Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN EKONOMI TERHADAP

MORTALITAS BAYI YANG DILAHIRKAN IBU USIA 35-39 UNTUK


BAYI BERUMUR 1 TAHUN

Dosen Pembimbing : Fahrudi Ahwan Ikhsan, S.Pd.,M.Pd.

Oleh :

Dinda Ayu Pramesty (170210303001)

Titik Umaiyah Haryanti (170210303009)

Galuh Lailatul Fitriyani (170210303015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
BAB 1. PENDAHULUAN

Suatu negara dikatakan sebagai negara maju apabila tingkat pertumbuhan


penduduk relatif rendah serta tingkat kematian bayi pun sangat rendah, hal ini
disebabkan oleh kemajuan dalam bidang kedokteran. Angka usia harapan hidup
biasanya tinggi diimbangi dengan angka ketergantungan lansia terhadap anaknya
yang rendah. Peningkatan angka usia harapan hidup merupakan salah satu
indikator keberhasilan perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat
Indonesia (Komnas Lansia, 2010). Hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh
BPS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki angka
harapan hidup hingga 70,1 tahun. Angka ini jauh lebih baik dari angka harapan
hidup masyarakat Indonesia tiga dekade sebelumnya, yaitu di bawah 60 tahun
(BPS, 2015). Data Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan bahwa angka
harapan hidup di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai tahun
2015, dari 60,1 menjadi 70.1. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2015
mencapai 20,24 juta jiwa yang setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk.

Perkembangan penduduk baik secara kualitas maupun kuantitas dipengaruhi


oleh banyak faktor, salah satu yang mempengaruhi perkembangan penduduk
adalah tingkat mortalitas. Mortalitas bayi merupakan salah satu dari tiga
komponen demografi selain fertilitas dan migrasi yang memperngaruhi jumlah,
struktur dan komposisi penduduk suatu daerah. Selain mempengaruhi jumlah,
struktur dan komposisi penduduk, angka kematin juga digunakan sebagai
indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan dan pembangunan manusia.
Peningkatan derajat kesehatan dilakukan dengan menurunkan angkat kematian
ibu, dan angka kematian balita (Mantra, 2003)
Tabel Rata-Rata Banyaknya Anak yang Sudah Meninggal Per-Wanita

Pernah Kawin Menurut Wilayah dan Kelompok Umur

Rata-rata Banyaknya Anak yang Sudah Meninggal Per Wanita


Nama Kecamatan
Pernah Kawin Menurut Wilayah dan Kelompok Umur
10-14 15-19 20-24
010 Kencong 0.111111111 0.013850416 0.020935101
020 Gumuk Mas 0 0.001519757 0.017070979
030 Puger 0 0.009803922 0.016292653
040 Wuluhan 0 0.009756098 0.016792324
050 Ambulu 0 0.003220612 0.016260163
060 Tempurejo 0 0.005730659 0.02725896
070 Silo 0 0.015796703 0.038046735
080 Mayang 0 0.022880215 0.071167883
090 Mumbulsari 0 0.016198704 0.047965116
100 Jenggawah 0 0.010588235 0.025641026
110 Ajung 0 0.024618992 0.043760832
120 Rambipuji 0 0.020491803 0.037364798
130 Balung 0 0.007067138 0.024108488
140 Umbulsari 0 0.007194245 0.030624264
150 Semboro 0 0.006993007 0.024509804
160 Jombang 0 0.013605442 0.021524664
170 Sumber Baru 0 0.0144435 0.020935558
180 Tanggul 0 0.007202881 0.034184336
190 Bangsalsari 0 0.014992504 0.039858282
200 Panti 0 0.021035599 0.060275545
210 Sukorambi 0 0.005141388 0.025225225
220 Arjasa 0 0.027522936 0.050330033
230 Pakusari 0 0.018242123 0.05234796
240 Kalisat 0 0.016553067 0.032021958
250 Ledokombo 0 0.012195122 0.037018756
260 Sumberjambe 0 0.030273438 0.071360153
270 Sukowono 0 0.016129032 0.043868922
280 Jelbuk 0 0.022222222 0.067089755
710 Kaliwates 0 0.007462687 0.023288973
720 Sumbersari 0 0.010498688 0.033199562
730 Patrang 0 0.016638935 0.032786885
Kabupaten Jember 0.00248139 0.014542455 0.034172438
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari hasil Sensus Penduduk tahun
2010, jumlah anak yang meninggal di Kabupaten Jember sebanyak 0,1930885258
menurut rata-rata banyaknya anak yang sudah meninggal per wanita pernah kawin
menurut wilayah dan kelompok umur. Sedangkan wilayah yang memiliki tingkat
mortalitas bayi paling tinggi berada pada kecamatan Arjasa yaitu sebanyak
0,284499673. Kasus ini biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan ibu dengan
usia 35-39, berdasarkan konsep Population of risk, yaitu sekelompok orang yang
menyebarkan suatu (karakteristik) ciri tertentu yang menyebabkan setiap anggota
kelompok tersebut menjadi rentan terhadap sesuatu (Mosby's Medical
Dictionary,8th edition, 2009), bahwa usia rentan ibu untuk melahirkan adalah di
bawah 20 tahun dan diatas 34 tahun.

Moesley and Chen (1984) menjelaskan, dalam teori klasik tentang determinan
kematian bayi dan anak bahwa faktor sosial ekonomi secara tidak langsung turut
mempengaruhi melalui 5 faktor utama, yaitu : faktor material, kontaminasi
lingkungan, defisiensi nutrisi, kecelakaan, dan faktor pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit. Faktor meterial disini mencakup ibu, jarak kelahiran, paritas
dan berbagai kondisi kesehatan ibu yang mempengaruhi kesehatan anaknya.

1.1 Rumusan masalah

Menurut latar belakang masalah diatas, didapat rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap mortalitas bayi?

2. Apakah pengaruh ekonomi terhadap tingkat mortalitas bayi?

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaa penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh pendidikan terhadap tingkat mortalitas

2. Mengkaji pengaruh ekonomi terhadap tingkat mortalitas


1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh pendidikan terhadap tingkat mortalitas

2. Mengetahui pengaruh ekonomi terhadap tingkat mortlitas.

1.4 Definisi Operasional Variabel

1. Mortalitas bayi (di deskripsikan)

Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk


mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi
yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang
tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua
si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan
pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin
secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka
kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.

2. Tingkat pendidikan ibu

Menyatakan tingkat tinggi rendahnya pendidikan yang telah ditempuh oleh


ibu.

3. Perekonomian keluarga

Menyatakan tentang bagaimana upaya seseorang untuk memenuhui


kebutuhan-kebutuhan keluarganya.
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Mortalitas bayi

Mortalitas atau kematian merupakan slah satu komponen demografi yang


dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Kematian seseorang dalam suatu
penduduk dapat disebabkan olehberbagai faktor. Tinggi rendahnya angka kemtian
akan dipengaruhi oleh struktur umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status social
ekonomi serta keadaan lingkungan dimana mereka berada (misalnya yang
mengangkat taraf kehidupan dan perwatan kesehatan).

Ibu yang sehat akan melahirkan bayi yang sehat pula. Selain Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) juga merupakan salah satu
indikator utama dalam peningkatan mutu atau status derajat kesehatan masyarakat
di suatu daerah. Menurut Sukarni (1995:9) tingkat kematian bayi disebabkan
karena bayi sangat rentandengan keadaan kesehatan ataupun kesejahteraan yang
buruk sehingga dari angka kematiannya dapat diketahui angka derajat kesehatan
atau kesejahteraan masyarakat atau penduduk.
Pengertian Angka Kematian Bayi (AKB) (Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 2015:2) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama
kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Dijelaskan pada jurnal ini penyebab
kematian bayi, ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi
endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa bayi
sejak dilahirkan, yang dapat diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi.
Sedangkan kematian bayi eksogen atau kematian postneonataldisebabkan oleh
faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar. Menurut
Prasetyawati (Jurnal Biomerika dan Kependudukan, 2012:13) mengungkapkan
pendapat lain tentang penyebab kematian pada bayi. Tingginya angka kematian
bayi disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran
pernapasan atas (ispa), penyakit infeksi lain seperti campak (morbili), kurang gizi
dan lain-lain. Adanya penyakit tersebut disebabkan karena lingkungan dan
sanitasi yang buruk, pendidikan yang rendah serta kemiskinan.
2.2 Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu Terhadap Mortalitas Bayi Pendidikan akan mempengaruhi


pandangan hidup seseorang khususnya seorang ibu, dengan pendidikan yang
tinggi atau cukup seseorang akan mampu menerima saran atau petunjuk yang
berkaitan dengan kesehatan termasuk cara perawatan anak ketika sakit. Karena
semakin tinggi pendidikan seorang ibu maka akan mempengaruhi pengambilan
keputusan saat anaknya sakit dan mampu menggunakan pelayanan kesehatan yang
ada disekitarnya dengan sebaik mungkin. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan, meskipun pendidikan ibu tinggi tidak mempengaruhi pengambilan
keputusan saat anaknya sakit, tidak mengerti tata cara perawatan anak yang baik
dan tidak mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena
pengaruh dari kondisi lingkungan disekitar baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan keadaan rumah yang kotor. Dari 77 responden, 63 responden atau
sebesar 81,8 persen diantaranya dengan pendidikan terakhir tamat SD tidak
memahami arti pentingnya kesehatan bayi yang dimiliki, kebanyakan dari mereka
bingung cara perawatan anak yang baik dan bagaimana seharusnya merawat anak
yang sakit. Hal ini sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan budaya masyarakat
disekitarnya yang selalu menggunakan pengobatan tradisional.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Purbangkoro (1994:25)


bahwa peranan wanita sangat menentukan besar kecilnya biaya perawatan bayi
dan anak, termasuk pula di dalamnya biaya kesehatan bayi. Faktor dominan yang
menentukan pembiayaan kesehatan anak adalah pendidikan ibu yang akan
menambah pengetahuannya tentang tata cara merawat anak, dengan pendidikan
yang cukup ibu dapat menerima informasi tentang cara hidup sehat, cara
perawatan anak, pemberian makanan yang bergizi dan pengambilan keputusan
saat anaknya sakit. Keadaan ini berpengaruh terhadap kelangsungan anak, karena
ibu dapat memilih alternatif yang baik dan melaksanakan tanpa ada hambatan dari
variabel lain. Hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan Schult dan Caldwell
(dalam Heidar, 1993:20) menunjukkan bahwa dalam mempengaruhi kematian
bayi dan anak, pendidikan ibu lebih dominan dibandingkan pendidikan ayah. Ibu
dengan pendidikan yang tinggi lebih sulit untuk dipengaruhi oleh praktek-praktek
tradisonal yang merugikan perawatan kesehatan dan mereka lebih mampu untuk
mengubah kebiasaan tradisional kearah yang lebih modern.

2.2.1 Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Terhadap Mortalitas Bayi

Pengetahuan ibu tentang kesehatan terlihat dari frekuensi kedatangan ibu


ke tempat pelayanan kesehatan seperti mendatangi posyandu setiap bulannya pada
saat hamil dan sesudah melahirkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari
77 responden mendatangi posyandu rutin setiap bulannya ini terbukti dari
pencatatan pada Kartu Menuju Sehat (KMS) masing-masing responden. Namun,
pada saat menghadiri posyandu setiap bulannya mereka terkadang tidak
mendapatkan informasi tentang pentingnya menjaga kesehatan ibu dan bayi, dan
makanan apa yang harus dikonsumsi.

Rendahnya pendidikan responden ikut berpengaruh pada pengetahuan


yang dimiliki oleh responden, tetapi pendidikan yang tinggi tidak menentukan
seseorang akan mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan ibu dan
bayi. Hal ini terbukti dari 77 responden ada 5 responden dengan pendidikan
terakhir menamatkan Perguruan Tinggi. Mereka tidak mengetahui cara menjaga
kesehatan bagi ibu dan bayi selain itu kondisi kelainan bawaan pada bayi juga ikut
berperan dalam kematian bayi meskipun responden memiliki pendidikan yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arinta Kusuma Wandira
dan Rachma Indawati dalam jurnalnya bahwa meskipun pendidikan ibu hamil
tamat SMA/sederajat. Namun ibu tidak cukup pengetahuan tentang kehamilan dan
proses persalinan. Disamping itu tidak adanya transportasi, dan juga kurangnya
ibu atau keluarga untuk mengakses informasi.

Responden sebenarnya mengetahui pentingnya tentang asupan makanan 4


sehat 5 sempurna yang harus dikonsumsi karena keterbatasan biaya untuk
membeli makanan yang bergizi tidak mampu terbeli sehingga mereka hanya
mengandalkan vitamin yang diberikan oleh bidan pada saat mereka menghadiri
Posyandu setiap bulannya atau memeriksakan kehamilannya ke tempat praktek
Bidan.

Pernyataan ini didukung oleh Bakir, dkk (1985:85) bahwa pendidikan


merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya. Meningkatnya pendidikan wanita dapat merubah pandangan
hidup tradisional yang menganggap wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga
yang hanya tinggal dirumah mengurus anak-anak dan suami kearah pandangan
yang lebih maju untuk mendorong wanita bekerja di luar rumah dan ikut
mengambil keputusan di dalam rumah tangga.

2.3 Laju Perekonomian Keluarga

Seseorang yang pendapatannya rendah akan menyebabkan kebutuhan


rumah tangga sulit terpenuhi sehingga kebutuhan akan gizi yang dikonsumsi juga
sangat terbatas bahkan tidak mampu tercukupi. Pendapatan keluarga sangat
berperan penting, bahkan dapat menentukan keadaan ekonomi seseorang, karena
dalam suatu rumah tangga, kesejahteraan keluarga sangat tergantung dari besar
kecilnya pendapatan keluarga. Umumnya keluarga yang pendapatannya rendah
cenderung membelanjakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
seperti makan dan minum, mereka tidak akan menyisihkan uang untuk biaya
perawatan kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpendidikan tamat


SD, hal ini menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan hanya
mengandalkan pekerjaan suami yang mayoritas hanya sebagai buruh tani dengan
upah rata-rata Rp 17.000,- per hari itupun jika ada yang menyuruh mereka untuk
bekerja. Dengan pendapatan Rp 17.000,- per hari mereka tidak mampu mencukupi
kebutuhan didalam rumahnya. Hal ini sesuai dengan teori Mosley dan Chen
(dalam Purbangkoro, 1994:46) yang menyatakan bahwa variabel yang sangat
berpengaruh terhadap mortalitas bayi adalah variabel tingkat keluarga berupa
sumber-sumber ekonomi, dapat berupa lapangan usaha atau pekerjaan kepala
keluarga dan anggota keluarganya dimana hal ini akan menentukan besar kecilnya
pendapatan keluarga.

2.4 Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Ekonomi Terhadap Mortalitas Bayi


yang Dilahirkan Ibu Usia 35-39 terhadap Bayi Berumur 1 Tahun

Pendidikan ibu berpengaruh terhadap mortalitas bayi, mereka beranggapan


bahwa pendidikan bukan merupakan hal yang penting sehingga mempengaruhi
mereka dalam pola berfikir yang masih tradisional. Meskipun dengan pendidikan
ibu yang tinggi tidak menentukan seseorang mempunyai pengetahuan dan
kesadaran yang tinggi tentang kesehatan. Pengetahuan ibu tentang kesehatan
berpengaruh terhadap mortalitas bayi karena meskipun responden memilih
melahirkan dengan bantuan bidan sebesar dan terlihat dari frekuensi responden
mendatangi tempat pelayanan kesehatan seperti Posyandu setiap bulannya selama
hamil sampai bayi dilahirkan mereka tidak mendapatkan informasi tentang
pentingnya kesehatan ibu dan anak.

Sebagian besar dari warga mengerti tentang makanan 4 sehat 5 sempurna,


namun dengan keterbatasan ekonomi mengakibatkan mereka untuk tidak mampu
mengkonsumsinya. Pendapatan keluarga mempengaruhi mortalitas pada bayi.
Semakin tinggi pendapatan keluarga maka kebutuhan rumah tangga, gizi dan
kesehatan bayi dapat tercukupi dengan baik. Sebaliknya, jika pendapatan dalam
keluarga rendah maka untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, gizi dan
kesehatan bayi sulit terpenuhi.

Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat penghasilan


mereka hanya cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari bahkan kurang
sehingga anggaran atau biaya untuk sarana kesehatan kurang mencukupi. Tingkat
pendapatan akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mencukupi sarana
kesehatan keluarga terutama dalam hal mempunyai anak akan baik jika tingkat
pendapatan keluarga tersebut tinggi. Sebaliknya keluarga yang memiliki tingkat
pendapatan rendah mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya
terutama sarana kesehatan, maka bepeluang untuk mempunyai jumlah anak lahir
hidup banyak.

Penelitian ini sejalan dengan teori Leibenstain dalam Mantra, (1985:32)


dengan teori fertilitasnya mengatakan bahwa faktor-faktor yang menetapkan
jumlah kelahiran yang diinginkan keluarga. Teori ini beranggapan bahwa orang
tua merupakan produsen dan konsumen dalam membuat perhitungan tentang
jumlah anak yang diinginkan orang tua dalam mempertimbangkan antara manfaat
yang diperoleh dan beban biaya yang di keluarkan.

Pendapat Saleh dalam Budiman, ( 2009:21), dalam penelitiannya tentang


keberhasilan pembangunan sosial, ekonomi terhadap penurunan tingkat fertilitas
di Jawa Timur, bahwa peranan pembangunan social ekonomi ternyata
berpengaruh secara tidak langsung sebesar 42% dan selebihnya di dominasi KB
sebesar 58% san dalam penelitian ini menujukan PUS pada kondosi sosial
ekonomi yang lebih atas tingkat fertiitasnya lebih rendah dibandingkan dengan
kondisi sosial ekonomi di bawahnya.
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode survei


yaitu, penelitian yang pada umunya digunakan untuk pengumpulan data yang luas
dan banyak. Penelitian ini dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi
datanya dari sampel yang diambil dari populasi tersebut.

Menurut Masri Singarimbun dalam bukunya yang berjudul Metode


Penelitian Survai, pengertian survei pada umumnya dibatasi pada penelitian yang
datany dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Dengan demikian, penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun, 2006).

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kecamatan Arjasa Kabupaten Jember.
Pemilihan lokasi penelitian ini karena tingkat kematian di kecamatan Arjasa dapat
dikatakan terbanyak daripada kecamatan yang lain di kabupaten Jember.
3.3 Populasi Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi populasi yaitu ibu yang berusia 35-39
tahun, yang memiliki jumlah anak meninggal berumur 1 tahun sebanyak 5.802
orang.
3.4 Sampel Penelitian

Untuk pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus


X 2 . N . P .(1−P)
Morgan yaitu, S=
d 2 ( N−1 ) + X 2 P .(1−P)
S = ukuran sampel
N = ukuran populasi
X² = nilai chi kuadrat (5% = 3,84 atau 10% = 2,71)
P = proporsi populasi (0,5)
d = galat pendugaan (0,05)
sehingga didapatkan sampel penelitian data berikut:
2,71. 5.802 .0,5.(1−0,5)
S=
( 5.802−1 ) . 0 , 05²+2,71. 0,5 ( 1−0,5 )

3.930,855
S=
14,5025+0,6775

3.930,855
S= =258,95
15,18
Karena data sampel yang diperoleh lebih dari 30, maka peneliti hanya
menggunakan 30 sampel untuk mengambil data dari observasi yang dilakukan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ada beberapa teknik yaitu:
3.5.1 Observasi
Observasi adalah teknik untuk mendapatkan data secara langsung
dan aktual melalui pengamatan dilapangan. Metode observasi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah metode observasi langsung.
Menurut Pabundu Tika (2005:44), Observasi langsung adalah teknik
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek
ditempat kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa sehingga
observer berada bersama objek yang diteliti.
3.5.2 Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, perasaan,
notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006 :
231). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data sekunder yang berupa data-data seperti monografi,
catatan-catatan, laporan serta data-data lain yang dianggap perlu dan
mendukung penelitian.
3.5.3 Wawancara
Wawancara merupakan sejenis percakapan yang bertujuan
memperoleh informasi. Wawancara merupakan metode pengumpulan
data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan
berlandaskan pada tujuan penelitian (S. Nasution dalam Pabundu Tika,
2005:49).
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik data deskriptif yaitu, penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang
atau masalah aktual. Menurut Sugiyono (2012: 13) peneltian deskriptif yaitu,
penelitin yang digunakan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (responden) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan dengan variabel lain.

Instrumen (daftar pertanyaan)

1. Nama :

2. Umur :

3. Alamat :

I. Pendidikan Ibu

1. Apakah ibu dulu sekolah atau tidak?

a. Iya

b. Tidak

2. Apakah pendidikan terakhir Ibu?

a. Tidak tamat SD

b. SD

c. SMP
d. SMA

e. Perguruan tinggi (S1, S2, S3)

II. Ekonomi keluarga

1. Apakah anda memiliki pekerjaan tetap?

a. Iya

b. Tidak

2. Apa pekerjaan anda saat ini?

a. Pegawai Negeri (PNS)

b. Pegawai Swasta

c. Wirausaha

d. Petani / Buruh

e. Ibu rumah tangga

3. Berapa penghasilan keluarga per bulan?

a. ≤300.000

b. 300.000-700.000

c. 700.000-1.000.000

d. 1.000.000-1.500.000

e. ≥1.500.000
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Lokasi Observasi

4.1.1 Karakteristik Geografis

Kemacatan Arjasa merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten


Jember. Kecamatan Arjasa memiliki luas 43,75 km2, yang memiliki 6
kelurahan/desa yaitu desa arjasa, desa kemuning lor, desa kamal, desa candijati,
desa darsono, dan desa biting. Warga kecamatan Arjasa terdiri dari, Suku Jawa
dan Suku Madura. Kecamatan Arjasa termasuk daerah yang cukup sering
dijadikan sebagai tempat penelitian oleh berbagai pihak. Baik mahasiswa maupun
pemerintah. Hal ini terjadi karena letak kecamatan arjasa yang mudah diakses dan
banyak hal menarik yang dapat diambil di kecamatan tersebut.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Jember sebanyak 2.332.726 jiwa yang mencakup


mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.018.122 jiwa atau
43,65 persen dan di daerah perdesaan sebanyak 1.314.604 jiwa atau 56,35 persen.
Untuk penduduk kecamatan arjasa sebanyak 5.002 jiwa, yang mencakup 2.367
jiwa penduduk laki-laki dan 2.635 jiwa penduduk perempuan.

4.2 Karakteristik Responden

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan mengambil 30


sampel yang mewakili semua aspek yang ada, maka karakteristik responden yang
mempengaruhi angka mortalitas bayi pada usia 1 tahun yang dilahirkan ibu
berusia 35-39 tahun antara lain : pendidikan ibu, ekonomi keluarga.

4.2.1 Responden Menurut Pendidikan Ibu

Pendidikan responden (ibu) dapat mempengaruhi cara pandang seseorang


khususnya seorang ibu, dengan pendidikan seseorang akan mengetahui tentang
kesehatan termasuk cara bagaimana melahirkan, merawat bayi, usia rentan akan
kehamilan. Berikut tabel pendidikan ibu:

Tabel 4.2.1 Pendidikan Ibu di Kecamatan Arjasa Kabupaten


Jember
Jenjang
Frekuensi Persentase
Pendidikan

Tidak Tamat
18 6,666 = 7%
SD

Tamat SD 119 46,66= 46%

SMP 26 10%

SMA 78 30%

Perguruan
18 6,666=7%
Tinggi

Jumlah 259 100%

Menurut tabel diatas dapat disimpulkan rata-rata pendidikan yang


ditempuh oleh responden (ibu) adalah hanya pada jenjang SD yaitu sebanyak 14
orang dengan persentase 46%.

4.2.2 Responden Menurut Ekonomi Keluarga

Keadaan perekonomian keluaraga berperan penting dalam kesejahteraan


keluarga, besar kecilnya pendapatan dapat mempengaruhi kebutuhan keluarga.
Jika pendapatannya rendah maka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terbatas.
Berikut tabel ekonomi keluarga responden:

Tabel 4.2.2 Pekerjaan Ibu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember


Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase

Ibu Rumah Tangga 111 43,333 =


43%

13,333=
Petani/Buruh 38
13%

33,333 =
Wirausaha/wiraswasta 85
33%

Lain-lain 30 10%

Jumlah 259 100%

Dari tabel pekerjaan responden (ibu) di Kecamatan Arjasa diatas dapat


disimpulkan bahwa rata-rata pekerjaan yang ditekuni oleh responden adalah ibu
rumah tangga yaitu sebanyak 111 orang dengan persentase 43%.

Tabel 4.2.3 Pengasilan Responden perbulan

Penghasilan (Rp) Frekuensi Persentase

36,666 =
≤ Rp. 200.000 96
37%

13,333=
>Rp. 200.000 34
13%

Rp. 500.000-Rp. 26,666=


70
1000.000 27%

23.333 =
Lain-lain 60
23%

Jumlah 259 100%

Menurut tabel diatas rata-rata pengasilan yang diperoleh responden


perbulan yaitu sebesar ≤ Rp. 200.000 dengan jumlah responden 96 orang dan
persentase sebanyak 37%.
Tabel 4.2.4 Total Penghasilan Keluarga perbulan

Penghasilan (Rp) Frekuensi Persentase

≤ Rp. 500.000 123 50%

> Rp. 600.000 18 6,666 = 7%

26,666 =
Rp. 1.000.000 70
27%

16,666 =
Lain-lain 44
16%

Jumlah 259 100%

Dari tabel diatas rata-rata total penghasilan keluarga dari responden rata-
rata sebesar ≤ Rp. 500.000 dengan jumlah responden 123 orang dan persentase
50%.

4.3 Pembahasan

Menurut hasil observasi dan survei yang telah kami lakukan di wilayah
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, dapat disimpulkan bahwa Kecamatan
Arjasa memiliki tingkat mortalitas bayi yang tinggi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mortalitas bayi salah satunya yaitu, tingkat pendidikan dan
ekonomi keluarga. Dari teori-teori yang kami dapatkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menuntukan tingkat pengetahuan sesorang,
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang makan semakin tinggi pula tingkat
pengetahuanny, sedangkan ekonomi menentukan pendapatan yang dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berikut penjelasan data menurut variable
yang telah peneliti tentukan.

1. Tingkat Pendidikan ibu


Tingkat pendidikan seorang ibu sangatlah penting dan berpengaruh
terhadap penentuan berapa jumlah anak yang diinginkan dan juga pada
tingkat kematian bayi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu atau
wanita maka cenderung merencanakan jumlah anak yang semakin sedikit.
Tingkat pendidikan ibu memiliki dampak terhadap mortalitas bayi di
Kecamatan Arjasa. Dari data yang diperoleh jenjang pendidikan ibu paling
banyak pada jenjang SD yaitu sebanyak 46% dari 259 responden, hal ini
membuktikan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu terutama tentang
kesehatan kehamilan. Semakin rendah pendidikan seorang ibu maka
semakin rendah pula pengetahuan ibu tentang kesehatan. Namun, tidak
menutup kemungkinan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan yang
tinggi akan tahu akan kesehatan kehamilan, hal ini dikarenakan factor
lingkungan. Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan kehamilan ini
mengakibatkan jumlah mortalitas yang terjadi di Kecamatan arjasa lebih
banyak dibandingkan dengan Kecamatan yang lain.

2. Keadaan Ekonomi Keluarga


Pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan masalah perekonomian,
dengan pendidikan dapat membantu sesorang untuk mencari pekerjaan,
dari data yang telah diperoleh 43% dari 259 responden bekerja sebagai ibu
rumah tangga dan sebagian bekerja sebagai petani. Ibu hamil yang
memiliki pekerjaan terutama menekuni pekerjaan yang berat mudah akan
terjadi gangguan dengan kondisi kehamilannya yang berakibat keguguran.
Pekerjaan juga berpengaruh terhadap pendapatan yang dihasilkan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, dari data yang telah diperoleh pendapatan
yang dihasilakan hanya Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 setiap bulannya. Di era
globalisasi ini dapat diketahui bahwa biaya hidup sangat mahal ditambah
dengan banyaknya tanggungan dalam keluarga, sehingga kebutuhan hidup
dalam keluarga tidak terpenuhi dengan baik.
Pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan kurangnya
kebutuhan gizi didalam keluarga terutama gizi pada ibu hamil, padahal ibu
hamil harus mendapatkan gizi yang lengkap yaitu 4 sehat 5 sempurna
untuk kesehatan bayi yang dikandungnya. Kekurangan gizi merupakan
penyakit utama yang sangat perbengaruh terhadap kematian bayi. Karena
makanan bergizi yang dikonsumsi ibu hamil dan ibu menusui sangat
dibutuhkan oleh bayi sebagai pendukung proses bayi mengalami tumbuh
kembangnya. Pendapatan yang minim juga menghambat untuk seorang
ibu mengontrolkan kesehatan kandungan atau bayinya.
Selain menyebabkan kurangnya kebutuhan gizi bagi ibu hamin dan
ibu menyusui pendapatan yang kurang juga berpengaruh terhadap rumah
yang mereka miliki. Kondisi rumah yang kurang terawat akan berpengaruh
terhadap kematihan bayi dikarenakan lingkungan yang kotor dapan
menimbulkannya banyak kuman dan akan menyerang pada kesehatan ibu
dan juga anak.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Pendidikan ibu sangatlah berpengaruh terhadap kematian bayi, walau tidak


menutup kemungkinan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi juga tidak
mengerti akan arti penting kesehatan anak dikarenakan factor lingkungan.
Pengetahuan ibu tentang kesehatan sangatlah berpengaruh terhadap mortalitas
bayi karena meskipun pada saat melahirkan sang ibu memilih melahirkan di bidan
atau di rumah sakit, tetapi apabila pada saat mengandung sang ibu tidak benar
benar paham akan apa arti penting kesehatan atau kebutuhan apa yang di perlukan
sang anak maka hal tersebut juga berakibat pada kematian bayi terutama di daerah
Kecamatan Arjasa ini penyuluhan tentang kesehatan kandungan tidaklah merata.

Faktor ekonomi keluarga juga berpengaruh terhadap mortalitas bayi


dikarenakan, pendapatan yang rendah kemungkinan besar akan sedikit memenuhi
kebutuhan gizi ibu hamil dan ibu menyusui sehingga mengakibatkan ibu
mengalami kekurangan gizi yang berakibat terhadap tumbuh kembang sang bayi.
Dan tidak menutup kemungkinan bahawa dengan ekonomi yang rendah
masyarakat akan sangat susah untuk mengontrolkan kesehatan sang anak kepada
bidan ataupun rumah sakit.

5.2 Saran

1. Pemerintah perlu memberikan sosialisasi tentang kesadaran warga akan


pentingnya pendidikan
2. Memperbaiki atau mempermudah sarana dan prasarana kesehatan untuk
masyarakat ekonomi lemah
3. Membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk agar dapat memperbaiki
perekonomian keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai