Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi penduduk di Asia diproyeksikan akan tumbuh dengan rerata 24% antara tahun 2013

dan 2050, dengan proporsi usia diatas 50 tahun mencapai hingga 144% (United States Census

Bureau, 2013; Mithal & Ebeling, 2013). Seiring dengan peingkatan populasi lansia, telah terjadi

2-3 kali lipat kejadian hip fracture selama masa 30 tahun terahir (Mithal & Ebeling, 2013) dan

diperkirakan lebih 50% hip fracture di dunia akan terjadi di kawasan Asia pada tahun 2050

(Gullberg, Johnell & Kanis, 1997). Indonesia merupakan negara Asia dengan jumlah penduduk

terbesar ke empat di dunia setelah China, India dan Amerika serikat (Internet World Stats).

Penduduk Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 20% selama empat dekade mendatang,

dari 251 juta pada tahun 2013 menjadi 300 juta tahun 2050. Rerata harapan hidup penduduk

Indonesia meningkat dari 70,1 tahun ke 72,2 tahun pada periode 2030-2035 dan akan mencapai

usia 80 tahun pada tahun 2050 (United National Population Fund, 2013; IOF, 2013). Daerah

Istimewa Yogyakarta merupakan propinsi dengan angka harapan hidup tertinggi di Indonesia

yaitu 74,3 tahun (Amerika National Population Fund, 2013).

Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat sekitar 43.000 hip fracture pada tahun 2010

(Mithal & Ebeling, 2013). Sementara The International Osteoporosis Foundation (IOF) yang

melaporkan peta kejadian hip fracture, menunjukkan bahwa angka hip fracture di Indonesia

mencapai 119/100.000 orang per tahun, lebih tinggi dari di Malaysia (90/100.000 orang per

tahun) dan di Filipina (93/100.000 orang per tahun) (Tirtarahardja et al., 2006; Mithal & Ebeling,

2013). Hal ini megidikasikan bahwa kejadian hip fracture di Indonesia relative tinggi khususnya

di kawasan Asia Tenggara.

1
Hip fracture diidentifikasi sebagai salah satu masalah kesehatan yang paling serius

mempengaruhi kehidupan lanjut usia (Cooper, Campion & Melton, 1992). Efek hip fracture

adalah hilangnya fungsi, termasuk hilangnya fungsi fisik dan instrumental (Li et al., 2012).

Pasien lanjut usia yang mengalami hip fracture tidak dapat melanjutkan status fungsional pra-

fraktur mereka (kemampuan untuk melakukan ADL dan IADL) setelah keluar dari rumah sakit

(Rosell & Parker, 2003; Lin & Chang, 2004; Shyu et al., 2004;. Li et al., 2012). Secara klinis hip

fracture mempengaruhi kesejahteraan fisik baik fungsi dan kualitas hidup (QoL) (Jongjit et al.,

2003; Hall et al., 2000). Hip fracture dikaitkan dengan penurunan QoL, depresi dan peningkatan

kebutuhan perawatan selama periode pascaoperasi (Buecking et al., 2012). Studi menunjukan

bahwa semua jenis hip fracture telah mengakibatkan penurunan QoL (Young, et al., 1997;.

Mendonca et al., 2008). QoL merupakan evaluasi subjektif dari kesehatan dan domain kehidupan

dari perspektif pasien, yang dapat memberikan gambaran subyektif dari hip fracture atau efek

dari pengobatan dan perawatan termasuk pada lanjut usia (Shyu et al., 2004).

Pemahaman pola pemulihan fungsional seperti QoL setelah hip fracture menjadi penting

dalam rangka memberikan dasar untuk merancang sebuah program informasi perawatan.

Pengetahuan tentang informasi QoL dapat membantu penyedia layanan kesehatan seperti

perawat untuk memprediksi prognosis pasien secara tepat, dan membantu dalam

mengembangkan pendekatan manajemen asuhan keperawatan seperti merencanakan hasil dari

asuhan keperawatan yang rasional (Shyu et al., 2004).

2
B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, QoL post-operasi hip fracture dan pasca

rawat inap merupakan parameter kemampuan individu melakukan tugas-tugas yang diperlukan

untuk hidup secara mandiri, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan studi evaluasi QoL pada

lanjut usia dengan hip fracture yang telah menjalani operasi.

C. Tujuan Penelitian

a) Tujuan Umum

Tujuan peneltian ini adalah untuk melakukan evaluasi QoL lanjut usia dengan hip fracture

yang telah menjalani operasi

b) Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah diketahuinya perubahan dimensi QoL

menggunakan instrument SF-36 lanjut usia dalam rentan waktu 1 and 3 bulan setelah

menjalani operasi

D. Manfaat Penelitian

1) Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan dan dasar untuk

melakukan asuhan keperawatan QoL lanjut usia dengan hip fracture yang telah menjalani

operasi

2) Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dukungan keilmuan dan memperkuat

pengetahuan QoL lanjut usia dengan hip fracture yang telah menjalani operasi

3) Bagi Penelitian Keperawatan

3
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dasar untuk penelitian selanjutnya untuk melakukan

penelitan lanjutan seperti penelitian longitudinal terkait QoL lanjut usia dengan hip fracture

yang telah menjalani operasi

E. Ruang Lingkup Penelitian

1) Lingkup Materi: Materi mengenai hip fracture pada lanjut usia

2) Lingkup Responden: Lanjut usia yang yang telah menjalani operasi hip fracture

3) Lingkup Tempat: RS Ortopedik Prof. Soeharso, Surakarta

4) Lingkup Waktu: Penyususnan proposal sampai dengan pelaporan hasil penelitian dilakukan

pada periode bulan Desember 2016 sampai dengan Desember 2018

F. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Shyu et al., (2004) “Changes in quality of life among elderly

patients with hip fracture in Taiwan” dengan menggunakan 110 pasien yang mengalami hip

fractured (age, mean±SD: 79.3±7.4 years), follow-up yang dilakukan adalah 12 bulan yaitu

1,3,6,dan 12 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterbatasan peran karena masalah

fisik mencapai level tertinggi adalah diantara bulan ke 3 dan bulan ke-6, dan kemudian akan

terjadi peningkatan secara signifikan selama bulan 6 dan 1 tahun setelah keluar rumah sakit.

Penelitian selanjutnya “Evaluation of Medical Outcomes Study Short Form-36 Taiwan version in

assessing elderly patients with hip fracture” oleh Shyu et al., (2004) menunjukan bahwa evaluasi

menggunakan SF-36 pada Physical function subscale memiliki affect size 0.88 dari bulan ke 1

sampai bulan ke 3, hal ini mengindikasikan terdapat peningkatan fungsional pada bulan ke tiga

setelah menjalai operasi hip.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fracture

1). Pengertian Fracture

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari jaringan atau struktur tulang (Maher, Salmond &

Pellino, 2002; Lewis et al., 2011). Sedangkan menurut Price dan Wilson, (2012) fraktur

merupakan patah tulang yang bersifat total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan

kerusakan kontinuitas jaringan tulang baik sebagian maupun secara keseluruhan

2). Etiologi.

Fraktur traumatik disebabkab oleh trauma dengan kekuatan yang besar sehingga tulang tidak

mampu untuk menahannya, seperti pada kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan akibat jatuh.

Fraktur impaksi (kompresi) yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada

diantaranya seperti pada fraktur satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (Price & Wilson,

2012). Sedangkan penurunan densitas tulang akibat adanya penyakit seperti tumor, kanker dan

osteoporosis merupakan penyebab terjadinya fraktur secara patologis (Helmi, 2012).

3). Manifestasi Klinis

Terdapat beberapa manifestasi secara klinis dari terjadinya fraktur, diantaranya yaitu:

a)Edema akibat adanya trauma dan perdarahan yang terjadi di area patahan tulang. b) Nyeri

sebagai akibat peningkatan tekanan dan gesekan pada syaraf sekitar patahan tulang. c)

Deformitas akibat adanya pemendekan dan bergesernya fragmen tulang dan tulang kehilangan

fungsi normalnya. d)Crepitasi yaitu bunyi derik akibat adanya gesekan antar fragment tulang

yang patah. (Smeltzer & Bare, 2002; Lewis et al., 2011)

5
4). Pengkajian pada fraktur.

Pengkajian yang merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, sehingga

diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam pemeriksaan fraktur secara lokal. Pemeriksaan pada

sistem muskuloskeletal khususnya dalam fraktur adalah:

1) Look (inspeksi). Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: a)Cictriks (jaringan parut baik

yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). b)Warna kemerahan atau kebiruan (livide)

atau hyperpigmentasi. c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak

biasa (abnormal). d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) e) Posisi jalan (gait, waktu

masuk ke kamar periksa)

2) Feel (palpasi) Pada waktu palpasi, rasakan adanya a) Perubahan suhu disekitar trauma

(hangat) dan kelembaban kulit. b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian. c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan

selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.

3) Move (pergerakan) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan

sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral).

Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang

dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

5). Prinsip penangan fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi dan pengembalian fungsi normal

dengan rehabilitasi (Lewis et al., 2011; Price & Wilson, 2012). (a) Rekognisi fraktur

(pengenalan) yaitu tahapan pengkajian untuk mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahan

6
dari fraktur sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya. (b) Reduksi fraktur (reposisi)

Reduksi (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi

secara anatomis dengan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah. Reduksi

fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya kehilangan elastisitas jeringan

lunak karena infiltrasi edema dan perdarahan. (c) Retensi fraktur (imobilisasi) Setelah fraktur

direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan tulang. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna

(OREF) atau interna (ORIF). Metode fikasi eksterna meliputi pembalutan, bidai, gips, skin traksi,

sedangkan plate n screw, intramedulari nail, K-wire merupakan fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur (d) Rehabilitasi (mempertahankan dan

mengembalikan fungsi) Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.

Reduksi dan imobilisasi dipertahankan sesuai kebutuhan dari proses penyembuhan tulang,

sedangkan latihan disesuaikan dengan tahapan rehabilitasi yang bertujuan untuk mengembalikan

aktifitas fungsional dan menghindari terjadinya atropi dan kontraktur

6). Hip fracture in Older persons

Frekuensi patah tulang pinggul tampaknya meningkat di banyak negara karena harapan

hidup di atas usia 50 tahun telah meningkat. Insiden di seluruh dunia diperkirakan 1,3 juta patah

tulang pinggul pada tahun 1990 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2,6 juta pada tahun

2025 dan 4,5 juta pada tahun 2050 (Gullberg, Johnell & Kanis, 1997). Patah tulang pinggul

adalah masalah medis umum pada populasi lanjut usia dan penyebab signifikan mortalitas dan

morbiditas di kalangan orang tua (Halstead, 2004). Mayoritas patah tulang etiologi pinggul, lebih

dari 90%, terkait dengan penurunan (Roberts, 2001). Wanita yang telah mengembangkan massa

tulang kepadatan rendah karena osteoporosis sangat rentan terhadap patah pinggul dan jatuh.

7
Banyak terjun yang disebabkan oleh bahaya di lingkungan, seperti melemparkan karpet,

pencahayaan yang buruk, permukaan berjalan tidak rata, dan lantai licin. Beberapa orang tua juga

mungkin memiliki kesulitan melihat atau mungkin mengambil obat yang mempengaruhi mereka

untuk gaits goyah atau ringan.

Fraktur pinggul diklasifikasikan ke dalam dua kategori: 1)patah tulang intracapsular, yang

terjadi dalam kapsul sendi di leher femur dan 2)fraktur ekstrakapsular, yang terjadi di luar kapsul

sendi. Patah tulang ini dapat dibagi lagi dalam kategori mereka. fraktur intracapsular bisa

subcapital, transervikal, atau patah tulang leher basilar, tergantung mana wilayah leher femoralis

retak. fraktur ekstrakapsular diklasifikasikan sebagai intertrochanteric (terjadi antara trochanters

besar dan lebih kecil) dan subtrochanteric (terjadi di bawah trokanter lebih rendah). Fraktur

intracapsular lebih mungkin terkait dengan peristiwa traumatis kurang dan osteoporosis, dan

mereka lebih sering terjadi pada orang tua yang lemah. fraktur ekstrakapsular lebih cenderung

disebabkan oleh peristiwa traumatis yang signifikan yang mengakibatkan pukulan langsung

seperti jatuh (Ruda, 2000).

Manifestasi klinis dari patah tulang pinggul yaitu terkjadi rotasi eksternal pinggul dan

pemendekan ekstremitas. pasien tidak akan mampu untuk menanggung berat pada kaki dan

biasanya akan mengeluh sakit parah dan nyeri di daerah fraktur (Roberts, 2001) dan hematoma

atau ecchymosis dapat terdapat pada area fracture (Liddel, 2000) dan dapat terdapat trauma

jaringan lunak.

7). Quality of life (QoL) in Hip Fracture.

Efek dari hip fracture pada angka kematian, aktivitas kehidupan sehari-hari, dan kualitas

hidup dapat sangat memberikan dampak negative pada orang tua terlebih yang hidup dalam

kondisi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (Mendonca et al., 2008). QoL telah

8
digunakan untuk melengkapi indikator tradisional seperti kematian dan parameter klinis untuk

menilai efek dari penyakit dan hasil pengobatan. QoL juga dapat dilihat sebagai bagian dari

struktur sosial dan budaya seseorang, dan dapat bervariasi secara signifikan di seluruh budaya

yang berbeda. QoL akan dapat memberikan evaluasi subjektif dari kesehatan dan domain

kehidupan yang terkait dari perspektif klien, untuk meningkatkan pemahaman kita tentang

dampak dari hip fracture. Pengukuran QoL telah valid dan sensitif dalam memprediksi kematian

pada orang tua, dan dalam mendeteksi gangguan fungsional dan lansia dengan hip fracture

dilaporkan lebih buruk (Kasl & Lemke, 1990; Shyu et al., 2004).

Kualitas mental dan fisik hidup pasien lansia dengan hip fracture yang sangat terganggu,

adalah satu bulan setelah fraktur, dengan pemulihan parsial pada akhir bulan ke-empat (Pérez et

al., 2014). Peningkatan QoL antara bulan 1 dan 6 post hip fraktur, dengan salah satu prediktor

yang paling penting adalah usia (Pérez et al., 2014). Ada penurunan yang signifikan dalam QoL

dalam hal fungsi fisik dan sosial, kegiatan sosial, dan kesehatan umum. Pasien dengan hip

fracture menunjukkan QoL buruk dengan penurunan yang signifikan. ketidakstabilan fisik,

emosional, dan psikologis pasien, serta peningkatan rasa sakit, merupakan konsekuensi dari hip

fracture akibat osteoporosis, yang semuanya dapat mempengaruhi QoL dalam studi lain di 250

pasien fraktur Hip di Thailand ditemukan 36% ringan, 60% sedang, dan 4% berat pada defisit

kualitas hidup (Suriyawongpaisal et al., 2003). Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan

perbaikan yang signifikan selama periode tiga sampai enam bulan setelah keluar dari rumah sakit

dalam kapasitas fungsional, kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan untuk

sebagian besar dimensi QoL pasien lansia dengan intervensi bedah dan rehabilitasi yang

memadai pada hip fracture (Balen et al, 2001;Tidermark et al, 2002). Terdapat peningkatan yang

9
signifikan pada pasien lansia dengan intervensi bedah dan rehabilitasi selama 3 bulan pertama

setelah keluar rumah sakit untuk sebagian dimensi QoL (Shyu et al., 2003).

B. Hipotesis

Terdapat peningkatan kualitas hidup lanjut usia dengan hip fracture pada periode tiga bulan

post-operasi

10
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan prospective longitudinal study

design, desain penelitian longitudinal akan digunakan untuk mengevaluasi trend kualitas hidup

lanjut usia pasca operasi hip fracture selama periode 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit di

Indonesia.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah lanjut usia yang menjalani operasi tulang panggul (hip) di di

rumah sakit Soeharso, Surakarta. Rumah sakit Soeharso Surakarta, merupakan rumah sakit

pemerintah kusus ortopedi dan merupakan rumah sakit rujukan ortopedi terbesar khusunya di

wilayah Jawa Tengah. Sampel direkrut dengan accidental sampling pada periode Mei 2017–Juni

2018 sesuai dengan kriteria inklusi sampel.

Kriteria inklusi

• Umur ≥50 tahun

• Dirawat karena hip fracture dan menerima operasi untuk fiksasi internal atau artroplasti

• Tanpa gangguan kognitif, dimentia

Kriteria eksklusi

• Hip fracture dengan multiple trauma, stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, cancer dan Spinal

cord Injury

C. Alat Pengumpulan Data

SF-36 digunakan sebagai alat/instrument evaluasi trend kualitas hidup lanjut usia dengan hip

fracture, penilaian kesehatan ini berbasis pada validasi pasien dan telah terbukti sesuai dalam

11
mengevaluasi hasil pasien ortopedi (Peterson et al., 2002). SF-36 banyak digunakan untuk

mengukur QoL secara generik, termasuk delapan konsep kesehatan: fungsi fisik; keterbatasan

peran, fisik; nyeri tubuh; daya hidup; kesehatan umum; fungsi sosial; keterbatasan peran

emosional; dan kesehatan mental. Sejak tahun 1993, penggunaan SF-36 telah meningkat di

seluruh dunia. Pada Juni 1998, peneliti telah menerjemahkan dan mempelajari SF-36 di lebih

dari 40 negara (Ware & Gandek, 1998). Versi baru Indonesia dari SF-36 digunakan pada

penelitian pasien lansia di Indonesia (Lina, Lubis & Nasution 2008; Rachmawati, Perwitasari &

Adnan, 2014).

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada tahap admisistrasi dilakukan dengan mendapatkan

pengesahan dari Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dan mendapatkan ijin melakukan penelitian

dari lokasi/tempat penelitian. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti kepala ruang

dan perawat pelaksana yang akan terlibat sebagai asisten peneliti. Pada tahap persiapan peneliti

akan berkoordinasi dengan kepala ruangan untuk merekrut perawat sebagai asisten peneliti.

Peneliti memberikan penjelasan kepada perawat yang ikut berperan sebagai asisten peneliti

tentang instrument penelitian/kusioner.

Pada tahap pelaksanaan peneliti dan atau asisten peneliti memperkenalkan diri dan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada pasien, meminta kesediaan pasien untuk

terlibat dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden (informed

consent) dan kemudian menjelaskan kepada responden tentang instrument penelitian serta

tahapan pengambilan data, bahwa responden akan menerima penilaian untuk mengevaluasi

kualitas hidup menggunakan instrument SF-36. Penilaian tahap pertama untuk mengevaluasi

12
kualitas hidup akan dilakukan pada saat pasien control ke rumah sakit; setelah 1 bulan menjalani

operasi hip dan sekitar 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit.

E. Etika Penelitian

Penelitian ini telah memalui uji etik (No: 01/KEP/UNISA/X/2016; dan No:

TU.02.02/II.3.1/0568/2017) untuk memenuhi prinsip-prinsip etik (Polit, Beck, & Hungler,

2006). Sebelum melakukan pengambilan data dengan menggunakan instrumen, peneliti telah

menjelaskan tujuan dan potensi risiko kepada responden, peneliti menginformasikan tentang hak

responden untuk dapat mengundurkan diri dari penelitian setiap saat dan menolak untuk

menjawab pertanyaan, serta informasi mengenai strategi yang digunakan untuk melindungi

kerahasiaan responden. Peserta kemudian diberi kesempatan untuk bertanya jika terdapat hal-hal

yang dirasa belum jelas. Peneliti akan memberikan lembar informed consent pada para peserta

yang menyatakan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian untuk kemudian ditandatangani

baik oleh responden dan peneliti.

Data dari peserta disimpan secara rahasia oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti

menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh peserta dengan hanya mencakup kode

(anonym) di lembar instrumen/kuesioner dan kemudian data yang musnahkan setelah selesai

digunakan. Berpartisipasi dalam penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat bagi peserta.

Misalnya, pasien akan mengetahui peningkatan pemulihan kondisi yang tercermin dalan status

kualitas hidup dan memiliki pemahaman yang lebih terhadap kondisi mereka sendiri. Tanda

dan/atau gejala kecemasan dan/atau stres dapat dideteksi oleh peneliti atau pewawancara selama

pengumpulan data/pengisisn quesioner. Jika tanda-tanda dan atau gejala-gejala ini terdeteksi,

pengisian kuesioner dihentikan dan diberikan waktu untuk beristirahat serta dukungan

emosional, kenyamanan lingkungan akan diberikan.

13
Pengukuran kualitas hidup (QoL) dilakukan oleh dua orang perawat (Inter-rater reliability

correlation coefficient: 0.897) dengan cara interview face-to face dengan pasien pada saat pasien

melakukan kontrol di rumah sakit; yaitu pada bulan pertama dan ketiga setelah pasien menjalani

operasi hip. Terdapat 66 responden yang bersedia mengikuti serta melengkapi/mengisi

kuesioner penelitian sampai dengan periode bulan ketiga setelah operasi hip.

F. Data Analisis

Perhitungan score instrument SF36 dilakukan dengan kisaran 0-100, semakin tinggi score

menunjukan semakin baik kulaitas hidup (RAND, 2009). Paired sample t–test digunakan untuk

mengevaluasi atau membandingkan kualitas hidup (QoL) pada rentang bulan pertama dan bulan

ketiga pada lanjut usia yang telah menjalani operasi hip.

14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Karakteristik responden.

Sebanyak 66 responden yang memenuhi kriteria dan berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan

rerata usia 66.18 tahun dan di dominasi responden berjenis kelamin perempuan 39 (50.1%), tingkat

pendidikan Sekolah Dasar 42 (63.6%). dan terdapat 41 (62.1%) responden yang menjalani jenis

operasi arthoplasty. Table 1

Tabel 1: Karakteristis responden.

Karakteristik n (66)

Jenis kelamin

Laki-laki 21 (31.8%)

Perempuan 45 (68.2%)

Usia (mean±SD) 66.18±8.47

Tipe operasi

Internal fixation 25 (37.9%)

Arthoplasty 41 (62.1%)

Pendidikan

Tidak sekolah 8 (12.1%)

SD 42 (63.6%)

SMP-SMA 12 (18.2%)

Pendidikan tinggi 4 (6.1%)

15
2. Quality of life bulan ke-3 post operasi hip fraktur

Hasil uji ststistik paired sample t–test SF36 bulan pertama dan ketiga (Tabel 2), secara umum

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan QoL pada bulan ke-tiga setelah menjalani operasi hip

(p=0.001). Namun, SF36 pada subskala energi/fatique secara statistik menunjukan tidak terdapat

perbedaan yang significant (p=0.624) untuk periode bulan pertama dan ketiga post operasi hip

Table 2: Hasil uji paired sample t–test SF36 dan SF36 subscale

Variabel Mean SD Sig

different

SF36 26.05 10.52 0.001

SF36 Subscale

Kesehatan umum 15.2 12.8 0.001

Fungsi fisik 36.9 13.6 0.001

Fungsi sosial 31.8 15.6 0.001

Peranan fisik 44.3 38.7 0.001

Peranan emosi 55.0 38.6 0.001

Fatigue 0.8 13.7 0.624

Rasa nyeri 24.5 16.1 0.001

Kesehatan jiwa 6.8 13.4 0.001

16
B. PEMBAHASAN

Rerata usia responden dalam penelitian ini adalah 66 tahun dengan proporsi 68.2% perempuan.

Beberapa studi menunjukan bahwa usia lebih dari 50 tahun merupakan salah satu faktor resiko yang

dapat meningkatkan prevalensi terjadinya hip fracture (Banks et al., 2009; Dhanwal et al., 2011;

Povoroznyuk et al., 2018). Seiring dengan bertambahnya usia terjadi penurunan kekuatan tulang

(osteoporosis) sehingga meningkatkan faktor resiko fracture (Chris et al., 1997; Alswat, 2017).

Studi lain menunjukkan bahwa osteoporosis terjadi empat kali lebih banyak pada perempuan

dibandingkan pada laki-laki (Center et al., 1999; Feldstein et al., 2003) sehingga memiliki resiko

frakture lebih besar.

Pada penelitian ini terdapat 41 (62.1%) responden yang menjalani arthoplasty. Studi terdahulu

meunjukan bahwa tipe operasi arthoplasty secara umum lebih baik dibandingkan dengan tipe

internan fixation, terkait dengan komplikasi post operasi. Blomfeldt el al.,(2005) melaporkan bahwa

terjadi komplikasi (seperti infeksi) sekitar 30% dan 33% reoperasi pada tipe operasi hip internal

fixation, yang pada ahirnya mempenagruhi kulaitas hidp pasien. Studi lain menunjukan bahwa

kualitas hidup pada tipe fracture femoral hip dengan type operasi internal fixation lebih rendah

dibandingkan dengan arthoplasty (Hedbeck et al., 2013). Pada penelitian ini tidak secara spesifik

membandingkan jenis operasi internal fixation dan arthoplasty, tetapi dengan prosentase sekitar

62.1% respondent yang menjalani type operasi arthoplasty dan didukung berdasarkan beberapa

studi terdahulu secara umum memungkinkan untuk mempengaruhi peningkatan kualitas hidup pada

bulan ke tiga lansia yang telah menjalani operasi hip pada penelitian ini.

Evaluasi subjektif terkait dengan kulitas hidup yang diukur menggunakan SF36 menunjukan

bahwa secara umum terdapat peningkatan kualitas hidup pada periode bulan pertama dan bulan ke

tiga setelah pasien menjalani operasi (p=0.001). Hal ini didukung oleh studi sebelumnya yang

17
menunjukan bahwa seluruh domain SF36 meningkat secara signifikan pada bulan ketiga pada

pasien lansia tanpa adanya penyakit penyerta (seperti; diabetes mellitus, gangguan

kognitif/dimensia) yang telah menjalani operasi hip dan akan meningkat pada bulan-bulan

berikutnya (Shyu et al., 2004). Dimensi peranan emosi (M± SD; 55.0±38.6) dan peranan fisik

(M±SD; 44.3±38.7) memiliki rerata perbedaan yang paling besar diantara dimensi lain pada peiode

bulan pertama dan bulan ketiga setelah operasi. Hal ini manunjukan bahwa pasein yang telah

menjalani hip fracture pada bulan ketiga telah mampu untuk berperan melaksanankan tugas-tugas

atau aktifitas keseharian walaupun dengan adanya keterbatasan berupa kondisi fisik post operasi

hip, serta tidak mengalami masalah yang disebabkan oleh gangguan emosional dibandingkan pada

bulan pertama. Namun, menariknya pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan pada dimensi energy/fatique (p=0.624) pada bulan pertama dan ketiga post operasi

hip. Dimensi energy/fatique pada instrument SF36 merupakan dimensi berfokus pada perasaan

semangat, perasaan tentang tenaga yang dimiliki, perasaan jenuh dan rasa lelah yang secara

subyektive dirasakan oleh responden. Sehingga menyiratkan bahwa responden yang telah menjalani

operasi hip memiliki tingkat kelelahan (fatigue) yang cenderung sama pada periode bulan pertama

dan ketiga. Terdapat beberpa factor yang mempengaruhi tingkat fatique, diantaranya adalah usia,

dan kondisi fisik. Terdapat relevansi usia dengan tingkat fatigue, dimana semakin tinggi usia (tua)

semakin besar resiko untuk mengalami fatique (Elion, Jeremi & Jonatan, 2010). Disamping itu

perubahan kondisi fisik seperti post operasi hip pada lansia menyebabkan kebutuhan energi yang

meningkat dalam melakukan latihan serta usaha untuk memenuhi tugas-tugas atau kegiatan/peranan

seperti fungsi fisik.

18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini memiliki beberapa limitasi seperti besaran sampel, faktor lingkungan individu

(seperti kodisi lingkungan/fasilitas rumah, support system keluaga) yang tidak terkaji yang

mempengaruhi level adaptasi serta kualitas hidup pasien. Namun demikian, dari hasil uji statistic,

secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan level kualitas hidup (QoL) lansia pada

bulan ketiga setelah menjalani operasi hip yang diukur menggunakan SF36. Sehingga bulan ke-3

post operasi hip merupakan waktu yang rasional untuk menetapkan target peningkatan kualitas

hidup pada lansia yang telah menjalani operasi hip tanpa adanya penyakit penyerta. Penelitian

longitudinal dengan kompleksitas variable dan sampel yang lebih besar sangat kami

rekomendasikan untuk dapat melihat treds kualitas hidup (QoL) pasien lanjut usia yang telah

menjalani operasi hip secara komprehensif.

19
DAFTAR PUSTAKA
Alswat K. A. (2017). Gender Disparities in Osteoporosis. Journal of clinical medicine research,
9(5), 382-387.
Apolone G & Mosconi P (1998). The Italian SF-36 Health Survey: Translation, Validation and
Norming. J Clin Epidemiol Vol. 51, No. 11, pp. 1025–1036, Elsevier Science Inc. All rights
reserved
Brauer.C.A, Perraillon M.A, Cutler D.M & Rosen A.B, (2009). Incidence and Mortality of Hip
Fractures in the United States. JAMA. 2009;302(14):1573-1579
(http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=184708)
Blomfeldt, R., Tornkvist, H., Ponzer, S., Soderqvist, A., & Tidermark, J. (2005). Internal fixation
versus hemiarthroplasty for displaced fractures of the femoral neck in elderly patients with
severe cognitive impairment. Journal of Bone and Joint Surgery. British volume, 87(4), 523-
529. doi:10.1302/0301-620x.87b4.15764
Buecking et al., (2012) .What determines health-related quality of life in hip fracture patients at the
end of acute care?—a prospective observational study Osteoporos Int (2014) 25:475–484 DOI
10.1007/s00198-013-2415-5
Center J.R, Nguyen T.V, Schneider D, Sambrook P.N,& Eisman J.A. Mortality after all major types
of osteoporotic fracture in men and women: an observational study. Lancet.
1999;353(9156):878–882. doi: 10.1016/S0140-6736(98)09075-8
Costa JA, Ribeiro A, Bogas M, Costa L, Varino C, Lucas R, Rodrigues A & Araújo D.(2009).
Mortality and functional impairment after hip fracture - a prospective study in a Portuguese
population. Acta Reumatol Port. 2009 Oct-Dec;34(4):618-26.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20852575)
Cooper C, Campion G, Melton LJ (1992) Hip fractures in the elderly: a world-wide projection.
Osteoporos Int 2:285–289
Chris E. D H, Ben A, Huibert, Albert H & Huibert A P. (1997). Bone density and risk of hip
fracture in men and women: cross sectional analysis BMJ; 315 doi:
https://doi.org/10.1136/bmj.315.7102.221
Cunningham JB & McCrum-Gardner E (2007) Power, effect and sample size using GPower:
practical issues for researchers and members of research ethics committees. Evidence Based
Midwifery 5(4): 132–6
Dailiana.Z, Papakostidou.I, Varitimidis. S, Michalitsis.SG, Veloni. A & Malizos. KN (2013).
Surgical treatment of hip fractures: factors influencing mortality. Hippokratia. 2013 Jul-Sep;
17(3): 252–257 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3872463/)
Di Nubila MFS, Matarazzo CG, Lopes-Albers AD & Gobbi FCM (2011) Self-reported outcomes of
patients undergoing total hip replacement surgery assessed by the WOMAC questionnaire
Di Monaco M, Vallero F, Di Monaco R, Tappero R, & Cavanna (2007) Hip-fracture type does not
affect the functional outcome after acute in-patient rehabilitation, a study of 684 elderly
women. Eura Medicophys. 2007;43:439–44.
Elion M, Jeremi M.J & Jochanan S (2010). Fatigue, Function, and Mortality in Older Adults. The
Journals of Gerontology: Series A, Volume 65A, 887–895,
https://doi.org/10.1093/gerona/glq064
Fahy A.S, Wong F, Kunasingam K, Neen D, Dockery F, Ajuied A, & Back D (2014). A Review of
Hip Fracture Mortality—Why and How Does Such a Large Proportion of These Elderly
Patients Die?. Surgical Science, 2014, 5, 227-232 Published Online May 2014 in SciRes.
(http://www.scirp.org/journal/ss http://dx.doi.org/10.4236/ss.2014.55039)

20
Gallo, J.J., & Paveza, G.J. (2006). Activities of daily living and instrumental activities of daily
living assessment. In J.J. Gallo, H.R. Bogner, T. Fulmer, & G.J. Paveza (Eds.), Handbook
of Geriatric Assessment (4th ed., pp. 193-240). MA: Jones and Bartlett Publishers.
Greenfield S, Nelson EC (1992) Recent developments and future issues in the use of health status
assessment measures in clinical settings. Med Care:MS23)MS41 7.
Gullberg, B, Johnell O & Kanis, J.A. (1997)World-wide Projections for Hip Fracture. Osteoporos
Int (1997) 7:407–413 (http://link.springer.com/article/10.1007%2FPL00004148)
Hall SE, Williams JA, Senior JA, Goldswain PR & Criddle RA. (2000) Hip fracture outcomes:
quality of life and functional status in older adults living in the community.. Aust N Z J Med.
2000 Jun;30(3):327-32. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10914749)
Halstead J.A (2004). Orthopedic Nursing: Caring for Patients with Musculoskeletal Disorders.
Western Schools, Inc. All Rights Reserved
Holt G, Smith. R, Duncan. K, Finlayson. D.F & Gregori (2008). Early mortality after surgical
fixation of hip fractures in the elderly. British Editorial Society of Bone and Joint Surgery
doi:10.1302/0301-620X.90B10. 21328
Idler EL, Kasl SV & Lemke JH (1990) Self-evaluated health and mortality among the elderly in
New Haven, Connecticut, and Iowa and Washington counties, Iowa, 1982–1986. Am J
Epidemiol 131:91–103
Jaglal S, Lakhani Z & Schatzker J. (2000). Reliability, validity, and responsiveness of the lower
extremity measure for patients with a hip fracture. J Bone Joint Surg Am. 2000 Jul;82-
A(7):955-62. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10901310)
John E Ware. J.E & Gandek. B (1998). Overview of the SF-36 Health Survey and the International
Quality of Life Assessment (IQOLA) Project. Journal of Clinical Epidemiology Volume 51,
Issue 11, November 1998, Pages 903–912
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S089543569800081X)
Jones CA, Beaupre LA, Johnston DWC & Suarez-Almazor ME. (2007). Total joint arthroplasties:
Current concepts of patient outcomes after surgery. Rheum Dis Clin N Am. 2007;33(1):71-
86 (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0889857X06000974
Jongjit J, Komsopapong L, & Songjakkaew P.(2003). Health-related quality of life after hip fracture
in the elderly community-dwelling. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
2003;34:670–4 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15115149)
Li H.-J., Cheng H.-S., Liang J., Wu C.-C. & Shyu Y.-I.L. (2012) Functional recovery of older
people with hip fracture: Does malnutrition make a difference?. Journal of Advanced
Nursing 69(8), 1691–1703. doi: 10.1111/jan.12027
Lina, Lubis. A.R & Nasution. S.R (2008). Correlation Between Nutritional Statue Parameter
Measured By Bioelectrical Impedance Analysis And The Quality Of Life (Sf-36) In Regular
Hemodialysis Regular Patient. Thesis. Faculty of medicine, Sumatra Utara university,
Medan
Liang KY & Zeger SL (1986) Longitudinal data analysis using generalized linear models.
Biometrika 73:13–22
Liang KY& Zeger SL (1993) Regression analysis for correlated data. Annu Rev Public Health
14:43–68
Magaziner J, Simonsick E.M, Kashner MT, Hebel J.R & Kenzora J.E (1989). Predictors of
Functional Recovery One Year Following Hospital Discharge for Hip Fracture: A
Prospective Study.  Oxford Journals Medicine & Health Journal of Gerontology Volume
45, Issue 3 Pp. M101-M107 (http://geronj.oxfordjournals.org/content/45/3/M101.abstract)

21
Mendonça T.M.S, Silva. C.H.M, Canto,R.S.T, Morales N.M.O, Pinto,R.M.C & Morales, R.Z
(2008). Evaluation of the Health-Related Quality of Life in Elderly Patients According to the
Type of Hip Fracture: Femoral Neck or Trochanteric.Clinics. 2008 Oct; 63(5): 607–618.
doi:  10.1590/S1807-59322008000500007
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2664717/)
Mithal. A & Ebeling. P (2013). The Asia-Pacific Regional Audit, Epidemiology, costs & burden of
osteoporosis www.iofbonehealth.org
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded sourcebook (2nd
ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Naglie. G, Tansey. C, Kirkland. J.L, Harris. O, Detsky A.S, Etchells.E, Tomlinson.K. O’Rourke. K,
& Goldlist G. (2002). Interdisciplinary inpatient care for elderly people with hip fracture: a
randomized controlled trial. Canadian Medical Association or its licensors
(http://www.cmaj.ca/content/167/1/25.short)
Perwitasari D.A. (2012). Development the validation of Indonesian version of SF-36 questionnaire
in cancer disease. Indonesian J Pharm ;23:248e253
Peterson MGE, Allegrante JP, Cornell CN et al. (2002) Measuring recovery after a hip fracture
using the SF-36 and Cummings scales. Osteoporosis Int 13:296–302
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12030544)
Pérez R.E, Clark P, Carlos F, Camacho A, & Marina F.F (2014). Health-related quality of life after
surgery for hip fracture: a multicentric study in Mexican population. Medwave
2014;14(5):e5972
doi:10.5867/medwave.2014.05.5972(http://www.medwave.cl/link.cgi/English/Original/
Research/5973)
Rachmawati Y, Perwitasari D.A, Adnan. (2014). Validasi Kuesioner SF-36 Versi Indonesia
terhadap pasien hipertensi di Puskesmas Yogyakarta. Pharmacy ;11:14e25
RAND. (2009). Scoring Instructions for the 36-Item Short Form Survey (SF-36).
http://www.rand.org/health/surveys_tools/mos/mos_core_36item_scoring.html. (5 Des 2018)
Rosell P.A.E. & Parker M.J. (2003). Functional outcome after hip fracture A 1-year prospective
outcome study of 275 patien. Elsevier Science Ltd. All rights reserved. doi:10.1016/S0020-
1383(02)00414-X
Rosell P.A.E. and Parker M.J. (2003). Functional outcome after hip fracture A 1-year prospective
outcome study of 275 patien. Elsevier Science Ltd. All rights reserved. doi:10.1016/S0020-
1383(02)00414-X
Shyu Y.I, Chen.M.C, Jui. L.C, Lu. R, Wu.C.C & Su.J.Y (2003). Changes in quality of life among
elderly patients with hip fracture in Taiwan. Osteoporos Int (2004) 15: 95–102 DOI
10.1007/s00198-003-1533-x
Shyu Y.I.L, Chen M.C., Liang J., Wu C.C. & Su J.Y. (2004) Predictors of functional recovery for
hip fractured elders during 12 months following hospital discharge: a prospective study of a
Taiwanese sample. Osteoporosis International 15 (6), 475–482.)
Shyu, Y.I.L, Lu J.F.R & Liang. J (2004). Evaluation of Medical Outcomes Study Short Form-36
Taiwan version in assessing elderly patients with hip fracture. Osteoporos Int (2004) 15:
575–582 DOI 10.1007/s00198-003-1580-3
Shyu Y.I., Liang J., Wu C.C., Su J.Y., Cheng H.S., Chou S.W. & Yang C.T. (2005) A pilot
investigation of the short-term effects of an interdisciplinary intervention program in elderly
patients with hip fracture in Taiwan. Journal of the American Geriatrics Society 53 (5), 811–
818

22
Sugiarto & Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada
Lansia Dip Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale
Dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP.
Tidermark J, Bergstro G, Svensson O, To¨ rnkvist H, & Ponzer S (2003). Responsiveness of the
EuroQol (EQ 5-D) and the SF-36 in elderly patients with displaced femoral neck fractures
Quality of Life Research 12: 1069–1079, 2003. 2003 Kluwer Academic Publishers. Printed
in the Netherlands (http://link.springer.com/article/10.1023/A:1026193812514#/page-1)
Tidermark J, Zethraeus N, Svensson O, Törnkvist H & Ponzer S. (2002).Femoral neck fractures in
the elderly: Functional outcome and quality of life according to EuroQol. Qual Life Res.
2002;11:473–8. [PubMed
Tidermark J.(2003) Quality of life and femoral neck fractures. Acta Orthop Scand. 2003;309:1–42.
[PubMed]
Tsauo J.Y., Leu W.S., Chen Y.T. & Yang R.S. (2005). Effects on function and quality of life of
postoperative home-based physical therapy for patients with hip fracture. Archives of
Physical Medicine & Rehabilitation 86 (10), 1953–1957)
Tseng, Shyu & Liang (2012). Functional Recovery of Older Hip-Fracture Patients After
Interdisciplinary Intervention Follows Three Distinct Trajectories. The Gerontologist
Advance
United States Census Bureau (2013) Census. Gov, viewed 01 September 2013, <http:
//www.census.gov/population/international/data/idb/informationGateway.php>.)
United National Population Fund (2013). Indonesian Population Projection. BPS - Statistics
Indonesia Publication Number: 04110.1301. ISBN: 978-979-064-606-3
Van Balen R, Steyerberg EW, Polder JJ, Ribbers TL, Habbema JD & Cools HJ (2001). Hip fracture
in elderly patients: outcomes for function, quality of life, and type of residence. Clin Orthop
Relat Res.;390:232–43. [PubMed]
Valizadeh M, Mazloomzadeh. S, Golmohammadi. S, & Larijani. B (2012). Mortality after low
trauma hip fracture: a prospective cohort study. BMC Musculoskelet Disord. 2012; 13: 143.
doi:  10.1186/1471-2474-13-143 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3512527/)
WHO Country Cooperation Strategy 2007–2011. ISBN 978-92-9022-271-2
Wilson IB, Cleary PD (1995) Linking clinical variables with health relater quality of life. JAMA
273:59–65

23
LAMPIRAN

24
Lampiran 1
BIODATA PENELITI 1

1. Identitas Diri
a. Nama Lengkap : Ns. Wantonoro, M.Kep., Sp.Kep.M.B
b. Tempat Tanggal Lahir : Sidoasih, Kec.Penengahan/28.01.1984
c. Alamat Rumah : Perum Bale Asri Rt 11 Blok D2, Sleman Yogyakarta
d. Telp/Hp : 085729444617
e. Alamat Kantor : Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Jl. Ringroad Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto,
Gamping, Sleman, Yogyakarta,
f. Telp/Fax : 027444469199
g. Email : wantoazam@unisayogy.ac.id

2. Riwayat Pendidikan
Program S1 S2
Nama Perguruan STIKES ‘Aisyiyah Universitas Indonesia
Tinggi Yogyakarta
Bidang Ilmu Program Profesi-Ners Program Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan
Tahun Masuk 2004 2011
Tahun Lulus 2009 2014

25
BIODATA PENELITI 2 Lampiran 2

1. Identitas Diri
a. Nama Lengkap : Ns. Edy Suprayitno, M.Kep
b. Jabatan Fungsional : Staff Pengajar
c. NIK : 10.04.099
d. Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 6 Maret 1986
e. Alamat Rumah : Krapyak, Sidoarum, Godean Sleman
f. Telp/Hp : 085736752369
g. Alamat Kantor : Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Jl. Ringroad Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto,
Gamping, Sleman, Yogyakarta
h. Telp/Fax : 027444469199
h. Email : edysuprayitno@unisayogya.ac.id
i. Bidang ilmu : Keperawatan

2. Riwayat Pendidikan
Program S1 S2
Nama Perguruan Tinggi STIKES ‘Aisyiyah Universtas Airlangga Surabaya
Yogyakarta
Bidang Ilmu Program Profesi-Ners Keperawatan
Tahun Masuk 2004 2013
Tahun Lulus 2009 2015

26
Lampiran 3

SCHEDULE PENELITIAN

Kegiatan Waktu Penelitian


Desember 2016 Januari –April Mei 2017 Juni 2018 Nov-Desember
2017 2018
Penyusunan Proposal
Perijinan
Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan Data
Tabulasi dan Analisis
Penyusunan Laporan Penelitian
Penyusunan Hasil Penelitian
Pengumpulan Hasil Penelitian

27

Anda mungkin juga menyukai