Anda di halaman 1dari 27

SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA


(SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 23 TAHUN 2014)

Sony Heru Prasetyo, S.H.,M.H.


Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
Padang – Sumatera Barat, 10 September 2015

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA
PERTAMBANGAN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NKRI
(UUD 1945, UU NO 4/2009, DAN UU NO. 32/2004)
Kepemilikan
BANGSA INDONESIA
(Mineral Right)
Penguasaan NEGARA

PEMERINTAH
• Penetapan Kebijakan dan Pengaturan
• Penetapan Standar dan Pedoman
• Penetapan Kriteria pembagian Urusan Pusat dan Daerah
+ “Dekonsentrasi” • Tanggungjawab pengelolaan minerba berdampak
nasional dan lintas provinsi
+ “Desentralisasi”

Undang-Undang
Penyelenggaraan
Penguasaan PEMERINTAH PROVINSI
Pertambangan Tanggungjawab pengelolaan lintas
(Mining Right) Kabupaten dan/atau berdampak regional
Perda

PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA


Tanggungjawab pengelolaan di
Wilayah Kabupaten/Kota
Perda

PELAKU USAHA
Hak Pengusahaan  BUMN / BUMD
 Badan Usaha Lain
(Economic Right) 2  Koperasi
Perorangan
HIERARKI Tindaklanjut Pelaksanaan UU No.4/2009
KONSTITUSI UUD 1945 PASAL 33
UUD
LEGISLASI UU NO 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
UU

1. PP No 22 TAHUN 2010 Tentang Wilayah Pertambangan


2. PP No 23 TAHUN 2010 Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba
PP 3. PP No 55 TAHUN 2010 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara
4. PP No 78 TAHUN 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang
5. PP No 24 TAHUN 2012 Tentang Perubahan atas PP No. 23 Tahun 2010
6. PP No 1 dan No. 77 Th. 2014 Ttg Perubahan Kedua & Ketiga atas PP 23/2010
1. PERMEN ESDM NO 28 TAHUN 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Permen
ESDM Nomor 24 Tahun 2012
2. PERMEN ESDM NO 12 TAHUN 2011 Tentang Tata Cara Penetapan WUP
3. PERMEN ESDM NO 27 TAHUN 2013 Tentang Tata Cara Perubahan Penanaman Modal
4. PERMEN ESDM NO 28 TAHUN 2013 Tentang Tata Cara Lelang WIUP/WIUPK
5. PERMEN ESDM NO 32 TAHUN 2013 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di
Permen
Bidang Pertambangan , dll
6. PERMEN ESDM NO 1 TAHUN 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
sebagaimana telah diubah dengan Permen Nomor 8 Tahun 2015
7. PERMEN ESDM NO 07 TAHUN 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan
Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
REGULASI & ARAH KEBIJAKAN BIDANG MINERBA
DALAM KURUN WAKTU EMPAT TAHUN TERAKHIR

 Dalam kurun waktu tahun 2012 s.d tahun 2015, kebijakan


dan regulasi bidang pertambangan mineral dan batubara
diwarnai dengan beberapa isu penting, yaitu:
1. Kebijakan Penetapan WP dan Moratorium Penerbitan IUP
Baru
2. Penataan IUP (Kebijakan Clear and Clean IUP)
3. Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah (Mineral) dan
Pelarangan Ekspor Bijih Mentah (Raw Material)
4. Renegosiasi KK/PKP2B
5. Penyesuaian regulasi sektor pertambangan dengan UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
PERTAMBANGAN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NKRI
(UUD 1945 DAN UU NO. 23/2014)
Kepemilikan
BANGSA INDONESIA
(Mineral Right)
Penguasaan NEGARA

PEMERINTAH
• Penetapan Kebijakan dan Pengaturan
• Penetapan Standar dan Pedoman
• Penetapan Kriteria pembagian Urusan Pusat dan Daerah
+ “Dekonsentrasi” • Tanggungjawab pengelolaan minerba berdampak
nasional dan lintas provinsi
+ “Desentralisasi”

Undang-Undang
Penyelenggaraan
Penguasaan PEMERINTAH PROVINSI
Pertambangan Tanggungjawab pengelolaan lintas
(Mining Right) Kabupaten dan/atau berdampak regional
Perda

PELAKU USAHA
Hak Pengusahaan  BUMN / BUMD
 Badan Usaha Lain
(Economic Right) 5  Koperasi
Perorangan
UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pada tanggal 2 Oktober 2014 terbit UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 23/2014 membawa perubahan paradigma
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan terkait
pengelolaan SDA, termasuk di bidang pertambangan
minerba
UU No. 4 Tahun 2009 dan seluruh peraturan
turunannya (PP, Permen, dll) wajib menyesuaikan
diri dengan UU No. 23/2014
UU NO. 23/2014 TENTANG PEMDA
Ps. 11 s.d Ps. 12
URUSAN PEMERINTAHAN

Menjadi dasar
KONKUREN pelaksanaan
ABSOLUT otonomi daerah

1.Pertahanan WAJIB PILIHAN


2.Keamanan
3.Agama Berkaitan dengan a.n Energi dan
4.Yustisi Pelayanan Dasar Sumber Daya
5.Politik Luar (kesehatan, pendidikan, Mineral (Mineral dan
agama, dll.) Batubara)
Negeri
6.Moneter &
Fiskal Nasional
ASPEK KEWENANGAN
Ps. 14 dan Pasal 15
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang
kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber
daya mineral dibagi antara pemerintah pusat
dan daerah provinsi (Pasal 14 ayat 1)
Pembagian urusan pemerintahan konkuren
antara pemerintah pusat dan daerah provinsi
serta daerah kabupaten/kota tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari undang-undang ini (Pasal 15
ayat 1)
PEMBAGIAN URUSAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
(PASAL 15 AYAT (1) JO. LAMPIRAN HURUF CC ANGKA 2)
No. Pemerintah Pusat Daerah Provinsi

1. Penetapan WP sebagai bagian dari tata ruang


wilayah nasional, yang terdiri atas wilayah
usaha pertambangan, wilayah pertambangan
rakyat, dan wilayah pencadangan negara serta
wilayah usaha pertambangan khusus
2. Penetapan WIUP mineral logam dan batubara
serta wilayah izin usaha pertambangan
khsusus
3. Penetapan WIUP mineral bukan logam dan Penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan
batuan lintas Daerah provinsi dan wilayah laut dalam 1 (satu) Daerah provinsi dan wilayah laut s.d 12
lebih dari 12 mil mil
4. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral a. Penerbitan IUP mineral logam dan batubara dalam
logam, batubara, mineral bukan logam, dan rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah
batuan pada: izin usaha pertambangan Daerah yang berada dalam
a.Wilayah izin usaha pertambangan yang 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut
berada pada wilayah lintas Daerah provinsi; sampai dengan 12 mil laut
b.Wilayah izin usaha pertambangan yang b. Penerbitan IUP mineral bukan logam dan batuan
berbatasan langsung dengan negara lain; dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada
c.Wilayah laut lebih dari 12 mil. wilayah izin usaha pertambangan Daerah yang
berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil laut
No.
Lanjutan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi
5. Penerbitan izin usaha pertambangan dalam rangka
penanaman modal asing
6. Pemberian izin usaha pertambangan khusus mineral
dan batubara
7. Pemberian registrasi izin usaha pertambangan dan
penetapan jumlah produksi setiap Daerah provinsi
untuk komoditas mineral logam dan batubara
8. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi Penerbitan izin usaha pertambangan operasi
khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
komoditas tambangnya berasal dari Daerah provinsi dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang
lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian, komoditas tambangnya berasal dari 1 (satu) Daerah
atau impor serta dalam rangka penanaman modal provinsi
asing
9. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal keterangan terdaftar dalam rangka penanaman
dalam negeri dan penanaman modal asing yang modal dalam negeri yang kegiatan usahanya dalam
kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia 1 (satu) Daerah provinsi
10. Penetapan harga patoka mineral logam dan batubara Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan
batuan
11. Pengelolaan inspektur tambang dan pejabat pengawas
pertambangan
12. Penerbitan izin pertambangan rakyat untuk
komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan
logam, dan batuan dalam wilayah pertambangan
rakyat
KEWAJIBAN KEPALA DAERAH DALAM
MEMBERIKAN PELAYANAN PERIZINAN
Pasal 350
 
1) Kepala daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dalam memberikan pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu.
3) Pembentukan unit pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana yang dimaksudkan
pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa teguran tertulis
kepada gubernur oleh Menteri dan kepada bupati/wali kota oleh
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pelanggaran yang bersifat
administrasi.
6) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan oleh kepala
daerah, Menteri mengambil alih pemberian izin yang menjadi kewenangan
gubernur dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih
pemberian izin yang menjadi kewenangan bupati/wali kota.
KETENTUAN PERALIHAN
UU NO. 23/2014
 Pasal 402, mengatur bahwa:
a. Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya UU
Nomor 23 Tahun 2014, tetap berlaku sampai dengan
habis berlakunya izin;
b. BUMD yang telah ada sebelum berlakunya UU Nomor 23
Tahun 2014, wajib menyesuaiakan dengan ketentuan
dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Nomor 23
Tahun 2014 diundangkan (paling lambat 2 Oktober 2017).
KETENTUAN PENUTUP
UU NO. 23/2014
 Pasal 404: Serah terima personil, pendanaan, sarana dan prasarana,
serta dokumen sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang
diatur berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 dilakukan paling
lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak UU Nomor 23 Tahun 2014
diundangkan (paling lambat 2 Oktober 2016).
 Pasal 407: Pada saat berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung
dengan Daerah wajib mendasarkan dan menyesuaiakan
pengaturannya pada UU Nomor 23 Tahun 2014.
 Pasal 408: Pada saat berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
SURAT EDARAN MENDAGRI NO. 120/253/SJ
TANGGAL 16 JANUARI 2015
SURAT EDARAN MENDAGRI NO. 120/253/SJ
TANGGAL 16 JANUARI 2015 -- Lanjutan..
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
konkuren yang bersifat pelayanan
kepada masyarakat luas dan masif,
yang tidak dapat dilaksanakan tanpa
dukungan P3D tetap dilaksanakan oleh
tingkatan pemerintahan yang ada saat
ini sampai dengan diserahkannya P3D
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
diluar urusan konkuren yang
disebutkan dilaksanakan berdasarkan
UU 23/2014
3. Penyelenggaraan perizinan dalam
bentuk pemberian izin dan pencabutan
dilaksanakan sesuai ketentuan UU No.
23/2014 dengan mempertimbangkan
tahapan/proses yang telah dilalui
SURAT EDARAN DJMB NO. 04.E/30/DJB/2015
TANGGAL 30 APRIL 2015
SURAT EDARAN DJMB NO. 04.E/30/DJB/2015
TANGGAL 30 APRIL 2015
POKOK-POKOK SE DJMB NO. 04
1. Dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 maka Bupati/Walikota tidak
mempunyai kewenangan lagi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
di bidang pertambangan mineral dan batubara, dan Pasal-Pasal dalam UU
No. 4 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaanya yang mengatur
kewenangan Bupati/Walikota tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
2. Sebagai tindak lanjut dari penyerahan kewenangan penyelenggaraan
pertambangan dari Bupati/Walikota kepada Gubernur, Bupati/Walikota
diminta untuk berkoordinasi dengan Gubernur dalam rangka penyerahan
dokumen perizinan pertambangan, a.n:
a) IUP dan/atau IPR yang telah diterbitkan sebelum berlakunya UU No. 23
Tahun 2014
b) IUP yang terlanjur diterbitkan oleh Bupati/Walikota setelah berlakunya
UU No. 23 Tahun 2014
c) Permohonan WIUP mineral bukan logam dan batuan, perpanjangan
dan/atau peningkatan IUP, IPR, perubahan penanaman modal yang
telah diajukan kepada Bupati/Walikota sebelum berlakunya UU No. 23
Tahun 2014.
POKOK-POKOK SE DJMB NO. 04
3. Gubernur diminta untuk:
a) Memproses dan/memperbaharui penerbitan perizinan pertambangan
yang telah diserahkan oleh Bupati/Walikota
b) Memproses penetapan WPR
c) Memproses permohonan yang telah diajukan kepada Gubernur terkait
Permohonan WIUP mineral bukan logam dan batuan, perpanjangan
dan/atau peningkatan IUP, IPR, perubahan penanaman modal
4. Gubernur dapat melakukan evaluasi berkas perizinan yang disampaikan oleh
Bupati /Walikota apabila:
a) Tidak terdapat kesesuaian proses / mekanisme penerbitan (misalnya
tumpang tindih), Gubernur dapat membatalkan IUP bersangkutan
b) Gubernur dapat memberikan sanksi administratif dalam hal pemegang
IUP tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
5. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh Kepala Dinas Pertambangan Provinsi
selaku Kepala Inspektur Tambang Provinsi dan berkoordinasi dengan Direktur
Teknik dan Lingkungan DJMB selaku Kepala Inspektur Tambang Pusat
PENYERAHAN PERSONIL, PENDANAAN,
PRASARANA, DAN DOKUMEN (P3D)
 Beberapa hal mendesak terkait amanat UU No. 23 Th. 2014 yang harus
diselesaikan:
1. Dampak pengalihan urusan
2. Perizinan pada masa transisi kewenangan
3. Kesiapan penyerahan P3D
4. Penyiapan Pemetaan Urusan Daerah
 Pasal 404: Serah terima personil, pendanaan, sarana dan prasarana, serta
dokumen sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang diatur
berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 dilakukan paling lambat 2 (dua)
tahun terhitung sejak UU Nomor 23 Tahun 2014 diundangkan (paling
lambat 2 Oktober 2016).
 SE Mendagri No. 120/253/SJ tanggal 16 Januari 2015 TIDAK memasukkan
sektor ESDM ke dalam urusan pemerintahan konkuren yang pengalihan
P3D nya (dari Kab/Kota ke Provinsi) dilakukan dalam jangka waktu 2
tahun sesuai ketentuan Ps. 404
 Kementrian ESDM telah meminta Kemendagri untuk segera
merevisi/meninjau ulang SE Mendagri No. 120/253/SJ dengan memasukkan
urusan pertambangan ke dalam urusan pemerintahan konkuren yang
pengalihan P3D nya dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun
AMANDEMEN UU NOMOR 4 TAHUN 2009
TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL
DAN BATUBARA

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


Energi untuk Kesejahteraan Rakyat
PENYUSUNAN RUU MINERBA (1)
Penyusunan RUU Mineral dan Batubara telah menjadi
Program Legislasi Nasional Tahun 2015 – 2019, dan telah
menjadi program prioritas tahun 2015 (Inisiatif DPR) dan
Program Prioritas tahun 2016 (Inisiatif Pemerintah)
Bahwa dalam rangka penyusunan dan pembahasan RUU
Mineral dan Batubara, Pemerintah perlu menyiapkan pokok-
pokok pikiran terkait substansi dalam RUU yang akan menjadi
posisi pemerintah dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk
Naskah Akademik
Dalam rangka penyusunan naskah akademik RUU Minerba,
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara saat ini sedang
melakukan inventarisasi dan evaluasi terhadap ketentuan-
ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 yang mendesak
untuk dilakukan perubahan
PENYUSUNAN RUU MINERBA (2)
Inventarisasi dan evaluasi terhadap ketentuan-ketentuan
dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dilakukan a.n terhadap:
1. ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009
yang tidak dapat dilaksanakan / mengalami kendala
dalam pelaksanaannya
2. ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009
yang perlu disesuaikan dengan UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, Putusan
Mahkamah Konstitusi, dan peraturan perundang-
undangan lainnya yang terkait
PASAL-PASAL DALAM UU NO. 4/2009 YANG HARUS
MENYESUAIKAN DENGAN UU NO. 23/2014

No Pasal Substansi/Materi
1. Pasal 6 Kewenangan Pemerintah Pusat
Termasuk di dalamnya pengelolaan Inspektur Tambang
2. Pasal 7 Kewenangan pemerintah provinsi Termasuk di dalamnya kewenangan
bupati/walikota yang sebelumnya diatur dalam Pasal 8 UU Nomor 4 Tahun 2009

3. Pasal 8 Kewenangan pemerintah kabupaten/kota


Dihapus  tidak mempunyai kewenangan lagi
4. Pasal 21 Penetapan WPR
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur)
5. Pasal 23 Pengumuman kepada masyarakat terkait penetapan WPR
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur)
6. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut tentang kriteria dan mekanisme penetapan WPR
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi, maka pengaturannya dalam
peraturan daerah provinsi
7. Pasal 37 Kewenangan pemberian IUP
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
8. Pasal 40 ayat (3) Kewenangan penerbitan IUP untuk mineral lain
dan ayat (6) Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
9. Pasal 44 Kewenangan penerbitan izin sementara
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
24
Lanjutan....
No Pasal Substansi/Materi
.
10. Pasal 48 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
11. Pasal 67 Kewenangan pemberian IPR
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur)
12. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian IPR
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi, maka pengaturannya dalam
peraturan daerah provinsi
13. Pasal 73 Kewajiban dalam pengelolaan usaha pertambangan rakyat
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi
14. Pasal 93 Terkait pengalihan IUP
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur

15. Pasal 100 Kewenangan penunjukan pihak ketiga untuk melaksanakan reklamasi dan
pascatambang
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
16. Pasal 104 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
17. Pasal 105 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi untuk penjualan
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
25
Lanjutan....
No. Pasal Substansi/Materi
18. Pasal 110 Penyerahan data eksplorasi dan operasi produksi
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
19. Pasal 113 dan Pasal Kewenangan persetujuan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan
114 Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
20. Pasal 118 Penyerahan kembali IUP
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
21. Pasal 119 dan Pasal Kewenangan pencabutan IUP
121 Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
22. Pasal 122 dan Pasal Pengembalian IUP yang berakhir
123 Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
23. Pasal 139, Pasal Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan usaha pertambangan
140, dan Pasal 141 Bupati tidak mempunyai kewenangan
 pengawasan Pemerintah kepada pemerintah Daerah provinsi
 Kewenangan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan oleh pemegang izin berada pada Menteri dan gubernur
 Terkait kewenangan Inspektur Tambang (pengelolaan IT oleh Pemerintah
Pusat)
24. Pasal 142 Kewajiban pelaporan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan
Bupati tidak mempunyai kewenangan  pelaporan oleh gubernur
25. Pasal 143 Pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan rakyat
Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur)
26. Pasal 151 Kewenangan pemberian sanksi administratif 26
Bupati tidak mempunyai kewenangan  kewenangan pada Menteri dan gubernur
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai