Anda di halaman 1dari 2

Nama : Marcelino Oktaviansyah

NPM : 183112700650137 // 22

Mata kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Nama dosen : Drs R. Iwan siswadijaya, M.Si

Sumpah pemuda jaman now


Bukan hal baru bagi kita untuk menyayangkan bahkan memandang sebelah mata sebuah
media yang baru baru ini muncul dan terus berkembang dengan pesat, Yaitu “internet”.
Yang merupakan salah satu media yang secara tidak sadar digunakan sehari-hari oleh
manusia jaman sekarang ini, sehingga banyak orang beranggapan bahwa ketergantungan
pada teknelogi berbasiskan internet membuat Generasi jaman now mulai kehilangan
pegangan pada nilai nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain kemajuan
teknelogi dipersalahkan.

Indonesia, sebagai sebuah negara secara resmi pada 17 Agustus 1945. Walaupun
perbincangan menuju peristiwa itu sudah terjadi jauh sebelumnya. Salah satu yang dianggap
penting menurut sejarah resmi dalam penyatuan itu adalah Sumpah Pemuda di tahun 1928.
Dan akhirnya sumpah pemuda dibacakan di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat
pada tanggal 28 oktober 1928. Berikut adalah teks sumpah pemuda :
1. Kami putra dan putri indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air indonesia

2. Kami putra dan putri indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa indonesia

3. kami putra dan putri indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia

Pembacaan teks sumpah pemuda menunjukkan pada kita bahwa peristiwa kala itu tidak
disangka akan menjadi peristiwa yang begitu dirayakan pada generasi mendatang, dengan
semangat sumpah pemuda ini ditandakan bahwa para pemuda ikut berkontribusi dalam
perubahan dan menjadikan indonesia negara maju.

Kita tentu bisa memeriksa lebih jauh perihal kontroversi Sumpah Pemuda ini. Momen ini
menjadi penting sebagai hari peringatan untuk melegitimasi persatuan dan kesatuan
Indonesia. Salah satunya melalui pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa bersama. Dan
persis di titik itu, bahasa Indonesia sesungguhnya bertalian erat dengan perihal teknologi.
Dan dalam kaitan itu, saya ingin mengatakan bahwa negara Indonesia adalah produk
modernisasi, karena salah satu faktor paling mendasar dari modernitas adalah kemajuan
teknologi. Kesadaran akan keindonesiaan yang harus merdeka, sedikit banyak berhutang pada
sumbangsih teknologi.
Bahasa Indonesia, misalnya, awalnya adalah bahasa melayu yang populer digunakan di
hampir setiap wilayah pesisir Indonesia berkat perdagangan yang terjadi di masa sebelumnya.
Ketika kekuasaan kolonial Belanda makin menguat, peran bahasa melayu pasar ini mulai
kendur. Kemunculan teknologi informasi cetak mengangkatnya kembali sebagai sebuah
faktor penting dan mendorongnya menjadi faktor penentu yang cukup utama, Teknologi
informasi cetak yang masuk ke Hindia Belanda tentu saja dibawah oleh orang Eropa. Namun
tidak butuh waktu lama bagi mereka-mereka yang ada di Indonesia untuk melihat potensi,
baik bisnis mau pun kemampuan perlawanan, dari media ini. Munculah banyak terbitan,
buku, majalah dan koran dari mesin-mesin cetak yang banyak berdatangan di Indonesia.
Tentu saja tidak semuanya tentu mengumandangkan ketimpangan penjajahan, kekejaman
penjajah Belanda dan menghasut rakyat untuk memberontak; beragam sungguh isi terbitan
yang ada itu. Namun semua itu menyumbang pada kesadaran modern masyarakat Anak
Negeri Hindia Belanda.

Tentu bisa lebih banyak contoh atau pemaparan perihal teknologi dengan kesadaran modern
yang perlahan-lahan menghantar menuju kemerdekaan Indonesia. Rudolf Mrazek di dalam
bukunya Enginering of the Happy Land menggambarkan bagaimana teknologi yang masuk
ke Hindia Belanda menyumbang pada perubahan tingkah laku masyarakatnya. Dan memang
demikianlah karakteristik teknologi itu sendiri.

Pemaparan di atas barangkali cukup memberi alasan bagi kita untuk kembali pada
permasalahan yang diresahkan di awal tulisan ini, yakni Generasi jaman now dan
keindonesiaan. Indonesia modern yang merdeka adalah juga dampak penerimaan masyarakat
Hindia Belanda kala itu atas teknologi. Maka, ketika kita menyayangkan teknologi sebagai
perusak semangat nasionalisme, barangkali kitalah yang tidak bisa melihat dengan jeli
potensi yang dimungkinkan oleh teknologi, sebagaimana teknologi cetak pernah
menyumbangkan hal penting untuk mewujudnya Indonesia.

Menuduh Generasi jaman now telah kehilangan keindonesiaan lantaran kegandrungan


mereka pada budaya klik sekarang ini bukanlah sebuah pandangan yang elok. Begitu banyak
contoh di sekitar kita menunjukkan bahwa kemajuan teknologi informasi membawa banyak
kemungkinan baru nan progresif dalam hal hak-hak warga negara. Juga dalam hal
penglurusan pengetahuan sejarah kita. Pemerintah saat ini tidak bisa berbicara sekehendak
hatinya di hadapan media. Di dalam hitungan detik, apa yang disampaikan seorang tokoh
akan tersebar melalui portal berita dan di-viral-kan melalui beragam media sosial.
Permasalahan-permasalahan masyarakat sekarang pun mendapat wadah baru untuk
diutarakan melalui kemajuan teknologi informasi berbasis internet.

Keindonesiaan jangan-jangan memang bukan hilang karena budaya klik pada Generasi
jaman now. Jangan-jangan, budaya klik saat ini akan menghasilkan sebuah keindonesiaan
yang berbeda sama sekali wajahnya daripada keindonesiaan yang pernah dimiliki generasi
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai