Tesis
Diajukan Kepada
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Oleh :
Faustino dos Santos Pires
NPM : 322009901
Tesis
Diajukan Kepada
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Tesis
Oleh
NPM: 322009901
Tanggal,............Juni, 2011
Pembimbing, Pembimbing,
Ari Siswanto, SH. M.HUM Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH. M.Si
ABSTRAK
iii
mencari sensasi, tetapi bukan untuk menjawab tuntutan
rakyat mereka yang menjadi korban.
Sebagai saran di dalam penelitian ini diusulkan
agar hasil kerja keras Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) dalam mengungkapkan pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Leste merupakan
hasil positif yang perlu dihargai, karena dengan hasil
kerja Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) tersebut
masyarakat Timor Leste dapat mengetahui tentang
pelanggaran HAM Timor Leste termasuk angka korban
tentu saja itu sebagai bukti yang menunjukan bahwa
memang ada pelanggaran HAM di masa lalu.
iv
MOTTO
Penulis
v
KATA PENGANTAR
vii
menyediakan segala fasilitas yang tidak disebutkan
satu persatu.
7. Isteri dan anak Tercinta Rosita da Costa dan
Geraldino da Costa Pires, Bapakku serta Almh,
Ibuku dan saudara- saudaraku dan kedua Mertua
tersayang yang telah memberikan dugungan Moril
maupun Spirituil dalam menyelesaikan pendidikan
di Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
8. Bapak Ir. Mariano Sabino Lopes yang telah
membantu dukungan dorongan Moril maupun
Spirituil dalam menyelesaikan pendidikan Program
Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
9. Bapak Ir. Manuel Sabino Correia Yang telah
membantu dukungan Moril dan Spirituil dalam
menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
10. Bapak Alfredo dos Santos, SE. MPA. Yang telah
membantu arahan, dorongan dan dukungan
sehingga penulis dapat dengan cepat menyelesaikan
Tesis ini
11. Bapak Jaime dos Santos, S.T. yang ikut membantu
menfasilitasi sara prasarana hingga kelancaran
dapat dengan cepat menyelesaikan Tesis ini.
12. Kedua rekan sealmameterku Bapak Bernardo
Amaral, SH. MH. Dan Bapak Jaime Xavier, Lic-Dir.
MH. Yang telah membantu baik moral maupun
masukan – masukan dalam penyempurnaan tesis
ini
13. Bapak Agustinho de Vasconselos selaku Ketua
CAVR beserta Stafnya yang telah menfasilitasi dan
membantu kelancaran penulis untuk melakukan
penelitian di kantornya hingga selesai.
14. Bapak Dr. Deonisio Babo Soares selaku Ketua KKP
Timor Leste beserta Stafnya yang telah banyak
memberikan Informasi dan wawancara untuk
kelancara penelitian hingga selesainya tesis ini.
viii
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penulisan Tesis ini baik secara materiil, finasial
maupun Spirituil yang tidak dapat penulis sebutkan
satu ber satu.
Penulis
ix
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan .................................................. 1
x
1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Timor Leste ....................................... 36
2. Komisi Kebenaran dan
Persahabatan KKP di Bentuk............. 39
3. Tugas dan Tanggung Jawab KKP ....... 44
4. Jumlah Anggota Komisi Kebenaran
dan Persahabatan(KKP). ..................... 47
5. Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Terbentuknya
Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) .......................... 51
6. Implikasi Pembentukan Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) .. 57
B. Analisis ...................................................... 66
1. Rekomendasi Komisi Kebenaran
dan Persahabatan(KKP) ..................... 66
2. Pelaksanaan Rekomendasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan(KKP) .. 68
3. Dampak Hasil Kerja Komisi
Kebenaran dan Persahabatan(KKP) ... 75
A. Kesimpulan ................................................. 81
B. Saran .......................................................... 83
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca Revolusi Bunga pada tanggal 25 April 1974
di Portugal situasi Politik di negara itu berubah, Rejim
otoriter yang berkuasa tambang dan kemudian terbentuk
suatu Rejim baru yang lebih demokratik sehingga
memberikan angin segar bagi wilayah jajahan Portugal di
sebrang lautan ( Provincia Ultramarino ). Pemerintah
Portugal yang berkuasa lalu mengumumkan suatu
dekolonisasi bagi wilayah jajahan Portugal di sebrang
lautan termasuk Provincia Ultra Marino Timor Leste.
Pada saat yang sama berbagai partai Politik
muncul di Timur Leste. Awal kembali jatuhnya Timor
Leste kedalam kondisi politik yang tidak stabil akibat
perbedaan pandangan politik di antara pimpinan partai
politik.
Persoalan tersebut tidak hanya perang urat saraf,
namun menjadi perang fisik yang menelan banyak
korban jiwa1. Saat itu Indonesia mulai masuk dengan,
operasi intelijennya sebelum akhirnya secara resmi
menginvasi Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975.
Akibat dari penyerbuan itu korban nyawa dan
kehilangan harta benda semakin bertambah karena
Indonesia mengerakan militernya dalam jumlah yang
besar.
1)Masalah korban jiwa antara 1000 sampai 1100, lihat laporan KKP
CAVR, Dili Tahun (2003 – 2005 hlm. 50 – 51)
1
Dalam laporan disebutkan bahwa jumlah korban
nyawa dari tahun 1975-1999 adalah sekitar 18.600
orang yang dibunuh atau dihilangkan, Sementara 84.200
mati disebabkan oleh karena sakit atau kelaparan akibat
diisolasikan dalam kamp-kamp pengungsian di wilayah
Timor Leste.
Pendudukan Indonesia atas Timor Leste menjadi
masalah hangat Internasional karena pada waktu itu
secara de jure Timor Leste masih wilayah kekuasaan
Portugal sehingga berbagai tekanan datang dari
berbagai Negara dan orgonisasi Internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amnesti
Internasional. Selain itu masyarakat Timor Leste pun
aktif melakukan aksi perlawanan di tingkat nasional,
regional, dan Internasional lewat berbagai media;
yaitu:Front gerakan bahwa tanah (Klandestin),Front
Diplomasi dan Front Gerilia. Titik terang perjuangan
mulai terlihat sering dengan tumbangnya rezim Soeharto
pada tahun 1998. Proses reformasi di Indonesia
menjadi titik awal untuk memaksa agar pemerintah
Indonesia benar-benar menjadikan persoalan Timor
Leste menjadi masalah mendesak yang harus
diselesaikan sesegera mungkin. Oleh karena itu, BJ
Habibie yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil
Presiden untuk mengisi posisi Presiden yang lowong
akibat mundurnya Presiden Soeharto yang dipaksa oleh
para mahasiswa melalui aksi reformasi karena rezim
orde baru di anggap gagal dalam mengatasi krisis
moneter yang melanda Indonesia pada waktu itu.
Akhirnya B.J. Habibie menyelesaikan persoalan Timor
2
Leste dengan menawarkan pilihan kepada Timor-Timur
saat itu untuk memilih otonomi khusus dan atau
memilih merdeka. Penggumuman ini di keluarkan pada
pidato kenegaraan Januari 1999.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang tetap
menangani masalah ini selama pendudukan,
meningkatkan kegiatannya dan akhirnya memperantarai
dicapainya Kesepakatan tanggal 5 Mei tahun 1999
antara Indonesia, Portugal dan PBB, yang menghasilkan
Konsultasi Rakyat pada 30 Agustus 1999. Isi dari
kesepakatan tersebut adalah menyelenggarakan
referendum yang diorganisir langsung oleh Misi
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor-Timur (Timor
Leste), misi waktu itu di namai United Nations Mission in
East Timor (UNAMET).
Sementara tanggung jawab keamanan tetap
menjadi tanggung jawab Indonesia. Jajak pendapat
tersebut akhirnya dapat terselenggara pada tanggal 30
Agustus 1999 dan hasilnya diumumkan pada tanggal 4
September 1999 yang pada ahirnya mayoritas memilih
merdeka, akan tetapi berbagai tindakan teror dan
kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pro otonomi
terhadap Kelompk pro kemerdekaan yang menginginkan
untuk merdeka. Sekitar 50% Penduduk yang mengungsi,
sementara sekitar 78 bangunan fisik dihancurkan dan
diperkirakan 1.200 sampai 1.500 dibunuh (laporan
komisi KPP HAM tahun 2000).
Setelah lepas dari Indonesia, pemerintah
sementara di Timor Leste diambil alih oleh Periserikatan
Bangsa- Bangsa (PBB). Badan-badan kemudian dibentuk
3
di Negara tersebut untuk merespon tuntutan keadilan
dari korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Badan tersebut salah satunya adalah Komisi ,
Penyidik Internasional tentang Timor Leste International
Commission of Inguiry (ICI) yang memperoleh
kewenangan untuk menginvestigasi kejahatan yang
dilakukan sebelum, selama dan setelah “jajak pendapat”.
Badan tersebut kemudian mengunjungi wilayah
Timor Leste pada Tahun 1999 dan Tahun 2000.
Berdasarkan Investigasinya, badan tersebut
merekomendasikan agar di bentuk Mahkamah
Internasional. Namun, dari pihak Republik Indonesia (RI)
tidak menerima rekomendasi tersebut dan mengusulkan
di bentuknya pengadilan Ad hoc.
Dengan dibentuknya pengadilan Ad hoc
rekomendasi dari International Commission of Inquiry (ICI)
mengenai persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) tidak di laksanakan. Sebaliknya, pengadilan Ad
hoc yang akan mengadili para pelanggar Hak Asasi
Manusia (HAM). Terbentuknya pengadilan Ad hoc
disambut baik oleh pemerintah sementara Timor Leste,
United Nation Transitional Administration in East Timor
(UNTAET) sehingga United Nations Transitional
Administration in East Timor mengeluarkan regulasi No.
26/2000 yang memberikan mandat kepada Negara
Republik Indonesia (RI) untuk mengadili beberapa
tersangka melalui pengadilan nasional Ad hoc yang
disidangkan di Jakarta, yang mana pengadilan Ad hoc
memiliki jurisdiksi khusus dalam sistem hukum
domestik.
4
Meskipun pengadilan tersebut berhasil mengadili
18 tersangka, namun hasil tersebut tetap dikecam oleh
masyarakat Internasional dan pembela hak asasi
manusia karena dianggap tidak adil (laporan Human
Rights Court in Jakarta).2 Pembentukan Panel Khusus
Kejahatan Berat pun ahirnya mengakhiri mandatnya
pada Tahun 2005 dengan hasil yang tidak begitu
memuaskan karena tidak satupun pelaku utama yang
dipidana dari 1400 kasus pembunuhan hanya 572
pelaku kasus yang didakwa3.
Kedua proses itu dinilai gagal karena tidak
satupun pelaku utama yang dihukum, sementara orang-
orang kecil yang waktu itu hanya melaksanakan perintah
yang dihukum, dan diadili.
Sementara itu, pengadilan Ad hoc di Jakarta juga
mengadakan beberapa persidangan namun tidak menuai
hasil yang baik karena tidak satupun pelaku kejahatan
yang dihukum atas keterlibatannya mereka dalam kasus
tersebut. Di tengah ketidakpuasan muncul banyak
tuntutan yang datang, baik dari korban maupun
keluarga korban untuk menyelesaikan persoalan ini
lewat pengadilan Ad hoc yang disponsori PBB yang mana
basisnya di Jakarta.
Setelah itu pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia
dan Pemerintah Timor Leste, melalui kedua kepala
Negara yaitu DR. Susilo Bambang Yudoyono dan Kay
Rala Xanana Gusmao menyepakati untuk mendirikan
6 ) Laporan KPP HAM Oktober 1999 sampai Juli 2001 hlm. 9-10
8
Berdasarkan pelanggaran HAM yang terjadi di Timor
Leste dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tidak
tepat secara konseptual. Pasal 1 angka 6 Undang-
Undang Nomer 39 Tahun 1999 menyatakan : Bahwa
upaya hukum dalam rangka reparasi terhadap korban
pelangaran HAM melalui Komnas HAM dapat
dilaksanakan oleh fungsi mediasi.
Maka dari itu, penulis melalui tesis ini berusaha
untuk mengambil dan menganalisis hasil usaha dari
pemerintah salama ini, terlebih dahulu penulis ingin
melihat sejauh mana hasil laporan tentang reparasi itu
di lakukan, dari Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) terhadap para korban dan keluarganya pada
pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Leste pada tahun
1999 dalm memberikan keadilan bagi korban yang
kemudian akan memberikan kontribusi terhadap
penegakkan Hukum di Timor Leste.
Agar dapat mengetahui lebih mendalam mengenai
dampak dari Pembentukan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan terhadap Rakyat di Timor Leste, terlebih
dahulu keadilan bagi korban kejahatan yang di lakukan
selama perang terjadi di Timor Leste, terlebih untuk
mengetahui dampak terhadap penegakan HAM pada saat
itu. Maka penulis mencoba mengkaji lewat Tesis ini yang
berjudul : “Pelaksanaan Rekomendasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Tentang Reparasi
Kepada Korban dan Keluarga Korban Pelangaran Hak
Asasi Manusia (HAM) Pasca-Referendum di Timor
Leste ”
9
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan rekomendasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) tentang
reparasi kepada korban dan keluarga korban?
2. Bagaimana hasil dan isi rekomendasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) yang berkaitan
dengan reparasi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP), Hak Asasi
Manusia (HAM) dan presepsi masyarakat tentang
pelanggaran-pelanggaran berat pada tahun 1999 di
Timor Leste. Oleh Karena itu, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hasil dan isi rekomendasi pelanggaran
HAM pasca referendum di Timor Leste
berdasarkan hasil laporan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
2. Mengetahui pelaksanaan rekomendasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) tentang
reparasi kepada korban dan keluarganya.
10
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, untuk memperkaya wacana ilmiah
tentang HAM.
Secara praktis, untuk memberikan solusi
penegakkan HAM yang berorientasi pada pemenuhan
hak-hak korban serta sekaligus mengevaluasi aturan
hukum positif dalam rangka memberikan masukan
untuk penyempurnaan terhadap kekurangan-
kekurangan yang ada.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Konflik
Konflik diartikan sebagai pengejaran tujuan yang
saling bertentangan dari kelompok yang berbeda-beda7.
lebih lanjut Hugh M. Oliver Ramsbostam Tom Woodhouse,
(2000:28-30) “Mengatakan konflik merupakan aspek
intrinsic dan tidak mungkin dihindari dalam perubahan
sosial. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas
kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai
formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial
yang muncul bertentangan dengan hambatan yang
diwariskan. Namun cara kita menangani suatu konflik
adalah persolaan kebiasaan dan pilihan”.
Konflik berasumsi masyarakat mencakup berbagai
bagian yang memiliki kepentingan yang saling
bertentangan8. Kecuali itu, masyarakat terintekrasi
dengan suatu paksaan dari kelompok yang dominan
sehingga masyarakat selalu dalam keadaan konflik.
Masing-masing berupaya keras untuk mendapatkan dan
atau mempertahankan sumber yang sama. Namun, guna
mendapatkan dan atau mempertahankan sumber yang
sama itu, kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada
umumnya, kekerasan cenderung digunakan sebagai
alternatif yang terakhir. Dengan demikian konflik
B. Penyelesaian Konflik
“Penyelesaian konflik bermakna tercapainya
kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai yang
memungkinkan mereka mengakhiri tahapan penuh
kekerasan dalam pelaku konflik.11 Hal ini juga
menunjukkan finalitas, tetapi dalam prakteknya, konflik
yang mencapai tahapan ini seringkali dibuka kembali di
kemudian hari. Sikap konflik dan kontradisi struktural
dapat saja belum ditangani dengan baik”.
Resolusi konflik merupakan istilah komprehensif
yang mengimplikasikan bahwa sumber konflik yang
dalam berakar diperhatikan dan diselesaikan.12 Ini
mengimplikasikan bahwa perilaku pihak-pihak yang
terlibat tidak lagi penuh dengan kekerasan, sikap mereka
15
kerja sama, hasil kompetisi akan dinikmati kedua pihak
tetapi tidak secara maksimal.
Ada tiga bentuk penyelesaian konflik16; Pertama,
bentuk konsiliasi seperti parlemen atau kuasai parlemen
dalam mana semua pihak berdiskusi dan berdebat
secara terbuka dan mendalam untuk mencapai
kesepakatan tanpa ada pihak-pihak yang memonopoli
pembicaraan atau memaksakan kehendak. Kebanyakan
konflik politik disalurkan dan diatur dengan bentuk
konsiliasi.
Kedua, bentuk mediasi dimana kedua pihak
sepakat mencari nasehat dari pihak ketiga (seorang
mediator berupa tokoh, ahli atau lembaga tertentu yang
dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian mengenai
hal yang dipertentangkan), tetapi nasehat yang diberikan
oleh mediator ini tidak mengikat mereka. Ketiga, bentuk
arbitrase, artinya kedua pihak sepakat untuk
mendapatkan keputusan akhir (yang bersifat legal)
sebagai jalan keluar konflik pada pihak ketiga sebagai
arbitor. Pengadilan atau lembaga-lembaga arbitrase
lainnya dapat dipilih sebagai arbitor.
Dalam menyelesaikan persoalan masa lalu antara
pemerintah Indonesia dan Timor Leste yang terkait
dengan dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia pasca
jajak pendapat Tahun 1999 di Timor Leste pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Timor Leste telah menempuh
jalan penyelesaiannya melalui jalan Rekonsiliasi yakni
melalui, pembentukan suatu komisi yang oleh kedua
16
Negara diberi nama Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP). Jadi jalan penyelesaian persoalan masa lalu
antara kedua Negara melalui jalan Rekonsiliasi yang
sesuai, bila dikaitkan dengan teori penyelesaian konflik
yang dikemukakan oleh Hugh Maill, Oliver Ramsbotham
dan Tom Woodhouse. Disamping itu bisa pula dikaitkan
dengan teorinya Ralf Dahrendor di mana Ia melihat
adanya tiga cara dalam menyelesaikan konflik antara
lain, mediasi, rekonsiliasi dan arbitrase.
17
Generasi pertama adalah politik dan sipil, yang
sudah lama dikenal dan selalu diasosiasikan dengan
pemikirna-pemikiran di negara barat. Generasi kedua
adalah hak-hak ekonomi dan sosial yang gigih
diperjuangkan oleh negara-negara komisi di PBB, dengan
dukungan Negara-negara Dunia ketiga. Generasi ketiga
adalah hak atas perdamaian dan pembangunan
(development), yang terutama dipengaruhi oleh
kepentingan Negara-negara Dunia ketiga. Selain itu juga
dikemukakan konsep mengenai realitivisme cultural,
yaitu pemikiran bahwa Hak-hak Asasi Manusia harus
juga dilihat dalam konteks kebudayaan masing-masing
Negara, karena hal ini dapat menyebabkan perbedaan
dalam pelaksanaan Hak Asasi Manusia itu.
Cikal bakal perumusan konsep Hak Asasi Manusia
di dunia barat dapat ditelusuri mulai dari filsuf Inggris
abad ke-17, John Locke (1632-1740) yang merumuskan
beberapa hak alam (nature right) yang inhern pada
manusia. Konsep ini bangkit kembali sesuai perang
dunia II pada tahun 1946 dengan dicanamkannya
deklarasi universal hak-hak asasi manusia (Universal
Declaration of Human Rights) oleh Negara-negara yang
tergabung dalam anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
(Henkin) menyatakan bahwa ketentuan
konstitusional bagi HAM akan tetap menjadi huruf mati
apabila undang-undang dasar tidak mengandung
ketentuan untuk menjamin pelaksanaan hak-hak ini,
mencegah pelanggaran, serta memberikan ganti rugi
18
karena pelanggaran, jika perbaiki menyeluruh tidak
dimungkinkan18.
HAM adalah bahwa komitmen untuk saling
menghormati menjunjung tinggi harkat martabat
kemanusiaan antar Negara-negara agar terhindar dan
tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang
dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.19
Deklarasi hak asasi manusia itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
Negara dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintahnya.20
Hak asasi manusia (HAM) dipercayai sebagai
memiliki nilai universal; nilai universal berarti tidak
mengenal batasan ruang dan waktu, nilai universal ini
yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk
hukum nasional diberbagai Negara untuk dapat
melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.21
Agar perundang-undangan hak asasi manusia
dapat efektif maka perbuatannya, pelaksanaannya, dan
pemegang peranannya harus dalam system kerja dan
perlu adanya peraturan normative yang berupa
ketentuan-ketentuan yang memuat komitmen moral dari
pelaksanaannya yang baik pula.
Bahwa kondisi yang memprihatinkan mengenai
hak asasi manusia di Negara Dunia ketiga, khususnya di
Asia bukanlah semata-mata merupakan refleksi dari
20
Penghilangan paksa yang dilakukan oleh Milisi, TNI
dan POLRI. Pemerkosaan yang terjadi di berbagai
tempat pengungsian sebelum dan sesudah jajak
pendapat.
Pelaku-pelaku pelanggaran HAM terdiri dari
individu, kelompok dan Negara:
c. Pelaku pelanggaran individu, dilakukan seseorang
yang melakukan aktivitas kekerasan di lapangan
secara langsung oleh Milisi, aparat TNI dan POLRI.
d. Pelaku pelanggaran kelompok, para pelaku yang
melakukan aktivitas kekerasan di lapangan secara
langsung oleh para milisi, TNI dan POLRI
e. Pelaku pelanggaran Negara, yaitu berdasarkan
kesepakatan trilateral antara Indonesia, Portugal dan
PBB pada tanggal 5 Mei 1999 di New York, bahwa
dalam pelaksanaan jajak pendapat di Timor Leste,
keamanan dipercayakan kepada Indonesia. Akan
tetapi setelah pengumuman hasil jajak pendapat
pemegang tanggung jawab kebijakan keamanan
termasuk didalamnya para pejabat tinggi militer dan
sipil yang secara aktif maupun pasif telah terlibat
ataupun membiarkan rangkaian tindakan kekerasan
itu.
“Mengatakan bahwa Pelanggaran Hak Asasi
Manusia merupakan setiap perbuatan seseorang atau
sekelompok orang dan atau bahkan aparat Negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi
dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
21
sekelompok orang yang dijamin oleh undang-undang23,
dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
manipulasi politik terjadi bilamana ada.24
F. Kerangka Pemikiran :
Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) berkenan dengan sejumlah pokok untuk
ditindaklanjuti. Rekomendasi juga mencoba untuk
belajar dari tantangan yang dihadapi di Timor Leste,
setelah penyelesaian laporan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) dengan mengusulkan mekanisme
untuk memastikan penyebarluasan dan penerapan.
Dalam banyak hal, rekomendasi tersebut sangat
mirip dengan rekomendasi-rekomendasi dari ComiÇaÕ
Acholiamento verdade e, reconciliaÇaÕ (CAVR). Namun
dalam pembuatan rekomendasinya Komisi Kebenaran
dan Persahabatan (KKP) tidak sekalipun merujuk ke
rekomendasi ComiÇaÕ Acholiamento verdade e,
reconciliaÇaÕ (CAVR), atau bagaimana kedua
rekomendasi tersebut harus diutamakan atau
digabungkan sebagai berikut, antara lain:
1. Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) tentang keadilan untuk kejahatan masa lalu
25
2. Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) tentang reformasi kelembagaan
3. Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) tentang kekerasan berbasis gender
4. Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) tentang reparasi untuk korban dan
keluarganya.
!"!
#
!
# !# !
!$ !
!# ! % &
'$
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah:
Jenis penelitian hukum deskriptif, dimana
penulis ingin mengetahui, menggambarkan
masalah - masalah atau fenomena - fenomena
yang ada di lapangan.
Bahwa fokus penelitian adalah penetapan
masalah yang menjadi pusat perhatian penelitian.
Masalah adalah keadaan yang
membingungkan akibat adanya kaitan dua atau
lebih.
Faktor - faktor dalam hal ini dapat berupa
konsep, data empiris, pengalaman atau unsur
lainnya yang apa bila di tempatkan secara
berkaitan akan menimbulkan persoalan atau
kesukaran.
Penelitian berfokus secara mendasar memiliki
dua tujuan yaitu:
Pertama, penetapan fokus dapat membatasi
studi yang berarti bahwa dengan adanya fokus
maka penentuan tempat penelitian menjadi lebih
layak.
Kedua, penelitian secara efektif dapat
menetapkan kriteria inklusi-inklusi untuk
menyaring informasi yang mengalir masuk.
27
Dengan demikian yang menjadi fokus
penelitian ini adalah:
1. Faktor - faktor yang mempengaruhi
terbentuknya Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) Timor Leste dan Indonesia.
2. Implikasi pembentukan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) terhadap penegakan Hak
Asasi Manusia (HAM) di Timor Leste.
3. Pelaksanaan Rekomendasi Komisi Kebenaran
dan Persahabatn (KKP) tentang reparasi kepada
korban dan keluarga korban, pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) Pasca referendum di
Timor Leste.
4. Dampak hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) terhadap proses yudisial
kepada pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) di Timor Leste.
b. Pendekatan Penelitian
Sifat Penelitian yang digunakan adalah yuridis
sosiologis atau sering disebut penelitian hukum
yang sosiologis berdasarkan madzhab sociological
jurisprudence.27 Penelitian ini berbasis pada ilmu
hukum normatif tetapi bukan mengkaji mengenai
sistem norma dalam aturan perundangan, namun
mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang
terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam
masyarakat.
30
memperoleh data primer yang objektif, valid dan
faktual tentang permasalahan yang diteliti.
f. Teknik Pengambilan Sampel
Mengatakan bahwa dalam melakukan
penelitian kualitatif yang menjadi informan adalah
orang-orang yang dianggap memiliki informasi (key
informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian
dari masing-masing level diambil key
informannya.28 Jadi dalam hal yang menjadi
informan adalah sampel itu sekaligus menjadi
informannya. Yaitu sebagai berikut:
1. Ketua Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) Timor Leste
2. Dua orang dari anggota Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
3. Dua orang dari masyarakat yang menjadi korban
pelanggaran HAM
Keseluruhan informan yang akan diwawancara
sebanyak 5 orang. dengan demikian, jumlah
sampel dalam penelitian ini telah memenuhi
kriteria dan cukup realistis sebab dalam penelitian
yang dilakukan secara individu / satu orang
dengan waktu yang terbatas, selain itu penelitian
kualitatif juga tidak ada ketentuan khusus
mengenai jumlah subjek yang harus diteliti, yang
31
lebih ditekankan justru kedalaman informasi yang
berkaitan dengan konteks dan tema penelitian29.
g. Analisa Data
Analisis data merupakan proses pengurutan
data dan mengorganisasikan data tersebut ke
dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga
dapat dipastikan tema dan dapat pula dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
(Maleong,1994). Lebih lanjut menegaskan karena
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
kualitatif30, maka logika analisis dalam penelitian
ini bersifat induktif,31 karena data dalam penelitian
kualitatif banyak menggunakan kata-kata, maka
analisis data dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Reduksi data dan pengelompokan data
Data yang diperoleh dari hasil studi
dokumentasi, wawancara dan observasi ditulis
dan direduksi bagian-bagian yang tidak
diperlukan, kemudian dirangkum diambil hal-
hal yang inti, dikategorisasikan dan difokuskan
pada hal-hal pokok. Pokok-pokok disusun
dengan memperhatikan pada perumusan
masalah dan fokus penelitian.
b. Display data
Uraian deskriptif yang panjang akan sulit
untuk dimengerti. Karena itu idealnya
33
BAB IV
34
Terbentuknya pemerintahan baru di bawah
pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana Gusmao.
Letak kementerian Luar Negeri berada dipingir pantai
yang disamping kiri dan kanannya adalah Kantor- kantor
ke Dutaan besar dari berbagai negara yang ada disana,
antara lain: ke Dutaan besar Brasil dan Amerika Serikat
di sebelah kiri serta ke Dutaan besar Korea Selatan dan
China di sebelah kanan.
Jarak antara kementerian urusan Luar Negeri
sekitar 200 meter dari Istana Perdana menteri, di sebelah
barat dekat dengan jalan Protokol dari arah bandara
Internasional Nicolau Lobato dan dari arah Istanah
Perdana menteri atau Palacio do Governo keberadaannya
itu mudah dijangkau dengan kendaraan umum dari
berbagai jalur.
Serta di sinilah sekarang kantor Komisi Kebenaran
dan Persahabatan (KKP) berada dibawah pengawasan
oleh kementerian Luar Negeri. Perjuangan panjang
rakyat Timor Leste untuk merebut kebebasan dan masa
depannya sebagai bangsa mencapai titik yang
menentukan pada tahun 1999.
Setelah ratusan tahun Kolonialisme Portugis dan 24
tahun pendudukan Militer Indonesia, Rakyat Timor Leste
akhirnya bisa mengunkapkan keinginan mereka, untuk
hidup sebagai bangsa yang bebas dan merdeka di Negara
yang bebas dan merdeka, ketika masyarakat
Internasional pada akhirnya mendukung hak dasar
mereka atas penentuan nasib sendiri.
Penindasan dalam masa kolonialisme yang panjang
dan kekerasan menggemparkan sepanjang masa
35
pendudukan militeris asing berpuncak pada satu
kampanye akhir kekerasan terhadap rakyat Timor Leste
pada bulan September dan Oktober 1999, yang
meninggalkan negeri Timor Leste dalam keadaan porak –
poranda setelah kepergian militer itu. Tanda-tanda
kehancuran tampak jelas bagi semua pihak. Kota- kota
dan desa-desa yang hangus terbakar, gedung- gedung
dengan bercak-bercak darah yang menjadi tempat
pembantaian, seluruh wilayah hampir kosong dari
penduduknya yang melarikan diri atau dipaksa
meninggalkan rumah mereka.
Ketika rakyat perlahan-lahan kembali ke rumah
untuk mencari yang hidup dan berusaha
menyelamatkan yang bisa di selamatkan, dan ketika
masyarakat Internasional datang membantu dengan
bantuan darurat, perlahan-lahan luka lama dari konflik-
konflik politik yang berlangsung lama menjadi semakin
tampak nyata. karena sekiar 300.000 (tiga ratus ribu
jiwa) menjadi korban pembantaian militer Indonesia
mulai pada tahun 1975-1999.
Oleh sebab itu berdirinya Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) bertujuan untuk membuka tabir
atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat
tersebut dengan tujuan untuk mencari solusi terbaik.
37
dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan
sebagaimana didefinisikan Pasal 5 dan 7 Statuta Roma.
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) juga
telah mengkaji putusan dan kesimpulan dari dokumen-
dokumen Pengadilan HAM Ad-hoc Jakarta, laporan akhir
CAVR dan dokumen-dokumen Serious Crim Unit (SCU)
serta Defence Lawyers Unit (DLU). Dokumen-dokumen
lainnya dalam rangka memahami keseluruhan peristiwa
kekerasan tahun 1999, antara lain: (1) Pembunuhan, (2)
Pemusnahan, (3) Deportasi atau pemindahan paksa
penduduk; (4) Pemenjaraan atau pencabutan
kemerdekaan fisik berat dengan melanggar aturan-
aturan hukum Internasional; (5) Penyiksaan; (6)
Pemerkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa,
penghamilan paksa, sterilisasi paksa; (7) Penghilangan
paksa dan (8) Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat
sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan
berat, atau luka serius terhadap badan atau mental
kesehatan fisik. Guna menetapkan unsur pelanggaran
terdapat serangan terhadap penduduk sipil, ada tiga hal
yang penting yang harus diperhatikan yaitu: (1)
serangan, (2) terhadap, dan (3) penduduk sipil.
Maka pelanggaran yang terjadi di Timor Leste pada
tahun 1999 adalah dikategorikan pelanggaran HAM
berat, karena yang menjadi sasaran pembunuhan adalah
penduduk sipil saat itu.
38
2. Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
dibentuk
a. Dasar pembentukan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
Diilhami oleh solidaritas kemanusiaan dan aspirasi
rakyat Timor Leste untuk kebebasan dan martabat,
Republik Indonesia dan Republik demokratik Timor
Leste, keduanya sebagai negara berkembang, yang satu
dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan yang
lainnya dengan penduduk mayoritas Katolik, telah
memulai langkah pada jalan menuju demokrasi penuh.
Jalan dimaksud penuh dengan tantangan dan
bahaya; dan secara hati-hati perlu dipupuk dan
dikuatkan. Rakyat Indonesia dan Timor Leste telah
melalui perjalanan panjang di dalam mengatasi bagian
masa lalu mereka yang kadang-kadang menyakitkan.
Sebagai tetangga terdekat, Timor Leste bertekad untuk
bekerja bersama-sama guna memajukan perdamaian
dan persahabatan.
Dalam era globalisasi saat ini, dengan mengambil
manfaat penuh atas kebebasan yang telah Timor Leste
peroleh, rakyat Timor Leste berupaya untuk membangun
suatu landasan yang kokoh guna mewujudkan masa
depan yang damai; masa depan dimana martabat
manusia dan keadilan sosial merupakan kekuatan
utama untuk transformasi. Namun demikian,
perdamaian adalah suatu proses dan harus dibangun.
Pilar-pilar perdamaian adalah demokrasi,
pembangunan berkelanjutan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia.
39
Transisi demokrasi di Indonesia sejak 1998 dan
pengakuan Internasional terhadap kemerdekaan Timor
Leste tahun 2002 telah memberikan momentum bagi
kedua negara untuk mengupayakan tujuan tersebut
diatas.
Pangakuan langsung terhadap Republik Demokratik
Timor Leste, partisipasi Indonesia pada tingkat tertinggi
dalam perayaan 20 Mei 2002 dan dibukanya hubungan
diplomatik menandai semangat rekonsiliasi dan
kebesaran hati rakyat Timor Leste. Namun penting
untuk tidak dilupakan kenyataan bahwa proses
reformasi politik di Indonesia baru dimulai pada akhir
tahun 1998.
Dalam sejarah negara-negara dan masyarakat,
berbagai dan seluruh perubahan dari suatu sistem
politik lama memerlukan trasformasi radikal,
menimbulkan akibat dan tantangan multidemensi yang
hampir tidak dapat dihindarkan.
Kenyataan bahwa Indonesia, Negara kepulauan
dengan keanekaragaman yang besar, proses transformasi
politik jauh lebih rumit daripada di negara-negara lain.
Transformasi politik mengharuskan Indonesia
melakukan upaya yang sangat besar untuk menjaga
kesatuan negaranya, tanpa menerangi tujuan reformasi
dan demokratisasi. Meskipun Timor Leste menghadapi
urusan-urusan dan prioritas dalam negeri masing-
masing.
Republik Demokratik Timor Leste dan Republik
Indonesia tidak pernah mengurangi, upaya dalam
mengembangkan hubungan bertetangga yang stabil,
40
bersahabat dan saling menguntungkan antara kedua
negara dan rakyatnya.
Berdasarkan dan menarik keuntungan dari
pengalaman bersama kita, dan didorong oleh keinginan
kuat untuk bergerak maju, rakyat Timor Leste untuk
menutup masa silam melalui upaya bersama. Suatu
penuntasan terhadap permasalahan masa lalu akan
lebih memajukan hubungan bilateral. Seiring dengan
semangat yang digambarkan diatas, para Pemimpin
Timor Leste dan Indonesia bertemu di Bali pada tanggal
14 Desember 2004 telah memutuskan untuk
membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP),
yang dimiliki dan dijalankan oleh kedua negara dengan
suatu kerangka acuan yang disepakati bersama.
Berbagai negara dengan pengalamannya masing-
masing telah memilih perbagai jalan dalam menghadapi
permasalahan masa lalunya. Para pemimpin dan rakyat
Afrika Selatan, dimana apertheid merupakan kejahatan
terhadap kemanusiaan, telah memilih untuk
mengungkapkan kebenaran dan rekonsiliasi.
Timor Leste dan Indonesia telah memilih untuk
mengungkapkan kebenaran dan meningkatkan
persahabatan sebagai suatu pendekatan baru dan unik
dari pada proses penuntutan. Keadilan yang sebenar-
benarnya dapat diraih melalui kebenaran dan pengakuan
akan tanggung-jawab. Sistem penuntutan keadilan
tentunya dapat mencapai suatu tujuan, yaitu untuk
menghukum pelanggar; namun tidak selalu dapat
mengungkap kebenaran dan mendukung rekonsiliasi.
41
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
merupakan suatu pengalaman baru dan unik dimana
dua negara, dengan pengalaman sejarah bersama,
sepakat dengan keberanian dan visi untuk memandang
masa lalu sebagai pelajaran dan merangkul masa depan
dengan optimis.
42
c. Struktur organisasi
Bagan/Struktur Organisasi Komisi Kebenaran dan
Persahabatan Republik Demokratik Timor Leste :
PEMBERI MANDAT
Aniceto Guterres
Felicidade Guterres
Jacinto Alves
Isabel Ferreira
' (
43
3. Tugas dan Tanggung Jawab
Ketua
Tugas
3.1. Mengontrol anggota masing-masing dalam
menjalankan fungsinya sebagai anggota komisi
3.2. Membuat laporan-laporan resmi yang kemudian
di sampaikan kepada presiden Republik
maupun perdana menteri sebagai pemipin
negara dan pemerintah
3.3. Mempublikasikan hasil temuan-temuan kepada
publik
3.4. Menghadirkan para korban perang sebagai
bukti adanya pelanggaran HAM
Tanggung jawab
3.5. Sebagai penanggung jawab atas kegiatan para
anggata dalam menjalankan fungsinya sebagai
anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP)
3.6. Membuat laporan-laporan resmi yang kemudian
di sampaikan kepada presiden Republik
maupun perdana menteri sebagai pimpinan
negara dan pemerintah
Wakil Ketua
Tugas
1.1. Membantu ketua dalam mengontrol kegiatan
komisi yang dijalankan oleh anggota
1.2. Menggantikan tugas ketua jika ketua
berhalangan hadir
44
Tanggung jawab
1.3. Bersama-sama atau menggantikan ketua dalam
menyampaikan laporan-laporan hasil temuan
kepada Presiden dan Perdana Menteri sebagai
pimpinan negara dan pemerintah.
45
Tanggung Jawab
1.3. Bertanggung jawab penuh atas data jumlah
korban yang akan mendapatkan reparasi
1.4. Bertanggung jawab penuh atas data
kategorisasi para korban yang menjadi prioritas
Penganti Komisioner
Tugas
1.1. Menganti tugas komisi dalam menjalankan
fungsinya jika komisi berhalangan hadir
1.2. Tetap bersama-sama dengan komisi dalam
menjalankan pekerjaan guna mengetahui
perkembangan dalam organisasi Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
Tanggung Jawab
1.3. Mengganti komisi dalam mengontrol kegiatan
fungsi komisi
1.4. Mengganti komisi dalam membuat laporan
yang disampaikan kepada Presiden dan
Perdana Menteri sebagai kepala negara dan
kepala pemerintah
46
4. Jumlah Anggota Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
Tabel I
Jumlah Anggota KKP dari Timor Lestemenurut Jabatan yang
Diemban
No Nama Jabatan
1. Deonisio Da costa Babo soares Ketua Komisioner
2 Cirilio Jose Jacob Valadares Wakil ketua Komisioner
Cristovao
3 Aniceto Longuinhos Guteres Sub komisi pelanggaran
Lopes HAM
4 Felicidade De sousa Guteres Sub komisi reparasi dan
rehabilitasi
5 Jacito das Neves Raimundo Sub komisi pelanggaran
Alves HAM
6 Maria Olandina Isabel Caeiro Pengganti Komisioner
Alves
7 Isabel Ferreira Idem
8 Rui Pereira dos Santos idem
Sumber: KKP 2010
Tabel II
Jumlah Anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) dari
Timor Leste Menurut Jenis Kelamin
No Jenis kelamin jumlah
1. Laki-laki 5
2 Perempuan 3
Total 8
Sumber : KKP 2010
47
Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat diketahui
bahwa dari 8 anggota Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) asal Timor Leste terdiri dari 5 orang
laki- laki dan 3 orang perempuan, dengan demikian
jumlah laki-laki menjadi mayoritas dalam keanggotaan
KKP asal Timor Leste dengan presentase 60 %.
Tabel III
Jumlah Anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP )
Asal Timor Leste Menurut Tingkat Pendidikan
48
a. Mandat Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP)
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
mempunyai mandat untuk
1.1. Mengungkapkan fakta kebenaran tentang hakekat,
penyebab, dan cakupan pelanggaran HAM yang
dilaporkan, yang terjadi dalam periode menjelang
dan segera setelah jajak pendapat di Timor Leste
bulan Agustus 1999:
a. Memeriksa semua bahan yang ada yang
didokumentasikan oleh Komisi Penyelidik
Pelanggaran HAM di Timor-Timur tahun 1999
(KPP HAM) dan Pengadilan Ad Hoc HAM di
Timor–Timur; juga Panel Khusus untuk
Kejahatan Berat (Special Panels for Serious
Crimes), dan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan
Rekonsiliasi Timor Leste (Commission of
Reception, Truth and Reconcilation in Timor Leste).
b. Memeriksa dan mewujudkan kebenaran
mengenai pelanggaran HAM yang dilaporkan
termasuk pola-pola perilaku, yang
didokumentasikan oleh lembaga-lembaga
Indonesia terkait dan Panel Khusus untuk
kejahatan Berat (sebagaimana tercantum dalam
surat–surat dakwaan) dengan pandangan untuk
merekomendasikan langkah-langkah tindak
lanjut dalam konteks pemajuan persahabatan
dan rekonsiliasi antara rakyat kedua negara.
49
1.2. Mengeluarkan laporan, yang terbuka untuk umum,
dalam Bahasa Indonesia, Tetum dan Inggris, dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis, yang
membentuk catatan sejarah bersama dari
pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan
terjadi pada periode menjelang dan setelah
konsultasi popular di Timor Leste pada bulan
Agustus 1999.
1.3. Merumuskan cara-cara maupun me-
rekomendasikan langkah-langkah yang tepat untuk
menyembuhkan luka lama, untuk merehabilitasi
dan memulihkan martabat manusia antara lain:
a. Merekomendasikan pengampunan bagi mereka
yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang bekerjasama secara penuh dalam
mengungkapkan kebenaran;
b. Merekomendasikan langkah-langkah rehabi-litasi
bagi mereka yang dituduh melanggar hak asasi
manusia, namun tuduhan tersebut salah.
c. Merekomendasikan cara-cara untuk memajukan
rekonsiliasi antara rakyat yang didasarkan pada
nilai- nilai adat dan agama.
d. Merekomendasikan kontak antara orang dan
orang yang inovatif dan kerjasama untuk
meningkatkan perdamaian dan stabilitas.
50
b. Jangka Waktu Komisi Kebenaran dan
Persahabatan( KKP) antara lain:
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) melalui
kerjanya sesegera mungkin, namun selambat- lambatnya
bulan Agustus 2005, untuk periode selama satu tahun,
dengan kemungkinan perpanjangan maksimum selama
satu tahun.
51
Hal ini penulis ketahui setelah melakukan
wawancara terhadap para informan yang
memberikan pernyataannya yaitu : dengan ketua
Komisi Kebenaran dan Persabatan (KKP) asal
Timor Leste yang memberikan pernyataannya
berikut ini :
52
Dari hasil wawancara dengan dua informan
tersebut diatas menunjukkan bahwa ada
perbedaan pandangan antara para anggota KKP
dengan korban maupun keluarga korban dimana
para anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) maupun pemerintah lebih memilih
penyelesaian secara politik dengan maksud saling
menghargai diantara kedua negara sementara para
korban lebih memilih penyelesaian secara hukum.
Dengan demikian hasil kerja Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) ini hanya
sekedar menjawab apa yang menjadi harapan para
petinggi negara dan mengabaikan harapan para
korban yang mengimpikan adanya pengadilan bagi
pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hal
ini menunjukkan bahwa keberadaan Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) hanya sebagai
panggung sandiwara bagi para elit politik untuk
mencari sensasi, tapi bukan untuk menjawab
tuntutan rakyat mereka yang menjadi korban,
sebagai penulis yang juga tentunya adalah korban
tidak langsung dari pencaplokan Indonesia atas
Timor Leste tentu saja ikut prihatin dan kecewa
atas hasil Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) tersebut karena memang tidak memberikan
dampak apa- apa bagi korban dan keluarga korban
53
2. Melupakan Masa Lalu dan Melihat Kedepan
54
Timor leste Dr. Deonisio Babo Soares pada tanggal 22 –
Januari-2011 di palacio do Governo Dili Timor Leste)
56
6. Impliksai Pembentukan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) Terhadap Penegakan Hak
Asasi Manusia di Timor Leste
1. Dapat menjawab tuntutan masyarakat tentang
pelanggaran hak asasi manusia di Timor Leste
58
berbeda antara masyarakat dan para anggota
komisi itu sendiri, karena para anggota lebih
melihat bahwa terbentuknya Komisi Kebenaran
dan Persahabatan (KKP) hanya mencari bukti
apakah ada pelanggaran HAM berat di Timor
Leste di masa silam dan memang ada pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) berat tapi mereka
hanya mengungkapkan dan tanpa ada tindak
lanjut.
Sementara masyarakat Timor Leste sangat
berharap bahwa pada Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) akan mengungkapkan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan
selanjutnya didirikan pengadilan untuk mengadili
para pelaku, tapi itu tidak terjadi malah anggota
Komisi Kebenaran dan Persahabatan
mempersilakan masyarakat untuk mencari jalan
sendiri dalam menegakkan keadilan, itu
merupakan pernyataan yang menghina negeri
dan masyarakat Timor Leste sendiri, toh negara
sudah mengeluarkan dana yang cukup besar
untuk membiaya Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) untuk mengungkapkan serta
mengadili tetapi nyatanya justru harapan itu
tidak menjadi nyata.
Jadi sebagai penulis saya juga kecewa
dengan hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) karena keberadaan mereka
sama sekali tidak menjawab tuntutan masyarakat
59
dan justru keberadaan mereka berimplikasi
buruk terhadap keadilan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembentukan Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) tidak memberikan implikasi
terhadap penegakan Hak Asasi Manusia di Timor
Leste karena sesuai dengan pernyataan ketua
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) asal
Timor Leste yang mengatakan bahwa mereka
bukan mengurus masalah yudisial tapi lebih
hanya mencari fakta apakah ada pelanggaran
HAM atau tidak.
Jadi itu terbukti bahwa Komisi Kebenaran
dan Persahabatan (KKP) tidak memberikan
implikasi apa-apa atas penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM) di Timor Leste karena hak
masyarakat sama sekali tidak di gubris.
2. Mengungkapkan pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) berat di Timor Leste ke ranah publik
1. pembunuhan
2. penghilangan paksa
3. deportasi atau pemindahan paksa
4. kekerasan seksual
60
5. penyiksaan dan perlakuaan tidak
manusiawi
6. penahanan ilegal
7. penindasan
8. perbuatan tidak manusiawi lainya
61
3. Memicu adanya silang pendapat tentang
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor
Leste di kalangan masyarakat Timor Leste sendiri
62
“ komisi ini bertugas untuk mencari data apakah ada
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau tidak dan
memang ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat,
hasil dari penmuan kita ini sudah kita berikan kepada
presiden dan perdana Menteri Timor Leste dan mereka
menerima temuan kita itu dengan baik, jadi kalau ada pihak-
pihak yang tidak puas dengan hasil kerja kita itu hak
mereka tapi kita Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
hanya menjalankan apa yang menjadi mandat kita, dan kita
persilakan kepada masyarakat yang tidak puas dengan
hasil kerja kita silakan mencari jalur hukum sendiri karena
kita tidak menutup jalan untuk itu” Sumber: hasil
wawancara dengan ketua Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) asal Timor leste Dr. Deonisio Babo
Soares pada tanggal 22 –Januari- 2011 di palacio do
Governo Dili Timor Leste)
64
duka nestapa air mata rakyat yang menjadi
korban kekejaman para militer Indonesia.
Walaupun ada reparasi kompensasi untuk
mereka (para korban dan keluarga korban) tetapi
bukan itu bukan menjadi tuntutan mereka,
namun apa yang terjadi di akhir laporan KKP itu
adalah melupakan masa lalu untuk melihat
kedepan sebagai sejarah.
Bisa dikatakan bahwa hasil kerja Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) tidak
menjawab Tuntutan pokok masyarakat Timor
Leste yang memperjuangan keadilan lebih–lebih
untuk menyeret para pelaku pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) berat ke muka hukum, dan
menurut Masyarakat di Timor Leste terutama
para korban dan keluarga korban menganggap
bahwa hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan tidak lebih hanya sebuah
sandiwara belaka untuk mencari sensasi para
leader yang mengharapkan simpati masyarakat
Internasional guna popularitas pribadi maupun
kelompok mereka saja.
Dan seperti yang dikatakan oleh ketua
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
Dr. Deonisio Babo Soares bahwa Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) menjadi salah
satu barometer di dunia ini karena belum pernah
ada organisasi seperti ini sebelumnya. Sementara
para korban dan keluarga korban menilai bahwa
keberadaan Komisi Kebenaran dan Persahabatan
65
(KKP) hanya sebagai lembaga yang menghibur
sesaat masyarakat Timor Leste yang menjadi
korban kekejaman rezim militer Indonesia karena
tidak menghasilkan apa-apa sementara
pemerintahnya telah mengeluarkan dana yang
tidak sedikit untuk membiaya kegiatan Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP).
Dan rakyat Timor Leste sudah menanti
dengan penuh harapan bahwa hasil kerja Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) akan
memenuhi harapan mereka dengan menyeret
para pelaku kejahatan kemeja Hijau atau ke
ranah hukum.
B. Analisis
1. Rekomendasi Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
Agar dapat efektif, rekomendasi–
rekomendasi yang dibuat harus realistis dan
dapat dilaksanakan. Untuk itu, KKP telah
membagi rekomendasinya menjadi dua kategori:
1) Jangka Pendek dan Urgen, dan 2) Jangka
Panjang dan Aspiratif. Beberapa jenis
rekomendasi, seperti yang ditujukan bagi
reformasi kelembagaan, program resolusi konflik
dan penyembuhan korban, akan memerlukan
tindakan yang bersifat urgen maupun jangka
panjang.
66
Komisi telah mengkelompokan tujuan –
tujuan yang konkrit dan urgen dalam kategori-
kategori sesuai tujuan utama yang berpandangan
ke depan yang hendak dicapai oleh rekomendasi–
rekomendasi ini, yakni meningkatkan
persahabatan dan rekonsiliasi antara rakyat
kedua negara, memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka yang paling terkena dampak kekerasan,
menyembuhkan luka-luka masa lalu, dan
mencegah terulangnya konflik di masa
mendatang.
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
telah merumuskan sebagian besar
rekomendasinya dalam cara yang tidak
mengkhususkan satu rekomendasi untuk satu
negara atau negara lainnya. Dengan dibentuknya
Komisi Kebenaran dan Persahabatan ini, kedua
negara telah memilih untuk memperbaiki
hubungan bilateral, dan bekerja bersama untuk
mencapai suatu perdamaian lingkungan yang
stabil dan sejahtera bagi rakyatnya. Untuk itu,
kedua negara akan belajar dari masalalu, dan
mengambil tindakan prefentif.
Serta poin-poin dalam rekomendasi tersebut
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) antara
lain:
a. Akuntabilitas dan Reformasi Kelembagaan
b. Patroli Perbatasan dan Kebijakan Keamanan
Bersama
c. Pusat Dokumentasi dan Resolusi Konflik
67
d. Persoalan Ekonomi dan Aset
e. Komisi untuk orang–orang hilang dan di
dalamnya ada Reparasi atau Remidi
Pelaksanaan rekomendasi Komisi Kebenaran
dan Persahabatan (KKP) tentang reparasi kepada
korban dan keluarga korban pelanggaran HAM
pasca referendum.
68
Prinsip-prinsip yang melandasi kerja Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) asal Timor
Leste tertuang dalam regulasi UNTAET No:
2001/10 mengenai pembentukan Comisaun
Acolihamento Verdade e,Rekonsiliasaun (CAVR),
sesuai dengan mandat Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP).
Berikut ini adalah data tentang jumlah
korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
dari tahun 1975-1999 di Timor -Timur sebagai
berikit:
Tabel
Data korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
dari tahun 1975- 1999
Tabel
Data korban pelanggaran HAM 1975- 1999 yang sudah
menerima reparasi kompensasi
12.197 orang
Jumlah
total
Sumber : kementerian muda urusan veteran perang 2011
72
Dari ratusan ribu korban pelanggaran HAM
berat tersebut yang sudah menerima reparasi
kompensasi adalah sebagai berikut: korban
meninggal yang sudah menerima reparasi
kompensasi adalah berjumlah 5.000 orang dan
korban masih hidup yang sudah menerima
reparasi kompensasi adalah 197 orang,
sedangkan sekitar 7000 orang korban hidup saat
ini masih dalam tahap proses untuk menerima
reparasi kompensasi dalam waktu dekat.
Berpatokan pada jumlah korban yang diatas
seratus ribu namun yang menerima reparasi
kompensasi hanya 12.197 orang menunjukkan
bahwa dalam hal ini pemerintah sangat teliti
dalam memberikan kategorisasi kepada para
korban berdasarkan jabatan maupun lamanya
seorang dalam perjuangan.
Dari perhatian pemerintah yang memberikan
reparasi kompensasi menunjukkan bahwa
memang pemerintah Timor Leste sangat serius
dalam merealisasikan janji mereka untuk
memberikan reparasi kompensasi kepada para
korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
dan para korban maupun keluarga korbanpun
menyambut baik ketulusan pemerintah dalam
memberikan reparasi kompensasi tersebut
walaupun harapan mereka sepenuhnya bukan
reparasi kompensasi tapi lebih dari itu adalah
proses hukum bagi para pelaku pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) melalui pengadilan Nasional
73
maupun Internasional. Hal ini dapat diketahui
oleh penulis setelah salah satu keluarga korban
memberikan pernyataannya berikut adalah hasil
wawancaranya :
76
“ sudah berulang kali kami katakan bahwa tuntutan
kami jelas dan pasti yaitu kami sebagai korban
menuntut agar para pelaku kejahatan diadili setimpal
dengan perbuatan yang mereka lakukan, namun yang
terjadi justru mereka Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) membuat kesepakatan untuk
melupakan kejahatan dimasa lalu, dan kami sebagai
korban terus terang tidak terima dan menuntut supaya
Komisi Kebenaran dan Persahabatan melihat kembali
kebijakan yang telah mereka ambil” Sumber hasil
wawancara dengan salah satu korban yaitu Bapak Jose
Fernandes pada tanggal 7-Maret-2011 di Bidau toko
baru Dili Timor Leste
77
mengabaikan tuntutan masyarakat yang
korban.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) tidak memberikan
dampak apa-apa terhadap proses yudisial
terhadap pelaku pelanggaran hak asasi
manusia di Timor Leste.
2. Hanya mengungkapkan fakta-fakta
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa
memproses melalui jalur hukum
79
apabila keadilan itu ditegakan melalui jalur
hukum yang ada. Jadi masyarakat sangat
kecewa dengan hasil kerja para anggota
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan hanya menunjukkan bukti
pelanggaran tanpa melakukan suatu jalur
hukum yang resmi jadi tidak memberikan
dampak yang positif atas proses yudisial
terhadap para pelaku kejahatan kemanusian
di Timor Leste beberapa waktu yang lalu.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil dari isi rekomendasi Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) yang berkaitan dengan
reparasi yang telah diserahkan oleh Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) kepada
pimpinan Negara (Presiden dan Perdana Menteri)
Timor Leste dimana dalam isi rekomendasi
tersebut Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) menemukan bahwa ada pelanggaran HAM
yang terjadi beberapa waktu lalu di Timor Leste hal
ini didukung oleh data dimana jumlah korban
yang terbunuh 18.600 orang dan korban yang mati
karena kelaparan dan sakit 84.200 orang total
keseluruhan korban dalam pelanggaran HAM di
Timor Leste adalah 102.800 orang. Dengan angka
tersebut diatas menunjukan bahwa telah terjadi
pelanggaran HAM besar besaran di Timor Leste
yang dilakukan oleh Rezim militer Indonesia
terhadap masyarakat Timor Leste yang berjuang
demi meraih suatu kemerdekaan. Dalam isi
rekomendasi tersebut menyebutkan bahwa
terjadinya pelanggaran HAM tersebut dikarena
para pelaku pelanggaran HAM tidak mengerti arti
HAM atau kurangnya sosialisasi tentang HAM
kepada para militer sehingga terjadi pelanggaran
HAM .
81
2. Pelaksanaan rekomendasi Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) tentang reparasi kepada
korban dan keluarganya diatur oleh masing-
masing negara, namun dalam laporan tersebut
menyebutkan bahwa banyak dari masyarakat yang
merasa bukan menjadi korban tapi merupakan
penyerahan diri seorang pejuang untuk meraih
suatu kemerdekaan akan tetapi pemerintah telah
mendata masyarakat menjadi korban dalam
kekejaman militer Indonesia untuk memberikan
semacam penghargaan dalam beberapa bentuk
kepada para korban dan keluarga korban antara
lain : berupa medali sebagai penghargaan dan juga
reparasi kompensasi, dimana sebagian dari mereka
sudah ada yang menerima yaitu sekitar 5.000
orang korban meninggal yang telah menerima
reparasi kompensasi, sekitar 197 orang korban
hidup yang telah menerima kompensasi dan
sekitar 7.000 orang yang saat ini sedang dalam
proses untuk menerima kompensasi.
Hasil dari pemberian reparasi kompensasi
tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam ini
pemerintah sangat serius dalam memberikan
reparasi kepada rakyat mereka yang telah rela
memberikan nyawa mereka demi membela tanah
air mereka Timor Leste tercinta. Namun yang
menjadi masalah disini adalah tidak
diselenggarakannya pengadilan untuk menyeret
para pelaku ke meja hijau (proses yudisial)
sehingga rakyat tidak puas dengan hasil
82
rekomendasi dari Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP)
Sementara rakyat menyambut gembira atas
pemberian reparasi kompensasi dari pemerintah
karena hal itu sebagai bukti pengakuan
pemerintah atas perjuangan mereka. Walaupun
reparasi kompensasi telah diterima namun
tuntutan untuk meyeret para pelaku kemeja hijau
tetap menjadi tuntutan korban dan keluarga
korban hingga saat ini.
B. Saran
1. Hasil kerja keras Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) dalam mengungkap
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor
Leste merupakan hasil positif yang Perlu dihargai,
karena dengan hasil kerja Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) tersebut masyarakat Timor
Leste dapat mengetahui tentang pelanggaran hak
asasi manusia di Timor Leste termasuk angka
korban dan tentu saja itu sebagai bukti yang
menunjukkan bahwa memang ada pelanggaran
hak asasi manusia di masa lalu, akan tetapi
sebagai penulis saya sarankan agar Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) tidak hanya
membuka luka lama tapi harus mengobatinya
hingga sembuh yaitu: menyelenggarakan
pengadilan yang adil bagi para pelaku pelanggaran
hak asasi manusia (HAM)
83
2. Tuntutan masyarakat terutama korban dan
keluarga korban seharusnya menjadi bagian
penting yang harus di pertimbangkan jangan
hanya sekedar menjalankan mandat yaitu sekedar
memperoleh data pelanggaran hak asasi manusia
kemudian menganggap semua selesai hal ini tentu
saja hanya sebagai sebuah rekonsilasi semu,
karena menurut penulis sebuah rekonsilasi akan
dicapai ketika keadilan ditegakkan sehingga
masalah ini dapat terlupakan, tetapi kalau model
rekonsilasi yang dijalankan oleh komisi kebenaran
dan persahabatan ini lebih sebagai sebuah
rekonsiliasi paksa karena disaat persamaan rakyat
belum siap untuk menerima rekonsiliasi tersebut
jadi itu hanya rekayasa politik dari para leader.
Oleh karena itu penulis sarankan kepada
Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) untuk
tidak hanya menjalankan mandat yang hanya
sekedar memuaskan para leader sementara
masyarakat yang menjadi korban tentu hak
diabaikan.
84
DAFTAR PUSTAKA
86
Soares de Jesus Aderito dan Amiruddin, 2003.
Perjuangan Amungme Antara Freeport dan Militer,
Jakarta: ELSAM.
KAMUS/ ENSKLOPEDIA
BAHAN INTERNET
www.cavr-timorleste.org
info@cavr-timorleste.org
87
BUKU-BUKU DARI LAPORAN AKHIR CAVR DAN
KKP TIMOR LESTE INDONESIA SERTA LAPORAN KPP
HAM DARI INDONESIA
88