Anda di halaman 1dari 9

PENYELESAIAN SENGKETA SERTIPIKAT TANAH

TUMPANG TINDIH ANTARA HAK MILIK


DENGAN HAK GUNA BANGUNAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun
2016
Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan
Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta
Selatan

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Salshabilla Aulia Kasyim


Nim : 11180480000090

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H / 2022
A. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, peneliti
menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai
perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai
berikut:
1. Skripsi yang disusun oleh Riki Dendi Saputra8
Peneliatian ini menjelaskan tentang penyelesaian sengketa
yang serupa dengan studi kasus di Kantor Pertanahan Kota
Administrasi Jakarta Selatan. Perbedaan signifikan dari skripsi ini
adalah terletak pada penyelesaian sengketa dan dasar peraturan yang
menjadi acuan penelitian didalamnya. Penelitian ini membahas
penyelesaian sengketa kepemilikan tanah bersertifikat ganda
menurut Aturan Badan Pertanahan Nasional di Wilayah Tangerang
Selatan.
Penelitian ini menggunakan dasar peraturan yaitu menurut Aturan
Badan Pertanahan Nasional di Wilayah Tangerang Selatan
sedangkan penelitian yang peneliti gagas menggunakan Peraturan
Menteri Nomor 11 Tahun 2016 tentang Kasus Penyelesaian Kantor
Pertanahan sebagai dasar peraturan acuannya.

2. Skripsi yang disusun oleh Risye Julianti9


Skripsi ini membahas tentang Peran Kantor Badan
Pertanahan NasionalMengenai Tumpang Tindih Hak Kepemilikan
Atas Tanah Di Kota Jakarta Utara yang mana perbedaan skripsi ini
dengan skripsi peneliti yaitu terletak pada Pokok permasalahan yang
dibahas. Skrips ini membahas pokok permasalahan Peran Kantor
Badan Pertanahan Nasional Mengenai Tumpang Tindih Hak
Kepemilikan Atas Tanah sementara peneliti membahas Penyelesaian
Sengketa Sertipikat Tanah Tumpang Tindih antara Hak Milik dan
Hak Guna Bangunan.
3. Skripsi yang disusun oleh Dewi Zulkharnai10
Skripsi ini membahas tentang bagaimana bentuk penyelesaian
terhadap Sertipikat Ganda antara sertipikat HGB dan Hak milik dan
yang menjadi bahan acuannya yaitu Badan Pertanahan Nasional Kota
Surabaya

menjadi bahan acuannya yaitu Badan Pertanahan Nasional Kota


Surabaya II. Persamaan masalah yang peneliti kemukaan yaitu
penyelesaian terhadap sertipikat ganda antara HGB dan Hak milik
sebagai upaya untuk mencegah agar mafia tanah jera dan tidak ada
korban yang dirugikan. Perbedaan masalah terletak pada objek yang
diteliti dalam penelitian ini yakni bentuk penyelesaian terhadap
Sertipikat Ganda antara sertipikat HGB dan Hak milik yang mengacu
pada Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya II, sementara peneliti
menggunakan objek penyelesaian sengketa sertipikat atas tanah
tumpang tindih antara hak milik dan hak guna bangunan yang
mengambil kasus dari Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta
Selatan.

4. Artikel Jurnal yang ditulis oleh Darwis Anatami11


Jurnal ini ditulis oleh beliau mengemukakan bahwasanya beliau
belum menemukan adanya tanggung jawab atas Sertipikat Tanah
Tumpang Tindih, baik dari pihak pemerintah maupun pihak Badan
Pertanahan Nasional. Kemudian beliau juga mengemukakan apa
penyebab Sertipikat tanah Tumpang Tindih dan pihak mana yang harus
bertanggung jawab atas Sertipikat Tanah Tumpang Tindih dan
bagaimana proses penyelesaian sebelum masuk Jalur Pengadilan Tata
Usaha Negara. Jurnal ini sejalan dengan penelitian peneliti karena inti
dari permasalahan beliau yaitu penyelesaian Sengketa Sertipikat Tanah
Tumpang Tindih, selain itu jurnal ini juga menyebutkan bahwasanya
peran dari Badan Pertnahan Nasional sebagai pelayan dari masyarakat.
5. Artikel Jurnal yang ditulis oleh Malini Sari12
Jurnal ini ditulis oleh beliau yang mengemukakan kepastian
hukum dalam penyelesaian tumpang tindih sertipikat hak milik atas
tanah (Studi kasus Kantor Pertanahan Kota Pontianak).

8
Riki Dendi Saputra, Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Bersertifikat Ganda
Menurut Aturan Badan Pertanahan Nasional Di Wilayah Tangerang Selatan, (Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta,2017).
9
Risye Julianti, Peran Kantor Badan Pertanahan Nasional Mengenai Tumpang Tindih
Hak Kepemilikan Atas Tanah Di Kota Jakarta Utara, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta,2021).
10
Dewi Zulkharnain,Bentuk Penyelesaian Terhadap Sertipikat Ganda (Overlapping)
Antara Sertipikat Hak Guna Bangunan dengan Sertipikat Hak Milik Oleh Badan Pertanahan
Nasional Kota Surabaya II, ( Jawa Timur : UPN Veteran Jawa Timur,2013).

Studi ini dilaksanakan untuk mengkaji bagaimana Kepastian


Hukum Terhadap penyelesaian sengketa Tumpang Tindih sertifikat
Hak Milik Atas Tanah Di Kantor Pertanahan/ATR Kota Pontianak
disini penulis menekankan kejelasan hukum terhadap penyelesaian
sengketa sertipikat tumpang tindih yang digunakan sebagai dasar
acuannya yaitu kasus yang ada di Kantor Pertanahan Kota Pontianak.
Perbedaan jurnal dengan penelitian ini adalah terletak pada apa
pokok permasalahannya. Sementara persamaan penelitian dengan
jurnal ini adalah Penyelesaian Sengketa Sertipikat Tanah Tumpang
Tindih.
B. Kerangka Teori dan Konseptual
Kerangka Teori
a. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan
keinginan- keinginan hukum yang menjadi kenyataan. Keinginan-
keinginan hukum tersebut tidak lain adalah pikiran-pikiran Badan-
Badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan-
peraturan itu.13
Untuk mewujudkan suatu keinginan hukum dibidang pertanahan,
diperlukan adanya perangkat hukum tertulis dan penyelenggaraan
pendaftaran tanah yang efektif untuk memudahkan golongan apapun
yang berkepentingan untuk mengetahui apa yang tersedia dalam
menguasai dan menggunakan tanah, bagaimana cara
memperolehnya,hak- hak.kewajiban serta hal apa saja yang dilarang
dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang
dihadapinya jika mengabaikan ketentuan-ketentuan yang
bersangkutan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan
penguasaan

11
Darwis Anatami, Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertipikat Ganda Atas
Sebidang Tanah, (Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol.12 No.1, Januari-Juli 2017).
12
Malini Sari, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Timbulnya Tumpang
Tindih Sertipikat Hak Milik (SHM) Atas Tanah (Studi Kasus Di Kantor Pertanahan/Agraria Dan
Tata Ruang Kota Pontianak), (Jurnal Akta Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung,
Vol.4 No.1, Maret 2017)

Kerangka Teori
b. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan
keinginan- keinginan hukum yang menjadi kenyataan. Keinginan-
keinginan hukum tersebut tidak lain adalah pikiran-pikiran Badan-
Badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan-
peraturan itu.13
Untuk mewujudkan suatu keinginan hukum dibidang
pertanahan, diperlukan adanya perangkat hukum tertulis dan
penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif untuk memudahkan
golongan apapun yang berkepentingan untuk mengetahui apa yang
tersedia dalam menguasai dan menggunakan tanah, bagaimana cara
memperolehnya,hak- hak.kewajiban serta hal apa saja yang dilarang
dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang
dihadapinya jika mengabaikan ketentuan-ketentuan yang
bersangkutan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan
penguasaan dan penggunaan tanah yang dimiliki. Dengan adanya
pendaftaran tanah dan penerbitan sertipikat maka akan tercapailah
kepastian hukum atas hak-hak tanah, karena data yuridis dan data
fisik yang tercantum dalam sertipikat tanag tersebut diterima sebagai
data yang benar.
c. Teori Keadilan
Keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak
berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,
sepatutnya, tidak sewenang-wenang14 Keadilan akan terjadi apabila
kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya, keadilan
merupakan penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai
dengan apa yang menjadi haknya, dengan bertindak proporsional
dan tidak

Ida Nurlinda, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria, (Jakarta:


13
PT. Raja Grafindo
Persada,2008), h.18.
14
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Abdi Tama,2001),
h.15.
OUTLINE SKRIPSI

PENYELESAIAN SENGKETA SERTIPIKAT TANAH


TUMPANG TINDIH ANTARA HAK MILIK
DENGAN HAK GUNA BANGUNAN BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 11
TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN KASUS
PERTANAHAN
Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Sistematika Pembahasan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIPIKAT
TANAH YANG TUMPANG TINDIH DAN
PENJELASAN ANTARA HAK MILIK DENGAN
HAK GUNA BANGUNAN
A. Kerangka Teori
1. Teori Penegakan Hukum
2. Teori Keadilan
B. Kerangka Konseptual
C. Tinjauan ( Review) Kajian Terdahulu
D. Tinjauan Umum Sertipikat Tanah Tumpang Tindih
dan Penjelasan Antara Hak Milik Dengan Hak Guna
Bangunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(“UUPA”).
BAB III PENYELESAIAN SERTIPIKAT TANAH
TUMPANG TINDIH ANTARA HAK MILIK
DENGAN HAK HUNA BANGUNAN
BERDASARKAN PERATURAN MENTERI
AGRARIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN
Pada bab ini disajikan tentang proses penyelesaian
sengeketa sertipikat tumpang tindih antara hak milik
dengan HGB berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
nomor 11 tahun 2016 tentang penyelesaian kasus
pertanahan dengan Studi Kasus di Kantor Pertanahan
Kota Administrasi Jakarta Selatan
BAB IV ANALISA PENYELESAIAN SENGKETA
SERTIPIKAT TANAH TUMPANG TINDIH
ANTARA HAK MILIK DENGAN HAK GUNA
BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN
bab ini akan disajikan terkait analisis pokok
permasalahan penelitian yang menjadi jawaban dalam
pertanyaan peneltian ini,dimana pada bab ini ditelaah
dan dianalisa mengenai penyelesaian sengeketa
sertipikat tumpang tindih antara hak milik dengan HGB
berdasarkan Peraturan Menteri Agraria nomor 11 tahun
2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan. Kemudian
membahas kedudukan hukum terhadap sertipikat tanah
yang tumpah tindih dan apa implikasi hukum terhadap
sertipikat tumpang tindih antara hak milik dengan HGB
berdasarkan Peraturan Menteri Agraria nomor 11 tahun
2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
melanggar hukum. Pengadilan merupakan jalan terakhir untuk
menyelesaikan sengketa sertipikat tanah. Pengadilan memiliki
peranan untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu hakim juga
harus mendeterminasikan dengan baik berdasarkan gugatan dan
jawaban para pihak yang berpekara. Untuk mencipttakan keadilan
dalam penegakan hukum, maka perlu dibuat peraturan hukum
sehingga kepastian hukum dapat berlaku secara pasti dan tetap dalam
masyarakat.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual mengenai Penyelesaian Sengketa sertipikat
tanah tumpang tindih antara hak milik dan hak guna bangunan
berdasarkan Peraturan Menteri nomor 11 tahun 2016 tentang
penyelesaian kasus pertanahan Studi kasus Kantor Pertanahan Kota
Administrasi Jakarta Selatan, antara lain:
a. Penyelesaian sengketa tanah dapat dilakukan menggunakan
dengan dua cara yaitu penyelesaian sengketa melalui Lembaga
litigasi (melaluin pengadilan) dan penyelesaian sengketa melalui
non-litigasi (diluar pengadilan)
b. Sertipikat tanah tumpang tindih merupakan surat bukti
kepemilikan hak atas tanah yang tindih menindih atau tumpuk-
bertumpuk dengan lokasi hak atas tanah milik orang lain dengan
bukti seertifikat. Hal ini mengakibatkan terjadinya sengketa
tanah antara kedua belah pihak.
c. Kedudukan hukum merupakan keadaan Ketika suatu pihak
dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa di suatu pengadilan.
d. Hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah (Pasal 20 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria).
e. Hak Guna Bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri selama jangka waktu paling lama 30 tahun. Jangka waktu
tersebut atas permintaan pemegang hak dapat diperpanjang paling
lama 20 tahun dan kemudian dapat diperbaharui untuk jangka waktu
paling lama 30 tahun (Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria)

Anda mungkin juga menyukai