Anda di halaman 1dari 2

I. PENDAHULUAN Langkah awal dalam sistem pengelolaan kawasan hutan adalah pemantapan kawasan hutan.

Hutan dikatakan mantap apabila kawasan hutan tersebut memliki status jelas, tegas, dan keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat serta bebas dari segala hak-hak pihak lain. Salah satu tahapan dalam pemantapan batas kawasan hutan, yakni melalui proses penataan batas hutan untuk mendapatkan status kepastian hukum yang kuat. Namun di sisi lain banyak permasalahan yang sering dihadapi dalam penyelenggaraan penataan batas, seperti adanya pemilikan masyarakat yang ada di dalam kawasan, yang sering menimbulkan konflik status terhadap kawasan hutan. Untuk menyelesaikan kondisi tersebut diperlukan suatu alternatif penyelesaiannya sehingga terdapat jalan tengah yang dapat diterima semua pihak terkait penyelenggaraan kegiatan penataan batas kawasan hutan. Penyelesaian permasalahan tersebut harus tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan upaya menjaga kelestarian hutan yang bersifat jangka panjang. Untuk itu harus terdapat kesamaan persepsi dan pemikiran ke arah pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. II. DASAR HUKUM 1. UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 5. PP No.6 tahun 2007 jo. PP No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. 6. PP No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

SAMPUL

PENTINGNYA KEGIATAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN BAGI MASYARAKAT DI DALAM DAN SEKITAR KAWASAN HUTAN

7. PP No.10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. 8. PP No.24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. 9. Kepmenhut No.399/Kpts-II/1990 jo. No.634/KptsII/1996 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan. 10. Kepmenhut No.613/Kpts-II/1997 tentang Pengukuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 11. Kepmenhut No.32/Kpts-II/2001 tanggal 12 Pebruari 2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan. 12. Permenhut No.P.32/Menhut-II/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan. 13. Permenhut No.P.33/Menhut-II/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. 14. Permenhut No.P.34/Menhut-II/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan. 15. Permenhut No.P.36/Menhut-II/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Tim Terpadu dalam Rangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. 16. Peraturan Menteri Kehutanan No. 47 tahun 2010 tanggal 16 Nopember 2010 tentang Panitia Tata Batas. III. TAHAPAN KEGIATAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN MEMBERI RUANG KEPADA MASYARAKAT Dalam pelaksanaannya, kegiatan penataan batas memberikan kesempatan kepada masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan untuk mempertahankan hak-haknya. Seperti telah diatur dalam peraturan yang berlaku, masyarakat mempunyai ruang untuk menyampaikan hak-haknya seperti disajikan pada gambar 1. Masyarakat melalui kepala desa dan tokoh masyarakat juga diberi kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi dari penyelenggaraan kegiatan penataan batas kawasan

hutan melalui pembahasan di tingkat Panitia Tata Batas (PTB).


Pemancangan Batas Sementara Pengumuman Hasil Pemancangan Batas Sementara

Penyusunan Berita Acara & Pembuatan Peta Pemancangan Batas Sementara

Inventarisasi dan Penyelesaian Hak-hak Pihak Ketiga

Pemancangan Batas Definitif

Pembuatan Berita Acara & Peta Tata Batas Definitif

Pelaporan Kepada Menteri dan Gubernur

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penataan Batas IV. PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN Panitia Tata Batas adalah Panitia Tata Batas (PTB) Kawasan Hutan yang dibentuk oleh Menteri Kehutanan untuk melakukan penyelenggaraan tata batas. Dalam rangka percepatan pelaksanaan penataan batas kawasan hutan dan memangkas rentang koordinasi, wewenang pembentukan PTB dilimpahkan kepada Gubernur. Dalam hal ini Gubernur melalui usulan Dinas yang membidangi kehutanan di tingkat provinsi membentuk PTB Sesuai Permenhut No. 47 tahun 2010 PTB yang terbentuk mempunyai kewenangan diantaranya menetapkan trayek batas kawasan hutan, menentukan langkah penyelesaian terhadap masalah-masalah terkait hak-hak atas lahan/tanah di sepanjang trayek

MEDAN,

MARET 2011

batas dan hak-hak atas lahan/tanah di dalam kawasan hutan, menandatangani Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan, dan mengesahkan hasil tata batas. Dengan adanya kewenangan tersebut, ruang bagi masyarakat tetap untuk mempertahankan hakhaknya tetap diperhatikan. PTB yang beranggotakan unsur camat dan kepala desa yang merupakan penyuara aspirasi masyarakat dapat berperan aktif dalam mengusulkan langkah-langkah yang diperlukan jika terjadi konflik mengenai status hak-hak masyarakat setempat atas tanah tempat tinggalnya yang disampaikan dalam dokumen PTB. Berikut disajikan tata cara pengambilan keputusan PTB.
Keputusan Rapat PTB dipimpin oleh Ketua (dapat diwakilkan) Dihadiri 2/3 anggota (anggota dapat diwakilkan) Keputusan rapat PTB disetujui dan ditandatangani oleh Ketua, Sekretaris, Kepala BPKH dan 1 (satu) anggota panitia lainnya Tidak disetujui dan tidak ditandatangani oleh Ketua, Sekretaris atau Kepala BPKH

Menindaklanjuti Permenhut No. 47 tahun 2010 tersebut, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan telah menerbitkan Surat Edaran yakni : 1. Kepala BPKH menyusun administrasi pembentukan PTB dan disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi yang membidangi urusan kehutanan untuk selanjutnya diusulkan kepada Gubernur. 2. Dalam Keputusan Gubernur tentang Pembentukan Panitia Tata Batas memperhatikan : a. Dinas Provinsi yang membidangi urusan kehutanan ditambahkan sebagai anggota PTB. b. Anggota PTB adalah Kepala Instansi/Kantor dan bukan unsur yang mewakili. c. Untuk daerah otonomi khusus (Papua, Papua Barat dan Nangroe Aceh Darussalam), Dewan Adat diakomodir sebagai anggota. V. PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN = MASALAH ??? Selama ini sering muncul permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan penataan batas dengan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Permasalahan yang muncul mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya kegiatan penataan batas kawasan hutan. Pemahaman yang kurang tepat tersebut perlu segera diperbaiki untuk percepatan penyelenggaraan kegiatan penataan batas.

Sesungguhnya kegiatan penataan batas tidak secara otomatis memangkas habis akses masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kegiatan penataan batas tidak mempunyai tujuan yang sama persis dengan pemasangan patok batas oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanda pelarangan seperti pemasangan plang yang lazim kita lihat seperti disajikan pada gambar 3 tidak akan kita temukan pada kawasan hutan yang telah dipasang tanda batasnya. Setelah dilaksanakannya kegiatan penataan batas, masyarakat masih bisa tetap beraktivitas dan menggantungkan hidupnya di kawasan hutan, tentunya dengan tetap memegang aturan yang berlaku. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa dengan adanya kegiatan penataan batas kawasan hutan bukan masalah yang ditimbulkan, tetapi terjaminnya kepastian kawasan yang legal dan diakui oleh semua pihak. VI. MANFAAT PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN BAGI MASYARAKAT DI SEKITAR DAN DI DALAM KAWASAN HUTAN Sikap apatis dari masyarakat di dalam dan sekitar hutan harus mulai dihilangkan dengan meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai manfaat penataan batas kawasan hutan. Masyarakat diberikan peluang untuk mempertahankan dan membuktikan hak-haknya dikarenakan dalam kegiatan penataan batas terdapat proses negoisasi, kesepakatan dan rekomendasi. Proses negoisasi merupakan kegiatan untuk menyepakati suatu kawasan dapat dikeluarkan atau tidak dan solusi penentuan pilihan bentuk pengelolaan hutan oleh masyarakat setempat atau lainnya di dalam kawasan hutan yang perlu diakui pemerintah. Sebagai contoh yakni perkampungan permanen pada kawasan hutan disepanjang trayek bisa diusulkan untuk dialihfungsikan pada waktu pembahasan di tingkat PTB dan dicantumkan dalam dokumen penataan batas, sedangkan perkampungan di dalam kawasan hutan bisa diusulkan untuk di-enclave (dikeluarkan status dan fungsinya dari kawasan hutan).

Proses kesepakatan memberikan posisi tawar kepada masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam hal pengelolaan kawasan hutan. Bentuk pengelolaan hutan yang telah ditawarkan pemerintah melalui kementerian kehutanan, yakni dengan memberikan legalitas akses kepada masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan. Bentuk pengelolaan kawasan hutan tersebut diwujudkan dalam skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Desa. Proses rekomendasi merupakan penyampaian hasil pembahasan di tingkat PTB dan penelitian lapangan terhadap kawasan yang telah dilaksanakan kegiatan penataan batasnya. Masyarakat melalui Kepala Daerah setempat dapat mengusulkan upaya penyelesaian sengketa tata batas dan proses perencanaan pengelolaan kawasan hutan secara kolaboratif. Tahapan kegiatan penataan batas kawasan hutan tetap memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan kepastian status tanah/lahan yang ditempatinya. Dengan adanya pengakuan status tanah tersebut, masyarakat dapat lebih diuntungkan dengan peluang meningkatkan nilai tempat tinggalnya seperti mensertifikasi tanah tersebut di BPN. Sedangkan untuk pengelolaan kawasan hutan yang merupakan sumber mata pencaharian dan tempat beraktivitas bagi masyarakat, pemerintah daerah dapat membantu memfasilitasi dalam melaksanakan skema pengelolaan kawasan hutan. Skema pengelolaan kawasan hutan yang telah diprogramkan tersebut jangan dianggap sebagai sesuatu untuk mempersulit ataupun membatasi masyarakat, tetapi untuk kepentingan semua pihak, yakni mewujudkan hutan dengan keseimbangan fungsi ekologi, sosial dan ekonomi. Dengan terlaksananya skema tersebut diharapkan dapat menjadi pintu gerbang untuk terbangunnya mekanisme penyelesaian konflik tenurial yang terjadi serta terwujudnya pemantapan kawasan hutan yang legal dan diakui oleh para pihak (legitimate).

SAH

Kepala BPKH Kepala BPKH Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Menolak a.n Menteri Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan

Gubernur

Menyetujui

Gambar 2. Tata Cara Pengambilan Keputusan PTB (Permenhut No. 47 tahun 2010)

Gambar 2. Plang Larangan Masuk Tanah Negara/ Tanah Milik

Anda mungkin juga menyukai