangkat
daerah.
(2) Pembinaan dan pengendalian organisasi
perangkat daerah dilakukan melalui fasilitasi dan
evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah
tentang organisasi perangkat daerah yang telah
dibahas bersama antara pemerintah daerah
dengan DPRD.
(3) Rancangan peraturan daerah provinsi sebelum
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri untuk mendapat
fasilitasi dan evaluasi.
(4) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebelum ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan kepada gubernur sebagai
44  
 

wakil pemerintah pusat untuk mendapat fasilitasi


dan evaluasi.

Pasal 72
(1) Fasilitasi dan evaluasi yang dilakukan oleh
menteri dan gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan
paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah
diterima rancangan peraturan daerah.
(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memberikan
fasilitasi, maka rancangan peraturan daerah
dapat ditetapkan menjadi peraturan daerah.

Pasal 73

(1) Peraturan daerah provinsi tentang organisasi


perangkat daerah harus disampaikan kepada
Menteri paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah ditetapkan.
(2) Peraturan daerah kabupaten/kota tentang
organisasi perangkat daerah harus disampaikan
kepada gubernur paling lama 15 (lima belas) hari
kerja setelah ditetapkan, dengan tembusan
Menteri.
(3) Peraturan daerah tentang organisasi perangkat
daerah dan peraturan pelaksanaannya yang
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini dapat dibatalkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 74
(1) Dalam hal perangkat gubernur selaku wakil
pemerintah pusat belum terbentuk, pembinaan
dan pengendalian penataan perangkat daerah
kabupaten/kota dilakukan oleh Menteri.
(2) pembinaan dan pengendalian penataan perangkat
daerah kabupaten/kota oleh Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana Pasal 71, Pasal 72
dan Pasal 73.
Pasal 75
(1) Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi
penataan organisasi perangkat daerah.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
45  
 

berkoordinasi dengan menteri yang membidangi


aparatur negara dan reformasi birokrasi.

BAB XV
HUBUNGAN ANTARA PERANGKAT DAERAH
PROVINSI DAN PERANGKAT DAERAH
KABUPATEN/KOTA
Pasal 76
(1) Perangkat daerah provinsi melaksanakan urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
provinsi dan melaksanakan tugas pembantuan
yang diberikan kepada daerah provinsi.
(2) Perangkat daerah kabupaten/kota melaksanakan
urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah kabupaten/kota dan melaksanakan tugas
pembantuan yang diberikan kepada daerah
kabupaten/kota.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), perangkat
daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota melakukan koordinasi fungsional
untuk mensinkronkan pelaksanaan tugas dan
fungsi masing-masing perangkat daerah.
(4) Sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
antara lain meliputi :
a. Sinkronisasi data;
b. Sinkronisasi sasaran dan program;
c. Sinkronisasi waktu dan tempat kegiatan;

BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 77
(1) Daerah yang memiliki status istimewa atau
otonomi khusus, pembentukan perangkat daerah
untuk melaksanakan status istimewa dan
otonomi khusus berpedoman pada peraturan
Menteri dengan pertimbangan dari menteri yang
membidangi aparatur negara dan reformasi
birokrasi.
(2) Pembentukan perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengatur jumlah, jenis,
susunan organisasi dan jabatan perangkat
daerah sesuai dengan karakteristik dan
keistimewaan daerah masing-masing.
46  
 

Pasal 78
Penetapan perangkat daerah sebagai badan layanan
umum berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.

Pasal 79
Pada perangkat daerah yang sudah dibentuk cabang
dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,
perangkat daerah tersebut tidak mempunyai unit
organisasi terendah.

Pasal 80
(1) Urusan pemerintahan daerah yang oleh undang-
undang penyediaan aparaturnya menjadi
kewenangan pemerintah pusat, aparatur
pemerintah pusat tersebut bekerja pada dinas.
(2) Aparatur pemerintah pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara operasional berada
di bawah dinas dan secara administrasi berada di
bawah kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian yang bersangkutan.
(3) Belanja pegawai bagi aparatur pemerintah pusat
dibeban pada kementerian /lembaga pemerintah
nonkementerian, sedangkan biaya operasional
untuk melaksanakan tugas dibebankan kepada
dinas.
(4) Penilaian kinerja aparatur pemerintah pusat yang
bekerja pada dinas dilakukan oleh
kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian berdasarkan rekomendasi dari
kepala dinas.
Pasal 81
(1) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan
non perizinan kepada masyarakat, dibentuk unit
pelayanan terpadu satu pintu.
(2) Unit pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara melekat (ex officio)
dilaksanakan oleh dinas penanaman modal.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 82
47  
 

(1) Pada perangkat daerah ditetapkan jabatan


fungsional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kementerian/lembaga selaku instansi pembina
jabatan fungsional berkoordinasi dengan
kementerian yang membidangi aparatur negara
dan reformasi birokrasi untuk pembinaan dan
pengembangan jabatan fungsional.
(3) Menteri mengordinasikan penyusunan rencana
kebutuhan jabatan fungsional secara teritegrasi
dengan kebutuhan pegawai daerah, pelaksanaan
pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan
jabatan fungsional di lingkungan pemeritah
daerah;
(4) Hasil Koordinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disampaikan kepada menteri yang
membidangi aparatur negara dan reformasi
birokrasi sebagai bahan kebijakan nasional.

Pasal 83
(1) Perangkat daerah yang pelaksanaan tugas
pokoknya sudah didukung oleh kelompok jabatan
fungsional, menghapus unit organisasi terendah.
(2) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi bidang perencanaan,
pengawasan, kepegawaian, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan pelatihan,
pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup,
pekerjaan umum, sosial, tenaga kerja,
perhubungan, komunikasi dan informatika,
statistik, persandian, perpustakaan, kebudayaan,
kearsipan, kelautan dan perikanan, pertanian,
kehutanan, energi dan sumber daya mineral,
perindustrian, dan perdagangan.
(3) Untuk memenuhi kebutuhan jabatan fungsional
di lingkungan pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pemeritah membuka
inpassing khusus pegawi negeri kedalam jabatan
fungsional.
(4) Pelaksanaan inpassing khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling
lambat 2 (dua) tahun setelah peraturan
pemerintah ini ditetapkan.
(5) Penetapan jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lambat 3 (tiga)
tahun setelah peraturan pemerintah ini
ditetapkan.
48  
 

Pasal 84
Menteri dapat menetapkan pedoman pembentukan
organisasi perangkat daerah setelah berkoordinasi
dengan Kementerian dan Lembaga.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
maka Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 86
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

H. JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR


49  
 

Apabila terdapat masukan dan saran dari Bapak/Ibu,


Harap disampaikan melalui email kepada:

nurdindiklat@yahoo.com

atau

nurdin@fasilitasi.otda.kemendagri.go.id
50  
 

Catatan:
(1) Jafung KB merupakan aparat pusat yang pembinaannya
dilakukan oleh Pusat dan pendayagunaannya dapat dilakukan
oleh Daerah;
(2) Faktor pengali untuk kota-kota di luar Jawa dan Kota yang
bukan ibukota provinsi
(3) Rekonstruksi perangkat Instansi Vertikal dengan penguatan
Dinas setiap urusan pemerintahan;
(4) Perhitungan Variabel untuk jumlah penduduk,
(5)

Anda mungkin juga menyukai