Anda di halaman 1dari 17

STAKEHOLDER GOVERNANCE STRATEGY IN THE FORMULATION OF THE

EXCLUSION POLICY OF LOCATED INDUSTRIAL COMPANIES IN THE


INDUSTRIAL PARK

Winardi
Direktorat Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian Jakarta
E-mail: winzain82@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to formulate a stakeholder management strategy that has a major influence in
decision making on the determination of exclusion policies for industrial companies located within
industrial estates. The stakeholder analysis method used is MACTOR (Matrix of Alliances and
Conflicts: Tactics, Objectives and Recommendations). The results of the analysis show that
coordination and synergy between stakeholders have not been effectively implemented due to the
pattern of convergence and divergence among stakeholders which tends to be divided into 2 (two)
groups. To reduce divergence between stakeholders, the role of key legislators needs to be
improved so that the regulation can be issued soon.

Keywords: Industry, Industrial Estate, Stakeholder, Collaboration

STRATEGI PENGELOLAAN STAKEHOLDER DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN


PENGECUALIAN PERUSAHAAN INDUSTRI BERLOKASI DI KAWASAN INDUSTRI

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perumusuan strategi pengelolaan stakeholder yang
mempunyai pengaruh besar dalam pengambilan keputusan pada penetapan kebijakan pengecualian
perusahaan industri berlokasi di dalam kawasan industri. Metode analisis stakeholder yang
digunakan adalah MACTOR (Matrix of Alliances and Conflicts: Tactics, Objectives and
Recommendations). Hasil analisis menunjukkan bahwa koordinasi dan sinergi antar stakeholder
belum terlaksana dengan efektif yang disebabkan oleh adanya pola konvergensi dan divergensi
antar stakeholder yang cenderung terbagi menjadi 2 (dua) kelompok. Untuk mengurangi divergensi
antar stakeholder maka peran stakeholder kunci perlu lebih ditingkatkan sehingga regulasi tersebut
dapat segera diterbitkan.

Kata Kunci: Industri, Kawasan Industri, Stakeholder, Kolaborasi

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 1


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2009 perusahaan industri keuntungan-keuntungan aglomerasi yang
baru diwajibkan berlokasi di dalam kawasan terbentuk.
industri sehingga permintaan terhadap Keuntungan berlokasi di kawasan
lahan/kavling di kawasan industri meningkat industri ini belum sepenuhnya diketahui oleh
signifikan. Kebijakan kewajiban berlokasi di para calon investor industri pengolahan, bahkan
kawasan industri tersebut diatur dalam sebaliknya sebagian calon investor beranggapan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 bahwa berlokasi di kawasan industri itu
tentang Kawasan Industri. PP tersebut diperkuat membutuhkan investasi yang lebih besar
lagi pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2015 dibandingkan berlokasi di luar kawasan
Tentang Perindustrian dan peraturan industri. Oleh karena itu, sampai saat ini jumlah
turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor perusahaan industri yang berlokasi di luar
142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri. kawasan industri jauh lebih banyak
Penetapan kebijakan kewajiban dibandingkan yang berlokasi di dalam kawasan
berlokasi di kawasan industri tersebut didasari industri. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
pada besarnya keutungan-keuntungan yang bahwa dari jumlah industri besar dan sedang di
akan diperoleh perusahaan industri apabila Indonesia sebanyak 23.122 industri, hanya
berlokasi di kawasan industri. Keuntungan 25,28 persen atau 5.845 industri besar dan
berlokasi di dalam kawasan industri antara lain sedang yang berlokasi di dalam kawasan
akan meningkatkan efisiensi bagi perusahaan industri, sedangkan selebihnya sebanyak 17.277
industri, memudahkan dalam pengaturan tata industri besar dan sedang atau 74,72 persen
ruang dan pengawasan lingkungan bagi masih berlokasi di luar kawasan industri.
pemerintah, serta akan menciptakan

Tabel 1 Lokasi Industri Besar Sedang Menurut Wilayah Tahun 2016


Lokasi Industri Besar Sedang
Wilayah
Dalam Kawasan Industri Luar Kawasan Industri
Sumatera 349 2.053
Jawa 5.249 13.952
Bali - 340
Nusa Tenggara - 171
Kalimantan 3 379
Sulawesi 244 305
Maluku - 36
Papua - 41
Jumlah 5.845 17.277
Persentase 25,28 74,72
Sumber: Direktori Kawasan Industri, Kemenperin 2016

Berdasarkan kondisi penyebaran perusahaan industri baru dapat berlokasi di luar


perusahaan industri berdasarkan lokasi di dalam kawasan industri. Pengecualian tersebut, yaitu:
dan di luar kawasan industri tersebut, maka (1) Perusahaan industri yang akan menjalankan
pada UU No. 3 Tahun 2014 tentang industri dan berlokasi di daerah kabupaten/kota
Perindustrian dan PP No. 142 Tahun 2015 yang belum memiliki kawasan industri atau
tentang Kawasan Industri terdapat pengaturan telah memiliki kawasan industri tetapi seluruh
pengecualian perusahaan industri berlokasi di kavling industri dalam kawasan industrinya
kawasan industri sehingga memungkinkan telah habis; (2) Industri kecil dan industri

2 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
menengah yang tidak berpotensi menimbulkan Kawasan Industri dibangun dalam rangka
pencemaran lingkungan hidup yang berdampak mendorong peningkatan kinerja sektor industri
luas; dan (3) Industri yang menggunakan bahan khususnya bagi perusahaan industri yang
baku khusus dan/atau proses produksinya berlokasi di dalam kawasan industri.
memerlukan lokasi khusus. Perusahaan industri yang berlokasi di dalam
Namun demikian, peraturan turunan kawasan industri secara teroritis memberikan
berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria keuntungan yang sangat signifikan berupa
(NSPK) yang dibutuhkan oleh instansi penerbit diperolehnya tingkat efisiensi produksi dan
izin baik di pusat maupun di daerah sampai saat menjadi daya tarik sektor lain untuk berlokasi
ini belum ditetapkan sehingga kondisi ini dapat di kawasan industri (Winardi dan Kustanto,
berpotensi menghambat masuknya investasi 2018). Menurut UNIDO (2012) bahwa tujuan
baru di sektor industri pengolahan. Salah satu pembangunan kawasan industri antara lain:
faktor penyebab lambatnya penetapan kebijakan a. Meminimalkan eksternalitas negatif seperti
tersebut adalah adanya kepentingan beberapa pencemaran lingkungan
stakeholder yang belum sama. Oleh karena itu, b. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan
perlu dilakukan analisis stakeholder dalam lapangan kerja
rangka melakukan identifikasi lembaga atau c. Menarik investasi
organisasi yang mempunyai pengaruh besar d. Memacu perkembangan sektor industri
dalam pengambilan keputusan pada penetapan Kawasan industri merupakan unsur utama
kebijakan pengecualian perusahaan industri dalam pengembangan wilayah pusat
berlokasi di dalam kawasan industri. pertumbuhan industri pada suatu daerah.
Menurut Isard (Sjafrizal, 2012) industri yang
TINJAUAN PUSTAKA berlokasi di dalam kawasan industri pada pusat
1. Kawasan Industri pertumbuhan industri maka akan memperoleh
Kawasan industri merupakan suatu kawasan keuntungan lokalisasi, yaitu keuntungan dalam
yang terdiri dari ketersediaan lahan dan bentuk penghematan biaya transportasi, baik
berbagai fasilitas dan berdiri beberapa industri untuk bahan baku maupun hasil produksi, yang
manufaktur dan jasa serta dikelola oleh timbul karena berlokasi secara terkonsentrasi
pengelola kawasan industri. Menurut Mulyadi dengan perusahaan terkait lainnya dalam
(2012) bahwa kawasan industri merupakan sebuah pusat pertumbuhan.
sarana untuk mengembangkan industri yang Keuntungan eksternal ini selanjutnya akan
memberikan kemudahan dan daya tarik bagi menjadi faktor pendorong pengembangan
investasi dengan pendekatan konsep efisiensi, produksi dan sekaligus menjadi daya tarik yang
tata ruang dan lingkungan hidup. Demikian cukup besar bagi industri lain untuk masuk dan
pula, Bredo dalam Rodriguez dan Hardy (2014) berlokasi dalam pusat pertumbuhan industri. Di
bahwa kawasan industri merupakan kawasan samping itu, juga akan timbul keuntungan
yang terdiri dari sebidang lahan yang dibangun urbanisasi, yaitu keuntungan yang muncul
infrastruktur dasar dan penunjang serta dikelola karena penggunaan fasilitas dalam sebuah pusat
oleh suatu perusahaan. pertumbuhan secara bersama seperti listrik,
Sementara itu, regulasi di Indonesia pergudangan, telepon, air minum dan utilitas
menjelaskan istilah kawasan industri pada yang menunjang kegiatan operasi perusahaan.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Penggunaan fasilitas bersama akan dapat
Perindustrian dan Peraturan Pemerintah No. menurunkan biaya karena dapat ditanggung
142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri. secara bersama. Keuntungan eksternal ini juga
Berdasarkan regulasi tersebut kawasan industri akan dapat mengembangkan kegiatan produksi
merupakan kawasan tempat pemusatan bagi kegiatan ekonomi yang telah berada di
kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dalam pusat dan sekaligus juga menimbulkan
dan prasarana penunjang yang dikembangkan daya tarik bagi kegiatan ekonomi lain untuk
dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. masuk berlokasi dalam pusat pertumbuhan
tersebut. Menurut Winardi, et.al. (2017),

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 3


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
industri manufaktur yang berlokasi di kawasan perumusan kebijakan. Kolaborasi tersebut dapat
industri akan memberikan nilai efek pengganda dikatakan sebagai wujud interaksi sosial yang
terhadap pendapatan faktor produksi modal dan terjadi antar stakeholder dalam upaya mencapai
tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan tujuan bersama yang telah ditetapkan.
dengan industri manufaktur di luar kawasan Penetapan tujuan merupakan faktor kunci untuk
industri sehingga perusahaan industri yang melakukan kolaborasi yang sukses (Kaats dan
berlokasi di kawasan industri akan memperoleh Opheij, 2014). Oleh karena itu, tujuan
keuntungan yang lebih besar, seperti kolaborasi perlu dikomunikasikan kepada
meningkatkan produktifitas perusahaan dan semua stakeholder (Patel et al., 2012).
menikmati manfaat dengan terciptanya Kolaborasi sangat dibutuhkan dalam
aglomerasi ekonomi. perumusan kebijakan dan melibatkan banyak
stakeholder. Strategi untuk mengatasi
2. Analisis Stakeholder kompleksitas perumusan kebijakan yang
Beberapa pengertian stakeholder diantaranya melibatkan interaksi stakeholder yang rumit
menurut Reed et al. (2009) bahwa stakeholder adalah melalui kolaborasi (Barber dan Goold
merupakan semua individu atau organisasi yang 2014, dan Woodland dan Hutton, 2012).
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu Kolaborasi perlu direncanakan sebaik
keputusan atau tindakan. Sedangkan menurut mungkin agar dapat berjalan efektif. Menurut
Fairuza (2017) bahwa stakeholder adalah Laavesque (2012) bahwa kolaborasi
individu dan/atau kelompok yang memiliki membutuhkan perencanaan yang matang,
keterkaitan dan dapat dipengaruhi serta cermat dan harus sesuai dengan tujuan. Selain
mempengaruhi kebijakan dan tujuan organisasi. perencanaan yang baik juga diperlukan adanya
Berdasarkan pengertian tersebut, stakeholder saling percaya antar stakeholder dalam
pada hakekatnya suatu kumpulan individu atau berkolaborasi. Sikap saling percaya tersebut
organisasi yang memiliki kepentingan terhadap merupakan syarat mendasar dari kolaborasi
suatu permasalahan atau kebijakan. yang efektif (Sanchez, 2012 dan Roberts et.al.,
Adapun pengertian analisis stakeholder 2016).
adalah analisis yang dimulai dari pengumpulan Pada pelaksanaan kolaborasi dapat
data dan informasi kemudian dilakukan analisis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan
kualitatif terhadap berbagai kepentingan hasil penelitian (Majchrzak et.al., 2015) bahwa
stakeholder pada suatu kebijakan. Analisis faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi
stakeholder dapat dilakukan dengan tahapan pelaksanaan kolaborasi secara umum antara lain
yaitu: identifikasi stakeholder, pengelompokan perubahan kebijakan, perubahan pasar, kondisi
dan pengkategorian stakeholder, dan analisis perekonomian dan perubahan teknologi.
tingkat hubungan antar stakeholder (Reed et.al., Pelaksanan kolaborasi stakeholder dengan
2009). efektif akan meningkatkan percepatan
Analisis stakeholder sangat penting perumusan suatu kebijakan. Kolaborasi yang
dilakukan untuk mempercepat penyusunan efektif akan mendorong masing-masing
suatu regulasi. Menurut Aaltonen (2011) bahwa stakeholder untuk membangun kesepakatan,
analisis stakeholder merupakan bagian penting komitmen dan tanggung jawab dalam
dari manajemen stakeholder pada suatu pencapaian tujuan. Menurut Miller dan Katz,
organisasi. Oleh karena itu, stakeholder harus (2014) bahwa kolaborasi yang efektif akan
dilibatkan sejak awal dalam analisis stakeholder meningkatkan inovasi produk dan kualitas
dan pengambilan keputusan. pelayanan.

3. Kolaborasi 4. Analisis MACTOR


Salah satu aktivitas dalam mengelola Salah satu alat analisis prospektif adalah
berbagai kepentingan stakeholder adalah MACTOR (Matrix of Alliances and Conflicts:
melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan Tactics, Objectives and Recommendations)
setiap stakeholder yang terlibat dalam suatu yang dikembangkan oleh Michel Godet.

4 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
Metode MACTOR pada awalnya literatur. Adapun populasi dan responden
dikembangkan untuk menyempurnakan metode yang merupakan unit sampel yang diberikan
peramalan berbasis ekstrapolasi tradisional, kuesioner dan wawancara pada penelitian ini
dimana pada metode tersebut tidak sebagai berikut:
mempertimbangkan efek pengganggu potensial a. Populasi: Seluruh Stakeholder yang
dari para aktor yang terlibat dalam suatu sistem terlibat dalam penyusunan regulasi, yaitu
(Godet, 1979). semua stakeholder pada 9 kelompok
Menurut Godet (1979) bahwa terdapat enam stakeholder yang terdiri dari
langkah dalam analisis MACTOR, yaitu: Kementerian/Lembaga, pelaku usaha,
1. Mencatat rencana aktor, motivasi, kendala assosiasi dan masyarakat, yaitu:
dan alat mencapai tujuan 1) Direktorat Jenderal Pengembangan
2. Mengidetifikasi isu strategis dan tujuan Perwilayahan Industri Kementerian
3. Memposisikan aktor dan potensi Perindustrian
konvergensi/divergensi 2) Direktorat Jenderal Teknis Terkait di
4. Meranking tujuan setiap aktor Lingkungan Kementerian
5. Mengevaluasi tujuan kekuasaan Perindustrian (Ditjen Industri Agro,
6. Mengajukan pertanyaan kunci tentang Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan
masa depan (ekspektasi) Aneka, Ditjen Industri Logam, Mesin,
Alat Transportasi, dan Elektronika,
Metode MACTOR fokus pada pergerakan dan Ditjen IKM)
aktor dan strategi. Metode ini telah banyak 3) Biro Hukum dan Organisasi
digunakan karena sangat interaktif, mudah Kementerian Perindustrian
digunakan dan mudah dilakukan interpretasi 4) Badan Koordinasi Penanaman Modal
serta intuitif. (BKPM)
5) Dinas Penanaman Modal dan PTSP
METODE PENELITIAN (DPMPTSP)
1. Tempat dan Waktu Penelitian 6) Perusahaan Industri
Penelitian ini menggunakan pendekatan 7) Perusahaan Kawasan Industri
yang menggabungkan pendekatan kuantitatif 8) Assosiasi Kawasan Industri
dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini 9) Masyarakat
dilakukan di Jakarta, yaitu di Direktorat Stakeholder yang merupakan populasi
Jenderal Pengembangan Perwilayahan penelitian ini dipilih karena merupakan
Industri Kementerian Perindustrian. Penelitian aktor yang terlibat baik secara langsung
ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu maupun tidak langsung serta aktor yang
bulan Agustus-Oktober 2018. Tempat dan akan merasakan dampak dari penetapan
waktu penelitian ini dipilih dengan kebijakan pengecualian perusahaan
pertimbangan bahwa saat itu penyusunan industri berlokasi di dalam kawasan
kebijakan pengecualian perusahaan industri industri.
berlokasi di dalam kawasan industri masih b. Sampel: perwakilan masing-masing 9
dalam tahap finalisasi. kelompok stakeholder dari Kementerian/
Lembaga, pelaku usaha, assosiasi dan
2. Pengumpulan Data masyarakat sebanyak 1 orang untuk 1
Data yang digunakan dalam penelitian ini instansi sehingga total sampel sebanyak 9
terdiri dari data primer dan sekunder. Data responden.
primer dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner dan wawancara mendalam dengan 3. Pengolahan dan Analisis Data
responden terpilih, menggunakan metode Pengolahan dan analisis data dilakukan
purposive sampling. Sedangkan data sekunder dengan menggunakan analisis MACTOR
diperoleh dengan melakukan telaah dokumen (Matrix of Alliances and Conflicts: Tactics,
peraturan perundang-undangan dan studi Objectives and Recommendations). Tahapan

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 5


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
analisis, yaitu (1) identifikasi Stakeholder, (2) Tingkat Hubungan Stakeholder. Adapun
Pengelompokan dan Pengkategorian kerangka analisis sebagai berikut:
Stakeholder, (3) Strategi Stakeholder, dan (4)

Identifikasi Aktor dan


Tujuan

Matriks Strategi Aktor

Matriks Isu dan Tujuan

Matriks Aktor dan Tujuan Rangking Tujuan Posisi Setiap Aktor (3


(MAO) Setiap Aktor (2 MAO) MAO)

Evaluasi Power Setiap


Aktor (r)

Hasil dan Interpretasi

HASIL DAN PEMBAHASAN e. Dinas Penanaman Modal dan PTSP


1. Identifikasi Stakeholder dan Tujuan (DPMPTSP)
Identifikasi stakeholder dilakukan f. Perusahaan Industri
dengan teknik wawancara dan teridentifikasi 9 g. Perusahaan Kawasan Industri
stakeholder sebagai berikut: h. Assosiasi Kawasan Industri
a. Direktorat Jenderal Pengembangan i. Masyarakat
Perwilayahan Industri Kementerian Adapun tujuan yang teridentifkasi dari
Perindustrian para stakeholder tersebut terkait perumusan
b. Direktorat Jenderal Teknis Terkait di kebijakan pengecualian perusahaan industri
Lingkungan Kementerian Perindustrian berlokasi di kawasan industri adalah (1)
(Ditjen Industri Agro, Ditjen Industri Terciptanya iklim usaha yang kondusif, (2)
Kimia, Tekstil dan Aneka, Ditjen Industri Tewujudnya kemudahan perizinan, (3)
Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Peningkatan investasi, (4) Tersedianya
Elektronika, dan Ditjen IKM) lapangan kerja, (5) Terwujudnya industri ramah
c. Biro Hukum dan Organisasi (BHO) lingkungan, dan (6) Tersedianya pedoman tata
Kementerian Perindustrian cara penerbitan perizinan sektor industri.
d. Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM)

6 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
Gambar 1. Pengaruh dan Kepentingan Setiap Stakeholder
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Selanjutnya berdasarkan matriks strategi aktor masing-masing aktor pada Tabel 1 sebagai
atau matriks pengaruh langsung antar aktor berikut:
sebagaimana tergambar pada Gambar 1, maka
diperoleh tingkat pengaruh dan ketergantungan

Tabel 1. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan Stakeholder


Tingkat Tingkat
No. Stakeholder Peran Penjelasan
Pengaruh Ketergantungan
Direktorat Jenderal  Regulator Ditjen PPI merupakan
1 Pengembangan tingkat instansi yang memiliki
Perwilayahan Nasional kewenangan dalam
Industri  Implementator merumuskan,
Kementerian  Evaluator melaksanakan, membina,
Perindustrian dan mengevaluasi kebijakan
di bidang pengembangan
perwilayahan industri,
Tinggi Tinggi
termasuk dalam perumusan
kebijakan pengecualian
perusahaan industri
berlokasi di kawasan
industri

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 7


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
2 Direktorat Jenderal  Regulator Ditjen Teknis tersebut
Teknis Terkait di tingkat memiliki kewenangan untuk
Lingkungan Nasional mengusulkan daftar
Kementerian  Evaluator perusahaan industri yang
Perindustrian dapat dikecualikan berlokasi
(Ditjen Industri di kawasan industri, namun
Agro, Ditjen tidak memiliki
Industri Kimia, Tinggi Rendah ketergantungan dengan
Tekstil dan Aneka, stakeholder lain dalam
Ditjen Industri mengusulkan daftar
Logam, Mesin, perusahaan industri tersebut.
Alat Transportasi,
dan Elektronika,
dan Ditjen IKM)
3 Biro Hukum dan  Regulator BHO memiliki kewenangan
Organisasi tingkat untuk memfasilitasi
Kementerian Nasional perumusan dan penelaahan
Perindustrian rancangan peraturan
Tinggi Rendah perundang-undangan serta
pemberian pertimbangan
hukum di bidang sarana dan
prasarana industri termasuk
kawasan industri
4 Badan Koordinasi  Implementator Salah satu kewenangan
Penanaman Modal Tingkat BKPM terkait perizinan
(BKPM) Nasional sektor industri adalah
memberikan pelayanan
Rendah Rendah pelayanan perizinan dan
fasilitas penanaman modal
seseui kewengangan yang
dilimpahkan dari Menteri
Perindustrian
5 Dinas Penanaman  Implementator DPMPTSP memiliki
Modal dan PTSP Tingkat kewenangan dalam
(DPMPTSP) Provinsi/Kabu melaksanakan pelayanan
paten/ Kota perizinan dan fasilitas
Rendah Rendah penanaman modal sesuai
kewenangan yang
dilimpahkan dari Menteri
Perindustrian

8 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
6 Perusahaan  Implementator Perusahaan industri
Industri  Penerima mempunyai pilihan dalam
Manfaat dari menentukan lokasi usaha,
Kebijakan baik di dalam kawasan
industri maupun di luar
kawasan industri.
Perusahaan industri
cenderung memilih lokasi
industri yang dapat
mengurangi biaya produksi,
Rendah Tinggi misalnya dekat dengan
infrastruktur transportasi
dan logistik, dan harga lahan
yang relatif murah. Namun
demikian, kecenderungan
perusahaan industri tersebut
akan dibatasi dengan adanya
regulasi terkait kewajiban
perusahaan industri
berlokasi di dalam kawasan
industri
7 Perusahaan  Implementator Perusahaan kawasan
Kawasan Industri  Penerima industri merupakan
Manfaat dari perusahaan yang
Kebijakan menyediakan lahan industri
siap pakai dan bangunan
standar yang siap disewakan
Rendah Tinggi kepada para calon tenant.
Perusahaan kawasan
industri sangat mendukung
adanya kebijakan kewajiban
perusahaan industri
berlokasi di kawasan
industri
8 Assosiasi Kawasan  Fasilitator Assosiasi kawasan industri
Industri  Advokator dalam hal ini Himpunan
Kawasan Industri (HKI)
mempunyai tujuan untuk
memperkuat peran kawasan
industri sebagai alat untuk
industrialisasi dengan
mendorong anggota untuk
menyediakan lahan industri
yang terencana dengan
menyediakan infrastruktur
yang diperlukan dan layanan
Tinggi Rendah pendukung untuk industri
manufaktur. Oleh karena itu,
kawasan industri bertindak
sebagai insentif non-fiskal
untuk investasi asing dan
domestik langsung di sektor
manufaktur. Tidak hanya
dengan menyediakan lahan
siap bangun dan bangunan
pabrik standar, tetapi juga
dengan membantu dan
melayani proses
mendapatkan izin usaha

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 9


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
9 Masyarakat  Penerima Masyarakat yang tinggal di
Manfaat dari sekitar lokasi industri akan
Kebijakan menerima dampak positif
dan negatif terhadap
keputusan berlokasi
perusahaan industri. Apabila
perusahaan industri
berlokasi di kawasan
industri maka dampak
negatif beroperasinya suatu
Rendah Rendah
industri akan dapan
diminimalisir, tetapi apabila
perusahaan industri tersebut
berlokasi di luar kawasan
industri maka kemungkinan
terjadinya dampak negatif
kepada masyarakat akan
semakin besar, khususnya
terkait dengan pencemaran
lingkungan
Sumber: Hasil pengolahan penulis

2 Pengelompokan dan Pengkategorian Perindustrian dan HKI. Hal ini didasari bahwa
Stakeholder BHO hanya memiliki kewenangan untuk
Setelah dilakukan identifikasi stakeholder, memfasilitasi perumusan dan penelaahan
selanjutnya dilakukan pengelompokan dan rancangan peraturan perundang-undangan serta
pengkategorian stakeholder dengan melakukan pemberian pertimbangan hukum di bidang
pemetaan pengaruh dan kepentingan antar sarana dan prasarana industri termasuk kawasan
stakeholder. Peta pengaruh dan kepentingan industri, sedangkan Ditjen Teknis di
stakeholder disajikan pada Gambar 2. Lingkungan Kementerian Perindustrian
Berdasarkan hasil analisis stakeholder diperoleh memiliki kewenangan untuk mengusulkan
bahwa Stakeholder Kunci adalah Ditjen PPI daftar perusahaan industri yang dapat
Kementerian Perindustrian. Ditjen PPI dikecualikan berlokasi di kawasan industri,
merupakan stakeholder yang mempunyai namun tidak memiliki ketergantungan dengan
pengaruh paling besar dalam perumusan stakeholder lain dalam mengusulkan daftar
kebijakan kewajiban perusahaan berlokasi di perusahaan industri tersebut. Sementara HKI
dalam kawasan industri. Ditjen PPI merupakan berperan dalam menyampaikan aspirasi anggota
instansi pembina kawasan industri dan memiliki asossiasi dalam hal ini perusahaan kawasan
kewenangan dalam merumuskan, industri kepada pemerintah dan HKI biasanya
melaksanakan, membina, dan mengevaluasi selalu dilibatkan dalam pembahasan rancangan
kebijakan di bidang pengembangan peraturan terkait kawasan industri.
perwilayahan industri, termasuk dalam Stakeholder perusahaan kawasan industri
perumusan kebijakan pengecualian perusahaan dan perusahaan industri merupakan stakeholder
industri berlokasi di kawasan industri. yang mempunyai kepentingan yang tinggi tetapi
Sementara itu, masyarakat merupakan tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat atau
stakeholder yang mempunyai pengaruh paling biasa disebut sebagai stakeholder yang secara
rendah karena tidak terlibat langsung dalam langsung terkena dampak suatu kebijakan
perumusan kebijakan tersebut. (subjek). Kepentingan perusahaan industri
Selanjutnya stakeholder yang termasuk dalam hal ini lebih cenderung kepada
dalam kategori Context Setter atau stakeholder kebebasan berlokasi dimana saja tetapi tetap
yang mempunyai pengaruh tinggi tetapi tingkat sesuai dengan tata ruang atau di dalam kawasan
kepentingan yang rendah, yaitu BHO, Ditjen peruntukan industri, atau dengan kata lain tidak
Teknis di Lingkungan Kementerian harus mereka berlokasi di dalam kawasan

10 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
industri. Sebaliknya perusahaan kawasan berdasarkan norma, standar, prosedur dan
industri mempunyai kepentingan agar semua kriteria yang diterbitkan oleh Menteri
perusahaan industri baru harus berlokasi di Perindustrian. Sedangkan Masyarakat
dalam kawasan industri, artinya tidak perlu ada merupakan stakeholder yang tidak terkena
peraturan terkait pengecualian perusahaan dampak secara langsung dari adanya kebijakan
industri berlokasi di kawasan industri. Namun ini.
demikian, kedua stakeholder tersebut tidak Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa
dapat mempengaruhi secara langsung para terdapat 4 stakeholder yang dominan dalam
stakeholder pengambil kebijakan sehingga memberikan pengaruh kepada stakeholder
apapun keputusan yang ditetapkan terkait lainnya dalam perumusan kebijakan kebijakan
kebijakan pengecualian perusahaan industri pengecualian perusahaan industri berlokasi di
berlokasi di kawasan industri, perusahaan kawasan industri, yaitu Ditjen PPI, Ditjen
kawasan industri dan perusahaan industri akan Teknis terkait di Kementerian Perindustiran,
selalu setuju dan harus patuh pada peraturan BHO dan HKI. Sedangkan stakeholder BKPM,
tersebut. DPMPTSP, Perusahaan Industri, Kawasan
Stakeholder BKPM, DPMPTSP, dan Industri dan Masyarakat lebih banyak
Masyarakat merupakan stakeholder pendukung dipengaruhi dari stakeholder lain. Kondisi ini
dimana memiliki tingkat kepentingan dan menunjukkan bahwa Ditjen PPI, Ditjen Teknis
pengaruh yang rendah. BKPM dan DPMPTSP terkait di Kementerian Perindustiran, BHO dan
merupakan instansi pemerintah sebagai penerbit HKI merupakan stakeholder yang mempunyai
izin usaha industri yang diberikan kewenangan peran penting dalam perumusan kebijakan
oleh Menteri Perindustrian. Oleh karena itu, tersebut.
BKPM dan DPMPTSP memberikan izin usaha
DJPPI

DJTeknis
BHO

BKPM

DPMPTS

Industri
KI

HKI

Masyarakat
NS Sum

DJPPI -2 -3 1 2 4 2 0 1 5
DJTeknis 2 -2 1 2 6 4 1 4 18
BHO 3 2 1 2 4 2 2 3 19
BKPM -1 -1 -1 0 2 0 -2 0 -3
© LIPSOR-EPITA-MACTOR

DPMPTS -2 -2 -2 0 1 -1 -2 -1 -9
Industri -4 -6 -4 -2 -1 -1 -2 -4 -24
KI -2 -4 -2 0 1 1 -4 -1 -11
HKI 0 -1 -2 2 2 2 4 2 9
Masyarakat -1 -4 -3 0 1 4 1 -2 -4

Gambar 3. Matriks Pengaruh Antar Stakeholder


Sumber: Hasil pengolahan penulis

Berdasarkan Gambar 4 bahwa stakeholder memiliki peran penting dalam mempercepat


yang memiliki power atau indeks kompetitif proses penetapan rumusan kebijakan
yang paling kuat adalah stakeholder BHO pengecualian perusahaan industri berlokasi di
apabila seluruh pengaruh, ketergantungan, dan kawasan industri menjadi Peraturan Menteri
feedback dimaksimumkan. Hal berarti BHO Perindustrian.

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 11


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
Gambar 4. Indeks Komptetitif Stakeholder
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Pada Gambar 5 dan Gambar 6 DPMPTSP. Kelima stakeholder tesebut


menunjukkan bahwa terjadi konvergensi antar memiliki tingkat kepentingan bersama yang
stakeholder pada perumusan kebijakan tinggi dalam rangka mempercepat terbitnya
pengecualian perusahaan industri berlokasi di regulasi pengecualian perusahaan industri
kawasan industri. Terdapat 2 kelompok tersebut. Sedangkan kelompok stakeholder
stakeholder yang saling berkonvergensi. yang kedua yaitu, Perusahaan Kawasan
Kelompok yang pertama, yaitu Stakeholder Industri, Assosiasi, dan Perusahaan Industri
yang berkonvergensi dengan memiliki tujuan yang memiliki kepentingan bersama di mana
yang sama tersebut adalah Ditjen PPI penerbitan regulasi pengecualian berlokasi di
Kementerian Perindustrian, Ditjen Teknis di kawasan industri tidak terlalu mendesak untuk
Kementerian Perindustrian, BHO, BKPM, dan diimplementasikan.

Gambar 5. Pola Konvergensi Stakeholder

12 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Gambar 6. Tingkat Konvergensi Antar Stakeholder


Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Pada Gambar 7 dan 8 menunjukkan menunjukkan bahwa lebih cenderung untuk


bahwa stakeholder yang memiliki tingkat bersikap pasif atau kontra dalam perumusan
divergensi yang cukup tinggi adalah Perusahaan kebijakan pengecualian perusahaan industri
Kawasan Industri, Assosiasi dan Perusahaan berlokasi di kawasan industri.
Kawasan Industri. Ketiga stakeholder tersebut

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 13


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
Gambar 7. Pola Divergensi Stakeholder
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Gambar 8. Tingkat Jarak Hubungan Antar Stakeholder


Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

14 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
3 Strategi Pengaturan Stakeholder tersebut cenderung tidak antusias dalam
Hasil pengelompokan dan perumusan regulasi pengecualian berlokasi
pengkategorian stakeholder tersebut dapat perusahaan industri berlokasi di kawasan
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam industri. Berdasarkan pengamatan selama ini
perumusan strategi untuk mendorong kepentingan perusahaan industri, perusahaan
percepatan penyelesaian regulasi pengecualian kawasan industri dan assosiasi adalah sama.
berlokasi perusahaan industri berlokasi di Oleh karena itu, strategi yang diperlukan adalah
kawasan industri. Beberapa isu dan konflik memberikan sosialisasi dan pemahaman bahwa
kepentingan stakeholder dapat diatasi dengan terdapat jenis-jenis industri yang wajib
melakukan penyusunan strategi pengaturan berlokasi di kawasan industri dan terdapat juga
stakeholder. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa jenis industri yang harus dikecualikan
Reed et. al (2009) bahwa kepentingan yang berlokasi di kawasan industri. Strategi
dimiliki stakeholder tidak statis artinya dapat selanjutnya adalah stakeholder kunci harus
berubah dan dipengaruhi oleh situasi dan independen dalam menerima masukan dari
kondisi yang berkembang dalam pembahasan stakeholder, khususnya dari Assosiasi
suatu isu. Kawasan Industri. Assosiasi kawasan industri
Ditjen PPI sebagai satu-satunya di Indonesia hanya ada 1 (satu) yaitu Himpunan
stakeholder kunci maka Ditjen PPI harus Kawasan Industri Indonesia (HKI) dimana
mampu melakukan koordinasi dan bersinergi belum semua perusahaan kawasan industri
secara efektif dengan stakeholder lainnya. merupakan anggota HKI.
Ditjen PPI dapat memainkan peran sentral Semua stakeholder yang terlibat dalam
sebagai pemrakarsa penyusunan regulasi perumusan kebijakan ini pada dasarnya
pengecualian berlokasi perusahaan industri memilliki hubungan yang dapat berkerja sama,
berlokasi di kawasan industri. Namun selama saling berkoordinasi, dan adanya konflik-
ini fungsi koordinasi dari Ditjen PPI belum konflik kepentingan. Oleh karena itu, strategi
berjalan optimal sehingga setiap dilakukan pengaturan stakeholder ini perlu dijalankan
pembahasan regulasi tersebut sering dengan baik oleh stakeholder kunci dalam hal
mendapatkan penolakan dari para stakeholder. ini adalah Ditjen PPI.
Sedangkan stakeholder BHO, Ditjen Teknis di
Lingkungan Kementerian Perindustrian dan SIMPULAN
HKI sebagai stakeholder Context Setter Berdasarkan uraian pada pembahasan
merupakan stakeholder yang harus diperhatikan maka dapat disimpulkan bahwa stakeholder
dan dilibatkan secara aktif dalam perumusan yang terlibat dalam penyusunan regulasi
kebijakan ini. Bentuk keterlibatan stakeholder pengecualian berlokasi perusahaan industri
tersebut dapat difasilitasi melalui koordinasi berlokasi di kawasan industri menunjukkan
antar semua stakeholder dalam satu forum atau bahwa koordinasi dan sinergi antar stakeholder
secara bilateral antar 2 (dua) stakeholder. belum terlaksana dengan efektif. Hal ini terlihat
Strategi ini akan mampu mewujudkan terbitnya dari pola konvergensi dan divergensi antar
regulasi pengecualian berlokasi perusahaan stakeholder yang cenderung terbagi menjadi 2
industri berlokasi di kawasan industri yang (dua) kelompok besar, yaitu kelompok pertama
dapat diterapkan di masa depan sehingga tujuan yang mendukung penyusunan regulasi tersebut
terciptanya iklim usaha yang kondusif, (Ditjen PPI Kementerian Perindustrian, Ditjen
kemudahan perizinan, peningkatan investasi, Teknis di Kementerian Perindustrian, BHO,
dan tersedianya pedoman tata cara penerbitan BKPM, dan DPMPTSP) dan kelompok kedua
perizinan sektor industri dapat dicapai dengan yang cenderung kurang tertarik pada
baik. penyusunan regulasi ini adalah Perusahaan
Selanjutnya stakeholder Perusahaan Kawasan Industri, Assosiasi, dan Perusahaan
Kawasan Industri, Assosiasi dan Perusahaan Industri.
Kawasan Industri perlu dilakukan pendekatan Dari 9 (sembilan) stakeholder, hanya
secara khusus mengingat ketiga stakeholder terdapat 1 (satu) stakeholder kunci, yaitu Ditjen

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 15


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17
PPI Kementerian Perindustrian. Sementara Inklusif pada Sektor Pariwisata. Jurnal
stakeholder yang termasuk dalam kategori Kebijakan dan Manajemen Publik,
Context Setter adalah BHO, Ditjen Teknis di 5(3), 1-13.
Lingkungan Kementerian Perindustrian dan Godet, M. (1979). The Crisis in Forecasting
HKI. Adapun posisi perusahaan kawasan and The Emergence of The
industri dan perusahaan industri dalam "Prospective" Approach with Case
penyusunan regulasi ini adalah mempunyai Studies in Energy and Air Transport.
kepentingan yang tinggi tetapi tidak memiliki New York: Pergamon Press.
pengaruh yang cukup kuat atau biasa disebut Kaats, E. & Opheij, W. (2014). Creating
sebagai stakeholder yang secara langsung Considitions for Promising
terkena dampak suatu kebijakan. Oleh karena Collaboration. Netherlands: Springer.
itu, apabila regulasi tersebut diterbitkan maka Levesque, M. (2012). Mapping a Way Forward:
stakeholder yang akan terkena dampak pertama Interest Group Selection and Roles
kali adalah perusahaan industri dan perusahaan Performed in Engagement Processes.
kawasan industri. Canadian Public Administration, 55(4),
Dalam upaya mempercepat penyelesaian 531–552.
rumusan regulasi pengecualian berlokasi Majchrzak, A., Jarvenpaa, S. L., &
perusahaan industri berlokasi di kawasan Bagherzadeh, M. (2015). A Review of
industri, perlu diterapkan strategi yang Interorganizational Collaboration
mendorong terjalinnya hubungan antar Dynamics. Journal of Management,
stakeholder saling berkerja sama, saling 41(5), 1338–1360.
berkoordinasi dalam menyelesaikan konflik Miller, B. F. A., & Katz, J. H. (2014). 4 Keys to
kepentingan. Implementasi strategi tersebut Accelerating Collaboration. OD
harus dilakukan sepenuhnya oleh stakeholder Practitioner, 46(1), 6– 12.
kunci. Mulyadi, D. (2012). Manajemen Perwilayahan
Penetapan regulasi pengecualian berlokasi Industri. Jakarta: Kementerian
perusahaan industri berlokasi di kawasan Perindustrian.
industri yang merupakan NSPK perizinan yang Patel, H., Pettitt, M., & Wilson, J. R. (2012).
ditunggu oleh instansi penerbit izin di daerah. Factors of Collaborative Working: A
Oleh karena itu, peran stakeholder kunci perlu Framework for a Collaboration Model.
lebih ditingkatkan sehingga regulasi tersebut Applied Ergonomics, 43(1), 1–26.
dapat segera diterbitkan. Di samping itu, Reed, S. M., Graves, A., Dandy, N.,
stakeholder kunci juga harus melakukan Posthumus, H., Huback, K., Morris, J.,
pemantauan dan evaluasi secara berkala & Stringer, L. C. (2009). Who's in and
keefektifan dari implementasi kebijakan why? A typology of stakeholder
tersebut apabila telah ditetapkan. analysis methods for natural resources
management. Journal of
DAFTAR PUSTAKA Environmental Management, 90, 1933-
Aaltonen, K. (2011). Project stakeholder 1949.
analysis as an environmental Roberts, D., Wyk, V. R. & Dhanpat, N. (2016).
interpretation process. Intenational Exploring Practices for Effective
Journal of Project Management, 29, Collaboration. Proceedings of the 28th
165–183. Annual Conference of the Southem
Barber, F., & Goold, M. (2014). Collaboration African Institute of Management
Strategy-How to Get What You Want Science. ISBN:978-0620-71797-7
From Employee, Suppliers and Rodriguez, A., & Hardy, D. (2014). Technology
Business Partners. London: and Industrial Parks in Emerging
Bloomsbury. Countries. London: Springer.
Fairuza, M. (2017). Kolaborasi antar Sanchez, M. (2012). A collaborative culture.
Stakeholder dalam Pembangunan OD Practitioner, 44(2), 7-12

16 AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20736, hal. 1-17
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan
Perkotaan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
UNIDO. (2012). Europe and Central Asia
Regional Conference on Industrial
Parks as a tool to foster local
industrial development. Baku
Azerbaijan: UNIDO.
Winardi & Kustanto, H. (2018). Multiplier Efek
Peningkatan Investasi Sektor Industri
Pengolahan di Kawasan Industri Terhadap
Kinerja Sektor Pengangkutan/ Logistik.
Jurnal Manajemen Industri dan
Logistik, 2(2), 127-134.
Winardi, Priyarsono, D. S, Siregar, H., &
Kustanto, H. (2017). Perbandingan
Kinerja Sektor Industri Manufaktur
Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di
Luar Kawasan Industri. Jurnal
Manajemen Teknologi, 16(3), 241-257.
Woodland, R. H., & Hutton, M. S. (2012).
Evaluating Organizational
Collaborations: Suggested Entry Points
and Strategies. American journal of
evaluation, 33(3), 366-383

AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan 17


Vol.4, No. 1, April 2019, DOI : https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v4i1.20746, hal. 1-17

Anda mungkin juga menyukai