Anda di halaman 1dari 38

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN
BATUBARA

Bandung, 17 September 2013

Oleh :
HELMI NURMALIKI, SH., MH.
Bagian Hukum, DJMB, KESDM

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
LANDASAN FILOSOFI
(UUD 1945 & UU 32/2004)

Kepemilikan
(Mineral Right) BANGSA INDONESIA
Penguasaan NEGARA

PEMERINTAH
- Penetapan Kebijakan dan Pengaturan
- Penetapan Standar dan Pedoman
- Penetapan Kriteria Pembagian Urusan Pusat dan Daerah
+Dekonsentrasi - Tanggungjawab Pengelolaan minerba berdampak
nasional dan lintas provinsi

Undang-Undang
Penyelenggaraan
+Desentralisasi

Penguasaan PROVINSI
Pertambangan Tanggungjawab pengelolaan lintas Kabupaten dan/atau
(Mining Right) berdampak regional
Perda

KABUPATEN/KOTA
Tanggungjawab pengelolaan di Wilayah Kabupaten/Kota
Perda

PELAKU USAHA
Hak Pengusahaan Badan Usaha (BUMN/BUMD, Badan Usaha Swasta) dan
(Economic Right) Perseorangan)
LANDASAN YURIDIS

Regulasi
UU No.4/2009 tentang Pendukung
UUD 1945 Pasal 33
Pertambangan Mineral (PP, Permen,
ayat 3
dan Batubara Kepmen,dll)

Tujuan : Memanfaatkan Sumber daya Alam ,khususnya mineral dan batubara untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya 3
HIERARKI Tindaklanjut Pelaksanaan UU No.4/2009
KONSTITUSI UUD 1945 PASAL 33
UUD
LEGISLASI
UU NO 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
UU
REGULASI (KERANGKA)
1. PP No 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan
2. PP No 23 Tahun 2010 Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba
PP 3. PP No 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara
4. PP No 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang
5. PP No 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas PP No. 23 Tahun 2010

Perpres .....

1. Permen ESDM No 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral
Dan Batubara
2. Permen ESDM No 34 Tahun 2009 Tentang Pengutamaan Pasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara
Untuk Kepentingan Dalam Negeri
Permen 3. Permen ESDM No 17 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral
Dan Batubara
4. Permen ESDM No 12 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penetapan WUP
5. Permen ESDM No 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral  Permen ESDM No 11
Tahun 2012
KONSEP WILAYAH PERTAMBANGAN

WILAYAH PERTAMBANGAN (WP)

WILAYAH USAHA WILAYAH WILAYAH


PERTAMBANGAN PERTAMBANGAN PENCADANGAN
(WUP) RAKYAT (WPR) NEGARA (WPN)

WILAYAH IZIN USAHA IZIN PERTAMBANGAN WILAYAH USAHA


PERTAMBANGAN RAKYAT WILAYAH PERTAMBANGAN
(WIUP ) (IPR) PENCADANGAN KHUSUS
NEGARA (WPN) (WUPK)

Radioaktif Mineral Logam

Batubara Min. Non Logam


WILAYAH IZIN USAHA
Batuan
PERTAMBANGAN KHUSUS (WIUPK)
POLA PIKIR WILAYAH PERTAMBANGAN

HARUS DAPAT DIMANFAATKAN


MINERAL DAN BATUBARA SECARA OPTIMAL

EKSPLOITASI (M & BB):

• DAPAT MENIMBULKAN DAMPAK


NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN
• KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN

PERLU DIBUAT
WILAYAH PERTAMBANGAN
(MINERAL DAN BATUBARA)
YANG MEMPERTIMBANGKAN
KESEIMBANGAN DAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
DEPOSIT
SUMBER DAYA MINERAL
DIUSULKAN UNTUK DIJADIKAN
DAN BATUBARA WILAYAH PERTAMBANGAN
DALAM RTRW

• RTRW K (KABUPATEN)
• RTRW P (PROVINSI)
• RTRW N (NASIONAL)
KONSEP WILAYAH PERTAMBANGAN

RTRWN

WILAYAH PERTAMBANGAN

Kawasan Lindung Kawasan Budidaya

Kawsn Peruntukkan
Pertambangan
WPN WUP
(dalam hutan lindung dengan
pola penambangan tertutup WUP WPR WPN
sesuai UU 41/1999
dan PP 15 Tahun 2010)

Peruntukkan lain

WP 7
PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN

Pemerintah *)

Konsultasi DPR
Pemerintah
WUP

Konsultasi DPR
Persetujuan DPR
Wilayah
Hukum WP WPN
Indonesia
Pemda
Kab/Kota
WP : Wilayah Pertambangan
WUP : Wilayah Usaha Pertambangan Konsultasi DPRD
WPN : Wilayah Pencadangan Negara
WPR : Wilayah Pertambangan Rakyat
WPR
*) Pemerintah dapat mendelegasikannya kepada Gubernur
PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN

1. WP ditetapkan oleh Pemerintah (Menteri ESDM) setelah berkoordinasi dengan


pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan DPR RI (ps. 9 ayat 2)*
2. Penetapan WP dilaksanakan secara transparan, terpadu, dengan
mempertimbangkan aspek ekologi-ekonomi-sosial budaya-serta berwawasan
lingkungan
3. WP dapat ditinjau kembali 1 kali dalam 5 tahun
4. Gubernur atau Bup/Walikota sesuai kewenangan dapat mengusulkan perubahan
WP kepada Menteri berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian
5. WP terdiri atas:
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP),
b. Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan
c. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)

* Catatan:
Setelah lahirnya Putusan MK No. 10/PUU-X/2012 tanggal 22 Nov 2012,
ps. 9 ayat (2) menjadi berbunyi: “WP ditetapkan oleh Pemerintah setelah 9
ditentukan oleh Pemerintah Daerah dan berkonsultasi dengan DPR”
EDARAN DIRJEN MINERBA
N0.08.E/30/DJB/2012
6 MARET 2012

 Diterbitkan sebagai salah satu komitmen


terhadap rencana aksi pencegahan tindak
pidana korupsi di sektor pertambangan
antara Ditjen Minerba KESDM RI dengan
Komisi Pemberantasi Korupsi (KPK)
 Wilayah Pertambangan merupakan
landasan bagi penetapan kegiatan
pertambangan
 WP ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
dan berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat
 Mengingat hingga saat ini Pemerintah
belum mendapat rekomendasi DPR terkait
penetapan WP tersebut, maka Gubernur,
Bupati/Walikota agar menghentikan
sementara penerbitan IUP baru sampai
ditetapkannya WP
SIKAP DPR TERKAIT PENETAPAN WP DALAM RDP
TANGGAL 22 JAN 2013

1. DPR meminta keterangan Pemerintah terkait permohonan dispensasi penerbitan


IUP Mineral Bukan Logam dan Batuan yang diajukan oleh 64 Pemkab/Kota;
2. Pemerintah menyampaikan data a.n bahwa dengan tidak ditetapkannya WP/WUP
mineral bukan logam dan batuan telah mengakibatkan:
a. Terganggunya proyek pembangunan infrastruktur;
b. Maraknya PETI;
c. Kerusakan lingkungan
3. Sikap DPR terkait dengan permohonan dispensasi penerbitan IUP yang diajukan
oleh Pemda:
a. DPR akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah untuk menetapkan
WP/WUP mineral bukan logam dan batuan setelah pemerintah menyusun
kriteria pemberian dispensasi dan mengevaluasi permohonan yang diajukan
Pemda;
b. Penetapan WP oleh Pemerintah secara keseluruhan (termasuk untuk
komoditas mineral logam dan batubara) harus menunggu diselesaikannya
RTRW dan hasil evaluasi atas rekonsilasi/penataan IUP oleh Ditjen Minerba.
DASAR PEMBERIAN REKOMENDASI PENERBITAN
WP/WUP MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
1. Pemerintah telah mengajukan permohonan rekomendasi penerbitan WP/WUP untuk Mineral
Bukan Logam dan Batuan kepada Komisi VII DPR dalam beberapa kesempatan, dintaranya
dalam RDP bulan Januari 2013 dan bulan Maret 2013;
2. Dasar permohonan rekomendasi adalah sebagai berikut:
a. Permohonan dispensasi yang diajukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota kepada KESDM
cq. Ditjen Minerba;
b. Kebutuhan mineral bukan logam dan batuan tidak dapat disuplai oleh IUP yang
eksisting untuk memenuhi pembangunan insfrastruktur di daerah termasuk untuk bahan
baku semen, keramik, pembangunan rel kereta api, jalan, dan bandara serta
pembangunan sipil lainnya.
c. Dalam rangka menghindari PETI dan meningkatkan PAD daerah karena mineral bukan
logam merupakan pajak daerah.
d. Penerbitan izin mineral bukan logam dan batuan tidak melalui lelang, tetapi melalui
permohonan wilayah
e. WIUP bukan logam dan batuan sudah diakomodir dalam RTRW Prov/Kab/Kota
MEKANISME EVALUASI PERMOHONAN DISPENSASI
Pemda Pemohon Ditjen Minerba
1 2
Surat Permohonan Dispensasi Surat DJMB kpd Pemda yg
(72 Pemohon) mengajukan permohonan agar
menyampaikan Urgensi dan data
Alasan pengajuan : dukung (produksi IUP Existing,
• Ketidaktersediaan komoditas mineral bukan
logam dan batuan cadangan & kebutuhan mineral
• Pembangunan infrastruktur logam dan batuan)
• Penyerapan tenaga kerja (tenaga kerja dan
kontraktor lokal)
• Pengaturan pengelolaan IUP pada suatu
wilayah yang sudah ditetapkan sehingga PETI Sesuai
dan kerusakan lingkungan dapat dicegah. a. Diberikan
Rekomendasi
4 Dilakukan Evaluasi b. Belum Dapat
3 Berdasarkan Kriteria Diberikan
Kriteria Pemberian Rekomendasi: Tidak Rekomendasi
Balasan Surat dari Pemda
• Terdapat pembangunan berskala nasional Sesuai
yang sudah menyampaikan data (MP3EI, Prioritas Nasional)
kebutuhan mineral non logam dan • Pembangunan infrastruktur setempat
batuan • Ketimpangan supply-demand
• Sesuai dengan RTRW Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota
PENATAAN IUP
Rekonsiliasi Tahap I Proses penataan IUP Rekonsiliasi Tahap II
2011 2012
Ap Ag De Ma Me Sep No De
Jun Okt Jan Jul
r s s r i t v s
Proses penataan IUP dilakukan melalui:
Per 1 Juli 2012 Per 26 Februari 2013
CNC:
IUP CNC 3.778 Penentuan IUP CNC Pengumuman CNC IUP CNC 5.501
sertifikat CNC,
IUP NON 5.884 IUP NON 5.289
CNC NON CNC: CNC
Pemrosesan data dukung Non CNC, penyelesaian
Total 9.662 Non CNC Tahap II per wilayah, penyelesaian Non Total 10.790
CNC kompleks melibatkan instansi terkait
(Kejaksaan, Polri, BIN, BPKP, Kemdagri,
Kemkumham) CAPAIAN
TINDAK
LANJUT

emdagri
emhumkam
IG, BPKP, BIN
olri, Kejaksaan

Pelibatan instansi terkait


BENTUK PERIZINAN
(PP NOMOR 23 TAHUN 2010)

IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi (OP) *)

Kontruksi pengolahan/ Pengngkutan/


PU EKSPLORASI FS Penambangan
pemurnian Penjualan

Kegiatan
Usaha

**)
Pengangkutan/ pengolahan/ Pengangkutan/
Penjualan pemurnian Penjualan

*) Penambangan atau Pengolahan/Pemurnian dapat dilakukan terpisah


**) Apabila Pengolahan/Pemurnian terpisah, harus kerjasama dengan pemegang IUP
OP Penambangan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal :
1. Penerbitan IUP/IUPK Operasi Produksi yaitu Kepemillikan serta letak/lokasi wilayah tambang, pelabuhan dan unit
pengolahan, serta faktor lingkungan (dampak kegiatan
2. Penerbitan IUP Khusus Angkut-Jual yaitu lokus/cakupan dari kegiatan angkut-jual
3. Penerbitan IUP Khusus Olah-Murni yaitu asal dari komoditas tambang yang diolah
SISTEMATIKA PERIZINAN
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
(BAB I Pasal 3, 4 - BAB II Pasal 6,7,8,10,11,12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33,
34, 35, 36, 37, 38 – BAB III 47, 48 - BAB IV 51, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60, 62, 63, 64, 65, 66, 67, PP No. 23 Tahun 2010 )

Usaha pertambangan dilakukan berdasakan


IUP, IUPK atau IPR dan terletak pada WP
Mineral Batubara Min Non logam Batuan

WUP WIUP IUP Lelang Lelang Permohonan Permohonan

WP WPN WIUPK IUPK Lelang Lelang

WPR IPR Permohonan Permohonan Permohonan Permohonan

UU No. 11 Thn 1967

KP PU IUP/K EKSPLORASI & Dalam 1 WUP/K dapat terdiri atas 1 atau lebih WIUP
KP EKSPLORASI OPERASI PRODUKSI
KP EKSPLOITASI Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 WIUP/K
KP ANGKUT-JUAL Bagi yang terbuka (go public) dapat lebih dari 1 WIUP
KP OLAH-MURNI
TATA CARA PEMBERIAN WIUP
(Pasal 10,11,12,13,14, 15, 16,17,18, 22,23,24,25,26,27,28,29,
30,34,35,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,62,63,64,65,67,68 PP No. 23 Tahun
2010)

1. PELELANGAN WIUP MINERAL LOGAM DAN BATUBARA


a. Pemerintah/PEMDA mengumumkan pelelangan serta membentuk panitia lelang
Panitia Lelang :
1) Anggota panitia terdiri dari KESDM-Provinsi-Kabupaten/Kota
2) Tugas dan wewenang
3) Prosedur penentuan pemenang
4) Penunjukan pemenang berdasarkan harga dan pertimbangan teknis
5) Kesempatan sanggahan
b. Persyaratan lelang
1) Persyaratan administratif (a.n akta perusahaan dan NPWP)
2) Persyaratan teknis (pengalaman di bidang pertambangan, tenaga ahli, dll)
3) Persyaratan finansial (a.n Lap Keuangan dan Jaminan kesungguhan lelang  10% dari
Kompensasi Data Informasi)
c. Usulan pemenang lelang berserta dokumen lelang diserahkan kepada
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota u/ penerbitan IUP
d. Penerbitan IUP
e. Pemegang IUP/KK/PKP2B setelah habis masa perpanjangan ke II, akan mendapatkan hak
menyamai (right to match) pada saat wilayah eks nya dilelang.
TATA CARA PEMBERIAN WIUP
(Pasal 10,11,12,13,14, 15, 16,17,18, 22,23,24,25,26,27,28,29,
30,34,35,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,62,63,64,65,67,68 PP No. 23 Tahun 2010)

2. PERMOHONAN WIUP MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN


(BAB II Pasal 20,21,31,32 PP No. 23 Tahun 2010)

a. Pemohon mengajukan permohonan kepada pemerintah/Gubernur/Bupati/Walikota (sesuai


kewenangan)
b. Memenuhi persyaratan yaitu administrasi, finansial, teknis , dan lingkungan
c. First Come first
d. Penerbitan IUP
WPR ditetapkan oleh Bupati/Walikota
IPR diberikan oleh Bupati/Walikota (dapat dilimpahkan kepada Camat)
Dalam hal pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang lainnya yang bukan asosiasi mineral pertama,
maka:
 pemegang IUP/IUPK pertama mendapat prioritas untuk mengusahakannya dengan membentuk badan
usaha baru
 Apabila pemegang pertama tidak berminat kesempatan diberikan kepada pihak lain

3. PERMOHONAN IUP
a. Pemenang lelang WIUP mineral logam dan batubara atau Pemohon WIUP mineral bukan logam
dan batuan yang telah mendapatkan peta WIUP menyampaikan permohonan IUP kepada Menteri,
Gub, Bupati/Walikota dalam waktu 5 hari kerja dengan melengkapi persyaratan adm, teknis,
finansial)
b. Jika IUP tidak diajukan maka dianggap mengundurkan diri
KEWENANGAN PENERBITAN IUP
(Pasal 37 dan Pasal 48 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba)

PEMERINTAH PEMERINTAH DAERAH / PEMERINTAH

MEMPERTIMBANGKAN IUP
WILAYAH IUP
LELANG OPERASI
KERJA EKSPLORASI 1. Lokasi PRODUKSI
pengolahan/pemurnian
2. Lokasi pelabuhan khusus
3. Dampak lingkungan

Wilayah
Kerja BUPATI / WALIKOTA LOKAL BUPATI
dlm Kab/Kota

Wilayah
Kerja GUBERNUR
REGIONAL GUBERNUR
lintas Kab/Kota

Wilayah
Kerja PEMERINTAH
NASIONAL PEMERINTAH
lintas Provinsi
JANGKA WAKTU (Thn) & LUAS (Ha)

IUP EKSPLORASI IUP OPERASI PRODUKSI

MINERAL PU EXPL FS LUAS KONST PROD LUAS

1 3 + (2X1) 1+(1) Max. 100.000 2 20 + (2x10) Max. 25.000


LOGAM

1 2 + (2X1) 2 Max. 50.000 2 20 + (2x10) Max. 15.000


BATUBARA

1 1 1 3 10 + (2x5) Max. 5.000


Max. 25.000
Jenis Jenis tertentu Jenis Jenis tertentu
BUKAN LOGAM
ttn 3 + (1X1) tertentu 20 +(2x10)
1 1+(1)

1 1 1 Max. 5.000 1 5 + (2x5) Max.1000


BATUAN

1 3+(1x1) 1 Tergantung Tergantung Tergantung


RADIO AKTIF Penugasan Penugasan Penugasan
PENGGUNAAN HAK ATAS TANAH

Pasal 134 s.d 138 UU Minerba dan PP 23 Tahun 2010

 Hak atas WIUP, WPR, WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi  hak atas
IUP/IUPK/IPR bukan merupakan pemilikan hak atas tanah
 Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang
untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan
 Pemegang IUP/IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah
mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah (Persetujuan dimaksudkan untuk
menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan eksplorasi a.n pengeboran,
parit uji)
 Pemegang IUP/IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan
hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai ketentuan peraturan perudang-udnangan
 Pemegang IUP/IUPK OP wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan
bersama dengan pemegang hak atas tanah  kompensasi dapat berupa sewa
menyewa, jual beli, atau pinjam pakai
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

PP 55 Tahun 2010

RUANG LINGKUP:

A. Pembinaan pemerintah kepada pemerintah provinsi dan


pemerintah kabupaten/kota;
B. Pembinaan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota kepada pemegang IUP, IPR, atau IUPK;
C. Pengawasan Pemerintah kepada pemerintah provinsi,
kabupaten/kota;
D. Pengawasan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota kepada pemegang IUP, IPR, atau IUPK.
PEMBINAAN

A. Pembinaan pemerintah kepada pemerintah provinsi dan pemerintah


kabupaten/kota, meliputi:
1) Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan
2) Bimbingan, supervisi, dan konsultasi
3) Pendidikan dan pelatihan teknis manajerial, teknis pertambangan,
pengawasan di bidang mineral dan batubara.
4) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi

B. Pembinaan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota kepada


pemegang IUP, IPR, atau IUPK;
1) Administrasi pertambangan
2) Teknis operasional
3) Standar kompetensi profesi tenaga kerja
PENGAWASAN

A. Pengawasan Pemerintah kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota;


1. Penetapan WPR
2. Penetapan dan pemberian WIUP mineral non logam /batuan
3. Pemberian WIUP mineral logam dan batubara
4. Penerbitan IPR
5. Penerbitan IUP
6. Penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh
pemegang IPR dan IUP

B. Pengawasan pemerintah/Pemprov, Pemkab/Kota kepada pemegang IUP, IPR,


atau IUPK
1. Pengawasan oleh Inspektur Tambang yang diangkat oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pengawasan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
PERMEN ESDM NOMOR 02 TAHUN 2013

• Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan


Terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
merupakan amanat dari Pasal 35 PP Nomor 55 Tahun 2010
• Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2013 (11 Januari 2013), a.n
mengatur tentang:
a. Pengawasan Pemerintah terhadap penerbitan IUP dan IPR;
b. Pemberian WIUP mineral logam dan WIUP Batubara
c. Penetapan dan Pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan
d. Pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap KP/IUP yang
diterbitkan oleh Pemda dalam bentuk pengumuman CNC dan
Sertifikat CNC tetap berlaku
KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH

1. Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non
renewable) yang dikuasai oleh negara, maka pengelolaannya harus memberi nilai
tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
2. Untuk mencapai tujuan butir 1 di atas maka pengelolaan pertambangan mineral dan
batubara berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan
kepada kepentingan bangsa.
3. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, wajib dilakukan peningkatkan nilai tambah mineral dan batubara
melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
PENINGKATAN NILAI TAMBAH

Permen ESDM No 7 Tahun 2012 jo.


MINERAL LOGAM
Permen ESDM No 11 Tahun 2012
Bauksit, Pasir besi,
PERTAMBANGAN

Bijih besi, Nikel,


Tembaga, Timah
 Optimalisasi
nilai tambang
MINERAL NON-LOGAM  Penyediaan bahan
Bahan Baku Industri baku industri
Zirkon, Felspar, Bahan Bangunan  Penyerapan tenaga
Batu Gamping, kerja
Bentonit, Kaolin  Peningkatan
penerimaan negara

BATUAN

Batu Mulia,Granit,
Marmer, Andesit

BATUBARA KETAHANAN ENERGI

Pemilahan Tergantung Kepada Kebutuhan dan Kebijakan Pembangunan


Nasional
PERMEN ESDM NOMOR 7 TAHUN 2012
Status Kata Kunci Pasal Keterangan
Perusahaan
Eksisting Sebelum UU No.4/2009
IUP/IPR Tahap Operasi Pasal 21 Untuk menjamin dan
Produksi - Larangan ekspor bijih (raw material atau ore) mengamankan pasokan bijih
- 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Permen 7/2012 (6 untuk smelter di dalam negeri
Mei 2012) dalam rangka keberlanjutan
pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri sesuai amanat
UU No.4/2009.

Pasal 24 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi


- IUP Operasi Produksi dapat :
- Telah berproduksi paling lama 5 (lima) tahun sejak • Menjual bijih ke luar negeri
berlakunya UU 4/2009 wajib menyesuaikan sampai 3 bulan sejak
batasan minimum pengolahan dan pemurnian. berlakunya PerMen ESDM
Pasal 24 (2) No.7/2012 (6 Mei 2012)
- Kewajiban pelaporan berkala • menjual produk antara ke
Pasal 24 (3) luar negeri sampai 2014.
- IUP Operasi Produksi tidak dapat melakukan
penyesuaian
- Wajib konsultasi dengan Dirjen
REVISI PERMEN ESDM NO.7/2012
(Permen ESDM No. 11 Tahun 2012)

• Diantara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal


21A, yang berbunyi sebagai berikut:
“Pelarangan untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 apabila pemegang IUP
Operasi Produksi dan IPR belum mendapatkan rekomendasi dari
Direktur Jenderal.”
• Diantara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal
25A, yang berbunyi sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian rekomendasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21A dan konsultasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (3),
dan Pasal 25 ayat (3) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.”
DIVESTASI SAHAM

• Dasar Hukum: Ps. 97 s.d ps. 99 PP 23/2010 PP 24/2012


• Pemilik IUP yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan
divestasi saham sebesar 20% 51%kepada peserta indonesia setelah
5 tahun berproduksi
• Divestasi dilakukan secara langsung kepada peserta indonesia yang
terdiri dari Pemerintah, pemprov, pemkab, BUMN, BUMD, atau badan
usaha swasta nasional
• Peningkatan jumlah modal perseroan, saham yang dimiliki oleh
peserta indonesia tidak boleh terdilusi menjadi kurang dari 20% 51%
DOMESTIC MARKET OBLIGATION

(Permen No. 34 Tahun 2009)


Prinsip :
 Perusahaan pertambangan mineral dan batubara harus mendukung keamanan pasokan untuk
dalam negeri
 Perusahaan pertambangan dapat mengekspor mineral dan batubara, apabila kebutuhan
dalam negeri telah terpenuhi.

Mekanisme :
• Pengendalian produksi dan ekspor akan dilakukan terhadap jumlah produksi tiap-tiap komoditas
per tahun untuk setiap provinsi dibagi per perusahaan (pemegang IUP).
• Persentase minimal penjualan dalam negeri (disusun pada tahun berjalan) didasarkan pada
perkiraan kebutuhan dalam negeri (termasuk rencana yang disampaikan oleh pemakai mineral
dan batubara dalam negeri) untuk tahun berikutnya, dibagi dengan perkiraan produksi mineral
dan batubara oleh Pemegang IUP.
HARGA PATOKAN MINERAL &
BATUBARA

(Permen ESDM No 17 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral
dan Batubara)

 sebagai patokan terendah harga minerba yang diproduksi di Indonesia.


 seluruh harga jual minerba akan relatif “seragam” atau “sama” (sesuai dengan kualitasnya).
 Implikasi penerapan Harga Patokan Minerba tersebut adalah pemasokan minerba dalam
negeri sama menariknya dengan ekspor.
 Jika konsumen dalam negeri (khususnya sektor pembangkitan listrik) merasa harga batubara
terlalu mahal, maka pemerintah perlu memberikan subsidi kepada perusahaan pembangkit
listrik, tetapi bukan dengan memurahkan harga batubara.

Pemerintah perlu menetapkan Harga Patokan mineral dan batubara , agar:


- optimalisasi penerimaan negara;
- acuan bagi produsen dan konsumen;
- mendukung pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
PENGEMBANGAN & PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Pasal 108 s.d 109 UU Minerba dan PP 23 Tahun 2010

 Pemegang IUP/IUPK wajib menyusun program pengembangan dan


pemberdayaan masyarakat (PPM) di sekitar WIUP/WIUPK
 PPM diarahkan pada pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan Indeks
Pembangunan Masyarakat (tidak hanya berorientasi pada state revenue)
 PPM diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP/WIUPK yang terkena
dampak langsung akibat aktivitas pertambangan dengan tidak melihat batas
administrasi wilayah
 PPM harus dikonsultasikan dengan Pemerintah, Pemprov, Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan Masyarakat setempat
 Masyarakat dapat mengajukan usulan PPM kepada bupati/walikota setempat untuk
diteruskan kepada pemegang IUP/IUPK
 PPM dibiayai dari alokasi biaya PPM pada anggaran dan biaya pemegang
IUP/IUPK setiap tahun
USAHA JASA PERTAMBANGAN
Permen ESDM No. 28 Tahun 2009  Permen ESDM No 24 Tahun 2012
Klasifikasi Bidang dan Sub
Pelaku Usaha Bentuk Usaha
(Besar/Kecil) Bidang
BUMD, PT. CV, Firma dan
Jasa 1. Konsultasi, perencanaan dan
yayasan yg beroperasi di wilayah
Lokal pengujian peralatan di bidang:
Kab/Provinsi
a. PU
b. Eksplorasi
perencana Badan Hukum Indonesia c. Studi Kelayakan
(seluruh/sebagian besar saham d. Kontruksi pertambangan
Badan Usaha Nasional dari dalam negeri) atau pers d. Pengolahan & Pemurnian
terbuka dan beroperasi di e. Pengangkutan
wilayah Indonesia e. Lingkungan pertambangan
USAHA JASA

f. Pasca tambang dan


pelaksana reklamasi
Perusahaan jasa yang mayoritas g. K3
Badan h. Penambangan
sahamnya berasal dari
Usaha 2. pelaksanaan di bidang :
penanaman modal asing yang a. Penambangan terbatas
Lain
penguji berbadan hukum Indonesia pada pengupasan lapisan
peralatan (stripping) batuan/tanah
penutup
b. Penambangan jenis
Koperasi
timah aluvial*)

konsultan
JP berbentuk perseorangan
Orang yang mempunyai keahlian dan hanya terbatas pada Konsultasi,
Perseorangan
sertifikasi perencanaan atau jasa
penunjang
PENEGAKAN HUKUM & MEKANISME
SANKSI

• UU Minerba telah mengatur tentang pemberian sanksi bagi pihak-pihak yang


melanggar
• Dari segi jenisnya dikenal 2 macam sanksi:
– Sanksi administratif
– Sanksi pidana
• Pelanggaran dalam UU Minerba, bisa dikenakan terhadap:
– Pelaku Usaha (pemegang izin)
– Penerbit izin (Menteri, Gub, Bupati/Walikota)
• Penegakan hukum dilakukan oleh:
– Penerbit izin (Administratif)
– Inspektur tambang (Administratif)
– Penyidik Polri (Pidana)
– PPNS Pertambangan (Pidana)
TINDAK PIDANA

Kejahatan/Pelanggaran Pidana Denda


Pasal 158: Tidak mempunyai izin Penjara 10 th Rp 10 Miliar

Pasal 159: Menyampaikan laporan tidak benar atau Penjara 10 th Rp 10 Miliar


menyampaikan laporan palsu
Pasal 160 (1): Tidak memiliki IUP melakukan eksplorasi kurungan 1 th Rp. 200 juta
Pasal 160 (2): Tidak mempunyai IUP atau mempunyai IUP penjara 5 th Rp. 10 Miliar
eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi
Pasal 161: Membeli/menampung & memanfaatkan batubara dari penjara 10 th Rp.100 Milyar
hasil kegiatan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK
Pasal 162: Mengganggu atau merintangi kegiatan operasi produksi kurungan 1 th Rp. 100 juta.
pemegang IUP yang telah memenuhi persyaratan

Pidana Tambahan (Pasal 164) :


Perampasan barang, perampasan keuntungan & membayar ganti rugi
Pidana Badan Hukum Pasal 163(1):
 sanksi & denda ditambah 1/3
 pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum
TINDAK PIDANA

Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 165) :

Kejahatan/Pelanggaran Pidana Denda


Setiap orang yang mengeluarkan izin yang bertentangan kurungan 2 th Rp. 200 juta
dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya
Terima Kasih
www.djmbp.esdm.go.id

Anda mungkin juga menyukai