Anda di halaman 1dari 17

I.

SEJARAN KERAJAAN TERNATE

Kesultanan Ternate
‫كسولتانن تيرنات‬
1257

Bendera

Wilayah Kesultanan Ternate pada abad ke-16 (Uli Lima)[1]

Ibu kota Ternate

Bahasa resmi Ternate


Agama Islam

Pemerintahan Monarki Kesultanan
Sultan
• 1257-1277 Baab Mashur Malamo
• 1929-1975 Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah
• 1975-2015 Sultan Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II)
Sejarah
• Didirikan 1257
Sekarang bagian
Indonesia
dari
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4
kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua

1|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan
Ternate memiliki peran penting di kawasan timur nusantara antara abad ke-13 hingga
abad ke-19. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur
dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di
Pasifik. Saat ini takhta kesultanan dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar
Muhammad Djabir Sjah yang menjabat sejak tahun 2016 untuk menggantikan Sultan
Mudaffar Syah II

A. Asal Usul
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate awal
merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga).
Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano
(raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi
berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin
besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau
kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama).
Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih
suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan
beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah
kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang
berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

B. Struktur Kerajaan
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah
membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut
kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan
dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan
gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur
penting dalam kerajaan.

2|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri)
dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat
klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi
para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha.
Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–pejabat tinggi
kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki
pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan –
jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau,
Salahakan, Sangaji, dll.

Sultan Mudaffar Syah II, Sultan Ternate ke-48 (1975-2015)

Kolano dan Sultan Ternate Masa jabatan


Baab Mashur Malamo 1257 - 1277
Jamin Qadrat 1277 - 1284
Komala Abu Said 1284 - 1298
Bakuku (Kalabata) 1298 - 1304
Ngara Malamo (Komala) 1304 - 1317
Patsaranga Malamo 1317 - 1322
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 - 1331
Panji Malamo 1331 - 1332
Syah Alam 1332 - 1343
Tulu Malamo 1343 - 1347
Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 - 1350
Ngolo Macahaya 1350 - 1357
Momole 1357 - 1359
Gapi Malamo I 1359 - 1372
Gapi Baguna I 1372 - 1377
Komala Pulu 1377 - 1432
Marhum (Gapi Baguna II) 1432 - 1486
Zainal Abidin 1486 - 1500
Sultan Bayanullah 1500 - 1522

3|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
Hidayatullah 1522 - 1529
Abu Hayat II 1529 - 1533
Tabariji 1533 - 1534
Khairun Jamil 1535 - 1570
Babullah Datu Syah 1570 - 1583
Said Barakat Syah 1583 - 1606
Mudaffar Syah I 1607 - 1627
Hamzah 1627 - 1648
Mandarsyah 1648 - 1650 (masa pertama)
Manila 1650 - 1655
Mandarsyah 1655 - 1675 (masa kedua)
Sibori 1675 - 1689
Said Fatahullah 1689 - 1714
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin 1714 - 1751
Ayan Syah 1751 - 1754
Syah Mardan 1755 - 1763
Jalaluddin 1763 - 1774
Harunsyah 1774 - 1781
Achral 1781 - 1796
Muhammad Yasin 1796 - 1801
Muhammad Ali 1807 - 1821
Muhammad Sarmoli 1821 - 1823
Muhammad Zain 1823 - 1859
Muhammad Arsyad 1859 - 1876
Ayanhar 1879 - 1900
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) 1900 - 1902
Haji Muhammad Usman Syah 1902 - 1915
Iskandar Muhammad Djabir Sjah 1929 - 1975
Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) 1975 – 2015

C. Moloku Kie Raha

Lukisan
pemandangan
Pulau Ternate
dengan Gunung
Gamalama (sekitar
tahun 1883-1889).
Selain Ternate, di
Maluku juga
terdapat paling
tidak 3 kerajaan
lain yang memiliki pengaruh yaitu Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan
Kesultanan Bacan. Kerajaan–kerajaan ini merupakan saingan Ternate dalam
memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate
menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat

4|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan
antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku yang
memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yang berlarut–larut, sultan Ternate ke-7 Kolano Cili
Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–
raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk
persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau
Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan
adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena
pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai
persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

D. Kedatangan Islam
Sigi Lamo,
masjid

peninggalan Kesultanan Ternate.


Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku
Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan
Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya
pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal
Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka
maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat
dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan
abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang
diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti
Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah
yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar kolano dan
menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat
Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam
dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan
lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah

5|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam
dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai
Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).

E. Kedatangan Portugal dan Perang Saudara


Peta terawal
Kepulauan Maluku
Utara karya seorang
kartografer Belanda,
Willem Janszoon
Blaeu, pada tahun
1630. Arah utara
berada di sebelah
kanan, dengan Pulau
Ternate terletak di
ujung kanan, diikuti oleh Pulau Tidore, Mare, Moti dan Kepulauan Makian. Pada
bagian bawah adalah Gilolo (Jailolo atau Halmahera). Inset yang berada di atas
menunjukkan Pulau Bacan.
Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin
berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan
perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk
memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang Eropa pertama di
Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.
Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate
dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, pala dan
cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia.
Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan
bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud
menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari
kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu
Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan
tahta bagi dirinya sendiri.
Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga
pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan
pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran
Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak
sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil

6|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan.
Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan
dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani
perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Katolik dan vasal kerajaan
Portugal, tetapi perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-
1570).

F. Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun
geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak–tanduk bangsa Barat
yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di
belakang Sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi
salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad
ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511.
Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di
Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran
Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng
dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu–sekutu
suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya
Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal
di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai
kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de Mesquita
mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam
membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk mengusir
Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan
Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah
timur Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal
meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575. Di bawah pimpinan
Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari
Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian
timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di
bagian selatan.
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni hingga
menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia
timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah
Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15
entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal
mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.

7|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
G. Kedatangan Belanda
Putra Sultan Ternate bersama seorang controleur dan seorang warga Belanda
(sekitar tahun 1900).
Setelah Sultan Baabullah meninggal, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol
yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai
kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol
memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan
Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati
berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan
Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun
dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan
menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani
kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan
Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate
yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan
Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate.
Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga
merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang
kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang
Belanda dengan menjual rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
H. Perlawanan Rakyat Maluku dan Kejatuhan Ternate

Pengawal Sultan Ternate pada tahun 1910-an.

8|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
Ngara Lamo, gerbang Istana Kesultanan Ternate pada tahun 1910-an.

Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada Ternate semakin kuat.
Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat
perintah sultan. Sikap Belanda yang jahat dan sikap sultan yang cenderung manut
menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya
ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.
 Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang
merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar–besaran pohon
cengkih dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi
Tochten yang menyebabkan rakyat mengobarkan perlawanan. Pada tahun 1641,
dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan
gabungan Ternate, Hitu dan Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda
di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi
mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu
dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga
1646.
 Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan
Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-
1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan
Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan sultan. Tiga di antara
pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalamata.
Pangeran Saidi adalah seorang kapita laut atau panglima tertinggi pasukan
Ternate, Pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara Pangeran
Kalamata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin
pemberontakan di Maluku Tengah sementara Pangeran Kalamata bergabung
dengan raja Kesultanan Gowa, Sultan Hasanuddin. Mereka bahkan sempat
berhasil menurunkan Sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan

9|Se j a r a h K e r aj a a n T e rn a t e d a n T i d o r e
Manilha (1650–1655), tetapi berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah
kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi dkk berhasil
dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara
Pangeran Majira dan Kalamata menerima pengampunan sultan dan hidup dalam
pengasingan.
 Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori
(1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-mena.
Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa
Mindanao, tetapi upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena
daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur
jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya.
Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori
terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai
kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai
negara berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka, beberapa sultan Ternate berikutnya
tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan
kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu
menyokong perjuangan rakyatnya secara diam–diam. Yang terakhir tahun 1914
Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan
rakyat di wilayah–wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah
pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.
Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau
berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang
tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek dan markas mereka diobrak–abrik.
Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap
dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap
dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti
terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan
pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, Sultan Haji
Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita,
dia dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927.
Pasca penurunan Sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat
lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta
dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk
menghapus Kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena
khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara
Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih
tetap bertahan meskipun hanya sebatas simbol budaya.

10 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
I. Warisan Ternate

Istana Kesultanan Ternate di kaki Gunung Gamalama, Kota Ternate.


Imperium Nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak
pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan
sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate
memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur
khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup
agama, adat-istiadat dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam, Ternate memiliki peran yang
besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah
timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir Portugal
pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas
kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat
Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100
tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate
gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya
Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat
derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang
berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya,
"Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non
Austronesia" mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar
terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak
46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari Bahasa Ternate. Bahasa
Melayu Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi

11 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan
dialek yang berbeda–beda.[1]
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja Portugal
tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua di
dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua surat Sultan Abu Hayat
tersebut saat ini masih tersimpan di Museum Lisabon, Portugal

12 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
II. SEJARAN KERAJAAN TIDORE

Istana Kesultanan Tidore (Kadato Kie) di Tidore.

Kesultanan Tidore
‫كسولتانن تيدور‬
1081–1950

Bendera Lambang

Wilayah Kesultanan Tidore pada abad ke-16 (Uli Siwa)[1]

Ibu kota Tidore

Bahasa yang umum
Tidore
digunakan

Agama Islam

Pemerintahan Monarki Kesultanan
Sultan
• 1081 Kolano Syahjati (Muhammad Naqil)
• 1947-1967 Sultan Zainal Abidin Syah
• 2012-Sekarang Sultan Husain Syah
Sejarah
• Didirikan 1081
• Bergabung dengan Indonesia 1950

13 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
Didahului oleh Digantikan oleh
Majapahit Indonesia

Lukisan Sultan Saifuddin dari Tidore (bertahta 1657-1689).


Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku
Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-
18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau
Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal.
Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari
pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi
salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah
kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak
pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga
akhir abad ke-18.
A. Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik
tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama
resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia
masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

14 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
B. Aspek Kehidupan
I. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik
oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran
rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas,
meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.
II. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan
sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada
saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di
daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi
oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.
C. Kemunduran Kesultanan Tidore
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba
dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing
(Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate
sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka
kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama
sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah
di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
D. Daftar Raja dan Sultan Tidore
1. Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
2. [[Kolano Bosamawange]i
3. Kolano Syuhud alias Subu
4. Kolano Balibunga
5. Kolano Duko adoya
6. Kolano Kie Matiti

15 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
7. Kolano Seli
8. Kolano Matagena
9. 1334-1372: Kolano Nuruddin
10. 1372-1405: Kolano Hasan Syah
11. 1495-1512: Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin
12. 1512-1526: Sultan Al Mansur
13. 1526-1535: Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain
14. 1535-1569: Sultan Kiyai Mansur
15. 1569-1586: Sultan Iskandar Sani
16. 1586-1600: Sultan Gapi Baguna
17. 1600-1626: Sultan Mole Majimo alias Zainuddin
18. 1626-1631: Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah; memindahkan
pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara di Toloa
19. 1631-1642: Sultan Gorontalo alias Saiduddin
20. 1642-1653: [Sultan Saidi]]
21. 1653-1657: [[Sultan Mole Maginyau][ alias Malikiddin
22. 1657-1674: Sultan Saifuddin alias [[Jou Kota][; memindahkan pemerintahan
dan mendirikan Kadato (Istana) Salero di [[Limau Timore][ (Soasiu)
23. 1674-1705: Sultan Hamzah Fahruddin
24. 1705-1708: Sultan Abdul Fadhlil Mansur
25. 1708-1728: Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia
26. 1728-1757: Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan
27. 1757-1779: Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin
28. 1780-1783: Sultan Patra Alam
29. 1784-1797: Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar
30. 1797-1805: Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El
Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku
31. 1805-1810: [[Sultan Zainal Abidin]i
32. 1810-1821: Sultan Motahuddin Muhammad Tahir
33. 1821-1856: Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah; pembangunan Kadato
(Istana) Kie
34. 1856-1892: Sultan Achmad Syaifuddin Alting
35. 1892-1894: Sultan Achmad Fatahuddin Alting
36. 1894-1906: Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan; setelah wafat,
terjadi konflik internal (Kadato Kie dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan
37. 1947-1967: Sultan Zainal Abidin Syah; diikuti vakumnya kekuasaan
38. 1999-2012: Sultan Djafar Syah; pembangunan kembali Kadato Kie
39. 2012-sekarang: Sultan Husain Syah

16 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e
III. Referensi
1. Gazw Al-Fikr: Sultan Baabullah, Pembebasan Nusantara Dan “Jihad” Kita Hari Ini.
2. Gazw Al-Fikr: Sultan Baabullah, Pembebasan Nusantara Dan “Jihad” Kita Hari Ini.
3. Royal Ark Ternate p.2
4. Royal Ark Ternate p.3
5. Royal Ark Ternate p.4
6. Royal Ark Ternate p.5
7. http://www.sil.si.edu Ternate
8. Artikel:"Sultan Ternate Meninggal Dunia" di Detik.com
9. Drs. M. Jusuf Abdulrahman, et.al. (2001). Ternate, Bandar Jalur Sutera. LinTas.
10. "Melestarikan Surat Leluhur Melayu di Rumah Larik" . Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2013-03-14. Diakses tanggal 21 Maret 2013.
11. Henry Chambert-Loir & Oman Aturrahman. "Khazanah naskah: panduan koleksi
naskah-naskah Indonesia sedunia". Diakses tanggal 21 Maret 2013.
12. "Undang Undang Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua di Dunia?" . Diakses
tanggal 21 Maret 2013.
13. Gazw Al-Fikr: Sultan Baabullah, Pembebasan Nusantara Dan “Jihad” Kita Hari Ini.
14. Sejarah Kerajaan Tidore.

IV. Daftar Pustaka


 M. Adnan Amal, "Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250 - 1800 Jilid I dan II",
Universitas Khairun Ternate 2002.
 Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak",
Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996.
 Abdul Hamid Hasan, “Ternate dari abad ke abad”, Ternate 1987.

17 | S e j a r a h K e r a j a a n T e r n a t e d a n T i d o r e

Anda mungkin juga menyukai