Anda di halaman 1dari 44

Manajemen Perencanaan Lahan

Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo, MS


1. Perencanaan tata ruang
2. Perencanaan kehutanan dan hubungannya
dengan penataan ruang;
3. Perencanaan lahan gambut dan hubungannya
dengan penataan ruang dan kawasan hutan
4. Masyarakat adat
5. Peran penegakan hukum
•Hutan ≠ Kawasan Hutan
•Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang [ditunjuk dan atau] ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
UU
Kehutanan keberadaannya sebagai hutan tetap

•Menhut untuk melakukan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut berdasarkan PIPIB
Inpres •BPN untuk melakukan penundaan penerbitan hak-hak atas tanah berdasarkan PIPIB
Morato- •Gubernur, Bupati/Walikota untuk menunda penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru PIPIB
rium •Adanya penyempurnaan kebijakan tata kelola bagi izin pinjam pakai dan IUPHHK pada Hutan Alam
10/2011 •UKP4/ Satgas REDD+ untuk melakukan pengawasan

•Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Putusan MK •Berlaku kedepan sejak 21 Februari 2012 (Asas Non-Retroaktif/Tidak berlaku surut berdasarkan pasal 58 UU MK jo. Pasal
No. 45/2011
39 Peraturan MK tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian UU)
•Artinya, KH yang telah ditunjuk sebelum 21 Februari 2012 seharusnya tetap berlaku

•Perubahan PP 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi KH


•Dampak Negatif: Persyaratan lahan pengganti letaknya boleh pada provinsi yang berbeda, asalkan masih pada pulau yang
PP 60/2012
sama. Akibatnya akan sulit dilakukan pengawasan terhadap lahan pengganti karena cakupan yg luas (Pasal 12 ayat 4)
•Dampak Negatif: Adanya sinkronisasi antara izin yang dikeluarkan atas dasar RTRW dengan peta penetapan KH yang
dikeluarkan Kemenhut, memperingan syarat pelepasan KH (Pasal 51A, 51B)

•Perubahan PP 24/2010 tentang Penggunaan KH


•Dampak Negatif: ada potensi kegiatan non-hutan (industri, pertambangan) yang berpotensi merusak lingkungan pada KH
PP 61/2012
dikarenakan ketentuan yang bersifat open-ended (Pasal 4 ayat 2)
•Dampak Negatif: Adanya sinkronisasi antara izin yang dikeluarkan atas dasar RTRW dengan peta penetapan KH yang
dikeluarkan Kemenhut, memperingan syarat pelepasan KH (Pasal 25A)
• Pembaharuan Agraria mencakup proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
TAP MPR No. kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan SD Agraria
IX/MPR/2001 • Arah kebijakan:
tentang • Pengkajian ulang terhadap seluruh peruu-an yang berkaitan degnan agraria
Pembaharuan • Melaksanakan penataan kembali penguasaan , penggunaan dan pemanfaatan tanah
(landrefrom) dgn memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat
Agraria dan
• Menyelesaikan konflik agraria
Pengelolaan SDA • Memperkuat kelembagaan dan kewenangan pelaksanaan pembaruan agraria

•Penunjukan wilayah untuk digunakan untuk tujuan kehutanan dan non-kehutanan


merupakan kewenangan provinsi. Tetapi penetapan rancangan perda provinsi terkait
UU 26/2007 RTRWP dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
tentang Penataan substansi dari Menteri (Pasal 18)
Ruang •PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
•Wilayah yang dialokasikan untuk kehutanan dalam revisi RTRWP harus sesuai dengan
yang ditunjuk oleh Kemenhut (Pasal 31)

UU 32/2009
tentang •Perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
Perlindungan dan •Usaha yang wajib AMDAL/UKL-UPL (a.l. . IUPHHK-HA, Izin Usaha Pertambangan, Izin
Pengelolaan Usaha Perkebunan) wajib memiliki izin lingkungan
Lingkungan Hidup
Perencanaan Pemanfaatan Pengawasan

• TGHK ≠ RTRWP • Pemberian Izin yang • Pengawasan dan


• RTRWP banyak melanggar Hukum Penegakan Hukum
yang belum selesai • Korupsi yang Tidak Efektif
• Pelaku Usaha yang
tidak memastikan
kelestarian hutan
sesuai dengan
kewajibannya
• Minimnya akses
masyarakat
terhadap SDH
 1990an dilakukan usaha untuk menyelaraskan delineasi KH oleh
Kemnhut dan Provinsi melalui program Peta Paduserasi, namun kegiatan
ini belum selesai untuk Kalteng, Riau dan Kepulauan Riau

Kemenhut (c/: Pemda Kalteng


Kalteng)
• RTRWP Kalteng
• TGHK 1982   ± 10,3 juta KH
15,3 juta ha KH (Kepmentan
No. (Perda Kalteng No.
758/Kpts/Um/10/1982)
Selisih 8/2003)
• SK.292/Menhut-II/2011 ± 2.5
 ± 12.8 juta KH juta ha

Pengukuhan kawasan hutan yang sangat minim  menimbulkan konflik berkepanjangan.

Pengukuhan KH yang hingga tahun 2011 baru mencapai 14,24 jt/ha, dari keseluruhan
130,786 jt ha kawasan hutan di Indonesia (sekitar ± 11%) (Data Kemhut 2011, RKTN)
Pemberian Izin • 606 Izin pertambangan seluas 3,27 juta ha dan 285 unit izin perkebunan seluas 3,8 juta ha di
KH Kalteng tidak memiliki izin pelepasan KH dan izin pinjam pakai (Satgas PMH, 2011; Surat
yang Melanggar Menhut No. S.95/Menhut-IV/2010 tgl 03 Feb 2010, Surat Gub Kalteng No. 522/337/EK tgl 27
Hukum Mar 2010 dan Surat Kadishut Prov. Kalteng No. 522.1.100/596/Dishut tgl 27 Mar 2010)

• 6 kasus korupsi disektor kehutanan diproses sejak KPK didirikan (Koalisi AntiMafia Hutan,
2012)
• Kasus H. Tengku Azmun, Bupati Pelalawan, Riau yang melakukan tindak pidana korupsi
dengan penerbitan 15 IUPHHK-HT (Negara menderita kerugian ±1,208 triliun dan
hancurnya hutan alam secara masif)
Korupsi
• Kasus Suwarna Abdul Fattah, Gubernur Kaltim 2003-2008 yang melakukan tindak pidana
korupsi dengan memberikan pelepasan izin pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa
sawit seluas 1 juta ha di Berau, Kaltim (Negara menderita kerugian ± 346,823 miliar dan
hancurnya hutan alam secara masif-hanya terdapat penebangan kayu tanpa adanya
penanaman kembali lahan yg dialihkan dengan kelapa sawit)

Pelaku usaha tidak • 45% dari 204 PT pemegang IUPHHK pada Hutan Alam memiliki Kinerja Jelek (2000-2009,
melaksanakan Lembaga Penilaian Independen)
kewajibannya • Pembalakan di luar areal kerja tahunan, pembalakan melebihi jatah tebangan

Tertutupnya akses • Rumitnya birokrasi untuk masyarakat dalam mengakses Hutan Kemasyarakatan (HKm),
Hutan Tanaman Rakyat (HKR), dan Hutan Desa (HD)
masyarakat • Clean and clear KH yang diberikan dengan ketiga skema tersebut (Arti Clean and Clear, tidak
terhadap SDH ada hak-hak pihak lain yang tumpang tindih dengan perinjinan yang diberikan pemerintah)
Penegakan Hukum di Indonesia belum mampu
menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan
kehutanan yang terorganisir

Para Pelaku Kejahatan yang diproses secara


hukum mendapat hukum ringan dan sebagian
besar dari mereka adalah para pelaku di lapangan

Laporan Tahunan MA menunjukkan kecilnya


jumlah kasus kehutanan yang sampai ke MA
serta kecilnya hukuman yang dijatuhkan:
• Tahun 2009, 106 kasus: 11% bebas, 24% penjara
< 1 thn, 75% penjara 1-5 thn
• Tahun 2010, 66 kasus: 9% bebas, 24% penjara <
1 thn, 67% penjara 1-5 thn
• Tahun 2011, 42 kasus: 14% bebas, 29% penjara <
1 thn, 57% penjara 1-5 thn
korup
si
Tata kelola
lahan lemah; Tata ruang
koordinasi yang lemah
perizinan antar
sektor dan Unit
pusat-daerh Manageme
minim n Hutan
Dasar dan
Penegakan Tidak
Hukum Efektif
Lemah

Masalah
Tenurial

Deforestasi dan Degradasi Hutan


11
 Meninjau dan merevisi kerangka hukum bagi penyelesaian atas isu hak-
hak atas lahan, dan land reclassification/land swapping;
 Meninjau dan merevisi kerangka hukum terkait insentif bagi daerah;
 Mempercepat penuntasan pelaksanaan penataan ruang;
 Meningkatkan penegakan hukum dan mencegah korupsi;
 Penguatan tata kelola kehutanan, termasuk perijinan dan alih fungsi
kawasan;
 Meninjau/merevisi kerangka hukum dan penetapan insentif/disinsentif
bagi sektor swasta
 Memastikan enforcement penangguhan izin baru untuk hutan dan lahan
gambut selama 2 tahun;
 Penetapan kerangka hukum untuk sinkronisasi data dan peta untuk
penetapan ruang dan perijinan;
 Telaah perijinan dan penyelesaian konflik penggunaan hutan dan lahan;
 Menuntaskan prakondisi hukum dan legislasi.
12
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
 Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/Kpts/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang
Penataan Ruang
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi
Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang RTRWP dan
rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
substansi dari Menteri. Kemudian penetapan rancangan peraturan
daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan
rekomendasi dari Gubernur.
• Hutan produksi, hutan
Kawasan rakyat, pertanian, perikanan,
pertambangan, permukiman,
Budidaya industri, pariwisata, ibadah,
pendidikan, hankam.

• Hutan lindung, kawasan


Kawasan bergambut, kawasan resapan
air, sempadan sungai, pantai,
Lindung suaka alam, cagar budaya,
kawasan rawan bencana.
 Semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi disusun atau disesuaikan dalam waktu 2
(tahun) terhitung sejak UU 26/2007 diberlakukan, yaitu 26 April
2009
 Semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling
lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU 26/2007 diberlakukan
RTRWP: Hingga 20 Juli 2012, baru 14 provinsi yang sudah menyelesaikan
Perda RTRW. 19 provinsi lainnya, meskipun sudah mendapatkan persetujuan
substansi dari Menteri Pekerjaan Umum, masih menunggu penyelesaian
perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan.
RTRWK: dari 491 RTRW Kabupaten/Kota, 42 di antaranya masih dibahas di
tingkat daerah. Sedangkan 449 sisanya sudah mendapat persetujuan substansi
Pemerintah Pusat, dan baru sepertiga dari jumlah tersebut yang sudah di-
Perda-kan.
3 Propinsi yang belum padu serasi:
Riau, Kepri, Kalteng
Usulan
perubahan
Kawasan
Hutan Hutan dlm
register Padu review
penunjuk- Serasi RTRWP/
an parsial RTRWP- Penunjuka K& peme-
TGHK TGHK n Kawasan karan
Hutan

??

< 1980 1980-1992 1992-1999 1999-2005 2004-2007

KOLONIAL UU UU 24/1992 UU UU 32/2004


BELANDA 5/1967 UU 5/1990 41/1999 UU 26/2007
INGAT!
Putusan
Mahkamah
Konstitusi No.
45/PUU-IX/2011

Pembuatan Berita
Acara Tata Batas
Penunjukan kawasan Kawasan Hutan Penetapan kawasan
Pelaksanaan tata
hutan dengan yang ditandatangani hutan dengan
batas kawasan hutan
Keputusan Menteri oleh Panitia Tata Keputusan Menteri
Batas atau pejabat
yang berwenang

Sampai dengan tahun 2010, realisasi tata


batas mencapai 74,67% atau sekitar 222.452
km dan kawasan hutan yang telah
ditetapkan seluas 14,24 juta Ha.
 Pasal 1 angka 3 (butir 3 amar Putusan MK):
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk
dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap;
Karena: “Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk
dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-
tahap yang tidak melibatkan pemangku kepentingan di
kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan, merupakan pelaksanaan pemerintahan
otoriter” (hal. 158 Putusan MK)
 Pasal peralihan (81) UU 41/1999 tetap berlaku (Para 3.14
bagian menimbang)
Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum
berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan
undang-undang ini’
1999 - 2012 Pasca Putusan MK
Peta penunjukan dan/atau penetapan KH • Untuk KH yang baru ditunjuk:
tetap berlaku karena putusan MK tidak berlaku ketentuan Pasal 1 angka 3 (dengan
berlaku surut (lihat Pasal 47 UU MK), kecuali Putusan MK) jo Pasal 15 ayat (1) bahwa
dinyatakan secara tegas di dalam putusan - Kawasan Hutan harus yang sudah ditetapkan
sebagaimana konvensi selama ini (hal mana (tidak cukup penunjukan)
tidak terjadi dalam putusan MK ini).
• Untuk KH yang telah ditunjuk dan/atau
ditetapkan sebelum Putusan MK:
tetap berlaku Peta Penunjukan dan/atau
Penetapan sebelumnya berdasarkan Pasal 81
UU 41/1999, Putusan MK (para 3.14) dan
Pasal 47 UU MK.
 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan
 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung
 Peraturan Menteri Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan
 Peraturan Menteri Pertanian Nomor
14/Permentan/PL.110/2/2009 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk
Budidaya Kelapa Sawit
•< 3 m
Kawasan • Tidak berada di hulu
Budidaya sungai atau rawa

Kawaan •> 3 m
Lindung
• Berada pada hulu
(kawasan sungai atau rawa
bergambut)
 Kawasan lindung yang memberikan perlindungan
kawasan bawahnya meliputi kawasan hutan
lindung, kawasan bergambut, dan kawasan
resapan air.
 Perlindungan terhadap kawasan bergambut
dilakukan untuk mengendalikan hidrologi
wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan
pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang
khas di kawasan yang bersangkutan.
 Kriteria kawasan bergambut adalah tanah
bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih
yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa
 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010
tentang Wilayah Pertambangan

Perencanaan
WP
Wilayah Wilayah Izin
•Inventarisasi Wilayah
potensi Usaha Usaha
Pertambangan
pertambangan Pertambangan Pertambangan
•Penyusunan
rencana WP
Terkait dengan manfaat sumberdaya hutan, masyarakat
berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang
dihasilkan hutan serta masyarakat dapat:
 memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan
hasil hutan, dan informasi kehutanan;
 memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam
pembangunan kehutanan; dan
 melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan kehutanan baik langsung maupun
tidak langsung.
Putusan MK No.
34/PUU-IX/2011
• “Penguasaan hutan oleh
Negara tetap • Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan bertentangan
memperhatikan hak dengan UUD 1945 sepanjang tidak
masyarakat hukum adat, dimaknai “Penguasaan hutan oleh Negara
sepanjang kenyataannya tetap wajib melindungi, menghormati, dan
masih ada dan diakui memenuhi hak masyarakat hukum adat,
keberadaannya, serta tidak sepanjang kenyataannya masih ada dan
bertentangan dengan diakui keberadaannya, hak masyarakat yang
kepentingan diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
nasional“(Pasal 4 ayat 3) perundang-undangan, serta tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional”
UU 41/1999
PELAKU UTAMA
Oknum pejabat/pengusaha besar/oknum penegak hukum

Masyarakat
Lokal/Adat:
Pelaku Lapangan/Korban
Sumber: Tata Cara dan Prosedur Pengembahan Program PHBM dalam Kerangka UU 41/1999 oleh Rahmina H. et. al.
Permenhut No: • Terbangunnya HKm dan

2014
P.6/Menhut- Hutan Desa seluas 2,3 juta
II/2011 tentang Ha;
Penetapan
• Terbangunnya Hutan
Indikator Tanaman Rakyat kemitraan
Kinerja Utama seluas 250.000 Ha.
Kemenhut

Realisasi: ……..?
Hambatan: ……..?
 Melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan;
 Melakukan kegiatan pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
tidak bertentangan dengan undang-undang;
dan
 Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
 Konflik dan Ketidak-adilan
Alokasi Pemanfaatan Hutan
 Tumpang Tindih dan
Keterlanjuran Kesalahan
Lokasi Izin
1. Biaya Transaksi Perijinan
2. Masalah Kebijakan Perijinan
Kehutanan
3. Kebijakan (teks) dan Prakteknya
 Biaya transaksi ada, akibat :
 ketergantungan calon pemegang ijin kepada Unit
Kerja/ Pejabat untuk memperoleh
pengesahan/rekomendasi/penetapan, dengan
 tanpa disertai mekanisme secara terbuka,
 informasi obyek penilaian yang tersamar, dan/atau
 tidak adanya pihak ketiga yang menilai atas proses
maupun hasil pengesahan/rekomendasi/ penetapan
 Hasil Wawancara/Konsultasi dengan petugas
daerah:
 Biaya perijinan mahal dan kecepatan proses
perijinan tergantung adanya “memo”;
 Tata batas dan pengukuhan batas IPPKH hampir
selalu mengikuti batas penunjukkannya, prosedur
formalitas sehingga potensi konflik tinggi;
 Hubungan lembaga pemerintah dan pengusaha
tidak disertai norma-norma bagaimana seharusnya.
Penjelasan Pasal 28 UU 41/1999
• Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa:
– pemanfaatan kawasan, Apakah
– pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan
dpt semuanya
– pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
di lokasi yg
– pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sama?

• Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan


melalui pemberian:
– izin usaha pemanfaatan kawasan,
– izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan,
– izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu,
Apakah
– izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, Ijin harus
– izin pemungutan hasil hutan kayu, dan per komoditi?
– izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
1. Kebijakan Proses dan Keterbukaan Informasi
• Permen No 2/2011: Pedoman Formulasi, Implementasi,
Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan
Kemenhut
• Permen No 7/2011: Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan
Kemenhut
2. Permasalahan (Identifikasi Tim 8, Kemenhutan, 2010)
• Tekanan Politik;
• Adanya penguasaan informasi hanya pada sekelompok orang
dan jaringan dengan calon/pemegang ijin;
• Masalah terdapat dalam teks peraturan (by design).
Kepastian
Pemenuhan
kepemilikan
hak
dan batas
masyarakat
lahan

Kepastian Tata kelola


hukum dalam kehutanan
perolehan izin Laju yang baik
deforestasi dan
degradasi
hutan yang
dapat dikontrol

Anda mungkin juga menyukai