Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH MEDIA EKONOMI DAN MANAJEMEN MEDIA MASSA

UJIAN TENGAH SEMESTER

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INDUSTRI MEDIA


SURAT KABAR

DISUSUN OLEH:

NASTITI HERNINDA PUTRI

PROGRAM STUDI MAGISTER MEDIA DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA
I. SEJARAH PERKEMBANGAN MEDIA SURAT KABAR PRA-DISRUPSI
DIGITAL
Kemajuan teknologi digital telah meluas sampai ke Indonesia terutama di daerah
perkotaan. Perkembangan teknologi digital ini salah satunya ditandai oleh meluasnya
jaringan internet di berbagai negara yang membuat masyarakat suatu negara atau suatu kota
dapat dengan mudah berbagi informasi, di belahana dunia manapun. Sebanyak 120 juta
penduduk Indonesia menggunakan jaringan internet melalui perangkat mobile dan dalam
seminggu, aktivitas online mencapai 37 persen (Pamungkas, 2019). Hal tersebut yang
kemudian di era sekarang ini muncul sebagai fenomena disrupsi teknologi digital. Arti kata
disrupsi sendiri menurut KBBI adalah sebuah hal yang tercabut dari akarnya. Dengan kata
lain disrupsi adalah terjadinya perubahan besar-besaran yang mengubah sistem lama ke
cara-cara baru. Disrupsi biasanya berhubungan dengan teknologi, yang memiliki arti
sebagai perubahan teknologi lama yang lebih banyak menggunakan fisik ke teknologi
digital yang benar-benar baru, lebih bermanfaat, serta lebih efisien dan cepat. Disrupsi
digital merupakan fenomena yang menimbulkan perubahan pemahaman konvensional
masyarakat dengan segala aktivitasnya ke sistem digital (Udayana, 2020).
Fenomena disrupsi digital yang terjadinya ini seolah menggeser dan bahkan hampir
Sebagian besar mengubah kejayaan yang dimiliki oleh industri media massa atau old media
ini. Dalam makalah ini, sedikit banyak akan membahas mengenai media surat kabar yang
kaitannya dengan perkembangan teknologi informasi. Surat kabar bisa dikatakan sebagai
media massa tertua di dunia yang sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Setiap hari,
peristiwa harian dimuat dalam bentuk gulungan yang diberi nama Acta Diurna, yang
artinya "kegiatan sehari-hari". Sejarah surat kabar juga tercatat di jaman Cina kuno yakni
pada masa Dinasti Han yang disebut dengan Tipao. Secara etimologis, surat kabar atau
koran berasal dari bahasa Inggris newspaper, caorante dalam bahasa Belanda, dan caorant
dari bahasa Perancis yang berarti kertas berita. Surat kabar (koran) adalah halaman kertas
yang memuat laporan berita topik terkini (pendidikan, politik, keuangan, ekonomi atau
olahraga) dan bisa dengan skala nasional, domestic, internasional, lokal, yang dibagi
menjadi beberapa kolom dan diterbitkan setiap hari atau secara teratur.
Pertama kita akan melihat perkembangan surat kabar secara global, yang dimulai
setelah Gutenberg menemukan mesin cetak pada abad ke-15 yakni tahun 1468, buku-buku
mulai diterbitkan di Prancis dan Inggris, serta surat kabar mulai beralih ke sistem
percetakan. Saat itu surat kabar mulai dicetak dalam oplah yang banyak dalam waktu
singkat. Surat kabar yang pertama terbit adalah Relation Aller Furnemen Und
Gendeckwurdigen Historien oleh Johan Carelus di Jerman pada tahun 1605. Namun kala
itu bentuknya masih seperti buku. Lalu pada 1618 di Belanda, terbit surat kabar yang
berbentuk seperti sekarnag ini yang bernama The Dutch Courante Uyt Italien, Duytcland
&tc. Pada awal perkembanganya surat kabar merupakan media penyebaran informasi
politik untuk pemerintah. Lalu kemudian pergolakan politik terjadi, terutama di daerah-
daerah jajahan. Di Amerika Serikat Benjamin Harris menerbitkan media pertama pada
1690 bernama Public Occurences Both Foreign and Domestic yang menentang pemerintah.
Sayangnya media itu segera dibredel oleh pemerintah Inggris yang berkuasa kala itu. Tapi
surat kabar alternatif atau yang membawa ideologi perlawanan pemerintah itu terus
tumbuh. Fungsi media sebagai alat politik ini berjalan cukup lama, hingga negara-negara
mulai sepakat untuk mengakhiri perang dunia dan bermunculanlah ideologi-ideologi baru
seperti demokrasi.
Pada 1835, James Gordon Bannet mendirikan surat kabar bernama New York Herald
dengan konsep bisnis seperti yang kita kenal sekarang. Bannet membuat kantor berita,
menempatkan korespondensi, memilah dan memilih berita sesuai kepentingan publik serta
mendirikan biro di Washington
Nah untuk perkembangan surat kabar di Indonesia sendiri, Surat kabar yang pertama kali
terbit adalah Bataviase Nouvelles. Surat kabar ini didirikan oleh Jan Erdmans Jordens,
pegawai kantor Sekretariat Negara, dalam bahasa Belanda pada tahun 1744. Sayangnya
surat kabar ini hanya terbit selama 2 tahun. Karena saat itu VOC khawatir jika informasi
perdagangan yang dimuat dalam surat kabar itu akan dimanfaatkan oleh pesaing Belanda
di Eropa. Selanjutnya pada 1775 Gubernur VOC Van Riemslijk memberikan izin kepada
L. Dominicus untuk mendirikan surat kabar mingguan Het Vendu-Niuws. Pada 1810 ia
diubah menjadi Bataviasche Koloniale Courant sebagai media resmi Hindia Belanda. Lalu
pada 1812, Inggris datang mengakuisisi dan Stamfford Rafles mengubah surat kabar itu
menjadi Java Government Gazette dengan menggunakan bahasa Inggris. Sayangnya surat
kabar berbahasa Inggris itu tidak bertahan lama, yang membuat Belanda mengambil alih
kembali kekuasaan dan mengubah surat kabar itu menjadi De Bataviasche Courant.
Setelah itu muncullah beberapa koran-koran di kota-kota besar seperti Surabaya,
Semarang, Bandung, Cirebon dan lainnya. Di Surabaya pada 1837 terbit koran mingguan
Soerabdja Courant. Pada 1861 surat kabar ini berhasil terbit per hari. Pada paruh abad ke
19 itu surat kabar masih bergerak dalam arus politik Belanda. Dalam rentang waku 1816-
1907 terdapat 33 surat kabar di 12 kota. Lalu muncul kemudian surat kabar untuk Melayu-
Tionghoa yang berbahasa Melayu namun masih dikelola oleh orang Belanda seperti
Bintang Soerabaja dan Pewarta Soerabaja. Kala itu orang-orang Indonesia sudah banyak
yang terpelajar, maka beberapa oang kemudian mulai mendirikan media sendiri. Orang
Indoensia pertama 6 yang mendirikan media sendiri adalah Raden Mas Tirtodisurjo
(Djokomono) yang kemudian banyak dikenal sebagai bapak pers nasional. Surat kabar
yang ia bangun adalah Medan Prijaji. Dari situ kemudian media cetak Indonesia mengalami
perkembangan pesat dalam proses mengikuti kemajuan teknologi, hingga akhirnya
menghadapi era baru informasi digital yaitu era konvergensi media

II. KEBERADAAN TEKNOLOGI INFORMASI


Konsep dari istilah teknologi sangat luas dalam parktiknya dan biasanya digunakan
untuk merujuk kepada beberapa cabang ilmu pengetahuan dan penelitian. Istilah teknologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu techne yang memiliki arti sebagai kerajinan dan kata
logia yang berarti studi tentang sesuatu. Jika digabungkan secara garis besar teknologi
mempunyai arti sebagai kerajinan atau studi tentang sesuatu bidang. Beberapa contoh
teknologi seperti teknologi informasi, teknologi dalam bidang medis, teknologi dalam
bidang pendidikan, bioteknologi, dan lain sebagainya. Teknologi yang dibahas dalam
makalah ini akan spesifik merujuk kepada teknologi informasi khususnya yang berkaitan
dengan bidang atau keilmuan komunikasi.
Secara umum, teknologi informasi dapat dikatakan sebagai ilmu yang digunakan untuk
mengelola informasi agar informasi tersebut dapat mudah dicari dan menghasilkan
informasi yang akurat. Menurut kamus Oxford (dalam Kasmahidayat & Marcia, 2018, 238)
teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer
untuk menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata,
bilangan dan gambar. Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa teknologi informasi
ternyata tidak sekedar sebagai konsep yang berupa teknologi komputer namun jauh dari itu
yaitu sebagai teknologi telekomunikasi. Dengan kata lain teknologi informasi merupakan
gabungan antara teknologi komputer dengan telekomunikasi. Teknologi informasi dan
komunikasi merupakan dua buah konsep yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan. Hal
ini karena teknologi informasi berkaitan dengan segala hal yang meliputi proses,
penggunaan alat bantu, kegiatan manipulasi dan pengelolaan informasi (Mobile
Informatics, 2016). Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan penggunaan alat bantu dalam hal memproses dan mentransfer data dari perangkat
yang satu dengan yang lainnya. Jika dirangkum maka teknologi informasi dan komunikasi
memiliki kata kunci utama sebagai kegiatan yang berkaitan dengan pemrosesan,
manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media satu dengan yang lainnya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada masa digital sekarang ini
berkembang semakin pesat. Masyarakat/audiensnya merasa dimudahkan dalam urusan
penyelesaian permasalahan, penciptaan dan penyebaran informasi, penyimpanan dan
penelusuran, serta penggunaan lainnya. Seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan
teknologi informasi, semakin memudahkan manusia untuk beraktifitas dalam pencarian
berbagai informasi yang beredar di dunia maya. Pada akhirnya perkembangan teknologi
informasi yang masif ini melahirkan suatu fenomena lainnya yaitu kemunculan media baru
(new media). Salah satu contoh yang terlihat dengan mudah dalam kehidupan manusia
sehari-hari adalah munculnya internet. Internet sebagai salah satu produk dari
perkembangan teknologi komunikasi. Meski sudah berkembang sejak puluhan tahun yang
lalu, namun hingga saat ini keberadaannya semakin dibutuhkan oleh hampir semua
masyarakat dunia.
Segala aktifitas yang kita lakukan pada era digital ini tidak dapat dilepaskan dengan
keberadaan internet atau daring. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh We Are Social
yang bekerjasama dengan Hootsuite sebagai situs layanan manajemen konten pada Januari
2020, data tren internet dan media sosial menyebutkan bahwa dari total 175,4 juta
penduduk Indonesia yang menggunakan internet, 160 juta diantaranya adalah pengguna
aktif media sosial (https://datareportal.com/reports/digital2020-indonesia). Masyarakat di
Indonesia sekarang ini, dari segala kalangan dapat menggunakan fasilitas internet untuk
berbagai macam hal. Layaknya suatu kehidupan, manusia akan selalu membuthkan suatu
kebaharuan dan kemajuan dalam hidupnya. Kemunculan internet dilihat sebagai alternatif
baru yang lebih maju oleh publik. Dengan internet maka kehidupan manusia seakan sudah
tidak terbatas ruang dan waktu.
Kemunculan internet ini seakan membawa konsep baru dalam dunia media yaitu yang
disebut sebagai media baru (new media). Sebelum perkembangan ini publik sangat
bergantung pada media lama (old media) seperti media cetak surat kabar, media televisi,
media radio, dan lainnya. Namun dengan adanya perkembangan dan kemunculan internet,
media sosial, sebagai salah satu bentuk dari media baru, keberadaan dan perhatian
masyarakat terhadap pemilihan media lama seolah semakin ditinggalkan. Jika pada
awalnya masyarakat mencari informasi melalui surat kabar, menonton berita di televisi,
mendengarkan musik di radio, maka pada masanya kini informasi dapat dengan mudah dan
cepat didapatkan di media sosial maupun portal berita online. Kegiatan mendengarkan
musik juga dapat dengan mudah dilakukan melalui aplikasi pemutar musik. Fenomena ini
pada akhirnya memunculkan perdebatan mengenai kematian media lama yang sering
mencuat akhir-akhir ini, terutama di kalangan ilmuwan media dan komunikasi. Media-
media besar yang dulu berkuasa kini mulai kehilangan dayanya untuk berdiri. Contohnya
saja media cetak. Secara bisnis, media cetak sepertinya tidak lagi punya tempat. Iklan yang
selama ini menjadi asupan penyanggah hidup mereka, kini berpindah pada New Media yang
tentu lebih menguntungkan, lebih awet, dan punya daya jangkau pasar yang luas. Pada sisi
efisiensi ketersediaan informasi, New Media lebih cepat menjawab penasaran warga. Satu
informasi bahkan hanya butuh satu jam sudah bisa diperoleh. sementara media cetak harus
menunggu satu hari. Para ilmuwan melihat fenomena ini sebagai konsekuensi dari
perkembangan teknologi informasi yang sangat massif.

III. DAMPAK, IMPLIKASI, KONSEKUENSI TEKNOLOGI INFORMASI


TERHADAP INDUSTRI MEDIA SURAT KABAR
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dengan keberadaan dan semakin suburnya
teknologi informasi, menciptakan sebuah media baru dan seakan membawa konsekuensi
dengan menggeser keberadaan media lama. Surat kabar adalah salah satu contoh dari media
lama dan internet adalah salah satu bentuk dari media baru. Melihat sifat, fungsi dan
karakter surat kabar itu, oleh para ilmuwan komunikasi surat kabar kemudian diklasifikasi
sebagai media massa. Dalam perkembangannya media massa dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu media elektronik seperti televisi dan radio serta media cetak seperti koran dan
majalah, terakhir yang sangat populer dan menjadi alat yang digunakan oleh hampir semua
orang di era globalisasi yang semakin maju saat ini adalah media online yang tergolong
kedalam kategori internet.
Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik Indonesia mecatat presentasi penduduk usia 5
tahun ke atas yang memiliki telepon seluler sudah mencapai 62,84 persen dengan wilayah
yang paling banyak penggunanya adalah DKI Jakarta sebanyak 77,57 persen, kedua adalah
Kalimantan Timur sebanyak 76,71 persen dan posisi ketiga disusul Kepualauan Riau
sebanyak 74,33 persen. Sementara untuk presentasi pengguna internet untuk usia 5 tahun
ke atas dan yang mengakses selama tiga bulan terkahir pada tahun 2020 adalah sebanyak
53,73 persen. Urutan pengguna paling banyak linear dengan jumlah pengguna telepon
seluler yaitu DKI Jakarta (77,61 persen), Kepulauan Riau (67,72 persen) dan Kalimantan
Timur (66,24 persen) (BPS, 2021) . Catatan lain tentang penggunaan internet disampaikan
oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Pada periode 2019-kuartal
II/2020 APJII mencatat pengguna internet meningkat mencapai 196,7 juta jiwa, meningkat
sebanyak 23,5 juta atau 8,9% dibandingkan pada 2018 lalu. Jumlah pengguna internet
paling banyak berasal Jawa terutama Jawa Barat, yakni 35,1 juta orang, Jawa Tengah
dengan 26,5 juta orang dan Jawa Timur, jumlah dengan 23,4 juta orang (Katadata.co.id,
2020).
Fenomena penggunaan internet yang masif inilah yang kemudian disebut sebagai salah
satu faktor terkuat dari dampak negatif atau konsekuensi perkembangan teknologi
informasi terhadap media massa. Salah satu konsekuensi yang paling mudah ditemukan
dan sangat terlihat mencuat di permukaan yaitu adanya gonjang-ganjing kematian surat
kabar. Adanya fakta-fakta mengenai penurunan jumlah pembaca, pengurangan jumlah
karyawan, minimnya pemasukan dari iklan dan banyaknya jumlah surat kabar yang gulung
tikar, semuanya disebabkan oleh tumbuh suburnya industri digital atau internet yang
berasal dari perkembangan teknologi informasi. Hal ini seolah menjadi tanda bahwa nyawa
dan keberadaan surat kabar telah di ambang kemerosotan dan hal ini terjadi hampir di
seluruh negara.
Sebagai salah satu contoh menurut catatan Pewresearch, mengatakan bahwa indutri
media di Amerika Serikat telah secara konsisten melepaskan setengah karyawannya sejak
tahun 2008 hingga 2019. Penurunan jumlah kayawan ini secara keseluruhan mencapai 23
persen atau sekitar 27.000 orang kehilangan pekerjaannya (Pewresearch, 2020). The
Australian Associated Press (AAP) telah memberhentikan 170 jurnalis pada 2020 dan
menutup layanan produksi editorialnya, pada akhir Agustus 2020. Selain itu, bebeapa surat
kabar di Amerika Serikat seperti Newsweek Magazine, The Seattle Post Intelligencer, Lee
Enterprises, langsung menutup industrinya tanpa melewati proses pengurangan karyawan
pada 2013. Hal serupa juga terjadi di Jerman yang menghentikan penerbitan pada korannya,
Finansial Times Deutchland (FTD) pada akhir 2021. Nasib yang sama juga menimpa
negara sebelah Indonesia, Malaysia yang menutup industrinya pada salah satu koran
tertuanya, Utusan Malaysia. Koran yang sudah berdiri 80 tahun ini berhenti menerbitkan
edisi cetaknya sejak 2019. Jika berbicara mengenai dampak atau konsekuensi dari
perkembangan teknologi informasi terhadap keberadaan media surat kabar, di Indonesia
juga tidak luput dari hal tersebut. Hasil penelitian terbaru tercatat sudah ada 17 surat kabar
yang tutup dan tidak lagi terbit terhitung dari kurun waktu 2010-2020 (Supadiyanto, 2020).
Sebut saja tabloid Cek & Ricek, Majalah GoGirl, Koran Tempo Minggu, dan media-media
lain yang sudah tidak dapat kita jumpai di masa sekarang ini.
Pembicaraan mengenai matinya surat kabar sebenarnya bukan hal yang baru. Sudah
munculnya ketika perkembangan teknologi elektronik pula. Teknologi yang masuk seakan
sudah aspek merubah secara signifikan kehidupan sosial budaya manusia. Pada saat itu,
pemimpin tertinggi Jawa Pos Group, Dahlan Iskan, optimis bahwa media surat kabar akan
tetap bertahan di tengah perkembangan teknologi informasi. Namun ternyata apa yang
dikemukakan tersebut terjadi 4 tahun kemudian yang di mana pengunaan media online atau
media baru semakin semarak. Ditambah pula adanya krisis global yang melanda di seluruh
negeri di belahan dunia ini yaitu pandemi Covid-19. Dengan adanya pandemi ini, seolah
semakin menguatkan konsekuensi dari teknologi informasi terhadap keberadaan media
massa. Semua aspek berbondong-bondong semakin beralih menuju teknologi digital. Hal
ini dilakukan agar masyarakat dapat tetap hidup, tetap bersosialisasi dengan sesamanya
manusia sebagai makhluk sosial, secara jarak jauh dikala pertemuan fisik dibatasi.
Beberapa penyebab runtuhnya media cetak menurut Supadiyanto (2013) adalah sebagai
berikut:
1. Kehadiran teknologi internet.
2. Ada perubahan perilaku anak muda saat ini yang lebih 'mementingkan' teknologi
internet dibanding kertas cetak
3. Migrasi pengiklan media cetak ke jenis media lain, terutama ke media online
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan
5. Biaya produksi dan distribusi surat kabar yang relatif tinggi menyebabkan beban yang
berat bagi perusahaan media cetak
6. Rendahnya daya baca dan minat baca masyarakat media cetak baca di Indonesia
Dari keenam faktor diatas, terlihat bahwa budaya masyarakat telah berubah berkat
perkembangan teknologi informasi. Kebiasaan publik yang mengonsumsi model cetak kini
telah banyak berganti ke ranah digital atau media baru.
Namun sebenarnya perkembangan teknologi informasi tidak melulu dilihat dampak
negatifnya. Ada pula dampak positif yang bisa ditemukan didalamnya. Salah satu
contohnya kita dapat melihat di salah satu koran besar di Indonesia, Harian Kompas. Harian
Kompas hingga sekarang masih dapat terbit secara surat kabar fisik. Namun mereka pun
sudah mulai merambah menuju media digital dengan menciptakan Kompas.id sebagai
bentuk digital dari koran Kompas pada tahun 2017. Artinya adalah dengan adanya
perkembangan pesat dari teknologi informasi, membawa dampak positif kepada pelaku
industri media untuk dapat selalu meningkatkan kemampuan adaptasinya. Perusahaan
media cetak dituntut untuk melakukan berbagai inovasi dan perluasan bisnis yang mampu
menggabungkan (mensinergikan) media cetak, media online, dan media elektronik
(Supadiyanto, 2020). Jika arus perkembangan teknologi informasi tidak bergerak, maka
perusahaan akan terlena untuk berada di posisi amannya dengan tidak melakukan inovasi-
inovasi untuk menunjang kemajuan surat kabarnya.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa perkembangan teknologi informasi terhadap media
surat kabar tidak hanya membawa dampak negative, melainkan juga dampak positif.
Konsekuensi terkuat, yang paling banyak dirasakan adalah kematian industri media massa
yaitu surat kabar. Goyangnya keberadaan industri ini awalnya akan ditandai dengan
pengurangan jumlah karyawan, berkurangnya pemasukan dari pengiklan dan yang paling
penting adalah berkurangnya jumlah pembaca yang sangat drastis. Publik yang dahulunya
adalah pembaca surat kabar, mulai beralih menuju aplikasi berita online dengan alasan
kepraktisan, kecepatan serta alas an-alasan pendukung lainnya. Sedangkan dampak
positifnya yaitu perusahaan dapat bergerak keluar dari zona amannya untuk melakukan
adaptasi-adaptasi tertentu agar medianya dapat senantiasa bertahan.

IV. KEBERADAAN INDUSTRI MEDIA SURAT KABAR


Ketika terjadi perkembangan teknologi informasi dan perusahaan dihadapkan oleh
keputusannya untuk mengambil dari sisi positif atau negative, lalu akan muncul sebuah
pertanyaan, bagaimana dengan keberadaan industri media surat kabar di masa sekarang ini?
Industri media cetak yang tidak mau mengubah dirinya untuk mengendalikan perkembagan
teknologi digital, akan menjadi semakin sulit untuk bertahan. Sebagai platform, media
cetak suatu saat bisa saja hilang. Namun perusahaan yang mau bergerak untuk berbenah
menuju teknologi digital, mempertahankan eksistensi surat kabarnya dengan menggunakan
salah satu strategi bisnis yaitu berlangganan (subscription). Strategi ini akan membuat
pembacanya membayar sekian jumlah untuk dapat mengakses secara utuh dari situs berita
onlinenya ini sesuai dengan durasi yang dipilihnya. Koran Kompas maupun The New York
Times lebih mengutamakan pelanggan mereka dan untuk koran elektronik maupun media
online mereka memakai digital subscription (langganan) (Fadilah, 2018). Namun
sayangnya sistem itu kemudian juga dapat memaksa surat kabar cetak mati dengan
sendirinya. Sebab pembaca yang berlangganan secara tidak langsung juga mulai memakai
internet yang dimana ia memiliki pilihan informasi/berita lebih luas lagi yang bahkan dapat
diaksesnya secara cuma-cuma.
Dari segi bisnis, media cendeurng sudah tidak lagi banyak bergantung pada iklan
maupun penjualan eceran. Hal ini karena untuk kasus penjualan eceran, Harian Kompas
pernah merugi, karena harga satu eksemplar Rp 15.000 namun dalam eceran diijual hanya
Rp 4.500. Fenomena ini akhirnya memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa sebenarnya
dalam persoalan bisnis koran cetak sudah menunjukkan tidak adanya harapan. Iklan yang
menjadi sumber pendapatan terbesar dari industri media cetak, kini sudah mulai beralih ke
media online dan penjualan eceran juga merugi. Dalam kajian Alfiyya Dhia Haq (2018)
mengemukakan bahwa peralihan koran Kompas ke digital mengisyaratkan bahwa ada celah
untuk meneruskan bisnis jurnalisme pada media cetak ke media daring dengan model bisnis
yang sama. Dengan kata lain pembaca harus memberi dan mengapresiasi lebih nilai pada
aspek jurnalisme.
Media cetak yang masih bertahan sekarang ini pada akhirnya akan lebih bergantung
pada aspek jurnalismenya. Sugiya (2012) mengatakan agar dapat bertahan, media
konvensional harus mampu menjaga kredibilitas dan kepercayaan atas informasi yang
diberikan. Kredibilitas dan kepercayaan publik ini hanya dapat dibangun oleh
profesionalisme jurnalis yang menjunjung tinggi etika jurnalistik, yakni salah satunya
adalah untuk selalu memberikan fakta dan informasi yang terverifikasi. Selain itu,
konsistensi kualitas informasi yang tajam dan khas jurnalistik juga sebaiknya dapat lebih
dijunjung dibandingkan dengan kecepatan penulisan berita. Jika media hanya
mengutamakan kecepatan, tanpa kualitas informasi yang terverifikasi, imbasnya adalah
kepercayaan masyarakat berkurang. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa
jurnalisme adalah nyawa media, bahwa ia mengandung kepercayaan masyarakat dan
menyimpan kebenaran masyarakat. Oleh sebab itu banyak surat kabar mulai goyang
bahkan bangkrut dan menuutup perusahaanya. Dengan terus mempertahankan nilainya,
media akan terus hidup dalam perubahan teknologi. Namun dengan begitu bukan berarti
pelaku bisnis media tertutup dari pelaksanaan inovasi. Koran akan dapat bertahan dengan
nilai jurnalismenya itu dan masih ada yang meminatinya. Namun jika melihat fakta di
lapangan, teknologi digital mulai berhegemoni, yang menyebabkan kematian penggunaan
media cetak hanya akan menunggu waktu. Bahkan pembaca koran 70 persennya sudah
menggunakan internet (Fadilah, 2018). Ignatius Haryanto, peneliti Remotivi mengatakan
bahwa apa yang terjadi sekarang yakni melambatnya bisnis media cetak lebih kepada
pertarungan kualitas jurnalisme. Mereka yang kualitas jurnalismenya baik dan teruji akan
tetap dibaca, apapun mediumnya (Tirto.id, 2017).

V. GAGASAN PENGEMBANGAN MEDIA MASSA BARU


Media massa khususnya media lama di Indonesia sudah banyak mengalami perubahan
dan perkembangan semenjak kehadiran internet menjadi media baru. Keberadaan internet
yang semakin subur, berbanding lurus dengan perkembangan teknologi informasi terhadap
saluran-saluran media ini. Media baru yang tercipta merupakan hasil dari pergantian media
dari jaman dahulu. Revolusi internet yang terjadi juga mengubah wajah media massa.
Hadirnya internet membuat penggunanya dimudahkan dan dipercepat untuk mencari
informasi dibandingkan dengan media lama seperti televisi, radio, media cetak.
Media cetak, terutama surat kabar, telah diramalkan oleh para peneliti akan mati ketika
media elektronik atau media baru seperti sosial media. Akan tetapi ramalan itu belum
sepenuhnya menjadi kenyataan. Hal ini karena media cetak terus melakukan transformasi
dengan menata ulang unsur-unsur medianya. Apalagi sejak internet berkembang, media
cetak mulai membuka akses dalam jaringan (daring) sebagai bentuk pertahanannya
terhadap teknologi berkembang cukup pesat. Para pelaku media khususnya media cetak
surat kabar akan selalalu dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan, karena meskipun
jumlah penjualan koran di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan, namun
pola membacanya menjadi berubah yang dapat menyebabkan penurunan jumlah pembaca
surat kabar.
Penulis ingin memberikan usulan atau gagasan baru terkait dengan solusi untuk
mengembangkan media massa baru khsusunya media cetak surat kabar. Pertama, surat
kabar dapat menciptakan situs website atau aplikasinya sendiri. Situs website dan aplikasi
beritanya ini nanti dapat dipergunakan untuk membagikan berita-berita yang tertulis di
koran cetak, menjadi bentuk digital. Dengan bentuk koran digitial, maka dapat menjangkau
kelompok pembaca lebih luas lagi. Dari yang kelompok pembaca koran cetak yang
memang memiliki waktu cukup banyak untuk membacanya hingga kelompok pembaca
atau pencari informasi yang tidak memiliki waktu cukup banyak. Berita-berita yang
ditampilkan di situs website ini sendiri juga tentunya akan lebih cepat terupdate
dibandingkan dengan koran cetak. Selain itu, dapat ditambahkan pula fitur yang dapat
memungkinkan pengguna aplikasi poratl berita ini, dapat mendengarkan berita secara audio
visual. Pengguna aplikasi cukup memilih kategori berita seperti apa yang hendak di dengar,
lalu memilih salah satu judul dari kategori tersebut dan artikel berita akan dibacakan secara
otomatis melalui aplikasi tersebut. Fitur tersebut juga akan memutar secara otomatis semua
berita yang ada di kategori tersebut. Hal ini tentunya akan sangat cocok dengan para pencari
berita yang tetap ingin mencari atau mendengarkan berita namun dengan kondisi tidak
memungkinkan untuk membaca berita tersebut. Fitur ini dapat membantu pelaku media
mendapatkan kembali pembacanya yang bahkan akan lebih luas lagi, karena fitur audio
visual yang di gemari oleh penggunanya dengan alasan kepraktisan serta inovasi baru.
Usulan kedua melibatkan pembuatan akun resmi di media sosial seperti Facebook,
Instagram, Twitter dan Youtube. Akun-akun di media sosial ini nantinya dapat digunakan
untuk menampilkan konten-konten yang menarik dan variatif yang tidak hanya didominasi
oleh topik-topik berita tertentu. Pelaku media dapat menampilkan konten ringan seperti
fakta menarik, game mini, dan sebagainya. Dengan strategi yang seperti ini, maka anak
muda atau pengguna media sosial yang bersangkutan tersebut dapat tertarik untuk melihat
postingan yang dibuat dan berkeinginan untuk membaca berita-berita yang disuguhkan.
Pengguna media sosial mayoritas akan sangat menyukai semua hal yang praktis dan cepat.
Mereka sudah sangat jarang sekali memiliki waktu untuk membaca berita dari surat kabar
dan lebih banyak aktif di media sosial. Sehingga pemuatan cuplikan berita maupun fakta-
fakta mini dapat menarik perhatian mereka. Media ini juga dapat menciptakan video
berdurasi pendek di saat-saat tertentu untuk melengkapi berita yang mereka sajikan.
Contohnya seperti ketika media sedang membahas dan menyajikan berita mengenai
makanan atau memasak, pada konten yang di unggah di media sosialnya, dapat disajikan
isi beritanya dan dilengkapi dengan video memasak atau video resep simple yang berkaitan
dengan topik berita tersebut. Melalui media sosial Youtube pelaku media juga dapat
menciptakan video-video edukasi yang mengundang pakar dari masing-masing bidangnya.
Edukasi ini bisa meliputi segala hal baik dari yang ringan hingga kategori berat. Hal ini
ditujukan agar dapat menggandeng pembaca, pendengar dan pengguna lebih luas lagi dan
agar tidak cepat bosan dengan topik-topik bahasan yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

BPS, B. P. (2021). Statistik Indonesia 2021 (Statistical Yearbook of Indonesia 2021). Jakarta:
Badan Pusat Statistik.

Disrupsi Digital atau Disrupsi Kesadaran? (2020, Februari). Antara News. Diambil dari
https://www.antaranews.com/berita/1279249/disrupsi-digital-atau-disrupsi-kesadaran

Fadilah, A. D. (2018). Transformasi Harian Kompas Menjadi Portal Berita Digital Subscription
Kompas.id. Kajian Jurnalisme. 1(2).

Haq, A.D., Fadilah, E. (2018). Transformasi Harian Kompas Menjadi Portal Berita Digital
Subscription Kompas.Id. Kajian Jurnalisme. 1(2), 190-213. ISSN 2549-1946

Jumlah Pengguna Internet di Indonesia. (2020, November). Katadata.co.id. diambil dari


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/11/jumlah-pengguna-internet-di-
indonesia-capai-1967-juta

Kasmahidayat, Y & Marcia, V. (2018). Analisis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam
Interpersonal Relationship Kehumasan Persekolahan. Jurnal Kehumasan. 1(2), 236-257.
ISSN – 2655-1551

Media Cetak Bisa Mati, Jurnalisme (Seharusnya) Tidak. (2017, Februari). Tirto.id. diambil dari
https://tirto.id/media-cetak-bisa-mati-jurnalisme-seharusnya-tidak-ciy6

Mobile Informatics. (2016, Maret). Universitas Bakrie. Diambil dari


https://www.bakrie.ac.id/kurikulum-inf/kurikulum-inf-3

Pamungkas, Saad. (2019). Rahasia Cepat Kaya: hanya dari modal Facebook, WhatsApp, dan
Instagram. Yogyarkarta: Quadrant.

Perkembangan Media Baru dan Teknologi Baru. (2019, Agustus). Kompasiana. Diambil dari
https://www.kompasiana.com/vivichen/5d62e2b50d82300bdd0ffd23/perkembangan-
media-baru-dan-teknologi-baru

Sugiya. (2012). Strategi Tansformasi Konvergensi Media Studi Kasus Grand Strategy Harian
Kompas. Universitas Indonesia.
Supadiyanto. (2020). (Opportunities) Death of Newspaper Industry In Digital Age and Covid-
19 Pandemic. Jurnal The Messenger. 12 (2), 192-207.

Udayana, A.A. (2020). Disrupsi Teknologi Digital: Tumbuh Kembangnya Industri Kreatif
Berbasis Budaya. Seminar Nasional Envisi.

U.S. newspapers have shed half of their newsroom employees since 2008 (2020, April).
Pewresearch. Diambil dari https://www.pewresearch.org/fact-tank/2020/04/20/u-s-
newsroom-employment-has-dropped-by-a-quarter-since-2008/

Anda mungkin juga menyukai